You are on page 1of 12

ANALISIS URIN

I. TUJUAN
I.1. Dapat melakukan evaluasi skrining terhadap fungsi ginjal dengan cara
urinalisis
I.2. Dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang di peroleh
II. PRINSIP
II.1.
pH
Berdasarkan prinsip double indicator yang mengandung metal merah dan
bromtimol biru sehingga memungkinkan perubahan warna dari jingga,
hijau sampai biru pada daerah 5-9.
II.2.
Protein
Berdasarkan warna dari indikator tetrabromfenol biru
II.3.
Glukosa
Berdasarkan reaksi enzimatik
II.4.
Keton
Berdasarkan reaksi nitroprusid ( Natrium nitroferrisianida )
II.5.
Bilirubin
Berdasarkan reaksi diazo antara bilirubin dengan garam diazonium dalam
suasana asam membentuk warna azobilirubin.
II.6.
Urobilinogen
Berdasarkan pada reaksi Ahrlich. Aldehid atau pembentukan warna
merah azo dari senyawa diazonium
II.7.
Nitrit
Berdasarkan nitrit yang bereaksi dengan benzokinolin
II.8.
Leukosit
Berdasarkan prinsip leukosit esterase dalam urine yang dapat
menghidrolisa suatu ester (indoxyl ester) menjadi alcohol dan asma.
Cincin aromatic dalam alcohol (indoxyl) akan berpasangan dengan
III.

IV.

garam diazonium membentuk zat warna diazo.


REAKSI
glukosaoksidase
Glukosa + O2
asam glukonat + H2O2
peroksidase
H2O2 + kromogen
kromogen teroksidasi + H2O
Asam asetoasetat -CO2
aseton
-2H
TEORI
Ekskresi adalah pengeluaran zat-zat sisa metabolism yang tidak di pakai
lagi oleh sel dan darah, di keluarkan bersama urin, keringat dan pernafasan.

Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat


kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma (Frandson, 1992).
Urine atau urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi
urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung
kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Ningsih, 2012).
Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi
(penyaringan),

reabsorpsi

(penyerapan

kembali),

dan

augmentasi

(penambahan) (Budiyanto, 2013).


Pada filtrasi terjadi proses sebagai berikut. Filtrasi darah terjadi di
glomerulus, yaitu kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsul
Bowman.

Pada

glomerulus

terdapat

sel-sel

endotelium

sehingga

memudahkan proses penyaringan. Selain itu, di glomerulus juga terjadi


pengikatan sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma
agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil proses infiltrasi ini berupa urine primer
(filtrate glomerulus) yang komposisinya mirip dengan darah, tetapi tidak
mengandung protein. Di dalam urine primer dapat ditemukan asam amino,
glukosa, natrium, kalium, ion-ion, dan garam-garam lainnya (Budiyanto,
2013).
Proses reabsorpsi terjadi di dalam pembuluh (tubulus) proksimal. Proses
ini terjadi setelah urine primer hasil proses infiltrasi mengalir dalam
pembuluh (tubulus) proksimal. Bahan-bahan yang diserap dalam proses
reabsorpsi ini adalah bahan-bahan yang masih berguna, antara lain glukosa,
asam amino, dan sejumlah besar ion-ion anorganik. Selain itu, air yang
terdapat dalam urine primer juga mengalamireabsorpsi melalui proses
osmosis, sedangkan reabsorpsi bahan-bahan lainnya berlangsung secara
transpor aktif. Proses penyerapan air juga terjadi di dalam tubulus distal.
Kemudian, bahan-bahan yang telah diserap kembali oleh tubulus proksimal
dikembalikan ke dalam darah melalui pembuluh kapiler yang ada di
sekeliling tubulus. Proses reabsorpsi ini juga terjadi di lengkung Henle,
khususnya ion natrium. Hasil proses reabsorpsi adalah urine sekunder yang

