Professional Documents
Culture Documents
A24140078
Farah Maulida
A24140132
Lisa Gusreviani
A24140147
A24140170
Wildan Dany NB
A24154018
Asisten:
Bayu Prahmadian
Josua
Mia Audina
Citra Gatria
Dosen:
Dr. Dwi Guntoro
Ir. Sofyan Zaman, MP
Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS
Dr. Edi Santosa
Dr. Ani Kurniawati
Pendahuluan
Latar Belakang
Tanaman dalam praktik usaha pertanian dibedakan menjadi dua tipe,
yaitu tanaman menguntungkan dan tanaman merugikan. Tanaman dikatakan
menguntungkan apabila memberikan hasil yang ekonomis. Sementara tanaman
yang merugikan adalah tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya, atau
lebih dikenal sebagai gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu
tempat dalam waktu tertentu, dan tidak dikehendaki oleh manusia karena bersaing
dengan tanaman yang dibudidayakan, serta dibutuhkan biaya pengendalian yang
cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi (Soerjani et al 1996).
Kehadiran gulma sendiri secara langsung dapat mempengaruhi
produksi tanaman, baik secara kualitas maupun kuantitas. Gulma dapat
menurunkan hasil produksi tanaman budidaya, menurunkan kualitas hasil panen,
menurunkan nilai dan produktivitas tanah, meningkatkan biaya pengerjaan tanah,
meningkatkan biaya penyiangan, meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, dan
menjadi inang bagi hama dan penyakit. Hal inilah yang kemudian menggagas
petani untuk mengendalikan gulma.
Analisis vegetasi biasa ditujukan untuk mempelajari tingkat suksesi,
evaluasi hasil pengendalian gulma, perubahan flora sebagai akibat metode
pengendalian tertentu dan evaluasi herbisida untuk menentukan aktifitas suatu
herbisida terhadap jenis gulma di lapangan. Analisis vegetasi digunakan untuk
mengetahui gulma-gulma yang memiliki kemampuan tinggi dalam penguasaan
sarana tumbuh dan ruang hidup. Selain itu, juga dapat mengetahui jenis tanaman
yang tidak terpengaruh oleh adanya gulma tertentu.
Konsep dan metode analisis vegetasi sangat bervariasi tergantung
keadaan vegetasi dan tujuan analisis. Metode yang digunakan harus disesuaikan
dengan struktur dan komposisi vegetasi. Metode analisis vegetasi diantaranya
metode garis, metode titik, dan metode visual.
Data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat digolongkan menjadi
data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif menunjukan bagaimana suatu
jenis tersebar dan berkelompok, stratifikasinya, periodisitas, dan sebagainya. Data
Tujuan
Tujuan praktikum analisis vegetasi adalah memperkenalkan kepada
mahasiswa cara mengidentifikasi jenis gulma dominan pada suatu areal dalam
usaha efisiensi pengendalian gulma, baik dengan data kualitatif maupun
kuantitatif.
Metode
Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah metode
kuadrat. Metode ini sering digunakan karena sederhana dalam pelaksanaannya.
Maksud kuadrat yaitu suatu ukuran luas yang diukur dalam satuan kuadrat (m2)
berbentuk bujur sangkar.
Kuadrat yang telah dibawa dilemparkan pada lahan yang akan diamati
secara acak dengan posisi obyektif. Gulma yang masuk ke dalam kuadrat
selanjuntnya dipotong dan diambil tajuk bagian atas permukaan tanah. Gulma
yang telah diambil kemudian diidentifikasi spesies dan familinya lalu dihitung
jumlah masing-masing spesiesnya (kerapatan mutlak). Data hasil penghitungan
gulma secara kuantitatif kemudian dicatat dalam tabel dan diambil sebagai data
pertama. Pelemparan kuadrat dilakukan dua kali ulangan dengan langkah kerja
yang sama namun tempat yang berbeda. Setelah gulma lemparan kedua selesai
diidentifikasi, selanjutnya gulma dimasukkan dalam amplop dan dioven selama 24
jam hingga kering sempurna. Tujuannya agar diperoleh data bobot kering untuk
mendapat nilai NJD (Nisbah Jumlah Dominansi) gulma.
