You are on page 1of 18

PERUBAHAN

YANG TERJADI PADA BAHAN PANGAN


Disusun untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Ilmu Pangan dan Gizi

Disusun Oleh:
Ayu Rostiani
Ega Ginanjar
Fahmi Ramadhan N

: 1147060012
: 1147060023
: 1147060027

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016 M/1437

Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., karena
dengan segala rahmat serta hidayah-Nya, Sholawat dan salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, para keluarganya, sahabatnya
hingga akhir zaman. Alhamdulillah, makalah ini dapat diselesaikan oleh
penyusun tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pangan
dan Gizi. Dalam makalah ini kami tidak berpretensi bahwa makalah ini
sempurna. Oleh karena itu, saya tidak menutup diri dari segala saran dan
kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca yang dapat dijadikan acuan
bagi kami dalam menulis makalah berikutnya.
Sebagai akhir kata, saya sebagai penyusun berharap dengan
membaca makalah ini akan bisa bermanfaat bagi setiap insan yang
membacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Bandung, 6 Oktober 2016


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan adalah kebutuhan yang paling utama bagi manusia. Pangan dibutuhkan
manusia secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Usaha mencukupi kebutuhan pangan di
negara-negara berkembang dilakukan secara tradisional atau dengan cara memperluas lahan
pertanian yang disebut ekstentifikasi, sedangkan di negara maju, sistem pertanian telah
dilakukan dengan cara intensifikasi yaitu cara mengolah pertanian dengan lebih baik dan
moderen. Hal itu menyebabkan produksi pertanian negara maju lebih banyak dibanding
negara berkembang.
Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan mampu
memelihara tubuhnya serta berkembang biak. Manusia membutuhkan makanan untuk
melakukan dan melaksanakan semua aktivitasnya. Berbagai macam makanan dikonsumsi
oleh manusia. Mulai dari makanan yang berasal dari bahan alami dan langsung dimasak
sampai makanan yang harus diolah oleh pabrik terlebih dahulu. Banyak makanan yang
memanfaatkan mikroba untuk proses pembutannya entah itu bakteri maupun jamur.
Kebanyakan, makanan produk olahan menggunakan mikroba sebagai organisme yang
memfermentasi.Namun bahan pangan juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Maka
perlu diusahakan cara untuk menjaga bahan pangan agar tidak ditumbuhi mikroba, misalnya
dengan pengawetan bahan pangan. Tetapi bahan pangan yang sudah diawetkanpun belum
tentu tidak ditumbuhi mikroba. Maka untuk menjamin keamanan suatu bahan pangan layak
dikonsumsi manusia atau tidak dilakukan pengujian kualitas bahan pangan, disamping itu
dengan pengujian kualitas bahan pangan sekaligus dapat diketahui tinggi rendahnya kualitas
bahan pangan yang akan dikonsumsi. Jenis mikroba yang sering tumbuh pada bahan pangan
sehingga dapat menyebabkan kerusakan pangan adalah bakteri dan jamur.Kerusakan pangan
merupakan perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan makanan yang tidak
diinginkan atau adanya penyimpangan dari karakteristik normal.Contohnya adalah
pembusukan buah, sayurandan daging dari tekstur keras menjadi lunak meskipun masih
dalam keadaan segar, terpisahnya susu segar, penggembungan makanan kaleng,
penggumpalan tepung dan lain-lain. Bahan pangan yang sudah ditumbuhi mikroba apabila
1

dikonsumsi akan menimbulkan dampak terganggunya kesehatan manusia, menimbulkan


penyakit, keracunan bahkan kematian Karena banyak sekali jenis-jenis kerusakan pangan
yang diakibatkan oleh bakteri dan jamur, maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut
mengenai hal tersebut. Jenis- jenis kerusakan bahan pangan ini penting untuk diketahui agar
lebih selektif dalam pemilihan bahan pangan yang akan kita konsumsi. Sehingga penulis
berinisiatif untuk menyusun makalah yang berjudul Kerusakan Bahan Pangan.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis kerusakan bahan pangan
2. Untuk mengetahui tanda kerusakan bahan pangan
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan

