You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang
program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau
yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat
memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS
dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang
menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan
PWS Gizi.
Pelaksanaan

PWS

imunisasi

berhasil

baik,

dibuktikan

dengan

tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun


1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB
yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena
adanya

faktor-faktor

lain

sebagai

penyebab

kematian

ibu

(ekonomi,

pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu
dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran
data.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan
beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di
Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut
data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per
100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per
1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.

Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan


CBR

19,1

maka

terdapat

4.287.198

bayi

lahir

hidup.

Dengan

AKI

228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu
meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan
dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi,
dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti
ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan

kesepakatan

global

(Millenium

Development

Goals/MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu


menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan
Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar duapertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia
mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi
102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan
Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung
kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%).
Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK
pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia
pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan
laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah
perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 6 hari
adalah gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%),
hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan
kongenital (1%). Penyebab kematian neonatal 7 28 hari adalah sepsis
(20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress
Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%),
tetanus

(3%),

defisiensi

nutrisi

(3%)

dan

Suddenly

Infant

Death

Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian bayi (29 hari 1 tahun) adalah


diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran
cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%),
tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1 4 tahun)
adalah

diare

(25,2%),

pneumonia

(15,5%),

Necrotizing

Enterocolitis

E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak


(5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir
tahun

1980-an

melalui

program

Safe

Motherhood

Initiative

yang

mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam
maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah
diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam
menurunkan

AKI

melalui

Making

dicanangkan

oleh

pemerintah

Pregnancy

pada

tahun

2000.

Safer
Sejak

(MPS)

yang

tahun

1985

pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan AKB. Kedua


Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES tahun
2004.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

PENGERTIAN PWS/KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil,
ibu

bersalin,

ibu

nifas,

ibu

dengan

komplikasi

kebidanan,

keluarga

berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat
menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan
risiko/komplikasi kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat
memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi
dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang
berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu
dalam memecahkan masalah non teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus
dengan risiko.
Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut
berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA dikembangkan
untuk

intensifikasi

manajemen

program.

Walaupun

demikian,

hasil

rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk


menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula
rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan
kabupaten yang rawan.

B.

TUJUAN PWS/KIA

1.

TUJUAN UMUM
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara
terus menerus.

2.

TUJUAN KHUSUS

a.

Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara

teratur (bulanan) dan terus menerus.


b. Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c. Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.
d.
Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia.
e.
Membangkitkan

peran

pamong

dalam

menggerakkan

sasaran

dan

mobilisasi sumber daya.


C.

INDIKATOR PEMANTAUAN PWS/KIA


Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam
program KIA.Ditetapkan 6 indikator PWS-KIA yaitu :

1.

Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )


Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal serta,kemampuan program dalam menggerakan masyarakat
RUMUS:
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

2.

Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )


Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap
RUMUS:

Jumlah kunjungan ibu hamil (K4) x 100%


Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
3.

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi

persalinan

yang

ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan


manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara professional
RUMUS:
Jumlah persalinan oleh tenakes
x 100%
Jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun
4.

Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat


Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta
masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil yang beresiko dalam satu
wilayah
RUMUS:
Bayi /kader ke tenakes
x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun

5.

Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi
oleh program KIA dan harus ditindak lanjuti dengan intervensi secara intensif
RUMUS:
Jumlah Ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenakes
dan atau dirujuk oleh dukun bayi dan kader
x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun

6.

Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal .
RUMUS:
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat Pelayanan
kesehatan minimal dua kali oleh tenakes
x 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam satu tahun
Keenam indikator ini merupakan indikator yang digunakan oleh para
pengelola program KIA, sehingga disesuaikan dengan kebutuhan program.
Karena itu disebut indikator pemantauan teknik

D.

PRINSIP PENGELOLAAN PWS/KIA

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan


jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan
pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
1.

Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di

semua fasilitas kesehatan.


2.
Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
3.

diarahkan ke fasilitas kesehatan.


Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua

4.

fasilitas kesehatan.
Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.


5.
Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan
neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6.
Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara
adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan.
7.
Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di
8.

semua fasilitas kesehatan.


Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar

9.

di semua fasilitas kesehatan.


Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

E.

GRAFIK PWS/KIA
PWS-KIA

1.
2.
3.
4.
5.
6.

disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang

dipakai, juga menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan.


Dengan demikian tiap bulanannya dibuat 6 grafik yaitu:
Grafik cakupan K1
Grafik cakupan K4
Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
Grafik penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat
Grafik penjaringan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan
Grafik cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan

Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS-KIA:


1.
2.
3.

Pengumpulan data
Pengolahan data
Penggambaran grafik PWS-KIA
Penggambaran Grafik PWS-KIA
Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan
menggunakan indikator cakupan K1) sebagai berikut :

1.

Menentukan target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala pada


grafik vertical ( sumbu Y)
Misalnya : target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam satu tahun
ditentukan 90% (garis a), maka sasaran rata-rata setiap bulan:
90% = 7,5%
12 bln
Dengan demikian, maka sasaran pencapaian kumulatif sampai dengan Bulan

April adalah (4 x 7,5% =) 30 % (garis b)


2.
Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 sampai bulan April
dimasukkan dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat.
Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan,
sedangkan pencapaian untuk Puskesmas dimasukkan ke dalam kolom
terakhir.
3.

