You are on page 1of 10

PENDAHULUAN

Agama dan Kebudayaan adalah dua hal yang sangat berbeda. Agama selalu dikatakan bersumber dari
Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa Alam Semesta beserta segala isinya, sedangkan kebudayaan adalah
produk manusia. Penggabungan kata agama dan kebudayaan, akan melahirkan agama kebudayaan dan
kebudayaan agama. Keduanya sangat berbeda.
Agama kebudayaan adalah kepercayaan tentang Tuhan yang berasal dari kebudayaan. Timbulnya
kepercayaan ini, karena manusia dihadapkan kepada misteri tentang kehidupannya di muka bumi ini.
Manusia merasakan ada sesuatu yang mengatur dunia ini. Siapa? hingga hari ini merupakan misteri yang
hanya terjawab secara ideasional yaitu yang disebut Tuhan. Contoh seperti ini adalah aliran kepercayaan
dengan berbagai istilah dan aliran seperti dinamisme, animisme.
Sedangkan kebudayaan agama justru sebaliknya. Kebudayaan agama bersumber dari agama yang
kemudian melahirkan kebudayaan-kebudayaan, baik dalam tataran ide maupun material dan perilaku.
Dalam konsep ini, manusia tidak perlu lagi mencari Tuhan, manusia harus menerima adanya Tuhan.
Contoh kebudayaan agama ini adalah munculnya rumah-rumah ibadah, cara hidup bagi yang beragama
Islam disebut islami, bagi yang beragama Kristen disebut kristiani dan seterusnya.
Lalu bila ada pertanyaan, mana yang lebih dahulu ada, kebudayaan atau agama? Pertanyaan ini tidak dapat
disamakan dengan mana terlebih dahulu ada telur atau ayamnya. Pastinya jawabannya adalah kebudayaan.
Kebudayaanlah yang lebih dahulu ada daripada agama. Bukti-bukti mendukung pendapat ini, hingga saat
ini masih ditemukan yaitu masih ada masyarakat yang belum beragama, namun mempunyai kebudayaan

PEMBAHASAN
Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta gama yang berarti tradisi. Sedangkan kata lain untuk
menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja religare yang berarti mengikat kembali. Maksudnya dengan ber-religi, seseorang mengikat dirinya kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama merupakan sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama juga dapat
diartikan A = tidak, gama = kacau. Agama sama dengan tidak kacau, sama dengan tentram. Atau masih
dalam pengertian yang senada dalam bahasa yang lebih sederhana, agama bertujuan memberi ketentraman
kepada pengikutnya (umat manusia) yang dikaitkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama adalah sistem
atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian
dengan kepercayaan itu (KUBI, 1995).
Secara umum, ada yang mengatakan bahwa agama langit/ samawi merupakan ajaran atau syariat dari
Tuhan yang diturunkan dengan jalan wahyu, diturunkan kepada manusia melalui wahyu. Adapula yang
mengatakan definisi agama secara umum adalah kepercayaan yang suci yang terkumpul dalam suatu set
prilaku yang menunjukkan ketundukan pada suatu Dzat, kecintaan, hinaan keinginan dan kekaguman.
(muqoronatul adyan KMI Gontor)
Mukti Ali berpendapat bahwa ada tiga argumentasi yang dapat dijadikan alasan dalam menanggapi
statemen Barangkali tak ada kata yang paling sulit diberikan pengertian dan defenisi selain dari kata
agama..
Pertama karena pengalaman agama adalah soal batin dan subjektif. Kedua barangkali tidak ada orang yang
begitu semangat dan emosional daripada membicarakan agama. Karena itu, membahas arti agama selalu
dengan emosi yang kuat dan yang ketiga konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang
yang memberikan pengertian agama.

Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup
manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Quran agama sering disebut
dengan istilah ad-din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai
kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya
mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
Tujuan Agama
Tujuan agama adalah memberikan petunjuk pada manusia, sehingga dengan kekuatan petunjuk agama
akan menyampaikannya menuju keharibaan ilahi. Dengan demikian agama adalah perantara dalam
membantu tugas manusia untuk merealisasikan tujuan mulianya.
Menurut Rudolf Pasaribu (Pasaribu, 1988:10-13), tujuan agama adalah:[1]. Mengajarkan manusia tentang
asal-usulnya. [2]. Mengajarkan Manusia tentang moralitas. [3]. Mengajarkan manusia menghargai dan
menghormati orang lain. [4]. Mengajarkan manusia tentang tujuan kehidupan. [5]. Mengajarkan manusia
memelihara keseimbangan. [6]. Memberikan bimbingan dalam hidup. Dan [7]. Menentramkan batin.
Moh. Rifai (Rifai. 1984:17-18) berpendapat bahwa faedah agama terhadap kehidupan manusia adalah
sebagai berikut:
1.

