You are on page 1of 22

BAB I

LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama

: Ny.J

Umur

: 45 tahun

Alamat

: Mekar Asri

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Medrek

: 87-73-XX

MRS

: 27 Juli 2016, 13.45 WIB

KRS

: 01 Agustus 2016

Ruangan

: Jade

Nama Suami

: Tn. R

Umur

: 55 tahun

Alamat

: Mekar Asru

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Buruh

2. Anamnesis
Dikirim oleh
: Dokter Sp.OG
Sifat
: Rujukan
Keterangan
:A. Keluhan Utama
:
Keluar darah dari jalan lahir
B. Anamnesis Khusus
G8P7A0, pasien perempuan merasa hamil 4 bulan datang ke Rumah Sakit
Umum dr. Slamet Garut dengan membawa rujukan dari dokter spesialis obgyn karena
mengalami hamil anggur. Pasien mengaku memiliki keluhan keluar darah dari jalan
lahir sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan darah yang keluar mulanya
sedikit-sedikit dan sering berwarna darah merah segar dan bergumpal disertai
gelembung-gelembung seperti telur ikan.
C. Riwayat Obstetri
Kehamila
n ke

Tempat

Penolong

Cara
Kehamila

Cara

BB

Jenis

Usi

Keadaan

Persalinan

Rumah

Paraji

Aterm

Spontan

II

Rumah

Paraji

Aterm

Spontan

III

Rumah

Paraji

Aterm

Spontan

IV

Rumah

Paraji

Aterm

Spontan

Rumah

Paraji

Aterm

Spontan

VI

Rumah

Paraji

Aterm

Spontan

Bidan

Aterm

Spontan

VII

Puskesma
s

Lahir

Kelamin

2500

Perempua

gr

2700
gr
2500
gr
2600
gr
2500
gr
2500
gr
3700
gr

a
23

Laki-laki

21

Laki-laki

15

10

Laki-laki

Laki-laki

3hr

7 hr

Perempua
n

Perempua
n

Kehamila

VIII

n Saat ini

D. Riwayat Perkawinan :
Status
Usia saat menikah

: Menikah pertama kali


: Perempuan : 15 tahun, SD, IRT
Laki-laki
: 25 tahun, SD, BURUH

E. Haid
Siklus haid
: Teratur
Lama haid
: 7 hari
Banyaknya darah : Biasa
Nyeri haid
: Tidak dirasakan
Menarche usia
: 15 tahun
HPHT
: 25 Maret 2016
F. Riwayat kontrasepsi
Tidak pernah menggunakan kontrasepsi
G. Prenatal Care
Datang untuk kontrol kehamilan ke Bidan dan dokter spesialis kandungan dengan
jumlah kunjungan 3 kali selama kehamilan, terakhir 1 hari yang lalu.

H. Keluhan selama kehamilan


Pasien tidak mengeluhkan apapun selama kehamilan
I. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, penyakit liver,


penyakit Diabetes Melitus, penyakit tiroid, penyakit epilepsi, riwayat asma bronchial
disangkal pasien dan riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal.
3. Status Praesens
Keadaan umum
Kesadaran
Tensi
Nadi
Respirasi
Suhu
Kepala
Leher
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekremitas

:
:
:
:
:
:
:

Sakit sedang
Compos mentis
120/80 mmHg
82 x/menit
20 x/menit
36,2 C
Konjungtiva Anemis : -/Sklera ikterik : -/: Tiroid : tidak ada kelainan
KGB : Tidak ada kelainan
: Bunyi jantung I-II murni reguler
Gallop (-), Murmur (-)
: VBS kiri = kanan, Rhonki -/-, Wheezing -/: Cembung lembut, NT (-), DM (-)
Hepar dan Lien: Sulit dinilai
: Edema tungkai -/-,
Varises -/-

4. Status Ginekologi
1) Pemeriksaan luar
Inspeksi
Palpasi

: cembung, simetris
: Fundus Uteri: 1 jari diatas pusat
Massa Tumor : teraba / tidak teraba
Uk : Permukaan : Mobilitasi : mobile / immobile
Posisi : sentral / lateral
Konsistensi : kistik / padat / mixed
Perkusi/ Auskultasi : Redup / dalam batas normal
2) Inspekulo :
Fluksus

:+

3) Pemeriksaan Dalam :
Vulva
Vagina
Portio
Ostium uteri eksternum
Corpus uteri
Parametrium kanan-kiri
Cavumdouglas