Nama desa bersangkutan dituliskan dalam lajur desa, sesuai dengan


cakupan kumulatif masing-masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.

4.

Hasil perhitungan pencapaian bulan ini ( April ) dan bulan lalu ( Maret )
untuk tiap desa dimasukkan kedalam lajur masing-masing.

5.

Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur trend. Bila


penacapaian cakupan bulan ini lebih besar dari cakupan bulan lalu, maka
digambar anak panah yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan
bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak

panah yang menunjuk ke bawah ; sedangkan untuk cakupan yang tetap atau
sama digambarkan dengan tanda (-)

Contoh grafik akses ibu hamil bulan April 2007 Di Puskesmas


Des
90,0%
Nov
82,5%
Okt 75,0
%
Sep

Target 30,0%

67,5%

Ags
60,0%
Juli
52,5%
Juni 45%
Mei
37,5%
Apr
30,0%
Mar
22,5%
Feb
15,0%
Jan 7,5 %
%

55

48

40

22,

15

40

kumulatif
% bulan 14

ini
% bulan 10

7,5

5
7,5

7,5

10

Pus

lalu
TREND
_
Desa

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil,
ibu

bersalin,

ibu

nifas,

ibu

dengan

komplikasi

kebidanan,

keluarga

berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita.

Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan


KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA
di tiap desa secara terus menerus.
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA
meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok
dalam program KIA.Ditetapkan 6 indikator PWS-KIA yaitu;
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )


Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat
Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan
Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan

B.

SARAN
Dengan membaca makalah ini diharapkan kepada petugas pelayanan
kesehatan

agar

dapat

memberikan

pelayanan

kesehatan

kepada

masyarakat di komunitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar dapat


terpenuhi dengan baik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seorang inu hamil membutuhkan informasi tentang kehamilannya itu baik ibu yang
mengandung dan janin yang ada dalam kandungannya. Maka perlunya pengawasan dan
pendidikan yang diberikan oleh seorang petugas kesehatan kepada ibu hamil. Petugas kesehatan
ini kemudian dijadikan sebuah program yang disebut Antenatal Care. Program ini sebuah
program untuk menharahkan dan memberikan informasi tentang hal-hal yang harus dilakukan
seorang ibu agar janinnya tetap sehat dan terjadi kelahiran normal bagi bayi.
Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu tahapan penting menuju kehamilan yang sehat.
Boleh dikatakan pemeriksaan kehamilan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para ibu
hamil. Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan melalui dokter kandungan atau bidan dengan
minimal pemeriksaan 3 kali selama kehamilan yaitu pada usia kehamilan trimester pertama,
trimester kedua dan pada kehamilan trimester ke tiga, itupun jika kehamilan normal. Namun ada
baiknya pemeriksaan kehamilan dilakukan sebulan sekali hingga usia 6 bulan, sebulan dua kali
pada usia 7 - 8 bulan dan seminggu sekali ketika usia kandungan menginjak 9 bulan.
Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) sangat disarankan bagi para ibu hamil
untuk memonitor kesehatan ibu dan janin dalam kandungan. Pemeriksaan kehamilan adalah
serangkaian pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dari awal kehamilan hingga proses
persalinan untuk memonitor kesehatan ibu dan janin agar tercapai kehamilan yang optimal.
Asuhan Antenatal Care meliputi pengawasan terhadap kehamilan untuk mendapatkan
informasi kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini penyakit yang menyakit kehamilan,
menegakkan secara dini komplikasi kehamilan dan menetapkan resiko kehamilan (resiko tinggi,
resiko meragukan, resiko rendah). (Manuaba, 2008).
Menurut World health organizations (WHO) tahun 2008, menyatakan bahwa masih
tingginya mortalitas dan morbilitas pada ibu hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara

berkembang. di Negara miskin berkisar 25 30% kematian usia subur disebabkan oleh hal yang
berkaitan dengan kehamilan dan persalinan.
Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan
ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm (Guyton, 1997). Sementara
menurut manuaba (2005), kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine
mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. menurut Federasi Obstetri
Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (sarwono, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Dari pembahasan ini kita bisa menarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan antenatal care?
2. Apakah tujuan program antenatal care?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan yang diberikan oleh bidan atau dokter
kepada ibu selama masa kehamilan untuk mengoptimalisasikan kesehatan mental dan fisik ibu
hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan ASI, dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998). Juga mengetahui kesehatan

umum ibu, menegakan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan, menegakan secara dini
komplikasi kehamilan, dan menetapkan resiko kehamilan (Manuaba, 2009).

2.2Tujuan Antenatal Care (ANC)


1. Membantu kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan bayi.
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama ibu
hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
4.

Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya
dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6. Mempersiapkan peranan ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bagi bayi.
7. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan,
dan kala nifas.
8. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas.
9.

Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas,
laktasi, dan aspek keluarga berencana.

10. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. (Manuaba, I.B.G, 1998)

2.3 Manfaat Antenatal Care (ANC)


Manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini adalah untuk memperoleh gambaran dasar mengenai
perubahan fisiologik yang terjadi selama kehamilan dan berbagai kelainan yang menyertai
kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam
pertolongan persalinannya (Manuaba, 2009). Pemeriksaan antenatal juga memberikan manfaat
bagi ibu dan janin, antara lain:
1) Bagi ibu
a. Mengurangi dan menegakkan secara dini komplikasi kehamilan dan mengobati secara dini
komplikasi yang mempengaruhi kehamilan.
b. Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil dalam menghadapi
persalinan.

c. Meningkatkan kesehatan ibu setelah persalinan dan untuk dapat memberikan ASI.
d. Memberikan konseling dalam memilih metode kontrasepsi (Manuaba, 1999).
2) Bagi janin
Manfaat untuk janin adalah memelihara kesehatan ibu sehingga mengurangi persalinan prematur,
BBLR, juga meningkatkan kesehatan bayi sebagai titik awal kualitas suber daya manusia
(Manuaba, 1999).

2.4 Kebijakan Antenatal Care (ANC)


1) Kebijakan Program
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan.
Yaitu :
a) Satu kali pada triwulan pertama
b) Satu kali pada triwulan kedua
c) Dua kali pada triwulan ketiga
d. Standar Pelayanan ANC

2.5Standar Antenatal Care


1) Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk
memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami, anggota keluarganya agar mendorong ibu
untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
2) Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan
pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung
normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan, khususnya anemia,
kurang gizi, hipertensi, PMS / infeksi HIV, memberikan pelayanan iminusasi, nasehat dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas. Mereka harus
mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
3) Palpasi Abdominal

Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan, serta bila kehamilan bertambah memeriksa posisi, bagian
terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan
serta melakukan rujukan tepat waktu.
4) Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus
anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5) Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali
tanda serta gejala pre eklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat serta merujuknya.
6) Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester
ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang
menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya
untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan
kunjungan rumah untuk hal ini. (Standar Pelayanan Kebidanan. DepKes RI. 2000).
7. Frekwensi Antenatal Care
Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberi
pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Menurut Dep Kes RI (2003)
dalam pelaksanaan ANC terdapat kesepakatan adanya standar adanya minimal yaitu dengan
pemeriksaan ANC 4 kali selama kehamilan sebagai berikut : 1). Minimal satu kali pada trimester
I ( 0-13 minggu) 2). Minimal satu kali pada trimester II (14-28minggu) 3). Minimal dua kali
pada trimester III (29-36 minggu).
8. Cakupan Antenatal Care
Cakupan pelayanan Antenatal care dapat di pantau melalui kunjungan baru ibu hamil kunjungan
pertama (K1) atau disebut juga akses dan pelayanan ibu hamil sesuai standar paling sedikit
empat kali dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali triwulan kedua, dan dua kali

pada triwulan ketiga dan keempat untuk melihat kwalitas. Cakupan kunjungan ibu hamil
keempat (K4) adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal care 4 kali
sesuai standar disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pemerintah menetapkan cakupan
ANC > 95% (Peranginangin, 2006).
9. Pelayanan Anatenatal Care
Menurut Ari, (2009) bahwa dalam penerapan praktek sering dipakai standart minimal pelayanan
antenatal care yang disebut 7T yaitu: (Timbang) berat badan dan tinggi badan, Ukur (Tekanan)
darah. Ukur (Tinggi) fundus uteri, Pemberian imunisasi TT lengkap, Pemberian Tablet zat besi
minimum 90 tablet selama hamil, Tes terhadap penyakit seksual menular, Temu wicara dan
konseling dalam rangka rujukan.
10. Pelaksanaan Antenatal Care
Menurut Kusmiyati, Wahyuningsi,& Sujiyatini (2008) bahwa pemeriksaan yang sering dilakukan
dirumah sakit atau puskesmas yaitu:
a. Inspeksi
1. Muka : adalah kloasma gravidarum, keadaan selaput mata pucat atau merah, udem, lidah
dan gigi.
2. Leher: apakah ada bendungan vena di leher, kelenjar gondok membesar atau kelenjar
limfe membengkak.
3. Dada : bentuk buah dada, pigmentasi putting susu dan gelanggang susu, keadaan putting
susu, kolustrum.
4. Perut : Perut membesar ke depan atau ke samping, keadaan pusat, pigmentasi linea alba,
nampakkah gerakan anak atau kontraksi rahim, adakah striae gravidarum atau bekas luka
5. Vulva : keadaan perineum, varises, tanda Chadwick, kondylomata, fluor.
6. Anggota bawah : adalah varises, edema, luka dan sikatris pada lipatan paha
b. Palpasi

1. Untuk menentukan besarnya rahim, konsistensinya


2. Bagian-bagian janin, letak, presentasi
3. Gerakan janin
Cara palpasi menurut Leopold (Prawiroharjo & Wiknjosastro, 2005) yaitu:
1. Leopold I Tujuan untuk menentukan tinggi fundud uteri dan untuk menemukan presentasi dengan cara mengidentifikasi bagian tubuh fetus apa yang berada di fundus.
2. Leopold II Tujuan untuk menentukan batas samping rahim kiri-kanan dan untuk
menentukan letak punggung janin dan letak bagian-bagian kecil.
Caranya : Letakkan kedua tangan pada sisi uterus, dan
tentukan dimanakan bagian terkecil bayi .(Hidayat, A.Aziz
Alimul, 2008).
3. Leopold III Tujuan untuk menentukan bagian
terbawah sudah atau belum terpegang pada pintu atas
panggul.
Caranya : Tekan dengan ibu jari dan jari tengah pada salah
satu tangan secara lembut dan masuk kedalam abdomen
pasien diatas simpisis pubis.
4. Kemudian peganglah begian presentasi bayi, lalu bagian
apakah yang menjadi presentasi tersebut. (Hidayat, A.Aziz
Alimul, 2008).
Caranya :
a. Letakkan kedua tangan disis bawah uterus lalu
b. Tekan kedalam dan gerakkan jari-jari kearah romgga panggul, dimanakah tonjolan sefalik
dan apakah bagian presentasi telah masuk .
5.