1.3. Rumusan Masalah


1. Bagaimana jenis kerusakan bahan pangan?
2. Bagaimana tanda kerusakan bahan pangan?
3. Faktor apasajakah yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jenis Kerusakan Bahan Pangan


Kerusakan pangan dapat diartikan sebagai penyimpangan yang melewati batas
yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa
digunakan oleh manusia. Beberapa bahan pangan dianggap telah rusak apabila
mengalami kerusakan fisik dan kimiawi. Kerusakan pada bahan pangan contohnya
pembusukan buah dan sayuran dari tekstur keras menjadi lunak, penggembungan
makanan kaleng, penggumpalan tepung, terpisahnya susu segar, ketengikan minyak
goreng, roti berjamur, beras berkutu, dan gigitan tikus pada karung makanan.
2.1.1 Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan
mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan.
Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena
racun yang diproduksi serta penularan dan penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan
yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang
berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab kerusakan
mikrobiologi disebabkan oleh bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir, dan
bakteri. Kerusakan mikrobiologi merupakan bentuk kerusakan yang banyak
merugikan hasil pertanian dan berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun
yang diproduksinya terkonsumsi oleh manusia. Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi
pada bahan lain, bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi.
Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisis atau merusak jaringan
atau makromolekul penyusun bahan menjadi molekul-molekul kecil. Misalnya
karbohidrat menjadi gula sederhana atau asam organic, protein menjadi peptida asam
amino dan gas ammonia, lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Terurainya
makromolekul ini menyebabkan penurunan pH, penyimpangan bau dan rasa, bahkan
dapat menghasilkan toksin / racun yang berbahaya bagi manusia seperti racun yang
dihasilkan mikroba patogen antara lain Salmonella, Clostridium botulinum, dan
Listeria

2.1.2 Kerusakan Mekanis


Kerusakan

mekanis

disebabkan

adanya

benturan-benturan

mekanis.

Kerusakan ini terjadi pada benturan antar bahan saat dipanen dengan alat, selama
pengangkutan tertindih atau tertekan, serta terjatuh sehingga mengalami cacat berupa
memar, tersobek atau terpotong.
2.1.3 Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik misalnya
terjadinya case hardening karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan
bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau
membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin chilling injuries atau
kerusakan beku freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Sel-sel
tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel
sekitarnya. Akibat dehidrasi ini ikatan sulfihidril ( SH) dari protein akan berubah
menjadi ikatan disulfida ( S S ), sehingga fungsi protein secara fisiologis hilang
dan fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme berhenti dan sel rusak kemudian
membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk
kerusakan lainnya. Kerusakan ini disebabkan oleh perlakuan fisik yang digunakan.
Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan fisik contohnya adalah pengerasan
lapisan luar kulit pangan yang dikeringkan. Kesan kulit kering pada makanan beku
dan kesan gosong pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi.Chill ing injuries
atau kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10C) seperti yang
ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan oleh toksin yang terdapat pada
tenunan sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada kondisi normal, asam
klorogenat dinetralkan atau didetoksifikasi oleh asam askorbat. Pada suhu dingin,
kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan sayur membusuk akibat
akumulasi toksin pada tenunan buah dan sayur. Kerusakan akibat penyimpanan
pangan pada kelembaban tinggi (RH > 70%) dapat menyebabkan pangan menyerap
air sehingga pada tepung kering dapat menggumpal yang memicu kerusakan
mikrobiologis. Kerusakan akibat penyimpanan suhu tinggi (suhu >30C) pada buah
dan sayuran dapat menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari
jaringan. Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkancase
hardening atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.