Hasil
Tabel 1. Nilai kerapatan, berat kering, dan frekuensi gulma pada lahan percobaan
No
4
5
6
10
11
12
13
Spesies
Ottochloa
nodosa
Paspalum
conjugatum
Rotboellia
exaltata
Axonopus
compressus
Borreria alata
Asystasia
intrusa
Clidemia hirta
Clibadium
surinamense
Tetracera
indica
Commelina
diffusa
Setaria plicata
Ageratum
conyzoides
Brachiaria
mutica
Kerapatan
Frekuensi
Berat Kering
(gram)
BKM
NP
NJD
0,435
1,166
0,389
0,102
0,272
0,091
0,063
0,105
0,035
0,117
0,393
0,131
KM
KN
FM
FN
1448
0,576
17
0,155
222
0,088
0,082
37
0.015
0,027
399
0,159
13
0,118
17
0,007
0,055
1,630
0,006
0,067
0,022
20
0,008
0,064
4,370
0,016
0,087
0,029
14
0,006
0,018
0,037
0,060
0,020
0,002
0,018
2,110
0,008
0,027
0,009
16
0,006
0,027
4,490
0,016
0,50
0,017
45
0,018
0,073
9,350
0,034
0,124
0,041
38
0,015
0,045
3,850
0,014
0,074
0,025
22
0,009
0,027
0,290
0,001
0,037
0,012
39
0,016
0,018
0,040
0,073
0,024
121,2
20
28,50
0
17,57
0
32,47
0
10,22
0
11,06
0
BKN
14
Paku-pakuan
40
0,016
0,036
2,370
0,009
0,061
0,020
20
0,008
0,064
8,790
0,032
0,103
0,034
0,002
0,018
2,670
0,010
0,047
0,010
10
0,004
0,027
4,280
0,015
0,041
0,016
36
0,014
0,018
2,250
0,008
0,041
0,014
12
0,005
0,027
2,410
0,009
0,041
0,014
0,002
0,009
1,460
0,005
0,017
0,006
0,002
0,009
0,240
0,001
0,012
0,004
40
0,016
0,009
3,520
0,013
0,038
0,013
11
0,004
0,009
0,380
0,001
0,015
0,005
0,001
0,009
0,260
0,001
0,011
0,004
0,001
0,009
0,140
0,001
0,011
0,004
0,001
0,009
0,090
0,010
0,003
0,001
0,009
0,430
0,002
0,011
0,004
0,001
0,009
1,950
0,007
0,017
0,006
2516
110
Melastoma
15
malabatrichum
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Mimosa pudica
Mikania
micranta
Centoteca
lapacea
Sida
rombifolia
Pasiflora
foetida
Rosteellularia
rundana
Cyrtococcum
patens
Cyperus
brevifolius
Imperta
cylindrica
Sinedrella
nodiflora
Ipomoea
fistulosa
Sclerra
sumatrensin
Leguminosae
Total
278,3
70
0,000
3
Keterangan:
KM: kerapatan mutlak
KN: kerapatan nisbi
FM: frekuensi mutlak
FN: frekuensi nisbi
BKM: berat kering mutlak
BKN: berat kering nisbi
NP: nilai penting
NJD: nilai jumlah dominasi
Pembahasan
Analisis vegetasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk
menganalisis atau mengetahui komposisi dan dominansi suatu jenis vegetasi
dalam luasan tertentu (Santosa et al. 2008). Lokasi analisis vegetasi gulma
dilakukan di kebun kelapa sawit, Cikabayan IPB. Kelapa sawit yang berada di
Cikabayan merupakan tanaman yang sudah menghasilkan (TM).
Pertumbuhan gulma sangat erat hubungannya dengan lingkungan. Hal
ini terkait dengan pertumbuhan, reproduksi dan distribusi gulma yang nantinya
akan menenetukan kerapatan, frekuensi dan berat kering biomassa gulma. Secara
garis besar faktor lingkungan yang berperan yaitu faktor klimatik, faktor edafik
dan faktor biotik. Faktor klimatik terdiri dari cahaya, temperatur, air dan angin
(Adriadi et al. 2012). Faktor edafik berkaitan dengan kondisi tanah lingkungan
tumbuh gulma meliputi pH tanah, unsur hara, tekstur tanah, kelembaban tanah,
struktur serta topografi (Sastroutomo 1990). Faktor biotik yang meliputi
tumbuhan dan hewan-hewan sekitar gulma akan mempengaruhi pertumbuhan dan
bisa menjadi faktor pembatas distribusi gulma (Habeck et al 2001).
Hasil analisis vegetasi gulma kebun kelapa sawit di Cikabayan (tabel
1) menunjukkan ada 28 spesis yang tumbuh di lahan tersebut. Menurut Syahputra
et al (2011), minimal pada tanaman menghasilkan (TM) kebun kelapa sawit
ditemukan gulma yang lebih banyak dibandingkan tanaman belum menghasilkan
(TBM). Golongan gulma yang ditemukan diantaranya golongan rumput-rumputan
dan daun lebar. Satu petakan contoh berukuran 0,5 m X 0,5 m dengan 18 ulangan.
Total petakan contoh yang diamati luasnya 4,5 m2. Ada 2.516 individu gulma
yang terdapat dalam seluruh petakan contoh.