:
:
:
:

TAK
TAK
Tebal lunak
Terbuka

: sebanding dgn gravida 21-22 minggu


: lunak , massa (-)
: tidak menonjol, tidak teraba ,NT(-)

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Hematologi (27/07/2016)
Darah Rutin
Hemoglobin (12.0 16.0 g/dL)
Hematokrit (35 47 %)
Leukosit (3.600 10.600/mm3)
Trombosit (150.000 440.000/ mm3)
Eritrosit (3.6 5.8 juta/ mm3)
2) Imunoserologi
HCG Kuantitatif
<4
3) Kimia Klinik
AST
s/d 31
ALT
s/d 31
Ureum
15-50
Kreatinin
0.5-1.3
Kolesterol Total
<200
Trigliserida
<135
Glukosa Darah Pusa
70-110

:
:
:
:
:

13.5 g/dL
40 %
11.280 /mm3
350.000 /mm3
4.36 juta/mm3
56545.56
14
18
17
0.7
155
19.5
98

6. Diagnosis
Mola Hidatidosa
7. Rencana Pengelolaan
1) Observasi KU, TTV, Perdarahan
2) Cek hematologi rutin
3) R/ OP
4) Informed Consent
8. USG
Telah dilakukan oleh dokter spesialis Kandungan

9. Laporan Operasi
Jam Operasi Mulai : 13.25
Nama : Ny. J

No. CM :8773xx

Umur : 45 Tahun

Ruang : Jade

Jam Operasi Selesai :14.15


Lama Operasi : 50 MENIT
Akut / Terencana : Terencana

Tanggal : 29 Juli 2016

Operator :

Asisten I :

Perawat Instrumen:

dr. Dhanny, Sp.OG

Asisten II :

Sirkulasi:

Ahli Anestesi :

Asisten Anestesi :

Jenis Anestesi : NU + Tiva

dr. Ferra Sp.An

Fitri

Obat Anestesi : Propofol +


Fentanyl

Diagnosa Pra-Bedah :

Indikasi Operasi :

Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa

Diagnosa Pasca bedah :

Jenis Operasi :

Post histerektomi totalis a.i Mola


hidatidosa

Hysterektomy Totalis in toto

Kategori Operasi : Besar


Disinfeksi dengan : Povidone Iodine

Jaringan yang di eksisi : Dikirim PA

Laporan Operas Lengkap :


- Lakukan tindakan a dan antiseptik pada daerah sekitar abdomen
- Lakukan insisi mediana inferior 10 cm
- Setelah peritoneum terbuka tampak uterus berukuran sesuai 20-22 minggu. Tidak ada
perlengketan sekitar abdomen
- Ovarium adneksa kanan dan kiri dalam batas normal . Kesan Molahidatidosa
- Diputuskan dilakukan histerektomi totalis
- Ligamentum rotundum kanan dan kiri diklem dan diikat
- Kedua pangkal tuba dan ligamentum kanan dan kiri diklem, digunting dan diikat
- Sakrouterina kanan dan kiri di klem, digunting dan diikat
- Uterina kanan dan kiri di klem, digunting dan diikat secara ligasi ganda
- Perdarahan dirawat, fascia dijahit dengan safil no 1
- Kulit dijahit dengan safil no 3-0
- Perdarahan selama operasi 50 cc

10. Diagnosis Kerja


Molahidatidosa
11. Pemeriksaan PA

Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi didapatkan kesan Hiperplasia Atipik Endometrii

12. Follow Up Ruangan


Tanggal
29/7/16

Catatan

Instruksi

S/
Mual
O/
KU
: CM
TD
: 110/90 mmHg
N
: 82 x / menit
R
: 20 x / menit
S
: 36,0o C
Mata
: CA( - / -) , SI (- / -)
Abdomen : Cembung, lembut, NT (-), DM
(-)
TFU
: 2 jari diatas pusar
Perdarahan : (+)
BAB/BAK : (-/+)