2.1.4 Kerusakan Biologis Dan Fisiologis


Kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena kerusakan
fisiologis, serangga, dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan biologis meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau enzimenzim yang terdapat didalam bahan itu sendiri secara alami sehingga terjadi autolisis
dan berakhir dengan kerusakan serta pembusukan. Misalnya daging akan membusuk
oleh proses autolisis, karena daging mudah rusak dan busuk bila disimpan pada suhu
kamar. Keadaan serupa juga dialami pada beberapa buah-buahan. Kerusakan
fisiologis adalah kerusakan yang diakibatkan oleh serangga, binatang pengerat,
burung, dan hewan-hewan lain. Kerusakan fisiologis umumnya terjadi akibat reaksi
enzimatik pada sayur, buah, daging, ayam, dan pangan. Laju kerusakan biologis
dipengaruhi oleh kadar air, suhu penyimpanan, oksigen, cemaran mikroorganisme
awal, dan kandungan gizi pangan terutama protein dan lemak.
2.1.5 Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya coating atau
enamel, yaitu terjadinya noda hitam FeS pada makanan kaleng karena terjadinya
reaksi lapisan dalam kaleng dengan HS yang diproduksi oleh makanan tersebut.
Perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna,
demikian pula protein akan mengalami denaturasi dan penggumpalan. Reaksi
browning dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning nonenzimatis merupakan kerusakan kimia yang mana dapat menimbulkan warna coklat
yang tidak diinginkan. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya
saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Misalnya adanya panas yang tinggi
pada pemanasan minyak mengakibatkan rusaknya beberapa asam lemak yang
disebutthermal oxidation. Oksigen dalam minyak menyebabkan terjadinya oksidasi
pada asam lemak tidak jenuh, yang mengakibatkan pemecahan senyawa tersebut atau
menyebabkan terjadinya ketengikan minyak. Perubahan kimia pada bahan pangan
dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung, oksigen yang mempercepat reaksi
oksidasi, reaksi biologis seperti enzimatik, pH yang mempengaruhi denaturasi protein
atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi. Kerusakan
fisiologis juga merupakan kerusakan kimiawi, karena reaksi enzimatis biasanya aktif
dalam proses kerusakan tersebut.

2.2Tanda - Tanda Kerusakan Pangan


Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis
pangannya, beberapa diantaranya misalnya:

Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan, disebabkan pemecahan


struktur daging oleh berbagai bakteri.

Perubahan

kekentalan

pada

susu,

santan,

dan

lain-lain,

disebabkan

oleh

penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).

Pembentukan lendir pada produk-produk daging, ikan, dan sayuran, yang antara lain
disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat
(terutama oleh Lactobacillus, misalnya L. Viredences yang membentuk lendir
berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran
pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.

Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Lactobacillus,


Acinebacter,

Bacillus,

Pseudomonas,

proteus,

Microrocci,

Clostidium,

dan

enterokoki.

Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging, terutama disebabkan oleh:


a. Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens, L. fructovorans,
L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan E.faecalis.
b. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita, Shewanell
putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
c. Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging, disebabkan oleh
Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.
d. Perubahan bau, misalnya:
o Timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena terbentuknya amonia, H2S,
Indol, dan senyawa-senyawa amin seperti diamin kadaverin dan putresin.

o Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena terbentuknya


trimetilamin (TMA) dan histamin.

2.2.1 Kerusakan pada Daging dan Produk Daging


Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawasenyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil
pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan
perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa.
Diantara produk-produk metabolisme dari daging yang busuk, kadaverin dan putresin
merupakan dua senyawa diamin yang digunakan sebagai indicator kebusukan daging.

2.2.2 Kerusakan pada Makanan Kaleng


Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan yang terdapat
didalamnya dan mikroba perusak yang dialamnya. Pada dasarnya makanan kaleng
dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:

Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan


ikan,suws, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari

campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain).


Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-

produk lain.
Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng
seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain.