memiliki komposisi zat-zat penyusun yang sangat berbeda dengan urine


primer. Dalam urine sekunder tidak ditemukan zat-zat yang masih
dibutuhkan tubuh dan kadar urine meningkat dibandingkan di dalam urine
primer (Budiyanto, 2013).
Pada augmentasi, terjadi proses sebagai berikut. Urine sekunder
selanjutnya masuk ke tubulus kontortus distal dan saluran pengumpul. Di
dalam saluran ini terjadi proses penambahan zat-zat sisa yang tidak
bermanfaat bagi tubuh. Kemudian, urine yang sesungguhnya masuk ke
kandung kemih (vesika urinaria) melalui ureter. Selanjutnya, urine tersebut
akan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Urine mengandung urea, asam
urine, amonia, dan sisa-sisa pembongkaran protein. Selain itu, mengandung
zat-zat yang berlebihan dalam darah, seperti vitamin C, obat-obatan, dan
hormon serta garam-garam (Budiyanto, 2013).
IV.1. KarakteristikUrin
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak
lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau
ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8 7,5 dan akan menjadi lebih
asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi lebih
basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002
1,035 g/ml (Uliyah, 2008). Komposisi urin terdiri dari 95% air dan
mengandung zat terlarut. Di dalam urin terkandung bermacam
macam zat, antara lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti
urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang
memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama NaCl, dan
(4) zat zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan
obat obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri
oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003).
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika
urin mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada
bagian glomerulus. Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal
tidak menyerap kembali gula dengan sempurna. Hal ini dapat
diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat pula karena kadar
gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal sehingga

tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada
pada filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh
proses pengubahan gula menjadi glikogen terlambat, kerena produksi
hormon insulin terhambat. Orang yang demikian menderita penyakit
kencing manis (diabetes melitus). Zat warna makanan juga
dikeluarkan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urin.
Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga
dapat merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena
pencemaran atau terlalu banyak mengkonsumsi obat obatan juga
dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).
IV.2. Pemeriksaan Urin
Menurut Wulangi (1990), menyatakan bahwa analisa urin itu
penting, karena banyak penyakit dan gangguan metabolisme dapat
diketahui dari perubahan yang terjadi didalam urin. Zat yang dapat
dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat adalah
glukosa,

aseton,

albumin,

darah

dan

nanah

(Wulangi,

1990). Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk


mengetahui adanya kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal
dengan salurannya, kelainan yang terjadi di luar ginjal, untuk
mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi
adanya kehamilan (Medika, 2012).
Bahan urin yang biasa di periksa di laboratorium dibedakan
berdasarkan pengumpulannya yaitu : urin sewaktu, urin pagi, urin
puasa, urin postprandial (urin setelah makan) dan urin 24 jam (untuk
dihitung volumenya). Tiap-tiap jenis sampel urin mempunyai
kelebihan masing-masing untuk pemeriksaan yang berbeda misalnya
urin pagi sangat baik untuk memeriksa sedimen (endapan) urin dan
urin postprandial baik untuk pemeriksaan glukosa urin. Jadi sebaiknya
sebelum kita melakukan pemeriksaan urin sebaiknya meminta
keterangan dari petugas laboratorium tentang bahan urin yang mana
yang diperlukan untuk pemeriksaan (Djojodibroto, 2001).
Pemeriksaan urin terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :
IV.2.1. Pemeriksaan Kimia

Sebagaimana namanya dalam pemeriksaan kimia yang


diperiksa adalah pH urin /keasaman, berat jenis, nitrit, protein,
glukosa, bilirubin, urobilinogen,dll. Jenis zat kimia yang diperiksa
merupakan penanda keadaan dari organ2 tubuh yang hendak
didiagnosa. Seperti penyakit kuning yang disebabkan oleh
bilirubin darah yang tinggi biasanya menghasilkan urin yang
mengandung kadar bilirubin diatas normal. Begitu pula zat kimia
lainnya yang dihubungkan dengan keadaan organ tubuh yang
berbeda (Djojodibroto, 2001).
IV.2.2. Pemeriksaan sedimen
Dalam pemeriksaan sedimen yang diperiksa adalah zat sisa
metabolisme yang berupa kristal, granula termasuk juga bakteri.
Dengan pemeriksaan sedimen maka keberadaan suatu benda
normal ataupun tidak normal yang terdapat dalam urin kita akan
dapat menunjukkan keadaan organ tubuh. Dalam urin yang
ditemukan jumlah eritrosit jauh diatas angka normal bisa
menunjukkan terjadinya perdarahan di saluran kemih bagian
bawah. Begitu juga dengan ditemukannya kristal-kristal abnormal
dapat diprediksi jika seseorang beresiko terkena batu ginjal,
karena kristal-kristal dalam urin merupakan pemicu utama
terjadinya endapan kristal dalam saluran kemih terutama ginjal
yang

jika

dibiarkan

berlanjut

akan

membentuk batu

ginjal (Djojodibroto, 2001).