R/ Hysterectomi totalis in
toto

A/
Mola Hidatidosa
30/7/16
POD 1

31/7/16
POD II

S/
Mual, nyeri ulu hati
O/
KU
: CM
TD
: 120/90 mmHg
R
: 22 x / menit
N
: 107 x / menit
S
: 36,2o C
Mata
: CA( - / -) , SI (- / -)
Abdomen : datar lembut,, NT ( -), DM (-)
Lo: Tertutup verban
Perdarahan : (-)
BAB/BAK : (-/-)
A/
Post histerektomi totalis ai mola hidatidosa
S/
O/
KU
: CM
TD
: 100/70 mmHg
R
: 20 x / menit
N
: 80 x / menit
S
: 36,6o C
Mata
: CA( - / -) , SI (- / -)
Abdomen : datar lembut,, NT ( -), DM (-)
Lo: Kering terawat
Perdarahan : (-)
BAB/BAK : (+/+)

p/
-Cefotaxime 2x1 gr/iv
-Metronidazole 3x500
-Kaltrofen supp 2x1

P/
-Cefadroxil 2x500 mg
-As. Mefenamat 3x500 mg
-Metronidazole 3x500 mg
-Aff Infus

A/
Post histerektomi totalis ai mola hidatidosa
01/8/16
POD III

S/
O/
KU
: CM
TD
: 100/70 mmHg
R
: 20 x / menit
N
: 80 x / menit
S
: 36,5o C
Mata
: CA( - / -) , SI (- / -)
Abdomen : datar lembut,, NT ( -), DM (-)
Lo: Kering terawat
Perdarahan : (+) banyak
BAB/BAK : (+/+)
A/ Post histerektomi
hidatidosa

totalis

ai

mola

P/
Cefadroxil 2x500 mg
-As. Mefenamat 3x500 mg
-Metronidazole 3x500 mg
BLPL

BAB II
PERTANYAAN KASUS
2.1.

Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?


-

Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kehamilan ke 8, telah melahirkan anak

sebanyak 7 kali, dan tidak memiliki riwayat abortus G8P7A0


Pada anamnesis pasien merasa hamil 4 bulan, HPHT 25 Maret 2016, Tinggi fundus 2
jari diatas pusar, keluhan keluar darah dari jalan lahir berupa darah merah segar
disertai gelembung-gelembung seperti telur ikan, dan telah dilakukan pemeriksaan
USG oleh dokter spesialis kandungan di bagian Poliklinik RSU dr Slamet Garut dan
dinyatakan bahwa pasien mengalami hamil anggur. pemeriksaan ginekologi terdapat

fluksus (+), FU: 2 jari diatas pusar OUE terbuka Mola hidatidosa
Jadi diagnosis untuk pasien ini: G8P7A0 dengan Mola hidatidosa

2.2.

Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?


-

Pengelolaan pasien ini sudah tepat, karena penderita golongan risiko tinggi, yakni
berusia >35 tahun dengan jumlah anak hidup cukup.

2.3.

Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?


-

Quo ad vitam pada pasien ini ad bonam karena setelah dilakukan terapi berupa
tindakan histerektomi totalis. Menilai sudut pandang pasien yang telah memiliki 5
orang anak dari 7 kelahiran dan usia pasien memiliki faktor resiko tinggi terjadinya

komplikasi selama kehamilan.


Quo ad functionam pasien ini untuk fungsi reproduksi ad malam. Fungsi seksual dan
menstruasi ad bonam.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Mola Hidatidosa
3.1.1. Definisi
Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi ektopik. Secara
makroskopik, mola berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berupa
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi. Gambaran histopatologik yang khas dari mola
hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi
hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas
3.1.2. Klasifikasi
a. Molahidatidosa komplit
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya
mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak

ditemukan unsur janin. Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa
vaskularisasi disertai hyperplasia dari kedua lapisan trofoblas.
Kadang kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y
(dispermi) sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi
tetap androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar
dizigotik yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.
Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista
atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3cm,
berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau
edema. Kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar
tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK disebut
juga kehamilan anggur. Tangkai tersebut melekat pada endometerium.
Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila tangkainya putus terjadilah
perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi oleh darah merah
atau coklat tua yang sudah mengering. Sebelum ditemukan USG, MHK dapat mencapai
ukuran besar sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.

Gambar 1. Mola Hidatidosa Komplit

b. Molahidatidosa parsialis
MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan yang
mendasar, baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun
gambaran PA-nya.
Pada MHP hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik
sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya
plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama
dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan ada yang melaporkan tentang

kasus MHP yang janinnya hidup sampai aterm.


Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak mengetahui dengan
tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya dan bagaimana
penyebaran penyakitnya.