Pada pH rendah:
1. Kebusukan yang disertai pembentukan gas ( Gaseous Spoilage )
Dihasilkan oleh bakteri berspora dari wadag gembung yang berisi bahan pangan
berasam rendah selalu menunjukan terjadinya underprocessing. Apabila mikroba yang
diisolasi adalah termotilik anaerob sangat mungkin merupakan anggota dari grup C.
thermosaccharoluticum. Apabila mesofilik anaerob sangat mungkin merupakan anggota dari
grup C. botulinum atau C. sporogenes.
Kadang-kadang yang ditemukan campuran bakteri mesofilik anaerob pembentuk spora
dari wadah gembung yang berisi bahan pangan asam dan bahkan bakteri termofilik anaerob
7

pembentuk spora dari grup B. stearothermophilus, bakteri ini tidak berperan dalam
penggembungan namun sporanya masih hidup dalam produk makanan kaleng yang busuk.
2. Pembusukan Flat sour
Kebusukan ini terjadi karena penurunan pH (sekecil 0,1 sampai lebih besar dari1,0 ) dan
biasanya disertai adanya bau asam. Kebusukan ini terjadi karena adanya bakteri termofilik
fakultatif anaerob dari grup B. stearothermophilus. Hal ini dapat diperjelas dengan pengujian
daya tahan panas.
3. Kebusukan sulfide ( Sulfide Spoilage )
Kebusukan ini dsebabkan karena underprocessing dan bakteri pembentuk hydrogen
sulfide (H2S) dari grup C. nigrificans yang bersifat termolitik anaerob. Adanya bau hydrogen
sulfide membutikan adanya pembusukan.
Kebusukan lain yang jarang terjadi adalah menghitamnya bit dalam kaleng yang
disebabkan oleh B. betanigrificans yang bersifat fakultatif anaerob.
Pada pH asam:
1. Pengembungan Hidrogen (Hydrogen Swells ).
Pengembungan kaleng disebabkan oleh gas hydrogen yang diproduksi akibat terjadinya
reaksi antara produk (asam) dengan metal dari wadah.
2. Pengembungan wadah akibat kebusukan oleh mikroba.
Disebabkan oleh bakteri anaerob C. pasteurianum, timbulnya bau asam butirat dan
memproduksi gas yang cukup untuk meledakkan atau membuka tutup dari kaleng.
3. Kebusukan flat sour
Jenis kebusukan ini pada bahan pangan biasanya disebabkan oleh B. coagulans ( B.
thermoacidurans ). Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob yang meskipun digolongkan sebagai
mikroba termofilik tetapi dapat hidup pada suhu ruang meskipun lebih lambat.

2.2.3 Kerusakan pada Ikan dan Produk Ikan


Kerusakan pada ikan ditandai dengan terbentuknya trimetilamin (TMA) dari reduksi
trimetilamin oksida (TMAO). TMAO merupakan komponen yang normal terdapat di dalam
ikan laut, sedangkan pada ikan yang masih segar TMA hanya ditemukan dalam jumlah sangat
rendah atau tidak ada. Produksi TMA mungkin dilakukan oleh mikroorganisme, tetapi daging
ikan juga mengandung enzim yang dapat mereduksi TMAO. Tidak semua bakteri mempunyai
kemampuan yang sama dalam meruduksi TMAO menjadi TMA, dan reduksi tergantung dari
pH ikan. Histamin, diamin, dan senyawa volatil (total volatile substances) juga digunakan
sebagai indikator kebusukan ikan. Histamin diproduksi dari asam amino histidan oleh enzim
histidin dekarboksilase yang diproduksi oleh mikroorganisme antara lain:

Histamin merupakan penyebab keracunan scromboid. Seperti halnya pada daging,


kadaverin dan putresin merupakan diamin yang juga digunakan sebagai indikator

kebusukan ikan.
Senyawa voatil yang digunakan sebagai indikator kebusukan ikan termasuk TVB
(total votatile bases), TVA (total volatile acids) TVS (total volateli substance), dan
TVN (total volatile nitrogen). Yang termasuk TVB adalah amonia, dimetilamin, dan
trimetilamin, sedangkan TVN terdiri dari TVB dan senyawa nitrogen lainnya yang
dihasilkan dari destilasi uap terhadap contoh, dan TVS atau VRS (volatile reducing
substance) adalah senyawa hasil aerasi dari produk dan dapat mereduksi larutan
alkalin permanganat. Yang termasuk TVA adalah asam asetat, propionat dan asam asam organik lainnya. Batas TVN maxsimum untuk udang yang bermutu baik di
Jepang dan Australia adalah 30 mg TVN/100g dengan maksimum 5 mg trimatilamin

