Professional Documents
Culture Documents
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
mengatakan bahwa di masa mendatang reklamasi akan menjadi hal yang lumrah
dilakukan. Dengan semakin cepatnya lonjakan jumlah manusia, kebutuhan akan
lahan pun akan semakin meningkat.
"Ada analisa dunia 40 tahun ke depan, kalau enggak mau lakukan reklamasi akan
kelaparan karena penduduk bertambah banyak, lahan tidak cukup," kata Ahok di
kantor Gubernur DKI Jakarta, Kamis, 14 April 2016.
Ahok menyatakan pada dasarnya tidak ada yang menolak reklamasi. Di banyak
negara upaya reklamasi merupakan hal yang biasa dilakukan. Misalnya, di
Singapura dan di Dubai. Kedua negara ini merupakan negara yang melakukan
reklamasi di negaranya.
Menurut Ahok, Indonesia cukup beruntung dengan kondisi geologisnya. Indonesia
berada di lempeng samudra sehingga kedalaman lautnya tidak terlalu dalam.
Dengan kondisi perairan yang dangkal, reklamasi dapat dilakukan dengan lebih
mudah. "Maka beruntunglah Indonesia yang punya pulau, kita ini bukan lempeng
samudra tapi lempeng benua makanya cetek," ujarnya.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, pemerintah mengeluarkan izin
untuk membangun pulau reklamasi. Aturan ini kemudian diperbarui oleh aturan
lain, yakni Peraturan Presiden Tahun 122 Tahun 2012.
Ahok juga telah mengeluarkan izin bagi sejumlah pengembang yang tertuang
dalam surat keputusan gubernur. Izin itu di antaranya dikeluarkan dalam bentuk SK
Gubernur DKI Jakarta Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan
Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo.
Selain itu, ada SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian
Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci. Ada juga SK
Gubernur DKI Jakarta Nomor 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan
Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol.
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengungkapkan
alasan dibalik sikapnya tak membekukan kebijakan reklamasi pulau di Pantau
Utara Jakarta.
Ahok mengakui, bahwa jika ditarik ke sisi politis, keputusannya untuk melanjutkan
proyek ini akan menjadi bumerang baginya, terlebih Pilgub DKI 2017 semakin dekat.
Namun menurutnya, kebijakan reklamasi pulau sudah ada sejak tahun 1995 dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No.52 tahun 1995 tentang Reklamasi
Pantai Utara Jakarta. Kepres ini diperkuat dengan adanya Perda No.8 Tahun 1995
tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta.
"Saya hanya ngomong dasar hukum. Bukan soal terpilih atau tidak. Teman-teman
saya khawatir nanti orang yang enggak suka reklamasi, yang tadinya suka sama
kamu enggak jadi pilih kamu. Ya sudah, itu resiko," kata Ahok di Balai Kota DKI
Jakarta, Senin (4/3/2016).
Ahok mengatakan, semua pihak yang tak setuju dengan reklamasi dipersilakan
untuk menggugat ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Hal ini pernah terjadi
sebelum pembangunan Pulau New Tanjung Priok (Pulau N), yang dibangun oleh PT
Pelindo II. Pembangunan pulau ini digugat oleh Menteri Lingkungan Hidup tahun
2002, namun dimenangkan oleh PT Pelindo II, sehingga Pulau M berdiri hingga
sekarang.
"Masa saya demi dipilih, saya melanggar undang-undang, konstitusi. Kalau pulau
digugat, kalah lagi mengugatnya, menteri LHK lagi yang menggugat tahun 2002.
Sekarang jadilah Pulau N (New Tanjung Priok) bongkar dong," jelas Ahok.
Liputan6.com, Jakarta - Kasus korupsi terkait Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) Reklamasi, tidak membuat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
atau Ahok membatalkan niat melakukan reklamasi. Ahok tetap akan membangun