Gambar 2. Mola Hidatidosa Partial

Gambaran
Kariotipe

Mola hidatidosa parsialis


Paling sering

Mola hidatidosa komplit


46, XX. Atau 46, XY

69, XXX, atau 69, XXY


Patologi
Fetus

Sering ada

Tidak ada

Amnion, sel-sel darah

Sering ada

Tidak ada

fetal

Fokal, bervariasi

Diffuse

Edema vili

Fokal, bervariasi dari

Bervariasi dari ringan

Proliferasi trofoblast

ringan sampai sedang

sampai berat

Diagnosa

Abortus tertunda

Kehamilan mola

Ukuran uterus

Lebih kecil dari usia

50% lebih besar dari usia

kehamilan

kehamilan

Gambaran Klinis

Kista theca-lutein
Komplikasi medis

25-30%
Jarang
Jarang

Sering

3.1.3. Faktor Resiko


Hingga saat ini belum diketahui etiologi dari penyakit ini.Yang baru diketahui
adalah faktor risiko, seperti :
1. Umur
: Mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil berumur
di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
2. Etnik
: Lebih banyak ditemukan pada mongoloid daripada kaukasian.
3. Genetik : Wanita dengan balanced translocation mempunyai risiko lebih tinggi.
4. Gizi
: Mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang kekurangan
protein
3.1.4. Epidemiologi
Frekuensi yang dilaporkan mola hidatidosa sangat bervariasi. Beberapa
variabilitas ini dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam metodologi (misalnya, satu
rumah sakit vs studi populasi, identifikasi kasus). Frekuensi yang dilaporkan
berkisar dari 1 dalam 100 kehamilan di Indonesia untuk 1 dari 200 kehamilan di
Meksiko untuk 1 dari 5000 kehamilan di Paraguay. Studi bahan patologis dari
trimester pertama dan kedua aborsi menentukan frekuensi mola lengkap dan parsial
mola di Irlandia masing-masing dari 1 per 1945 kehamilan dan 1 per 695 kehamilan.
Perbedaan frekuensi mola hidatidosa antara kelompok-kelompok etnis telah
dilaporkan secara internasional. Di Amerika Serikat, perbandingan frekuensi mola
hidatidosa di Afrika Amerika dan Kaukasia telah menghasilkan hasil yang
bertentangan. Jika ada perbedaan, apakah mereka adalah karena perbedaan genetik
atau faktor lingkungan tidak jelas.
Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak usia reproduktif. Wanita pada
awal tahun remaja atau perimenopause mereka adalah yang paling berisiko. Wanita
lebih tua dari 35 tahun memiliki peningkatan 2 kali lipat risiko. Wanita yang lebih
tua dari 40 tahun mengalami peningkatan 5 sampai 10 kali lipat risiko dibandingkan
dengan wanita yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi risiko.
3.1.5. Patofisiologi
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu :
hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu dan
karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam
jaringan mesenkim villi.

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa
adalah mola lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus
menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik,
sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur
kosong (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang
kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.
Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY.
Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering
disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat.

Gambar 3. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas:
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembunggelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi
berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan

terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan


gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembunggelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.
Kedua, teori neoplasma dari Pa rk yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel sel
trofoblas yang mempunyai fungsi abnormal pula, di mana terjadi resorpsi cairan yang
berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian janin

3.1.6. Tanda dan Gejala


Dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
1. Keluhan utama
Amenore dan perdarahan pervaginam antara bulan pertama sampai ketujuh dengan
rata-rata 12-14 minggu, yang dapat bersifat intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian karena perdarahan pada pasien
mola hidatidosa umumnya masuk ke dalam keadaan anemia.
2. Perubahan yang menyertai :
a. Uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b. Kadar Hcg yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada

kehamilan

biasa, kadar Hcg darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada mola
hidatidosa komplit dapat mencapai 5.000.000 IU/L.
c. Adanya kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, umumnya akan hilang
setelah jaringan mola dikeluarkan. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai
resiko 4 kali lebih besar untuk terjadinya degenerasi keganasan dikemudian hari
daripada kasus yang tanpa kista.
3. Adanya penyulit :
a. Preeklampsia
b. Tirotoksikosis. Akibat rangsangan kadar -hcg yang tinggi
c. Emboli trofoblas ke paru-paru

Pada kehamilan normal selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru namun tanpa
menimbulkan gejala apapun, namun dalam mola hidatidosa jumlah sel trofoblas
lebih banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang bisa
menyebabkan kematian.