Pemeriksaan ini dilakukan bila kepala masih tinggi, pemeriksaan leopold lengkap dapat
dilakukan bila janin cukup besar, kira-kira bulan ke VI le atas. (Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008)

6. Leopold IV Tujuan untuk menentukan bagian terbawah janin apa dan berapa jauh janin
sudah masuk pintu atas panggul.
c. Auskultasi
Uliyah dan Hidayat (2008) mengindikasikan bahwa auskultasi dilakukan menggunakan
stetoskop monoaural untuk mendengarkan:
1. Denyut jantung janin
2. Bising tali pusat, bising rahim, bising usus
3. Gerakan dan tendangan janin
Menurut Saifuddin,B.A. 2006, pelayanan / asuhan standar minimal 7 T adalah sebagai
berikut :
1. Timbang berat badan
Selama kehamilan antara 0,3 0,5 kg per minggu. Bila dikaitkan dengan umur kehamilan
kenaikan berat badan selama hamil muda 1 kg, selanjutnya pada trimester II dan III masing
masing bertambah 5 kg. Pada akhir kehamilan pertambahan berat total adalah 9 12 kg. Bila ada
kenaikan berat badan yang berlebihan perlu dipikirkan kearah adanya resiko seperti bengkak,
kehamilan kembar, hidramnion, dan anak besar (Depkes, 1997).
2. Ukur tekanan darah
Selama hamil tekanan darah dikatakan tinggi bila lebih dari 140/90 mmHg. Bila tekanan darah
meningkat, yaitu sistolik 30 mmHg atau lebih dan atau diastolik 15 mmHg atau lebih. Kelainan
ini dapat berlanjut menjadi preeklamsia dan eklamsia kalau tidak ditangani dengan tepat
(Depkes, 1997).
3. Ukur tinggi fundus uteri
Ukuran tinggi fundus uteri normal adalah sebagai berikut:
12 Minggu : Tinggi fundus uteri 1 2 jari diatas symphysis.
16 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara
symphysispusat.
20 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
24 Minggu : Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
28 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari diatas pusat.

32 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat-Proc.xyphoideus.


36 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah Proc.xyphoideus.
40 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara Proc.xyphoideus-pusat (Mochtar, 1998).
4. Pemberian imunisasi TT
Pemberian TT baru akan menimbulkan efek perlindungan apabila diberikan sekurang-kurangnya
dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Kecuali jika sebelumnya ibu pernah mendapat TT
dua kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin maka TT cukup diberikan
satu kali saja. Dosis pemberian imunisasi TT yaitu 0,5 cc IM pada lengan atas. Adapun syarat
pemberian imunisasi TT adalah sebagai berikut :
a) Bila ibu belum pernah mendapat imunisasi TT atau meragukan diberikan II sedini mungkin
sebanyak dua kali dengan jarak minimal dua minggu.
b) Bila ibu pernah mendapat imunisasi TT dua kali, diberikan suntikan ulang/boster satu kai pada
kunjungan antenatal yang pertama (Depkes RI, 1997).
5. Pemberian tablet zat besi
Pada dasarnya pemberian tablet zat besi dimulai dengan pemberian satu tablet sehari sesegera
mungkin setelah rasa mual hilang.
Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal 90
tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama kopi atau teh karena akan mengganggu
penyerapan (Saifuddin, 2002). Sebaiknya tablet besi diminum bersama air putih ataupun air
jeruk. Selain itu perlu diberitahukan juga bahwa ada kemungkinan tinja menjadi berwarna hitam
setelah ibu minum obat ini, hal tersebut adalah normal (Depkes, 1997).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual.
Selama kehamilan, ibu perlu dilakukan tes terhadap penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS,
Gonorrhoe, Siphilis. Hal tersebut dikarenakan sangat berpengaruh pada janin yang
dikandungnya. Apabila ditemukan penyakit penyakit menular seksual harus segera ditangani.
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Persiapan rujukan perlu disiapkan karena kematian ibu dan bayi disebabkan keterlambatan dalam
mencapai fasilitas pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2002). Perlu diingat juga bahwa pelayanan
antenatal hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat dilakukan oleh
dukun bayi.

Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen (Saifudin,


2006) sebagai berikut:
1. Informasi yang dapat diberikan

Kegiatan fisik dapat dilakukan dalam batas normal.

Kebersihan pribadi khususnya daerah genitalia harus lebih dijaga karena selama
kehamilan terjadi peningkatan sekret vagina.

Pemilihan makanan sebaiknya yang bergizi dan tinggi serat.

Pemakian obat harus dikonsultasikan dahulu dengan dokter atau tenaga medis lainnya.

Wanita perokok atau peminum alkohol harus menghentikan kebiasaannya. Suami perlu
diberi pengertian tentang keadaan istrinya yang sedang hamil.