IV.2.3. Pemeriksaan visual
Urin mengindikasikan kesehatan yang baik bila terlihat
bersih. Bila tidak, maka ada masalah dalam tubuh, kesehatan
bermasalah biasanya di tunjukkan oleh kekeruhan, aroma tidak
biasa, dan warna tidak normal ( abnormal ).
IV.2.4. Pemeriksaan mikroskopis
Hasil yang datang dari pemeriksaan mikroskopis yang di
lakukan untuk mengetahui apakah kandungan urea di atas normal
atau tidak.
Berbagai keadaan ketidaknormalan komponen urin adalah :

1. Glikosuria, yaitu terdapatnya glukosa dalam air kemih. Hal ini


merupakan gejala terlalu banyak makan gula, meningkatkan
aktifitas kelenjar adranal yang mengakibatkan banyak penguraian
glikogen dan pembebasan glukosa dari hati, hipoinsulin, yaitu
berkurangnya jumlah insulin.
2. Aseonaria, adalah terdapatnya senyawa keton dalam urin karena
terlalu banyak mengkonsumsi lemak atau jumlah karbohidrat yang
tersedia untuk pembakaran berkurang. Aseton juga terebentuk saat
keadaan lapar.
3. Proteinuria, adalah salah satu keadan dimana satu macam protein
plasma yang terdapat dalam urin. Seperti terdapatnya albumin
dalam urin (albuminaria). Hal ini menunjukan gejala penyakit.

V. ALAT DAN BAHAN


V.1.
Alat
a. Sentrifugasi
b. Pipet tetes
c. Beaker glass
d. Mikroskop
e. Preparat
f. Tabung reaksi
V.2.
Bahan
a. Urin segar
b. Carik uji
VI.

PROSEDUR
a. Urin
Urin diambil dari urin bangun tidur dan urin aktivitas biasa, disediakan
dalam wadah tertutup.
b. Tes Fisik
Urin yang disediakan diamati dari warna, bau dan kejernihan.
c. Carik Uji
Ke dalam tabung reaksi dimasukan urin segar dari dua urin tersebut,
kemudian dicelupkan carik uji ke dalam tabung, diangkat carik uji sambil
menyapukannya pada pinggiran tabung untuk membuang urin yang
berlebih dari carik uji. Sesuaikan dengan referensi.

d. Uji sentrifugasi
Kedalam tabung sentrifugasi kedua urin dimasukan kemudian ditutup
rapat. Urin tersebut dimasukan kedalam alat sentrifugator dan alat diatur
kecepatan serta waktunya dan ditunggu sampai proses selesai. Hasil
positif ditunjukan dengan adanya endapan.
e. Uji Mikroskop
Disiapkan preparat, diatas preparat tambahkan setetes urin yang telah
disentrifugasi dan dipanaskan sedikit diatas api lalu diamati dibawah
VII.

mikroskop.
DATA PENGAMATAN
VII.1. Tabel hasil pengujian
No

Pengujian

.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Urobilinogen
Glukosa
Bilirubin
Ketosa
Densitas ( BJ )
Blood
pH
Protein
Nitrit
Leukosit

VII.2. Tes fisik


a. Bangun Tidur
Warna urin
Bau
Kejernihan
b. Baru/Segar
Warna urin
Bau
Kejernihan

Bangun Tidur

Baru/Segar

1 (16)
1, 010
8
+ 30( 0,3 )
-

1 (16)
1, 025
6
-

: kuning bening sedikit pekat


: bau aromatik lemah
: jernih
: Putih
: bau aromatik lemah
: jernih

VIII. PEMBAHASAN
Dalam praktikum, ini dilakukan analisis urin yang tujuannya antara
lain untuk melakukan evaluasi skrining terhadap fungsi ginjal dengan cara
urinalisis, dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang telah di
peroleh. Dalam proses analisisnya, sampel disediakan dari dua jenis urin
yang berbeda waktu pengambilannya, yakni urin yang diambil saat bangun
tidur dan saat aktivitas biasa. Urin yang digunakan dianalisis menggunkan
beberapa uji yaitu:
Uji Fisik dengan melihat penampakannya dari luar seperti warna, bau,
dan kejernihan. Urin yang baik adalah urin yang berwarna kuning bening
yang bila didiamkan lama memungkinkan adanya perubahan warna, dan
memiliki bau yang sangat khas seperti ammonia.
Analisis dengan carik uji, dilakukan untuk mengetahui pH, bj, dan
kandungan yang terdapat didalamnya. Dari carik uji ini urin yang di
analisis akan memunculkan reaksi dengan reagen-reagen yang terdapat
dalam carik uji sehingga dapat dihasilkan sebuah nilai berupa kandungan
yang terdapat pada urin. Yang muncul dari carik uji adalah pH dari urin.
pH urin normal berkisar pada pH 4-8. Hasil dari kedua urin menunjukan
angka yang berbeda yaitu pH 6 dan pH 8. Menurut literatur terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pH suatu urin diantaranya ;pH basa :
setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau disebut juga Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2
dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen
basi. pH asam dapat timbul karena : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit
demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi
tubulus, asidosis respiratorik atau metabolik memicu pengasaman urine
dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman. Terdapat indikasi
lain pula seperti Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam,
sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak
menyebabkan urine menjadi basa.