3.1.7. Diagnosis
1.

Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
-

terdapat gejala-gejala hamil muda yang

kadang-kadang lebih nyata dari

kehamilan biasa
-

terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan

pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan
usia kehamilan seharusnya

keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi

Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin


Pemeriksaan dalam :

3.

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin

> 100.000 mlU/ml

Beta HCG serum

> 40.000 IU/ml

Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar 4. Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva


regresi normal gonadotropin korionik subunit pasca mola
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai

hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran


sampai delirium-koma.
Radiologis
USG : ditemukan gambaran badai salju (snow storm appearance atau snow
flake pattern)
Foto polos abdomen pelvis : tidak ditemukan gambaran tulang janin
Pemeriksaan Sonde (Acosta-sison)
Tidak selalu rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal pada
kuret. Bila pada sonde rahim tidak ditemukan tahanan atau tidak teraba bagian
bagian janin, maka akan membantu diagnosis mola hidatidosa
Histopatologi
Gelembung gelembung yang keluar atau dari hasil evakuasi bahan dikirim ke
Laboratorium Patologi Anatomi.
a. Mola sempurna
Ditemukan villi yang edema, hyperplasia sel trofoblas, dan penurunan atau
bahkan tidak adanya aliran darah janin. Kromosom menunjukan 46 XX
pada sebagian besar kasus dan 46 XY pada 10-15% kasus. Selain itu, mola
sempurna juga menunjukan adanya peningkatan dari growth factor seperti
c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2 dibanding plasenta yang
normal.
b. Mola parsial
Kadang kadang ditemukan adanya janin, dan juga plasenta serta pembuluh
darah janin dengan eritrosit janin di dalamnya. Dapat ditemukan juga
4.

edema villi dan profilerasi trofoblas seperti pada mola sempurna.


Kriteria Diagnosis

Gejala mola hidatidosa adalah:


1. Amenore
2. Keluhan gestosis antara lain hipremesis gravidarum
3. Perdarahan pervaginam. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
4. Uterus lebih besar dari usia kehamilan
5. Tidak ditemukan adanya tanda pasti kehamilan seperti balotemen dan detak jantung
anak
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan:
1. Kadar hCG lebih tinggi dalam darah ataupun urin terutama pada hari ke-100
2. USG : didapatkan gambaran vesikel ( vesicular ultrasonic pattern), gambaran khas :
badai salju (snow flake pattern), sarang lebah (honey comb)

Pemeriksaan pada trimester I tidak spesifik karena sulit dibedakan dengan


kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus, atau mioma uteri.
Pemeriksaan pada trimester II lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik
bercampur bagian-bagian anekoik vesikular.
Diagnosis pasti :
1. Klinis terlihat adanya gelembung mola yang keluar dari uterus.
2. Pemeriksaan PA
3.1.8

Hubungan Gambaran Kadar HCG, Histopatologi, dan Kista Lutein pada


Penderita MHK yang Berkembang Menjadi PTG dan Kembali Normal

3.1.9

Tatalaksana

1. Perbaikan keadaan umum


Yang termasuk adalah pemberian transfusi darah dan menghilangkan atau
mengurangi faktor penyulit
2. Pengeluaran jaringan mola
- Vakum kuretase
a. Bila gelembung sudah keluar
Setelah keadaan umum diperbaiki langsung dilakukan vakum
kuretase dan untuk pemeriksaan PA dilakukan pengambilan jaringan
dengan kuret tajam
b. Bila gelembung belum keluar
Pasang laminaria shift, 12 jam kemudian dilakukan vakum kuretase
tanpa pembiusan, kemudian dilakukan kuretase tajam untuk
-

mengambil jaringan (pemeriksaan PA)


Histerektomi

Untuk pasien berusia 35 tahun atau lebih dengan jumlah anak cukup,
dilakukan histerektomi totalis baik dengan jaringan mola in toto atau beberapa
hari pasca kuret
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan
di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak
untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan. yaitu :

Hasil PA mencurigakan keganasan

Umur pasien 35 tahun atau lebih yang menolak untuk dilakukan


histerektomi

Obat yang diberikan adalah :