nitrogen/100g.
Untuk produk-produk laut seperti oister, clamdan scallop, perubahan pH merupakan
indikator kerusakan, yaitu pH 5,9-6,2 untuk produk yang masih baik, pH 5,8 sudah
agak menyimpang, dan pH 5,2 atau kurang merupakan tanda kebusukan atau asam.

2.3 Faktor Utama Kerusakan Pangan


Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis
yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan
hidup. Enzim dapat berasal secara alami di dalam bahan pangan atau dapat pula
berasal dari mikroba yang mencemari bahan pangan yang bersangkutan. Enzim yang
dikeluarkan oleh mikroba dapat menimbulkan perubahan bau, warna, dan tekstur pada
bahan pangan.
Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim
polifenol oksidase pada buah salak, apel atau ubi kayu. Enzim polifenol oksidase
merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan pangan karena warna coklat
yang ditimbulkannya, contohnya menimbulkan warna coklat jika buah atau ubi
dipotong. Enzim dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan seperti
enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga dapat
menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang umum terdapat
pada buah-buahan. Karena merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika bahan pangan yang
bersangkutan akan diawetkan.
2.3.1 Aktivitas Serangga Dan Parasit
Serangga merusak bahan pangan bukan hanya karena memakan bahan pangan
seperti biji-bijian, buah-buahan atau sayuran, tetapi karena luka yang ditimbulkan
pada permukaan bahan pangan akan mengundang mikroba untuk mencemari luka
tersebut dan tumbuh serta berkembang di sana. Mikroba ini yang seterusnya akan
merusak bahan pangan yang bersangkutan. Air kencing dan kotoran serangga yang
terkumpul pada tumpukan bahan pangan juga merupakan tempat yang cocok bagi
mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Telur-telur serangga dapat tertinggal di
dalam bahan pangan kemudian pada suatu saat akan menetas dan berkembang.
2.3.2 Binatang Pengerat
Tikus merupakan salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman padi
dan biji-bijian, baik yang belum dipanen maupun yang sudah dipanen dan disimpan di
dalam lumbung- lumbung. Bahaya tikus bukan hanya karena binatang ini dapat
menghabiskan hasil panen kita, tetapi juga kotorannya termasuk air kencing dan bulu
yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba.
10

2.3.3 Kandungan Air


Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor
penyebab kerusakan bahan pangan. Bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan
pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan olehmikroba
untuk pertumbuhannya dan juga dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi
biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis
oleh enzim.
2.3.4 Suhu
Pada beberapa jenis bahan pangan suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Oleh karena itu, jika proses pendinginan
atau pemanasan tidak dikendalikan dengan benar maka dapat menyebabkan kerusakan
bahan pangan.
Hasil pertanian hortikultura khususnya buah-buahan dan sayuran tropis
sifatnya peka terhadap suhu rendah. Beberapa jenis buah-buahan dan sayuran akan
mengalami kerusakan yang disebut chilling injury atau kerusakan karena suhu rendah
yang berakibat warna berubah atau tekstur cepat menjadi lunak. Sebagai contoh
pisang yang disimpan di lemari es akan segera mengalami pencoklatan dan pelunakan
dan jika dikeluarkan dari lemari es menjadi tidak layak lagi untuk dimakan. Oleh
karena itu buah-buahan seperti pisang dan tomat jangan disimpan di lemari es yang
terlalu dingin.
Pembekuan juga akan mengakibatkan kerusakan pada makanan yang
bentuknya cair, misalnya sebotol susu sapi jika dibekukan akan mengakibatkan lemak
susu atau krim terpisah cairannya. Pembekuan juga dapat menyebabkan protein susu
menjadi menggumpal.
Terjadinya kerusakan bahan pangan pada suhu rendah seperti disebutkan di
atas hanya perkecualian karena umumnya penyimpanan pada suhu rendah dapat
mengawetkan bahan pangan dan umumnya makin rendah suhunya semakin baik
pengawetannya.
Seperti halnya suhu yang terlalu rendah, suhu yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan. Umumnya pada suhu penanganan bahan
pangan, setiap kenaikan 10 derajat celsius kecepatan reaksi kimia naik 2 kalinya.
Beberapa contoh kerusakan karena suhu tinggi misalnya protein menggumpal, emulsi
pecah, keringnya bahan pangan karena airnya menguap, dan rusaknya vitamin.
11

