You are on page 1of 9

Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Terdiri dari kristal mineral olivin dan piroksin.

Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:


a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal
ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak di
antara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk
atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen
yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk
nikel.
b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur
yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan
terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau
reaksi kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen
kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat
proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting
di dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi
batuan dan dapat mengubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya
dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: penetrasi
air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohonpohonan akumulasi air hujan akan lebih banyak humus akan lebih tebal
Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan
yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih
tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan
terhadap erosi mekanis.
d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini
adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti

diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali
sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan
tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan
akan lebih intensif.
e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air
beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak
perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi
andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan
sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk
topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run
off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan
kurang intensif.
f. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup
intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang
laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa
organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur.
Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan.
Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua,
merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai
kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineralmineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit.
Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar
tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-

bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak
ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah
menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained,
merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh
area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi.
Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz,
gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan
sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite,
sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat
mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork
mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat
pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya
berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan
asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan
bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai
magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul
pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang
rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims,
vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa
kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineralmineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya
diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih
besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama
dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit

yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang
pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika >
35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas
serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral
garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root
zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

PROSES PENGOLAHAN BIJI NIKELA TERITE


Bijih laterite terjadi sebagai endapan yang massive di permukaan tanah atau tidak
jauh di dalam tanah (sub-surface). Bijih nikel laterite merupakan bijih dengan
karakteristik mineralogis yang cukup kompleks. Bijih nikel jenis laterite banyak
terdapat di negara berkembang, seperti Indonesia, Filipina, Kaledonia baru, dan
Dominika. Kalau di Indonesia sendiri Cadangan bijih nikel di Indonesia merupakan
bijih jenis laterite. Tersebar dibeberapa daerah seperti Sulawesi Soroako dan
Pomala, Kepulauan Maluku, Pulau Halmahera, Irian Jaya, dan Kalimantan Timur.
Sebelum proses ekstraksi, kadar Bijih nikel sulfida yang semula antara 1 2
persen dapat ditingkatkan terlebih dahulu dengan menggunakan metoda
konsentrasi menjadi konsentrat yang berkadar nikel 6-20 persen
Sedangkan bijih nikel laterite dengan karaktteristik mineralogis kompleknya tidak
mungkin untuk ditingkatkan kadarnya dengan metoda konsentrasi konvesional
seperti pada umumnya.`Dengan demikian, dalam pengolahannya, bijih nikel laterit
selalu melibatkan jumlah yang sangat besar dengan kadar nikel yang rendah. Hal
ini menyebabkan pengolahan/ekstraksi bijih nikel laterit menjadi lebih mahal.

Dalam prakteknya, metoda pengolahan bijih nikel laterite dapat dilakukan dengan
dua metoda yang berbeda yaitu hidrometalurgi dan pirometalurgi.
Metoda pirometalurgi umunya diterapkan untuk bijih nikel laterite jenis silika
melalui tahapan pengeringan, reduksi, peleburan pada suhu tinggi. Sedangkan
metoda hidrometalurgi digunakan untuk pengolahan bijih nikel melalui pelindian.
Prinsip proses hidrometalurgi adalah melarutkan logam-logam yang terdapat
dalam bijih nikel seperti nikel dan kobal tanpa terjadinya pelarutan logam lain yang
tidak diinginkan seperti logam besi.

Bijih laterite terjadi sebagai endapan yang massive di permukaan tanah atau tidak
jauh di dalam tanah (sub-surface). Bijih nikel laterite merupakan bijih dengan
karakteristik mineralogis yang cukup kompleks. Bijih nikel jenis laterite banyak
terdapat di negara berkembang, seperti Indonesia, Filipina, Kaledonia baru, dan
Dominika. Kalau di Indonesia sendiri Cadangan bijih nikel di Indonesia merupakan
bijih jenis laterite. Tersebar dibeberapa daerah seperti Sulawesi Soroako dan
Pomala, Kepulauan Maluku, Pulau Halmahera, Irian Jaya, dan Kalimantan Timur.
Sebelum proses ekstraksi, kadar Bijih nikel sulfida yang semula antara 1 2
persen dapat ditingkatkan terlebih dahulu dengan menggunakan metoda
konsentrasi menjadi konsentrat yang berkadar nikel 6-20 persen
Sedangkan bijih nikel laterite dengan karaktteristik mineralogis kompleknya tidak
mungkin untuk ditingkatkan kadarnya dengan metoda konsentrasi konvesional
seperti pada umumnya.`Dengan demikian, dalam pengolahannya, bijih nikel laterit
selalu melibatkan jumlah yang sangat besar dengan kadar nikel yang rendah. Hal
ini menyebabkan pengolahan/ekstraksi bijih nikel laterit menjadi lebih mahal.
Dalam prakteknya, metoda pengolahan bijih nikel laterite dapat dilakukan dengan
dua metoda yang berbeda yaitu hidrometalurgi dan pirometalurgi.