Metotreksat (MTX): 20mg/hari IM selama 5 hari (ditambah dengan asam


folat) atau

Aktinomyocin D(ACTD): 1 vial (0,5mg)/hari IV selama 5 hari


Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola

yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya.
Goldstein

berpendapat

menghindarkan

bahwa

keganasan

pemberian

metastasis,

sitostatika
serta

profilaksis

mengurangi

dapat

terjadinya

koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi


dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan
untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis
tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi
tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.
4. Pengawasan lanjut
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin adanya perubahan kearah keganasan
Lama pengawasan : 1 tahun
Pasien dianjurkan jangan hamil dahulu, dengan menggunakan KB kondom/ sistem
kalender atau pil KB bila haid teratur dan tidak dianjurkan menggunakan IUD atau
suntikkan.
Akhir pengawasan :
Bila pengawasan 1 tahun, kadar hCg dalam batas normal, atau bila telah hamil
lagi

Jadwal pengawasan :
3 bulan ke-1

: 2 minggu sekali

3 bulan ke-2

: 1 bulan sekali

6 bulan terakhir

: 2 bulan sekali

Pemeriksaan yang dilakukan selama pengawasan:

Pemeriksaan klinis dan hCg setiap kali datang

Foto toraks pada bulan ke-6 dan ke-12 atau bila ada keluhan

Sesudah evakuasi, dilakukan pengawasan baik secara klinis, laboratorium dan


radiologi. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa. Lama pengawasan

berkisar antara satu atau dua tahun. Tujuannya adalah

memastikan pada mola hidatidosa telah sembuh sempurna dan pemberian kemoterapi jika
diperlukan.
Klinis, laboratorium dan radiologi dicari mengenai keluhan utama dan juga H,B,E,S
yaitu :

H : history, penderita pernah mengalami mola hidatidosa

B : bleeding, ada riwayat pendarahan

E : enlargment, pembesaran rahim

S : soft, rahim tetap lunak

3.1.10 Komplikasi

Perforasi uterus selama vakum kuretase kadang-kadang terjadi karena rahim


besar dan cembung. Jika perforasi diketahui, prosedur harus diselesaikan di

bawah bimbingan laparoskopi.


Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi kehamilan
mola. Untuk alasan ini, oksitosin intravena harus dimulai pada awal sebelum
dimulainya tindakan tersebut. Methergine dan / atau Hemabate juga harus

tersedia. Darah untuk transfusi harus siap tersedia.


Penyakit yang berkembang menjadi keganasan trofoblas terjadi pada 20% kasus

kehamilan mola. Untuk alasan ini, hCG kuantitatif serial harus dipantau
Faktor yang dilepaskan oleh jaringan molar bisa memicu kaskade koagulasi.
Pasien harus dipantau untuk terjadinya koagulopati intravaskular diseminata
(DIC).

Emboli trofoblas bisa menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor risiko


terbesar untuk komplikasi ini adalah rahim yang diharapkan lebih besar dari usia
kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakibat fatal.

3.1.11 Prognosis
Sebuah mola hidatidosa dianggap ganas jika metastasis atau invasi destruktif
dari miometrium yaitu mola invasif atau ketika tingkat serum hCG tiba-tiba tinggi
atau meningkat selama follow up kecuali pada kehamilan. Keganasan didiagnosis
pada 15-20% pasien dengan mola hidatidosa komplit dan 2-3% dari mola parsial.
Metastasis ke paru-paru ditemukan 4-5% pasien dengan mola hidatidosa sempurna
dan jarang dalam kasus mola hidatidosa parsial.
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung atau tirotoksikosis. Kematian akibat mola di negara berkembang cukup
tinggi berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian kelompok perempuan kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cavaliere, A., et al. (2009). Management of molar pregnancy. Journal of Prenatal


Medicine. Italia: Department of Gynecology and Obstetrics.

2. Cuninngham. F.G. dkk. (2010). Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional


Obstetri Williams. Edisi 23. Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam: Ilmu


Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006:1:4-10
4. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam: Ilmu Bedah
Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006:6:52-60
5. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267
6. Moore, L. E. a. Huh, W (2015). Hydatidiform Mole. Medscape. Diakses pada 2 Juli
2016 di http://emedicine.medscape.com/article/254657-overview#a5.
7. Paputungan, T. a. Wagey, F. a. Lengkong, R (2016). Profil penderita mola hidatidosa di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic 4: 215-222. Diakses pada 2 Juli
2016 di http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/10958/10547

You might also like