2.3.5 Udara
Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalam bahan pangan merupakan
penyebab utama ketengikan bahan pangan berlemak. Oksigen juga dapat merusak
vitamin terutama vitamin A dan C dan menimbulkan kerusakan warna sehingga
produk pangan menjadi pucat. Oksigen adalah komponen penting bagi hidupnya
mikroba aerobik khususnya kapang karena itu sering ditemukan di permukaan bahan
pangan atau di celah-celahnya.
2.3.6 Sinar
Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan yang
berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat karena pengaruh
sinar. Hal ini terlihat jelas pada produk-produk makanan berwarna yang dipajang di
etalase warung yang umumnya berwarna pudar karena setiap hari terkena sinar
matahari.
Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam bahan
pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C. Susu yang disimpan di dalam
botol transparan juga dapat rusak karena sinar menimbulkan bau tengik akibat
terjadinya oksidasi. Demikian juga minyak kelapa yang disimpan dalam botol
transparan akan mudah menjadi tengik jika terkena sinar matahari secara terusmenerus.
2.3.7 Waktu penyimpanan
Setelah bahan pangan dipanen, diperah, atau disembelih, ada waktu beberapa
saat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan mutu terbaiknya. Namun setelah
itu mutu akan turun secara terus-menerus. Penurunan mutu karena faktor waktu ini
sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor kerusakan bahan pangan lainnya seperti yang
telah diuraikan sebelumnya.

12

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan pangan dapat diartikan juga sebagai kerusakan pangan, dan
diartikan sebagai penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara
normal oleh panca indra atau parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia.
Secara naluriah manusia dapat mengatakan bahwa pangan telah rusak dan tidak dapat
dikonsumsi melalui rasa dan penampakan pangan. Meski pengetahuan manusia
seringkali berperilaku sebaliknya, menentang naluri, dan justru menemukan jenisjenis pangan baru. Faktor penyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan,
antara lain sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang
terdapat dalam bahan pangan, aktivitas parasit dan binatang pengerat, kandungan air
dalam bahan pangan, udara khususnya oksigen, sinar dan waktu penyimpanan. Serta
jenis kerusakan pangan dibedakan menjadi kerusakan mikrobiologis, kerusakan
mekanis dan fisik, kerusakan kimiawi, dan kerusakan biologis dan fisiologis.

3.2 Saran
Setiap bahan pangan harus diperlakukan dengan baik untuk mencegah
terjadinya berbagai kerusakan-kerusakan yang dapat merusak kandungan gizi maupun
teksturnya. Setiap bahan pangan yang kita olah dan konsumsi akan mempengaruhi
kesehatan dan kualitas hidup kita, tergantung bagaimana cara kita menyimpan dan
mengolahnya.

13

Daftar Pustaka
Desrosier, N, W. Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan oleh M. Mulyoharjo, UI Press,
1988.
Gaman, P. P-K. B. Sherrington. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.
Gajahmada Press. 1994.
Muchtadi, Deddy. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta. Pustaka Sinar
Harapan.
M. Syarief Atjang dan John Kumendong. 1992. Petunjuk Laboratorium Penyimpanan Dingin.
PAU PG IPB Bogor.

14

15

LAMPIRAN

Contoh makanan yang rusak karena jamur

Contoh makanan yang rusak karena kapang

Contoh fisiologis (reaksi enzimatik )

You might also like