Mendidik manusia supaya mempunyai pendirian yang tentu dan terang,


manusia mempunyai sikap yang positip dan tepat.
2. Agama mendidik manusia supaya tahu mencari, memiliki ketentraman jiwa.
Orang yang bergama dapat merasakan bagimana besarnya pertolongan agama
pada dirinya, lebih-lebih ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan.
3. Agama adalah suatu alat untuk membeaskan manusia dari perbudakan
materi. Agama mendidik supaya orang jangan dapat ditundukkan oleh materi
dan benda. Manusia disuruh tunduk hanyalah kepada Allah yang Maha Esa.
Agama memberi modal supaya manusia berjiwa besar, kuat dan tidak
gampang ditundukkan oleh siapapun.
4. Agama mendidik manusia supaya berani menegakkan kebenaran dan takut
untuk melakukan kesalahan. Kita mengerti kalau kebenaran sudah tegak, di
sanalah manusia akan mendapat kebahagian dunia dan akhirat.
5. Agama banyak memberikan sugesti kepada mansuia agar dalam jiwa mereka
tumbuh sifat-sifat utama, seperti rendah hati, sopan santun, hormat
menghormati dsb. Agama melarang orang agar jangan bersifat sombong,
congkak, merasa tinggi dan sebagainya.
6. Agama mendidik orang supaya untuk kemakmuran masyarakat dan negara
dianggapnya sebagai amal saleh dan sebagainya.
Menurut I.B. Oka Punyatmadja (Punyatmadja, 1987:13), tujuan agama menuntut umat manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup berupa kesucian batin laksana dan budi pekerti yang luhur (dharma) yang
memberi kebahagian dan kesejahteraan materil kepada sesama manusia dan mahluk yang disebut Jagadhita
dan memberi ketentraman rohani, sumber kebahagian yang abadi, sukha tanpawali dukha yang tiada
didasarkan atas terpenuhinya nafsu duniawi, memberi kesucian dan menyebabkan roh bebas dan
penjelmaan serta merasakan manunggal dengan Tuhan (Moksa).
Kronologis Terciptanya Agama
Ada beberapa teori atau pendapat perihal asal mula agama dalam kehidupan manusia. Pertama teori yang
dikemukakan oleh Tylor yang kemudian dikenal dengan nama teori Tylor. Menurut Tylor asal mula agama
adalah kepercayaan manusia tentang adanya jiwa. Manusia menyadari adanya jiwa atau roh
dikarenakan dua hal yaitu peristiwa hidup dan mati dan peristiwa mimpi. Kedua yang dikenal dengan teori
Marett, menurut Marett pokok pangkal dari perilaku keagamaan bukanlah keper-cayaan terhadap roh-roh
halus, melainkan timbul karena perasaan rendah diri manusia terhadap berbagai gejala dan peristiwa yang
dialami manusia dalam hidupnya.