2. Anamnesis

Pada wanita dengan haid terlambat dan diduga hamil. Ditanyakan hari pertama haid
terakhir (HPHT). Taksiran partus dapat ditentukan bila HPHT diketahui dan siklus
haidnya teratur + 28 hari dengan menggunakan rumus Naegele.

Bila ibu lupa HPHT, tanyakan tentang hal lain seperti gerakan janin. Untuk primigravida
gerakan janin terasa pada kehamilan 18 minggu, sedangkan multigravida 16 minggu.
Nausea biasanya hilang pada kehamilannya 12-14 mingggu.

Tanyakan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya serta berat bayi yang
pernah dilahirkan. Demikian pula riwayat penyakit yang pernah diderita seperti penyakit
jantung, paru, ginjal, diabetes melitus. Selain itu ditanyakan riwayat menstruasi,
kesehatan, keluarga, sosial, obstetri, kontrasepsi, dan faktor risiko yang mungkin ada
pada ibu

3. Pemeriksaan umum

Pada ibu hamil yang datang pertama kali lakukan penilaian keadaan umum, status gizi
dan tanda vital. Pada mata dinilai ada tidaknya konjungtiva pucat, sklera ikterik, edema
kelopak mata, dan kloasma gravidarum. Periksa gigi untuk melihat adanya infeksi lokal.
Periksa pula jantung, paru, mammae, abdomen, anggota gerak secara lengkap.

4. Pemeriksaan Obstetri

Terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Sebelum pemeriksaan kosongkan
kandung kemih. Kemudian ibu diminta berbaring terlentang dan pemeriksaan dilakukan
di sisi kanan ibu.

5. Pemeriksaan luar

Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi, harus ditunggu sampai
dinding perut lemas agar dapat diperiksa dengan teliti. Agar tidak terjadi kontraksi
dinding perut akibat perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa, sebelum palpasi kedua
tangan pemeriksa digosokkan dahulu.

Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang dibagi dalam 4 tahap. Pada
pemeriksaan Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke arah muka ibu, sedangkan
pada Leopold IV ke arah kaki. Pemeriksaan Leopold I untuk menentukan tinggi fundus
uteri, sehingga usia kehamilan dapat diketahui. Selain secara anatomi, tinggi fundus uteri
dapat ditentukan dengan pita pengukur. Bandingkan usia kehamilan yang didapat dengan
hari pertama haid terakhir. Selain itu, tentukan pula bagian janin pada fundus uteri:
Kepala teraba sebagai benda keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat.

Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan posisi punggung
pada bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan kepala. Pemeriksaan Leopold
III menentukan bagian janin yang berada di bawah.

Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian kepala
yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). Bila kepala belum masuk PAP teraba
balotemen kepala.

Dengarkan DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop monoaural atau doppler.
Dengan stetoskop monoaural BJJ terdengar pada kehamilan 18-20 minggu, sedangkan
dengan Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu.

Dari pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan, letak janin, persentase janin,
kondisi janin, serta taksiran berat janin.

Taksiran berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack. Perhitungan penting
sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan pervaginam secara spontan.
Rumus tersebut:

Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) N) X 155.

1. N = 13 bila kepala belum melewati PAP


2. N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika
3. N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.
6. Pemeriksaan dalam

Siapkan ibu dalam posisi-litotomi lalu bersihkan daerah vulva dan perineum dengan
larutan antiseptik. Inspeksi vulva dan vagina apakah terdapat luka, varises, radang, atau
tumor. Selanjutnya lakukan pemeriksaan inspekulo. Lihat ukuran dan warna porsio,
dinding, dan sekret vagina. Lakukan pemeriksaan colok vagina dengan memasukan
telunjuk dan jari tengah. Raba adanya tumor atau pembesaran kelenjar di liang vagina.
Periksa adanya massa di adneksa dan parametrium. Perhatikan letak, bentuk, dan ukuran
uterus serta periksa konsistensi, arah, panjang, porsio, dan pembukaan servik.
Pemeriksaan dalam ini harus dilakukan dengan cara palpasi bimanual.

Ukuran uterus wanita yang tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada kehamilan 8
minggu sebesar telur bebek, 12 minggu sebesar telur angsa, dan 16 minggu sebesar
kepala bayi atau tinju orang dewasa.

7. Pemeriksaan panggul

Lakukan penilaian akomodasi panggul bila usia kehamilan 36 minggu karena jaringan
dalam rongga panggul lebih lunak, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Masukkan
telunjuk dan jari tengah ke dalam liang vagina. Arahkan ujung kedua jari ke
promontorium, coba untuk merabanya. Bila teraba, tentukan panjang konjugata
diagonalis. Dengan ujung jari menelusuri linea inominata kiri dan kanan sejauh mungkin,
tentukan bagian yang teraba. Raba lengkung sakrum dan tentukan apakah spina iskiadika
kiri dan kanan menonjol ke dalam. Raba dinding pelvik, apakah luruh atau konvergen ke
bawah dan tentukan panjang distansia interspinarum. Arahkan bagian palmar jari-jari
tangan ke dalam simfisis dan tentukan besar sudut yang dibentuk antara os pubis kiri dan
kanan.

8. Pemeriksaan laboratorium

Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah, hematokrit, dan hitung
leukosit. Dari urin diperiksa beta-hCG, protein, dan glukosa.