Kandungan leukosit yang didasarkan pada adanya reaksi esterase yang


merupakan enzim pada granula azurofil atau granula primer dari granulosit
dan monosit. Esterase akan menghidrolisis derivat ester naftil. Naftil yang
dihasilkan bersama-sama dengan garam diazonium akan menyebabkan
perubahan warna dari coklat muda menjadi warna ungu. Bila suatu urin
mengandung leukosit berarti urin tersebut tidak sehat atau menunjukan
adanya indikasi bahwa dalam tubuh ada infeksi seperti adanya infeksi pada
saluran kemih.
Kandungan glukosa, protein dan keton dalam urin normal tidak
ditemukan kandungan glukosa, protein dan keton. Pada urin, protein
memang sering ditemukan dalam jumlah yang kecil diakibatkan karena
perubahan fisiologis tubuh. Ada beberapa indikasi yang memerlihatkan
adanya ganguan tubuh bila ketiga ini terkandung didalam urin yaitu
adanya gangguan pada glomerulus ginjal dimana seharusnya protein dan
gula diserap setelah filtrasi, dan kandungan keton menandakan adanya
konsumsi alkohol sebelumnya. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat
tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh :
gangguan metabolisme karbohidrat (misalnya diabetes mellitus yang tidak
terkontrol), kurangnya

asupan

karbohidrat

(kelaparan, diet tidak

seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat), gangguan absorbsi


karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa,
sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.
Sang/blood pada analisis kedua urin negatif. Bila suatu urin
mengandung sang/blood dapat dimunculkan dugaan adanya pendarahan
pada ginjal sehingga hasilnya positif atau ada pula yang hasilnya berupa
positif palsu seperti pada urin orang yang dihasilkan wanita pasca
menstruasi.
Densitas atau BJ ini ditujukan untul mengukur kepadatan urin serta
dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan
mengencerkan urin. BJ urine yang rendah menunjukkan gangguan fungsi
reabsorbsi tubulus. Dari kedua sampel urin BJ nya berada pada kisaran

normal yaitu 1,003-1,030. Berat jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh
banyak minum, udara dingin, dan diabetes insipidus. Berat jenis yang
tinggi disebabkan diantaranya oleh : dehidrasi, proteinuria, dan diabetes
mellitus.
Pada tes urobilinogen urin pagi hari dan baru/segar menunjukan angka
1 (16), dan bilirubinnya menghasilkan hasil negatif. Tes urobilinogen
merupakan indikasi bila terjadinya kerusakan hati diikuti dengan hasil
positif pada bilirubin. Namun pada ujinya bilirubin kedua sempel normal
ini berarti adanya hasil positif palsu dimungkinkan karena aktivitas yang
telah dilakukan sehingga menimbulkan kelelahan fisik.
Uji sentrifugasi kedua urin menunjukan tidak dihasilkannya endapan
atau material yang terpisah dibawah tabung sentrifugal yang menandakan
tidak terdapat adanya sedimentasi kristal garam. Bila muncul sedimentasi
uji dibawah mikroskop perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan apa
saja yang dikandung oleh sedimen urin tersebut yang dapat mengindikasi
sebuah ketidak normalan dalam tubuh.

IX.

KESIMPULAN
Dari hasil praktikum analisis urin kali ini dengan sampel urin yang
diambil pada waktu pagi hari maupun saat aktivitas/segar, dapat
disimpulkan bahwa urin dalam keadaan normal, tidak ada gangguan yang
dapat menimbulkan gejala yang serius.

X.

DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical
Check Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Pustaka Populer
Obor. Jakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Medika. 2012. Pemeriksaan Urin. Tersedia di: http://www.biomedika.
co.id/services/laboratorium/31/pemeriksaan-urin.html [Akses
tanggal 15 November 2014].
Kimball. 1990. Biologi. Erlangga: Jakarta
Ningsih, Suti.

2012.

Proses

Pembentukan

Urin.

Tersedia

di:http://sutiningsih2/2012/12/proses_pembentukan_urin_15.html.
[Akses tanggal 17 November 2014].
Yatim, W. 1982. Biologi Modren. Tarsito: Bandung.
Ganong. 2003. Fisiologi Kedokteran. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Budiyanto. 2013. Proses Pembentukan Urin Pada Ginjal. Tersedia
di: http://budisma.web.id/materi/sma/biologi-kelas-xi/prosespembentukan-urine-pada-ginjal/ [Akses
2014].

tanggal

16

November

You might also like