Ketiga teori Frazer, menurut Frazer manusia dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupannya
dengan menggunakan akal dan sistem pengetahuan. Akal manusia itu terbatas, semakin rendah budaya
manusia semakin kecil dan terbatas kemampuan akal dan pikiran dan pengetahuannya, dikarenakan
ketidakmampuannya dalam menggunakan akal dan pikirannya untuk memecahkan permasalahan ini, maka
manusia menggunakan magic. Namun karena dengan magic pun ternyata tidak mampu mengatasi
masalah yang berada di luar batas kemampuan akalnya, maka mulailah manusia percaya bahwa alam
semesta ini didiami oleh para makhluk halus, roh-roh halus yang lebih berkuasa daripada manusia sendiri.
Seterusnya manusia mulai mencari hubungan dengan mahluk-mahluk halus tersebut, sehingga dengan
demikian timbullah agama (relegi).
Keempat teori Schmidt, menurut Schmidt bahwa monotheisme kepercayaan terhadap adanya satu Tuhan,
sesungguhnya bukan penemuan baru tetapi sudah ada sejak dahulu kala. Bahwa diberbagai suku bangsa
sudah ada kepercayaan terhadap adanya satu Dewa yang merupakan dan dianggap dewa tertinggi yang
mencipta alam semesta dan seluruh isinya, serta sebagai penjaga ketertiban alam dan kesusilaan. Kelima
teori Durkheim, menurut Durkheim, pada masyarakat yang masih sederhana tingkat budayanya belum
mungkin dapat menyadari dan memahami tentang Jiwa yang berada dalam tubuh manusia yang hidup dan
jiwa yang sudah lepas dari tubuh menjadi roh-roh halus dari orang yang sudah mati (Hadikusuma, 1993: ).
Teori Evolusi Agama
Saat manusia mulai menggunakan keahlian berfikirnya, sejak saat itu pula pemikiran mengenai sesuatu
yang Maha terjadi. Manusia mulai berfikir di dunia ini harus ada sesuatu yang super yang menjadi
pusat dari segalanya. Maka dapat dilihat dari masa kemasa perkembangan tentang hal ini sangat dinamis.
Tidak dapat dipungkiri, pemikiran seperti ini menimbulkan polemik baru. Sugesti bahwa yang memiliki
kekuatan adalah yang berkuasa memaksa manusia untuk berjiwa penguasa. Dari berbagai belahan dunia,
jiwa penguasa timbul satu per satu. Hasrat ingin menciptakan nyawa ketuhanan pada diri sendiri tampak
begitu jelas.
Dimulai dari zaman prasejarah, saat manusia masih berkomunikasi secara lisan tanpa mengenal tulisan.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki mereka mulai mengimani bahwa manusia membutruhkan
kekuatan besar diluar diri mereka yang dapat mengendalikan segalanya. Maka dari itu muncullah
kepercayaan-kepercayaan primitif seperti animisme dan dinamisme. Kepercayaan yang mereka anut bukan
merupakan kepercayaan yang terstruktur. Kehidupan mereka belum mengenal suatu aturan, undangundang bahkan baik-buruk. Akan tetapi kepercayaan mereka terhadap kekutan spesial yang dapat
melindungi kehidupan mereka dan keterunannya.
Zaman kian bergeser. Pada zaman Yunani Kuno, seorang bernama Aristoteles muncul dengan teori
Geosentris. Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya bumi merupakan pusat edar dari seluruh isi alam
semesta. Kemudian disambut dengan teori yang kemudian menjadi pesaingnya, yaitu teori Heliosentris
yang dikemukakan oleh Aristarchus. Bersaing dengan teori Aristoteles, Heliosentris mengemukakan bahwa
mataharilah yang menjadi pusat dari tata surya. Akan tetapi, kembali lagi pada konsep yang telah
dikekumakakan di atas. Manusia memiliki hasrat untuk berkuasa lebih tinggi dari segalanya, maka dalam
perkembangannya Geosentris lebih di terima oleh masyarakata di berbagai belahan dunia.
Dengan adanya teori Geosentris kebanyakan manusia mulai menanamkan konsep bahwa manusia
merupakan segalanya. Pemikiran tentang tunduk dan patuhnya alam semesta terhadap perputaran bumi,
membuat manusia mulai mempercayai adnya kekuatan maha dasyat dalam wujud yang ada di dunia.
Dari hal ini lah, perkembangan tahapan proses manusia mulai mengenal sang maha berkuasa kian marak
terjadi. Terdapat berbagai sudut pandang dari proses mengenal Tuhan antara lain secara evolusi.
Tahap Evolusi
Pada konsep ini manusia mengenal dan mulai mencari Tuhan melalui perkembangan secara evolusi.
Kepercayaan yang beredar dikalangan masyarakat berkembang berdasarkan perkemabngan dimensi waktu