Metoda pirometalurgi umunya diterapkan untuk bijih nikel laterite jenis silika
melalui tahapan pengeringan, reduksi, peleburan pada suhu tinggi. Sedangkan
metoda hidrometalurgi digunakan untuk pengolahan bijih nikel melalui pelindian.
Prinsip proses hidrometalurgi adalah melarutkan logam-logam yang terdapat
dalam bijih nikel seperti nikel dan kobal tanpa terjadinya pelarutan logam lain yang
tidak diinginkan seperti logam besi.

Contoh pengolahan di bawah merupakan pengolahan bijih nikel melalui jalur


pyrometalurgi, proses pada temperatur tinggi.
Skematika Tahapan proses pengolahan bijih nikel laterite cara pirometalurgi dapat
dilihat pada gambar di bawah.

Diagram Alur Proses Pengolahan Bijih Nikel

Proses Pengeringan/Drying
Proses pengeringan merupakan tahap awal pengolahan bijih nikel dsn dilakukan
dengan menggunakan rotary dryer. Sebagai sumber panas digunakan bahan
bakar yang umumnya minyak residu. Bahan bakar disemprotkan dari arah ujung
dan samping dapur pengering.

Pada tahap ini, bijih nikel yang awalnya memiliki kadar air sekitar 35 persen,
setelah dikeringkan kadar airnya menjadi sekitar 20 persen. Setelah pengeringan,
bijih nikel dikirim dan simpan di dalam gudang.

Proses Reduksi/Reduction
Setelah mengalami pengeringan dengan kadar air 20 persen, kemudian bijih nikel
diumpan ke dalam rotary kiln untuk direduksi. Pada tahap awal, kadar air bijih
nikel akan berkurang menjadi nol persen. Kemudian bijih nikel akan mengalami
proses reduksi. Proses reduksi akan mengkonversi bijih nikel oksida menjadi
logam nikel dan logam besi.
Bahan reduktor atau pereduksi adalah gas CO dan H2 (gas hidrogen). Gas
reduktor ini dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna minyak residu. Pada
tahap ini ditambahkan juga batubara dan diakhir proses ditambahkan sulphur cair.
Produk tahap ini biasa disebut dengan calcine/kalsin. Kalsin yang dihasilkan
kemudian dibawa ke proses berikutnya yaitu proses peleburan dilakukan dalam
electric arc furnace, EAF atau tungku busur listrik.

Proses Peleburan/Smelting
Pada tahap ini, calcine akan dilebur di dalam tungku lebur yaitu electric arc
furnace. Kalsin dilebur menjadi matte yang memiliki kualitas tertentu. Selain nikel
matte, pada tahap ini juga dihasilkan slag/pengotor. Tahap ini menghasilkan Nikel
matte yang mengandung nikel sekitar 27 persen. Matte cair ditampung dalam
ladle untuk selanjutnya ditransfer menuju converter.

Proses Converting/Pemurnian
Proses converting adalah proses peningkatan kadar nikel dalam matte cair yang
dihasilkan dari dapur listrik EAF. Kadar nikel naik setelah proses converting,
sedangkan kadar besi dalam matte cair turun. Jadi, proses converting merupakan
proses pemurnian nikel matte cair. Converting dilakukan dalam Top Blown Kaldo
Type Rotary Converter (TBRC) atau dalam Pierce Smith Converter.

Pada tahap ini, kadar nikel dalam matte cair ditingkatkan sehingga mencapai
kadar nikel sekitar 78 persen. Sedangkan kadar besi menjdai 0,7 persen. Proses
pemurnian dilakukan dengan menambahkan udara dan silika sebagai fluks,
bahan imbuh.

Proses Granulasi/Granulating
Proses granulasi merupakan tahapan akhir dari pengolahan bijih nikel menjadi
matte. Matte cair dari proses converting ditransfer menggunakan ladle ke lokasi
proses granulasi. Pada proses ganulasi, matte cair disemprot dengan air
bertekanan tertentu. Matte cair membeku dalam bentuk granul-granul atau
partikel-partikel kecil.
http://ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/tahap-prosespengolahan-bijih-nikel-laterite/

PROSES PEMANFAATAN BIJI NIKEL


LATERITE
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan nomor
atom 28.
Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika
dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang
keras.
Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless steel) yang banyak
diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak), ornamen-ornamen
rumah dan gedung, serta komponen industri.

You might also like