2.6 Dampak Ibu tidak Antenatal Care (ANC)

1. Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu


2. Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan.
3. Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat dideteksi secara dini.
2.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONTAK IBU HAMIL DENGAN
TENAGA KESEHATAN (K1)
(Depkes RI, 2008) (kontak ibu hamil diartikan sebagai kepatuhan dalam pelaksanaan
antenatal care)
1.Faktor internal
a. Paritas
Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang ANC, sehingga dari pengalaman
yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya.
b. Usia

Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya daripada orang yang
belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola
berfikir seseorang akan lebih dewasa. Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih berpikir
secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan.
2. Faktor eksternal
a. Pengetahuan
Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak
pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan.
b. Sikap
Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keteraturatan ANC. Adanya sikap lebih baik tentang ANC ini mencerminkan
kepedulian ibu hamil terhadap kesehatan dirinya dan janin.
c. Ekonomi
Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat ekonomi yang
rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul
pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, yaitu ibu hamil akan kekurangan energi dan
protein (KEK). Hal ini disebabkan tidak mampunya keluarga untuk menyediakan kebutuhan
energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan.

d. Sosial budaya
Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam
memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita
meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat
keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Perubahan sosial budaya terdiri
dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim
dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang
menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap
menyimpang.

Tatanan budaya mempengaruhi dalam keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan


pada tenaga kesehatan.

e. Geografis

Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang


terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transportasi yang
sulit menjangkau sampai tempat terpencil.

f. Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan seseorang,


biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk
menggugah kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh terhadap
perilaku, biasanya melalui media massa (Saifudin, A, 2005). Ibu yang pernah
mendapatkan informasi tentang antenatal care dari tenaga kesehatan, media massa,
maupun media elektronik akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya
melakukan antenatal care, sehingga ibu dapat teratur dalam melakukan kunjungan
antenatal care.

g. Dukungan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti sokongan dan bantuan, disini
dukungan dalam penentuan sikap seseorang berarti bantuan atau sokongan dari orang
terdekat untuk melakukan kunjungan ulang.

Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami
mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada
kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak
menyakiti istri, berdoa untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam
proses persalinan (Harymawan, 2007).

Menurut Depkes RI (2010), pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan. Pengertian antenatal
care adalah perawatan kehamilan. Pelayanan perawatan kehamilan merupakan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar
pelayanan antenatal care yang sudah ditetapkan. Sedangkan tujuan pelaksanaan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedimi
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Pada setiap kunjungan antenatal care (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data
mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis
kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi.
3.2 Saran
Di harapkan kepada mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan pada ibu yang hamil normal
dengan baik dan benar. Dan kepada ibu hamil lebih baik sering melakukan pemeriksaan sedini
mungkin agar mengetahui perkembangan janin yang dikandungnya dan apa saja yang
dibutuhkannya baik diri sendiri maupun janinnya

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

http://www.indonesian-publichealth.com/2014/02/tujuan-pelayanan-antenatal-care-anc.html
http://asuhankebidanand3.blogspot.com/2013/01/antenatal-care-anc.html
http://midwiferyeducator.wordpress.com/2010/01/08/antenatal-care/
http://www.kajianpustaka.com/2013/07/antenatal-care.html
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/02/konsep-anc-ante-natal-care.html
http://zahra-zahrasblog.blogspot.com/2012/03/makalah-anc.html

7.

http://arivaibeta.blogspot.com/2010/10/makalah-antenatal-care.html

PEMERIKSAAN KEHAMILAN / ANC (ANTE NATAL CARE)


Dr. Suparyanto, M.Kes
PEMERIKSAAN KEHAMILAN / ANC (ANTE NATAL CARE)
PENGERTIAN ANC

Kunjungan ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC
sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti
bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak
tenaga kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu

hamil tidak memberikan pelayanan ANC sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai
kunjungan ibu hamil (Depkes RI, 2008).
TUJUAN ANC

Menurut Mansjoer (2005), tujuan ANC adalah:

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.
KEBIJAKAN PROGRAM
1. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan (Saifudin, 2006),
yaitu:
1. Satu kali trimester pertama
2. Satu kali trimester kedua
3. Dua kali trimester ketiga.
KRITERIA KETERATURAN ANC

Pemeriksaan kehamilan di lakukan berulang-ulang dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya terlambat
satu bulan.
2. Periksa ulang 1 x sebelum sampai kehamilan 7 bulan.

3. Periksa ulang 2 x sebulan sampai kehamilan 9 bulan.


4. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
5. Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, ibu hamil secara ideal
melaksanakan perawatan kehamilan maksimal 13 sampai 15 kali. Dan minimal 4 kali,
yaitu l kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimister III. Namun
jika terdapat kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan di sesuaikan
menurut kebutuhan masing- masing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dikatakan
teratur jika ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kali kunjungan, kurang
teratur : pemeriksaan kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya
melakukan pemeriksaan kehamilan < 2 kali kunjungan (WHO, 2006).

PELAYANAN ANC

Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu
sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya (Saifudin,
2006).

Bidan harus dapat mengenali perubahan yang mungkin terjadi, sehingga kelainan yang
ada dapat dikenali lebih dini. Ibu diberi tahu tentang kehamilannya, perencanaan tempat
bersalin, juga perawatan bayi dan menyusui (Mansjoer, 2005).

Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen (Saifudin,


2006) sebagai berikut:

1. Informasi yang dapat diberikan

Kegiatan fisik dapat dilakukan dalam batas normal.