dan tempat. Pada tingkatan ini manusia mempercayai tentang sesuatu kekuatan tertentu yang memegang
seluruh kendali dalam kehidupan. Yang termasuk dalam konsep ini meliputi :
1. Animisme
Kepercayaan ini berasal dari bahasa latinanima yang berarti roh. Animisme adalah kepercayaan terhadap
makhluk halus atau roh nenek moyang yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat primitif. Dalam hal
komunitas ini, tempat-tempat tertentu dianggap sebagai tempat keramat yang harus dijaga dan dihormati.
Hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa didalam kawasan tersebut masih bersemayam jiwa dari orangorang terdahulu yang akan menjaga kedamaian keturunannya dari roh jahat yang mungkin mengganggu.
bukan hanya dalam kawasan masyarakat primitif, diperkirakan beberapa kawasan suku Dayak di
Kalimantan Barat masih menganut kepercayaan ini.
Selain itu, kepercayaan animisme juga mengimani bahwa roh orang-orang terdahulu bisa merasuki raga
berbagai jenis hewan yang ada di sekitar komunitas tersebut bermukim dan hewan tersebut dapat berlaku
seperti manusia. Contohnya masyarakat suku Nias, mempercayai bahwa roh seseorang yang meninggal
karena dibunuh dapat marasuki tubuh harimau dan membalaskan dendam kepada seseorang yang telah
membunuhnya. Akan tetapi konsep ini sama sekali tidak bisa disamakan dengan konsep reinkarnasi yang
dimiliki oleh masyarakat Hindu dan Budha. Dalam reinkarnasi roh seseorang yang meninggal akan terlahir
kembali dalam wujud lain bukan merasuki tubuh makhluk lainnya.
2. Dinamisme
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani dunam os yang berarti daya, kekuatan atau kekuasaan. Kepercayaan
dinamisme merupakan salah satu kepercayaan yang marak terjadi pada masa prasejarah. Kehidupan pada
masa tersebut, mencipkakan kepribadian yang selalu membutuhkan suatu kekuatan super diluar tubuh
manusia itu sendiri. Hal ini yang mengakibatkan komunitas manusia prasejarah mulai mencari sumber
kekuatan yang akan membantu hidupnya. Mulailah mereka mencari sumber-sumber kekuatan yang dapat
membuat mereka merasa dekat dan aman ketika berada disekitarnya. Akhirnya muncullah kepercayaan
dinamisme, suatu kepercayaan yang mengimani adanya suatu kekuatan yang terdapat didalam sebuah
benda. Benda yang mereka imani memiliki kekuatan dapat berupa pohon, api, batu, tanah, goa, bahkan
manusia itu sendiri. keyakinan ini tidak sirna seiiring berjalannya waktu. Sebagai contoh bangsa Jepang
menyembah dewa matahari yang mereka yakini memiliki kekutan luar biasa yang dapat menyinari seluruh
alam semesta dan memberikan kehidupan bagi penghuninya.
3. Politheisme
Bangsa di dunia yang menganut kepercayaan potheisme adalah bangsa Yunani. Dalam kehidupan
masyarakatnya mereka mengenal kekutan luar biasa yang berada dalam wujud dewa. Bangsa Yunani
meyakinibanyak dewa. Dewa dewa Yunani kuno tersebut diberi nama sesuai dengan kekuatan, kekuasaa,
dan tempat tinggalnya. Tempat tinggal dewa tersebut terdapat di langit, lautan, bumu, dan alam baka. Salah
satu dewa yang dikenal memiliki kekuatan paling besar yaitu dewa Zeus. Selain itu terdapat dewa-dewi
lain seperti Hera (dewi pernikahan), Hebe (dewi kaum muda), Eris (dewi perselisihan) dan Eileithyia (dewi
kelahiran).
4. Monotheisme
Monoteisme berasal dari kata Yunani,monon yang berarti tunggal danTheos yang berarti Tuhan.
Monotheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu.
Kebanyakan kaum monoteis akan mengatakan bahwa monoteisme pasti berlawanan dengan politeisme.
Namun pada kenyataannya, pemeluk politeisme sering berlaku selayaknya kaum monoteisme. Ini
disebabkan karena keyakinan akan tuhan yang banyak itu tidak berarti bahwa mereka menyembah banyak
tuhan. Secara historis, banyak pemeluk politeis percaya akan keberadaan banyak tuhan, tetapi mereka
hanya menyembah satu saja, yang dianggap oleh si pemeluk itu sebagai Tuhan yang Maha Tinggi.
Tahap Manusia Mulai mengenal Agama
First stage adalah tahap agraris dimana pada awal manusia berada di bumi, mula mula manusia berorientasi
terhadap medan operasionalnya yang bernama alam atau lingkungan tempat nya tinggal. Pada tahap
pertama ini, manusia belum mengenal Allah hanya mengenal alam, lalu Allah menyatakan Tuhan lah

yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit, lalu dengan air hujan itu Dia
mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu
Maka sadarlah manusia bahwa ternyata ada Sang Penguasa yang telah menciptakan langit, bumi serta
menurunkan hujan. Dengan air hujan itu pepohonan bisa tumbuh dan berbuah, lalu manusia tinggal
memakannya. Pada saat itu manusia masih dalam tahap dilayani Tuhan, suatu tahapan ketika manusia
masih bergantung pada suplemen alam. Untuk mencari makan, mereka berpindah pindah dari satu tempat
ke tempat lainnya ( dosen sejarah di kampus tersebut menyebutnya zaman nomaden. Ini merupakan zaman
pengembaraan manusia yang pertama.
Lalu Tuhan menurunkan ilmu-Nya kepada manusia. Dengan menatap kenyataan, melihat sebutir biji yang
jatuh ke tanah ternyata bisa tumbuh lagi, maka akal manusia mulai berkembang. Dia mulai berkreasi
sehingga timbullah proses agraris. Pada tahap pertama ini, ada perkembangan aktivitas dari mencari
tanaman menjadi bercocok tanam dan dari berburu menjadi beternak.
2nd Secondo stage adalah tahap sains dan teknologi. Setelah ratusan bahkan ribuan tahun manusia hidup
dalam zaman agraris, kemudian Tuhan kembali menurunkan ilmu- ilmu-Nya : dan Dia telah
menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya. Pada tahap ini, manusia telah
diberi ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Dengan ditemukannya hokum konsep berat jenis, tekanan
udara dan hokum hokum fisika lainnya , manusia bisa menyiasati hokum hokum alam itu untuk membuat
kapal. Maka mulailah manusia melakukan adventure dengan mengarungi samudera luas. Pindah-pindah
dari satu pulau ke pulau lain, dari satu benua ke benua lainnya. Pada masa inilah telah dimulai proses
discovery ( penemuan-penemuan) . Pada tahap kedua ini manusia mengalami perubahan dari hanya
bergantung pada alam menjadi mengetahui mekanisme yang ada di balik alam.
Tangga ketiga adalah tahap mengeksplorasi tidak hanya mengembara di muka bumi akan tetapi juga
mampu menggapai ruang di luar bumi. Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang
terus terus beredar dalam orbitnya yang telah ditetapkan . Pada tahap ini manusia mulai memasuki abad
yang lebih modern, yakni abad eksplorasi. Menjelajah bulan, planet Mars dan planet lain untuk melakukan
survey untuk mendapatkan dimensi dimensi baru dalam kehidupannya.
Setelah melalui 3 tahap tangga kehidupannya, yaitu tahap agraris, tahap sains dan teknologi dan tahap
eksplorasi maka tidak dapat tidak tahap kehidupan selanjutnya adalah mengenal siapakah yang berada di
balik kenyataan-kenyataan yang mengembangkan kehidupan mereka itu. Dan telah ditundukkan malam
dan siang bagimu. Bagaimana Allah menundukkan waktu siang dan malam? Bukankah siang dan malam
datang dengan sendirinya, mengapa harus ditundukkan untuk kita?
Pada waktu siang hari , tatkala matahari menyoroti detail kehidupan, saat itu adalah waktu untuk
melakukan safari eksternal , berjalan ke luar menjelajah alam untuk mengenal, mendayagunakan dan
mengembangkan ciptaan-ciptaan Tuhan sebagai wujud dari tanda tanda bekas sujudnya Pada waktu malam
hari, saatnya kita harus kembali ke dalam diri sendiri, melakukan safari internal. Ketika kita selalu
mengetuk pintu rumah Tuhan dan melakukan dialogue yang intim dan mesra dengan Pencipta alam
semesta. Tatkala kita menatap langit, kita temukan bintang-bintang bertebaran . Bumi kita adalah salah satu
planet dari sebuah bintang yang bernama matahari. Sedangkan matahari merupakan salah satu bintang
yang berada di pinggir sebuah galaxy. Galaxy yang lain jutaan kali lebih besar. Seketika tumbuhlah
kesadaran betapa kecilnya manusia jika dibandingkan dengan semesta alam. Lalu kita pun tunduk dengan
suka cita syukur di malam malam yang indah sambil memuji Namanya. Dengan menundukkan malam
untuk dipakai menemui NYA berarti ada kehidupan baru yang bernama kehidupan malam sebuah
kehidupan untuk menggali diri ke kedalaman tak bertepi .
Tuhanpun berkata pada kita bahwa Dia telah memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan, sejak kita
berada di tahap agraris sampai pada tahap eksplorasi. Saat nya sekarang kita tidak lagi berbicara dengan
hujan yang menumbuhkan tumbuh2an. Kita tidak lagi berbicara dengan samudera yang membawa kita
bertamasya keliling dunia. Kita tidak lagi berbicara dengan sungai-sungai yang mampu membangkitkan

