Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Ayu Rostiani
Ega Ginanjar
Fahmi Ramadhan N
: 1147060012
: 1147060023
: 1147060027
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016 M/1437
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., karena
dengan segala rahmat serta hidayah-Nya, Sholawat dan salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, para keluarganya, sahabatnya
hingga akhir zaman. Alhamdulillah, makalah ini dapat diselesaikan oleh
penyusun tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pangan
dan Gizi. Dalam makalah ini kami tidak berpretensi bahwa makalah ini
sempurna. Oleh karena itu, saya tidak menutup diri dari segala saran dan
kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca yang dapat dijadikan acuan
bagi kami dalam menulis makalah berikutnya.
Sebagai akhir kata, saya sebagai penyusun berharap dengan
membaca makalah ini akan bisa bermanfaat bagi setiap insan yang
membacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
mekanis
disebabkan
adanya
benturan-benturan
mekanis.
Kerusakan ini terjadi pada benturan antar bahan saat dipanen dengan alat, selama
pengangkutan tertindih atau tertekan, serta terjatuh sehingga mengalami cacat berupa
memar, tersobek atau terpotong.
2.1.3 Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik misalnya
terjadinya case hardening karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan
bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau
membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin chilling injuries atau
kerusakan beku freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Sel-sel
tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel
sekitarnya. Akibat dehidrasi ini ikatan sulfihidril ( SH) dari protein akan berubah
menjadi ikatan disulfida ( S S ), sehingga fungsi protein secara fisiologis hilang
dan fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme berhenti dan sel rusak kemudian
membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk
kerusakan lainnya. Kerusakan ini disebabkan oleh perlakuan fisik yang digunakan.
Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan fisik contohnya adalah pengerasan
lapisan luar kulit pangan yang dikeringkan. Kesan kulit kering pada makanan beku
dan kesan gosong pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi.Chill ing injuries
atau kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10C) seperti yang
ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan oleh toksin yang terdapat pada
tenunan sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada kondisi normal, asam
klorogenat dinetralkan atau didetoksifikasi oleh asam askorbat. Pada suhu dingin,
kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan sayur membusuk akibat
akumulasi toksin pada tenunan buah dan sayur. Kerusakan akibat penyimpanan
pangan pada kelembaban tinggi (RH > 70%) dapat menyebabkan pangan menyerap
air sehingga pada tepung kering dapat menggumpal yang memicu kerusakan
mikrobiologis. Kerusakan akibat penyimpanan suhu tinggi (suhu >30C) pada buah
dan sayuran dapat menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari
jaringan. Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkancase
hardening atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.
Perubahan
kekentalan
pada
susu,
santan,
dan
lain-lain,
disebabkan
oleh
Pembentukan lendir pada produk-produk daging, ikan, dan sayuran, yang antara lain
disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat
(terutama oleh Lactobacillus, misalnya L. Viredences yang membentuk lendir
berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran
pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.
Bacillus,
Pseudomonas,
proteus,
Microrocci,
Clostidium,
dan
enterokoki.
produk lain.
Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng
seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain.
Pada pH rendah:
1. Kebusukan yang disertai pembentukan gas ( Gaseous Spoilage )
Dihasilkan oleh bakteri berspora dari wadag gembung yang berisi bahan pangan
berasam rendah selalu menunjukan terjadinya underprocessing. Apabila mikroba yang
diisolasi adalah termotilik anaerob sangat mungkin merupakan anggota dari grup C.
thermosaccharoluticum. Apabila mesofilik anaerob sangat mungkin merupakan anggota dari
grup C. botulinum atau C. sporogenes.
Kadang-kadang yang ditemukan campuran bakteri mesofilik anaerob pembentuk spora
dari wadah gembung yang berisi bahan pangan asam dan bahkan bakteri termofilik anaerob
7
pembentuk spora dari grup B. stearothermophilus, bakteri ini tidak berperan dalam
penggembungan namun sporanya masih hidup dalam produk makanan kaleng yang busuk.
2. Pembusukan Flat sour
Kebusukan ini terjadi karena penurunan pH (sekecil 0,1 sampai lebih besar dari1,0 ) dan
biasanya disertai adanya bau asam. Kebusukan ini terjadi karena adanya bakteri termofilik
fakultatif anaerob dari grup B. stearothermophilus. Hal ini dapat diperjelas dengan pengujian
daya tahan panas.
3. Kebusukan sulfide ( Sulfide Spoilage )
Kebusukan ini dsebabkan karena underprocessing dan bakteri pembentuk hydrogen
sulfide (H2S) dari grup C. nigrificans yang bersifat termolitik anaerob. Adanya bau hydrogen
sulfide membutikan adanya pembusukan.
Kebusukan lain yang jarang terjadi adalah menghitamnya bit dalam kaleng yang
disebabkan oleh B. betanigrificans yang bersifat fakultatif anaerob.
Pada pH asam:
1. Pengembungan Hidrogen (Hydrogen Swells ).
Pengembungan kaleng disebabkan oleh gas hydrogen yang diproduksi akibat terjadinya
reaksi antara produk (asam) dengan metal dari wadah.