Kerapatan mutlak (KM) terbesar yaitu Ottochloa nodosa sebesar
1.448 individu. Selain kerapatan mutlak yang tinggi, Ottochloa nodosa memiliki
frekuensi mutlak (FM) dan berat kering mutlak (BKM) yang tertinggi di antara
spesies yang lain. Menurut Faisal dalam Afrianti et al (2015), tingkat frekuensi
yang tinggi tergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, lamanya
tanaman dan gulma bersaing dan umur tanaman saat gulma mulai bersaing. Secara
fisik gulma bersaing dengan individu lain dalam hal pemanfaatan ruang, cahaya,
air, nutrisi dan gas-gas penting dalam proses alelopati. Tingginya KM, FM dan
BKM mengakibatkan kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN) serta berat
kering nisbi (BKN) menjadi tinggi. Maksud nisbi tersebut adalah proporsi dari
suatu besaran atau ukuran dari spesies dalam suatu populasi. Ketika kerapatan,
frekuensi dan berat kering suatu spesies tinggi, maka nisbah jumlah dominansi
(NJD) akan tinggi. Ottochloa nodosa yang memiliki kerapatan, frekuensi dan
berat kering tertinggi membuat nisbah jumlah dominansinya menjadi yang
tertinggi di antara yang lainnya, yaitu sebesar 0,389 atau 38,9%.
Ottochloa
nodosa dapat memanfaatkan ruang, air, dan cahaya dengan baik walaupun berada
di bawah (ternaungi) tanaman kelapa sawit. Kondisi tanah dan curah hujan sangat
mendukung untuk pertumbuhannya. Selain itu perbanyakan secara rhizoma dan
biji menyebabkan gulma tersebut menjadi dominan (Bangun 1988).
Urutan kedua, ketiga, keempat dan kelima nisbah jumlah dominansi
tertinggi secara berurutan yaitu 0,131 (Axononopus compressus), 0,091
(Paspalum conjugatum), 0,041 (Commelina diffusa) dan 0,035 (Rotboellia
exaltata). Nilai nisbah jumlah dominansi dari Rotboellia exaltata berbeda tipis
dengan Melastoma malabatricum dengan selisih 0,001. Nilai frekuensi mutlak M.
malabatricum lebih tinggi dari pada R. exaltata, tetapi nilai kerapatan mutlak dan
berat kering mutlak R. exaltata lebih tinggi dar ipada M. malabatricum sehingga
nilai NJD dari R. exaltata menjadi lebih tinggi. Menurut Rukmana dalam Yardha
et al (2010), jenis-jenis gulma yang dominan di perkebunan kelapa sawit adalah
M. melastoma, I. cylindrica dan golongan pakis. Namun kondisi lingkungan di
Kesimpulan
Cara mengidentifikasi jenis gulma yang dominan pada suatu lahan
melalui metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Dominansi gulma di perkebunan
kelapa sawit Cikabayan adalah golongan rumput dan daun lebar, yaitu Ottochloa
nodosa, Axonopus compresses, Paspalum conjugatum, Commelina diffusa dan
Rotboellia exaltata. Gulma yang mendominasi lahan perkebunan dapat
menghambat pertumbuhan tanaman budidaya, sehingga perlu dikendalikan.
Pengendaliannya adalah dengan cara kimiawi melalui herbisida sistemik.
Daftar Pustaka
Adriadi A, Chairul, Solfiyani. 2012. Analisi vegetasi gulma pada perkebunan
kelapa sawit
Hari. Jurnal
Afrianti I, Rofiza Y, Arief AR. 2015. Analisis vegetasi gulma pada perkebunan
kelapa sawit (Elaeis quinensis Jacq.) di desa Suka Maju kecamatan Rambah
kabupaten Rokan Hulu. Diunduh tanggal 11 Oktober 2016 pada http://ejournal.upp.ac.id
Bangun P. 1988. Masalah dan prospek pengendalian gulma secara kimia pada
tanaman padi sawah di masa depan. Jurnal Litbang Pertanian. 5(1).
Barus E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Yogyakarta(ID): Kanisius.
Habeck DH, Mead FW, Fasulo TR. 2001. Lantana Lace Bug, Telenomia
Scrupulosa Stal (Insecta: Hemiptera: Tingidae). Florida(US):
IFAS
Extension UF.
Santosa Y, Eko PR, Dede AR. 2008. Studi keanekaragaman mamalia pada
beberapa tipe habitat di stasiun penelitian Pondok Ambung taman nasional
Tanjung Puting Kalimantan tengah. Media Konservasi. 13(3): 1-7.
Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Soerjani M, M Soendaru dan C Anwar. 1996. Present Status of Weed Problems
and Their Control in Indonesia. Biotrop. Special Publication. No.24.
Syahputra E, Sarbino, Siti Dian. 2011. Weeds assessment di perkebunan kelapa
sawit lahan gambut. J. Tek. Perkebunan dan PSDL. 1(1): 37-42.
Yardha, Araz M. 2010. Efektivitas aplikasi beberapa herbisida sistemik terhadap
gulma pada perkebunan kelapa sawit rakyat. J. Agroekotek. 2(1): 1-6.