listrik, dengan matahari dan planet2. Tetapi kita telah mampu berbicara dengan yang lebih lembut dan yang
meliputi semua itu. Kita sedang berbicara dengan yang merencanakan, menciptakan, dan menjalankan
semua itu. Kita telah mampu berbicara dengan Tuhan. Itulah tahap akhir, yaitu tahap spiritualis atau tahap
agama. Tahap dimana merupakan tahap kehidupan tertinggi. Kedudukannya menurut Al-Quran dan kitab
suci lainnya diletakkan setelah tahap penundukkan matahari dan bulan, yaitu tahap eksplorasi.
Jadi, ketika sharing dengan para pakar fisika ada yang mengatakan pada temannya ah, mengapa anda
masih beragama padahal anda sudah jadi ilmuwan, insinyur, sudah doctor di bidang fisika? Saya yang
mendengar dan berada dalam sharing tersebut ikut komentar bahwa sungguh para saintis dan eksplorer itu
memang baru berada di tahap ketiga ( tahap eksplorasi ), mereka belum mampu mencapai tahap ke empat
yaitu tahap agama atau spirutualis. Mereka baru bisa mengenal alam, berbicara dengan semesta alam.
Sebaliknya, para agamawan dan spiritualis telah mencapai tahap kehidupan yang tertinggi. Mereka tidak
lagi berbicara dengan alam, tetapi telah mampu berbicara dengan yang menciptakan dan menggerakkan
alam semesta. Sekarang, aku tidak berurusan dengan alam semesta meskipun aku mampu
menundukkannya. Sekarang aku sedang berurusan dengan yang menjalankan semesta alam. Kini aku
meminta-Nya kemampuan, ilmu, daya, umur panjang agar aku bisa mewakili managerial-Nya di bumi
pertiwi.
Saya pun lanjut berkomentar bahwa mestinya para eksplorer itu menyatakan demikian, sehingga tahap
kehidupannya naik setingkat menjadi saintis yang agamawan. Tetapi kenyataannya banyak eksplorer yang
bukan agamawan dalam pengertian memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama. Padahal setelah mereka
berada di tahap eksplorasi, sungguh pada saat itu merupakan momen yang paling tepat untuk naik pada
tahap kehidupan berikutnya, yaitu berdialog dengan Tuhan sebagai tahap agama. Pada zaman eksplorasi
seperti sekarang ini, sesungguhnya saat yang paling relevan untuk beragama dalam arti yang se dalam
dalamnya. Agama harus menjadi alternative bagi kehidupan para eksplorer, saintis, fisikawan, sehingga
masalah masalah mereka akan terjawab melewati ungkapan-ungkapan, pemberian dari Allah atas segala
permintaan mereka pada-NYa. Terlebih lagi setelah mereka memiliki pengalaman beragama.
Dengan pengalaman beragama, kita akan dapat mengungkapkan hal-hal yang luar biasa. Menggapai
kemungkinan- kemungkinan yang menurut akal tidak mungkin. Seperti yang diungkap kan oleh Rumi
bahwa jangkauan iman adalah sesuatu yang tidak mungkin. Jika target dari kekuatan akal intelektual hanya
bisa menggapai yang mungkin, target iman adalah menggapai yang tidak mungkin. Maka semua yang tak
mungkin menurut akal akan menjadi mungkin , itulah jangkauan iman yang sebenar benarnya iman dengan
membenarkan dalam qolbunya setelah mengalami pengalaman ruhani perjumpaan kepada-Nya,
mengucapkan dengan penuh kemantapan dengan lisannya serta mengamalkan tanda tanda sujudnya pada
Tuhan dalam aktivitas sehari harinya. Sungguh Hanya Tuhan Yang tau
Agama Dalam Perspektif Budaya
Asal Mula Kebudayaan
Kata kebudayaan dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, kata ini bentuk
jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Maka dengan demikian kebudayaan dapat diartikan
hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Maka kebudayaan adalah segala hasil dari cipta, karsa dan rasa
(Koentjaraningrat, 19?: hal 80).
Ada beberapa definisi tentang asal mula kebudayaan, misalnya menurut E.B. Tylor, kebudayaan adalah
keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, tata cara dan
kemampuan apa saja lainnya, kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Leslie White, kebudayaan adalah suatu kumpulan gejala-gejala yang terorganisasi yang terdiri dari
tindakan-tindakan (pola-pola perilaku), benda-benda (alat-alat; atau benda-benda yang dibuat dengan alat),
ide-ide (kepercayaan dan pengetahuan) dan perasaan-perasaan (sikap, nilai-nilai yang semuanya
tergantung pada penggunaan simbol-simbol (Lawang, 1985:109-110).
Kemudian ada lagi yang mendefisikan kebudayaan adalah suatu yang lahir karena adanya pergaulan
manusia. Ia merupakan suatu kumpulan yang termasuk di dalamnya adat istiadat, ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, achlak, hukum dan tiap-tiap kesanggupan serta kelakuan manusia yang dijelmakan