2. Pengembungan wadah akibat kebusukan oleh mikroba.
Disebabkan oleh bakteri anaerob C. pasteurianum, timbulnya bau asam butirat dan
memproduksi gas yang cukup untuk meledakkan atau membuka tutup dari kaleng.
3. Kebusukan flat sour
Jenis kebusukan ini pada bahan pangan biasanya disebabkan oleh B. coagulans ( B.
thermoacidurans ). Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob yang meskipun digolongkan sebagai
mikroba termofilik tetapi dapat hidup pada suhu ruang meskipun lebih lambat.
kebusukan ikan.
Senyawa voatil yang digunakan sebagai indikator kebusukan ikan termasuk TVB
(total votatile bases), TVA (total volatile acids) TVS (total volateli substance), dan
TVN (total volatile nitrogen). Yang termasuk TVB adalah amonia, dimetilamin, dan
trimetilamin, sedangkan TVN terdiri dari TVB dan senyawa nitrogen lainnya yang
dihasilkan dari destilasi uap terhadap contoh, dan TVS atau VRS (volatile reducing
substance) adalah senyawa hasil aerasi dari produk dan dapat mereduksi larutan
alkalin permanganat. Yang termasuk TVA adalah asam asetat, propionat dan asam asam organik lainnya. Batas TVN maxsimum untuk udang yang bermutu baik di
Jepang dan Australia adalah 30 mg TVN/100g dengan maksimum 5 mg trimatilamin
nitrogen/100g.
Untuk produk-produk laut seperti oister, clamdan scallop, perubahan pH merupakan
indikator kerusakan, yaitu pH 5,9-6,2 untuk produk yang masih baik, pH 5,8 sudah
agak menyimpang, dan pH 5,2 atau kurang merupakan tanda kebusukan atau asam.
2.3.5 Udara
Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalam bahan pangan merupakan
penyebab utama ketengikan bahan pangan berlemak. Oksigen juga dapat merusak
vitamin terutama vitamin A dan C dan menimbulkan kerusakan warna sehingga
produk pangan menjadi pucat. Oksigen adalah komponen penting bagi hidupnya
mikroba aerobik khususnya kapang karena itu sering ditemukan di permukaan bahan
pangan atau di celah-celahnya.
2.3.6 Sinar
Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan yang
berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat karena pengaruh
sinar. Hal ini terlihat jelas pada produk-produk makanan berwarna yang dipajang di
etalase warung yang umumnya berwarna pudar karena setiap hari terkena sinar
matahari.
Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam bahan
pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C. Susu yang disimpan di dalam
botol transparan juga dapat rusak karena sinar menimbulkan bau tengik akibat
terjadinya oksidasi. Demikian juga minyak kelapa yang disimpan dalam botol
transparan akan mudah menjadi tengik jika terkena sinar matahari secara terusmenerus.
2.3.7 Waktu penyimpanan
Setelah bahan pangan dipanen, diperah, atau disembelih, ada waktu beberapa
saat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan mutu terbaiknya. Namun setelah
itu mutu akan turun secara terus-menerus. Penurunan mutu karena faktor waktu ini
sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor kerusakan bahan pangan lainnya seperti yang
telah diuraikan sebelumnya.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perubahan pangan dapat diartikan juga sebagai kerusakan pangan, dan
diartikan sebagai penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara
normal oleh panca indra atau parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia.
Secara naluriah manusia dapat mengatakan bahwa pangan telah rusak dan tidak dapat
dikonsumsi melalui rasa dan penampakan pangan. Meski pengetahuan manusia
seringkali berperilaku sebaliknya, menentang naluri, dan justru menemukan jenisjenis pangan baru. Faktor penyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan,
antara lain sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang
terdapat dalam bahan pangan, aktivitas parasit dan binatang pengerat, kandungan air
dalam bahan pangan, udara khususnya oksigen, sinar dan waktu penyimpanan. Serta
jenis kerusakan pangan dibedakan menjadi kerusakan mikrobiologis, kerusakan
mekanis dan fisik, kerusakan kimiawi, dan kerusakan biologis dan fisiologis.
3.2 Saran
Setiap bahan pangan harus diperlakukan dengan baik untuk mencegah
terjadinya berbagai kerusakan-kerusakan yang dapat merusak kandungan gizi maupun
teksturnya. Setiap bahan pangan yang kita olah dan konsumsi akan mempengaruhi
kesehatan dan kualitas hidup kita, tergantung bagaimana cara kita menyimpan dan
mengolahnya.
13
Daftar Pustaka
Desrosier, N, W. Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan oleh M. Mulyoharjo, UI Press,
1988.
Gaman, P. P-K. B. Sherrington. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.
Gajahmada Press. 1994.
Muchtadi, Deddy. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta. Pustaka Sinar
Harapan.
M. Syarief Atjang dan John Kumendong. 1992. Petunjuk Laboratorium Penyimpanan Dingin.
PAU PG IPB Bogor.
14
15
LAMPIRAN