Kebersihan pribadi khususnya daerah genitalia harus lebih dijaga karena selama
kehamilan terjadi peningkatan sekret vagina.

Pemilihan makanan sebaiknya yang bergizi dan tinggi serat.

Pemakian obat harus dikonsultasikan dahulu dengan dokter atau tenaga medis lainnya.

Wanita perokok atau peminum alkohol harus menghentikan kebiasaannya. Suami perlu
diberi pengertian tentang keadaan istrinya yang sedang hamil.

2. Anamnesis

Pada wanita dengan haid terlambat dan diduga hamil. Ditanyakan hari pertama haid
terakhir (HPHT). Taksiran partus dapat ditentukan bila HPHT diketahui dan siklus
haidnya teratur + 28 hari dengan menggunakan rumus Naegele.

Bila ibu lupa HPHT, tanyakan tentang hal lain seperti gerakan janin. Untuk primigravida
gerakan janin terasa pada kehamilan 18 minggu, sedangkan multigravida 16 minggu.
Nausea biasanya hilang pada kehamilannya 12-14 mingggu.

Tanyakan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya serta berat bayi yang
pernah dilahirkan. Demikian pula riwayat penyakit yang pernah diderita seperti penyakit
jantung, paru, ginjal, diabetes melitus. Selain itu ditanyakan riwayat menstruasi,
kesehatan, keluarga, sosial, obstetri, kontrasepsi, dan faktor risiko yang mungkin ada
pada ibu.

3. Pemeriksaan umum

Pada ibu hamil yang datang pertama kali lakukan penilaian keadaan umum, status gizi
dan tanda vital. Pada mata dinilai ada tidaknya konjungtiva pucat, sklera ikterik, edema
kelopak mata, dan kloasma gravidarum. Periksa gigi untuk melihat adanya infeksi lokal.
Periksa pula jantung, paru, mammae, abdomen, anggota gerak secara lengkap.

4. Pemeriksaan Obstetri

Terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Sebelum pemeriksaan kosongkan
kandung kemih. Kemudian ibu diminta berbaring terlentang dan pemeriksaan dilakukan
di sisi kanan ibu.

5. Pemeriksaan luar

Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi, harus ditunggu sampai
dinding perut lemas agar dapat diperiksa dengan teliti. Agar tidak terjadi kontraksi
dinding perut akibat perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa, sebelum palpasi kedua
tangan pemeriksa digosokkan dahulu.

Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang dibagi dalam 4 tahap. Pada
pemeriksaan Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke arah muka ibu, sedangkan
pada Leopold IV ke arah kaki. Pemeriksaan Leopold I untuk menentukan tinggi fundus
uteri, sehingga usia kehamilan dapat diketahui. Selain secara anatomi, tinggi fundus uteri
dapat ditentukan dengan pita pengukur. Bandingkan usia kehamilan yang didapat dengan
hari pertama haid terakhir. Selain itu, tentukan pula bagian janin pada fundus uteri:
Kepala teraba sebagai benda keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat.

Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan posisi punggung
pada bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan kepala. Pemeriksaan Leopold
III menentukan bagian janin yang berada di bawah.

Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian kepala
yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). Bila kepala belum masuk PAP teraba
balotemen kepala.

Dengarkan DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop monoaural atau doppler.
Dengan stetoskop monoaural BJJ terdengar pada kehamilan 18-20 minggu, sedangkan
dengan Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu.

Dari pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan, letak janin, persentase janin,
kondisi janin, serta taksiran berat janin.

Taksiran berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack. Perhitungan penting
sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan pervaginam secara spontan.
Rumus tersebut:

Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) N) X 155.

1. N = 13 bila kepala belum melewati PAP


2. N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika
3. N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.
6. Pemeriksaan dalam

Siapkan ibu dalam posisi-litotomi lalu bersihkan daerah vulva dan perineum dengan
larutan antiseptik. Inspeksi vulva dan vagina apakah terdapat luka, varises, radang, atau
tumor. Selanjutnya lakukan pemeriksaan inspekulo. Lihat ukuran dan warna porsio,
dinding, dan sekret vagina. Lakukan pemeriksaan colok vagina dengan memasukan
telunjuk dan jari tengah. Raba adanya tumor atau pembesaran kelenjar di liang vagina.
Periksa adanya massa di adneksa dan parametrium. Perhatikan letak, bentuk, dan ukuran
uterus serta periksa konsistensi, arah, panjang, porsio, dan pembukaan servik.
Pemeriksaan dalam ini harus dilakukan dengan cara palpasi bimanual.

Ukuran uterus wanita yang tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada kehamilan 8
minggu sebesar telur bebek, 12 minggu sebesar telur angsa, dan 16 minggu sebesar
kepala bayi atau tinju orang dewasa.

7. Pemeriksaan panggul

Lakukan penilaian akomodasi panggul bila usia kehamilan 36 minggu karena jaringan
dalam rongga panggul lebih lunak, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Masukkan
telunjuk dan jari tengah ke dalam liang vagina. Arahkan ujung kedua jari ke
promontorium, coba untuk merabanya. Bila teraba, tentukan panjang konjugata
diagonalis. Dengan ujung jari menelusuri linea inominata kiri dan kanan sejauh mungkin,
tentukan bagian yang teraba. Raba lengkung sakrum dan tentukan apakah spina iskiadika
kiri dan kanan menonjol ke dalam. Raba dinding pelvik, apakah luruh atau konvergen ke
bawah dan tentukan panjang distansia interspinarum. Arahkan bagian palmar jari-jari
tangan ke dalam simfisis dan tentukan besar sudut yang dibentuk antara os pubis kiri dan
kanan.

