You are on page 1of 1

Romo Djito memiliki kepribadian yang cukup berbeda namun unik dan menarik karena sifat

beliau yang berbeda daripada kebanyakan orang. Jika seorang murid yang tamat dari pendidikan
SMP, Ia akan melanjutkan pendidikannya ke tingkat lebih tinggi, seperti SMA atau SMK. Namun
lain halnya dengan Romo Ani, yang mendaftarkan dirinya ke seminari Menengah Mertoyudan,
bahkan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Inilah kekhasan Romo Ani, sangat mandiri di usia
mudanya, hingga dijuluki sidji nanging angel ditoto oleh orang-orang disekitarnya, yang
artinya satu namun sulit diatur. Oleh sebab itu juga, beliau sering dipanggil dengan nama
Djito.
Romo Djito memiliki rasa keadilan yang kuat akibat dari rasa pahit yang Ia terima dari tokoh
otoritas yang memperlakukan beliau secara tidak adil selama bertahun tahun dan juga turut ikut
ambil peran besar dalam pembentukan dirinya ( formantif ). Sebagai akibatnya, Ia merasa
berkewajiban untuk membela yang tertindas. Kesadaran ini muncul pada saat Ia mendengarkan
ceramah di kelas 7 seminari oleh seorang Pastor tentang ketidakadilan ini, yang menyadarkan
beliau bahwa menjadi Pastor tidak hanya bekerja di Paroki, dan bahwa ada peluang peluang
yang dapat menunjang masalah masalah sosial. Jadi, tidak heran sebagai seorang Romo, beliau
lebih sering terlibat dalam kerja sosial daripada karya di Paroki. Ia cukup bersikukuh dan
berkomitmen akan hal ini, bahkan berkembang menjadi ambisi rahasianya untuk mengubah
dunia ( korup ) ini, melalui peninjauan ulang dan pembaharuan konsep sistem gereja / imamat
di era sekarang ini.
Pada prinsipnya, tugas Imamatnya membawa Romo Djito kemana-mana dengan pekerjaan yang
berbeda beda, seperti guru, konsultan, pembina, Pastor Paroki, pengelola para Yayasan, dan
lain lain baik dalam negeri maupun luar negeri.

You might also like