oleh manusia sebagai anggota dalam suatu pergaulan masyarakat. Dalam pengertian ini kebudayaan
termasuk way of life dan way of thinking manusia. Dalam pengertian ini kebudayaan termasuk
kebudayaan materi dan kebudayaan rohani (Rahmat, 1961:27).
Menurut Malinowski, terbentuknya kebudayaan manusia dikarenakan dalam kehidupannya, manusia
berhadapan dengan persoalan-persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian dari persoalan
tersebut, terutama dalam kaitan upaya manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Inilah awal
terbentuknya kebudayaan.
Adapun yang menjadi unsur utama pembentukan kebudayaan ini adalah unsur memenuhi kebutuhan
minim, lalu untuk mempertahankan kondisi yang dianggap sudah lebih baik dan menguntungkan ini, maka
selanjutnya manusia membuat kondisi buatan. Kondisi buatan inilah yang kemudian disebut kebudayaan
dalam bentuk sederhana (Susanto, 1977:146).
Pandangan lain dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (1975:11), kebudayaan
adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya,
karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah melalui suatu proses belajar.
Koentjaraningrat kemudian membagi unsur kebudayaan atas tujuh unsur yang bersifat universal:
1. Sistem relegi dan Upacara Keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Sistem ini dikatakan bersifat universal karena bukan hanya dimiliki oleh satu suku bangsa saja, tetapi
dimiliki juga oleh suku bangsa lain, baik suku bangsa yang masih primitif maupun suku bangsa yang sudah
moderen. Perbedaan yang mendasar terletak pada kadarnya. Pada masyarakat suku bangsa yang masih
primitif kadar kualitas kebudayaan tersebut sangat longgar, sedangkan pada suku bangsa yang sudah
moderen kadar kualitas kebudayaan itu sangat ketat dan kompetitif. Faktor perbedaan kadar ini menurut
Malinowski, dikarenakan dalam kehidupannya, manusia berhadapan dengan persoalan-persoalan yang
meminta pemecahan dan penyelesaian dari persoalan tersebut, terutama dalam kaitan upaya manusia untuk
mempertahankan kehidupannya. Inilah awal terbentuknya kebudayaan. Jadi berdasarkan pendapat
Malinowski ini, apapun yang dilakukan manusia untuk tetap survival adalah kebudayaan.
Bagian yang paling sulit berubah adalah bagian yang pertama yaitu sistem relegi dan upacara keagamaan.
Memang ada orang yang pindah agama, menukar kepercayaannya, tetapi persentasenya sedikit sekali, bila
dibandingkan dengan perubahan sistem teknologi dan peralatan.
Ketujuh unsur diatas dapat dikembalikan ke dalam 3 wujud (Koentjaraningrat. 1975:15):

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,


gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan
dan sebagainya. Wujud ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba
atau difoto. Wujud ini hanya ada dalam alam pikiran dari warga
masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan
hidup.Dengan semakin berkembangnya teknologi, kebudayaan
idel ini banyak sudah tersimpan di dalam buku-buku, arsip,
rekaman-rekaman tape. Kebudayaan ideal ini disebut juga adat
tata kelakuan.

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitet kelakuan


berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini
disebut juga sistem sosial, yaitu mengenai kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitasaktivitas manusia berinteraksi, beerhubungan, serta bergaul
satu dengan lainnya setiap waktu. Wujud kedua ini bersifat
konkret, terjadi disekeliling kita, bisa diobservasi, difoto dan
didokumentasikan.

Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.


Wujud ketiga ini disebut kebudayan fisik, yaitu berupa seluruh
total dari hasil fisik dari aktifitas, perbuatan dan karya manusia.

Ketiga wujud ini dalam kehidupan sehari-hari tidak saling terpisah. Kebudayaan ideal dan adat istiadat
mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Dalam posisi seperti ini, agama
termasuk ke dalam sistem relegi dan upacara keagamaan atau masuk ke dalam wujud ide-ide, gagasangagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan-peraturan. Walaupun dalam sasarannya antara agama dan
kebudayaan berbeda. Agama sasarannya akhirat dan kesejahteraan rohanian di dunia, sedangkan
kebudayaan sasarannya kebendaan di dunia yang nilainya diperhitungkan di akhirat (Gazalba,1988:103).
Hubungan Agama Dengan Budaya
Pakar antropologi A.L. Kroeber dan C. Kluckhon dalam sebuah artikelnya yang masyhur Culture : a
Critical Review of Concepts and Definition yang terbit pada tahun 1952 telah menganalisis dan
mengklasifikasi 179 definisi kebudayaan. Prof. H.A.R. Tilaar mwngatakan bahwa hakikat dan inti dari
kebudayaan itu adalah manusia, dengan kata lain kebudayaan adalah ciri khas manusia. Hanya manusia
yang berkebudayaan. Dalam kajian islam, penyebab utama mengapa manusia memiliki keistimewaan itu
disebut karena akal manusia yang kreatif, yang mampu membuat gagasan-gagasan inovatif untuk
mengubah dan menyempurnakan apa yang telah berhasil dilakukan dan dialaminya. Hal demikian tidak
dapat dilakukan makhluk lain termasuk malaikat. Oleh karena itu yang mendapat mandate sebagai
Khalifah Allah di bumi adalah manusia.
Terdapat masalah isu lama dan menjadi bahan polemic antara para ahli dan menimbulkan pro-kontra, yakni
masalah : Apakah agama yang menjadi bagian dari kebudayaan. Ataukah kebudayaan yang menjadi bagian
dari agama ?. bagi para antropolog dan sejarawan umumnya menganggap bahwa agama itu merupakan
bagian dari kebudayaan (religion is a part of every known culture). Karena memandang kebudayaan
sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama / kepercayaan yang
lahir dari keyakinan masyarakat tertentu, dengan agama yang berasal dari wahyu tuhan kepada Rosul-Nya.
Sedangkan para agamawan, pada umumnya memandang agama sebagai sumber titik sentrak kehidupan
manusia, terutama yang ada kaitannya dengan system keyakinan (credo) dan system peribadatan (ritus).
Agama mempunyai doktrin-doktrin (pokok-pokok ajaran) yang mengikat pemeluknya, diantara doktrin
tersebut ada yang bersifat dogmatis (inti keyakinan), yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan system
kebudayaan yang berlawanan. Meskipun demikian, dalam agama terdapat koridor yang memungkinkan
adanya penyesuaian atau penyerapan antara agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu
masyarakat. Disana terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling mempengaruhi.