8. Pemeriksaan laboratorium

Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah, hematokrit, dan hitung
leukosit. Dari urin diperiksa beta-hCG, protein, dan glukosa.

DAMPAK IBU HAMIL TIDAK ANC


1. Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu
2. Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan
3. Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat dideteksi secara dini.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONTAK IBU HAMIL DENGAN TENAGA
KESEHATAN (K1)
(Depkes RI, 2008) (kontak ibu hamil diartikan sebagai kepatuhan dalam pelaksanaan antenatal
care)
1.Faktor internal
a. Paritas

Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang ANC, sehingga dari
pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya.

b. Usia

Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya daripada
orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup
tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa. Ibu yang mempunyai usia
produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan
pemeriksaan kehamilan.

2. Faktor eksternal
a. Pengetahuan

Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan


berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan.

b. Sikap

Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keteraturatan ANC. Adanya sikap lebih baik tentang ANC ini
mencerminkan kepedulian ibu hamil terhadap kesehatan dirinya dan janin.

c. Ekonomi

Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat ekonomi
yang rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan,
masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, yaitu ibu hamil akan
kekurangan energi dan protein (KEK). Hal ini disebabkan tidak mampunya keluarga
untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan.

d. Sosial budaya

Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam
memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita
meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang
menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Perubahan
sosial budaya terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan
hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan
akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat
terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

Tatanan budaya mempengaruhi dalam keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan


pada tenaga kesehatan.

e. Geografis

Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang


terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transportasi yang
sulit menjangkau sampai tempat terpencil.

f. Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan seseorang,


biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk
menggugah kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh terhadap
perilaku, biasanya melalui media massa (Saifudin, A, 2005). Ibu yang pernah
mendapatkan informasi tentang antenatal care dari tenaga kesehatan, media massa,
maupun media elektronik akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya
melakukan antenatal care, sehingga ibu dapat teratur dalam melakukan kunjungan
antenatal care.

g. Dukungan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti sokongan dan bantuan, disini
dukungan dalam penentuan sikap seseorang berarti bantuan atau sokongan dari orang
terdekat untuk melakukan kunjungan ulang.

Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami
mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada
kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak
menyakiti istri, berdoa untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam
proses persalinan (Harymawan, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Rineka Cipta
2. Azwar, 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Rineka Cipta
3. BKKBN. 2006. Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta : BKKBN
4. Bobak, 2000. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
5. Degresi. 2005. Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
6. Depkes RI, 2004. Penilaian K I dan K IV. Jakarta : Depkes RI
7. Depkes RI. 2007. Perawatan Kehamilan (ANC). http://www.depkes.go.id diakses pada
tanggal 15 Maret 2010
8. Depkes RI. 2008. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI
9. Dinkes Jatim. 2009. Standar Pelayanan Minimal. http://www.dinkes-jatim.go.id. diakses
tanggal 15 Maret 2010

10. Effendy. 2005. Keperawatan Keluarga. JAKARTA : EGC


11. Farrer, 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
12. Fitramaya, 2008. Asuhan Ibu Hamil. Yogyakarta : Dian Press
13. Friedman, 2004. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
14. Harymawan. 2007. Dukungan Suami Dan Keluarga. http://www.infowikipedia.com.
diakses pada tanggal 15 Maret 2010
15. Hiudayat. 2009. Metode Persalinan Normal dan Komplikasi Bayi Baru Lahir. Jakarta :
JNPK-KR
16. Mandriwati. 2007. Setiap Jam Dua Ibu Hamil Meninggal. http://www. Indoskripsi.com.,
diakses pada tanggal 15 Maret 2010-07-22
17. Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
18. Monika. 2009. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku. http://www.infowikipedia.com.
diakses pada tanggal 15 Maret 2010
19. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
20. Niven. 2008. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional. Jakarta :
EGC
21. Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
22. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
23. Nursalam. 2008. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Dan Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
24. Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
25. Pudjiadi, 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
26. Putriazka. 2007. Angka Kematian Ibu Dan Bayi Tertinggi Di ASEAN. Hidayat. 2006.
Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
27. Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
28. Saifudin. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta :
Yayasan Bina Pustaka Pustaka Sarwono Prawirohardjo

29. Sakinah. 2005. Antenatal Care. http://www.info-wikipedia.com. Diakses tanggal 25 April


2010
30. Sarafino. 2003. Dukungan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika
31. Siregar, 2004. Psikologi Keperawatan Dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
32. Slamet B. 2007. Psikologi Umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
33. Sofyan, 2006. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Madika
34. Sugiono. 2008. Statistik Untuk Penelitian. Jakarta : PT. Rineka cipta
35. Suririnah. 2008. Tanda Bahaya Pada Kehamilan Trimester I. http://www.kes-pro.coom.id
diakses tanggal 15 Maret 2010
36. Verney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta. EGC. Hal : 36-39
37. WHO. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta : Media Aesclapius Press

You might also like