Hubungan antara agama dan kebudayaan memang tidak selalu harmonis. Sedikitnya ada empat kategori
hubungan antara agama dengan kebudayaan, dengan meminjam formulasi Prof. G. Van Der Leeuw
sebagai berikut :
1. Agama dan keudayaan menyatu.
2. Agama dan kebudayaan renggang.
3. Agama dan kebudayaan terpisah.
4. Agama dan kebudayaan saling mengisi.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agam adan kebudayaan tidak bersifat statis, tetapi
berkembang secara dinamis dalam perjalanan sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi
mencerminkan pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu dapat kita ambil
manfaat juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.
Islam Mencakup Agama dan Budaya
Kebudayaan atau peradaban terbentuk dari akal budi yang berada dalam jiwa manusia. Karena itu bentuk
kebudayaan selalu ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh pembentuk
kebudayaan tersebut yaitu manusia. Kebudayaan atau peradaban yang berdasar pada nilai-nilai ajaran
islam disebut kebudayaan islam. Dalam pandangan ajaran islam, aktivitas kebudayaan manusia harus
memperoleh bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT. Melalui para nabi dan rasulnya.
Manusia pada dasarnya tidak mungkin dapat mengetahui seluruh kebenaran, bahkan tidak memiliki
kemampuan untuk menentukan semua kebaikan dan keburukan. Hal ini bisa dibuktikan dengan perbedaan
tata nilai yang beraneka ragam dalam kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Suatu hal yang dianggap baik
dan terpuji oleh bangsa dalam Negara tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sesuatu yang buruk dan tercela
disuatu bangsa dan Negara lain. Akal dan fikiran manusia tidak mampu menentukan semua kebaikan atau
keburukan, karena itu banyak hal yang dianggap baik oleh akal fikiran ternyata buruk menurut agama.
Banyak hal yang dianggap buruk oleh akal fikiran manusia, justru dianggap sesuatu yang terpuji menurut
agama.
Dengan demikian, agar kebudayaan terlepas dari jalan yang sesat dan sebaliknya mengikuti jalan yang
benar dan terpuji, maka harus dilandasi oleh ajaran agama.
Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan
Umat islam sejak sejarah perkembangannya yang paling awal sampai pada masa kini, telah banyak
menyumbangkan karya-karya besar bagi kehidupan dunia yang merupakan bagian dari kebudayaan dan
peradaban mereka. Dalam budaya intelektual umat islam banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dibidang
ilmu pengetahuan agama, seperti lahirnya tokoh-tokoh aliran dalam ilmu kalam dan karya-karya mereka,
tokoh-tokoh dibidang syariat dan fiqih dikenal dengan imam-imam madzab, seperti hanafi, maliki, hambali
dan syafii. Dalam bidang filsafat juga melahirkan para tokoh dari kalangan filsof muslim, seperti al-Kindi,
al-Farabi, al-Razi, , Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf melahirkan tokoh-tokoh besar,
seperti Haris al-Muhasibi, Ibnu Arabi, Dzunun al-Misri, Rubaiah al-Adawiyah, Al-Ghazali, dan beberapa
tokoh lain.
Selain melahirkan tokoh-tokoh besar dalam berbagai bidang tersebut diatas, dalam pengembangan sains
dan teknologi juga melahirkan beberapa tokoh, antara lain: Muhammad al Khawarizmi, ahli matematika,
Abu yusuf yaqub dibidang fisika, ibnu sina dibidang kedokteran dan berbagai tokoh lain yang jumlahnya
sangat banyak.
Kebudayaan islam yang melahirkan banyak ahli yang disebutkan diatas diilhami dari ayat-ayat al-Quran
dan sunnah Rasulillah s.a.w karena itu keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Nilai kebudayaan
islam yang harus terus dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain:
[1]Bersikap Ikhlas. [2]Berorientasi Ibadah. Dan ke[3] Semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam.
Referensi:

*Dari berbagai buku dan artikel mengenai islam dan kebudayaan.

You might also like