Professional Documents
Culture Documents
Hari
:
Tanggal, bulan,tahun :
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama
islam dengan judul " Wanita dalam Pandangan Islam dan al-quran " tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itusaya dalam
merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu,saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
prajekan,
14
januari
2014
Ovi Rofita
DAFTAR ISI
2|Makalah Pendidikan Agama Islam
Hal Pengesahan..........................................................................................................
: PENDAHULUAN....................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................
10
10
12
15
22
22
25
28
3.1 kesimpulan............................................................................................................
28
3.2 Saran.....................................................................................................................
29
Daftar Pustaka............................................................................................................. 30
Lampiran .................................................................................................................... 31
BAB I
PENDAHULUAN
3|Makalah Pendidikan Agama Islam
Dalam pandangan islam seorang wanita memiliki peran yang sama dengan laki-laki.
Akan tetapi dilihat dari sudut penciptaan, kemuliaan, hak mendapatkan balasan atas amal
usahanya perempuan memiliki kelebihan dibandingkan dengan kaum laki-laki.Pendidikan
Islam dalam menatap masa depan harus memiliki ciri-ciri kemajuan dan kemoderenan,
sehingga dapat mewujudkan generasi muslim yang bersifat ulul absor dan ulul albab.
Oleh karena itu dsusunlah makalah ini untuk mengetahui apa saja dan bagaimana
peran serta kedudukan menurut hukum islam. Serta dengan adanya makalah ini dapat
bertujuan untuk mengetahui siapa saja perempuan-perempuan al-quran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wanita
2.1.1
Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk homo sapiens berjenis kelamin
dan mempunyai alat reproduksi berupa vagina. Lawan jenis dari wanita adalah pria
atau laki-laki.
Secara termologi wanita adalah kata yang umum digunakan untuk
menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan dewasa yang sudah menikah juga
bisa dipanggil dengan sebutan ibu. Sedangkan perempuan yang belum menikah atau
berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis.
Sedangkan berdasarkan etimologi, kata wanita berasala dari etimologi jawa,
yaitu wani ditoto alias berani diatur.
2.1.2
Seorang wanita disebut sebagai istri, apabila di dalam keluarga baru ada seorang suami
dengan seorang istri dan belum ada anak. Sehingga peran wanita dalam rumah tangga baru
sebagai seorang istri dari seorang suami. Dan hak hak yang di dapat adalah hak seorang istri
dari seorang suami. Namun setelahnya mempunyai anak peran istri bertambah, yaitu sebagai
seorang ibu dari anak-anaknya.
2.1.3
Perempuan [n] (1) orang(manusia) yang mempunyai rahim, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak, dan menyusui (2) istri; bini;-nya sedang hamil (3) betina(khusus untuk
hewan).
berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu
syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di
langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya
dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).
Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T.
memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para
malaikat untuknya. Allah S.W.T. mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan
menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T.
mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan-Nya.Apabila seseorang
perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya
melahirkannya.
Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada
susunya diberi satu kebajikan.Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya
yang sakit, maka Allah S.W.T. memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba
dengan ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T. Seorang wanita solehah adalah lebih baik
daripada 70 orang wali.
Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk dari pada 1,000 lelaki yang jahat.
2 rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baikdaripada 80 rakaat solat wanita yang
tidak hamil.Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya daripada badannya (ASI)
akan dapat satu pahala dari pada tiap-tiap tetes susu yang diberikannya.Wanita yang melayani
dengan baik suami yang pulang ke rumah didalam keadaan letih akan mendapat pahala
jihad.Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat isterinya
dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.
Bagi umat-umat sebelum Islam wanita dianggap sebagai makhluk yang rendah dan
hina. Wanita dianggap sebagai makhluk lemah, tidak sempurna, dan bahkan dianggap sebagai
pangkal keburukan dan bencana.Keberadaan wanita merupakan sumber utama bagi
kehancuran dunia. Wanita ibarat pohon beracun; luarnya tampak indah, namun ketika burungburung pipit memakannya, mereka akan mati seketika. Demikian pernyataan Socrates, salah
satu filosof besar Yunani, ketika mengemukakan pandangannya mengenai wanita. Pada
gilirannya, pernyataan Socrates ini menginspirasi masyarakat Yunani untuk menilai
perempuan dengan pandangan yang rendah dan hina.
Bagi masyarakat Yunani perempuan tak lebih dari sekadar komoditas yang dapat
diperjual-belikan. Wanita, bagi mereka, tidak memiliki hak apapun, karena semua hak hanya
dimiliki oleh kaum laki-laki. Atas dasar ini, mereka mengganggap kaum perempuan tidak
berhak mendapat harta warisan dan mengelola harta.
Sebagaimana masyarakat Yunani, masyarakat Romawi juga memiliki pandangan
bahwa wanita adalah makhluk yang tidak berharga, tidak memiliki ruh dan tidak memiliki
hak apapun. Sehingga tidak terlalu mengherankan ketika masyarakat Romawi berlaku
semena-mena terhadap kaum perempuan. Perlakuan bejat masyarakat Romawi ditunjukkan
melalui beragam penyiksaan terhadap kaum perempuan. Satu di antaranya adalah menyiram
perempuan dengan minyak mendidih ke sekujur tubuhnya dan diikat di tiang. Ada juga
wanita yang mendapat penyiksaan dengan diikat pada seekor kuda, kemudian kuda itu
dilarikan dengan cepat hingga perempuan itu meninggal.
Perlakuan bejat lainnya adalah menggantung kehidupan kaum wanita; ketika belum
menikah tergantung pada ayahnya, ketika sudah menikah tergantung pada suaminya, ketika
sudah tua tergantung pada laki-laki. Dengan demikian, benarlah ungkapan yang menyatakan
bahwa perempuan senantiasa berada di dalam rahim (tergantung); sebelum lahir, ia berada
dalam rahim ibunya, ketika lahir ia berada dalam rahim orang tuanya, setelah menikah ia
berada dalam rahim suaminya, dan setelah meninggal ia berada dalam rahim bumi.
Jadi, bagi masyarakat Yunani dan Romawi, perempuan tidak mempunyai hak untuk
memiliki, menggunakan dan mengelola harta. Perempuan tidak berhak memerintah atau
melarang, mewarisi, memiliki dan menggunakan harta. Dalam tradisi Yunani-Romawi, jika
seorang perempuan memiliki harta, secara otomatis harta tersebut menjadi milik pemimpin
keluarganya (laki-laki).
Sementara itu, bagi bangsa India, sebagaimana disebutkan dalam aturan manu,
perempuan dianggap sebagai pelayan bagi suami dan ayahnya. Perempuan tidak memiliki
kebebasan untuk menggunakan hartanya. Alih-alih menggunakan hartanya, mereka bahkan
10 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
dianggap tidak memiliki harta milik mereka sendiri. Karena semua harta yang dimiliki
perempuan kembali pada suami, ayah, atau anak laki-lakinya.
Bagi masyarakat India, perempuan dituntut untuk selalu setia kepada suaminya.
Hanya, kesetiaan tersebut harus dibuktikan dengan cara yang teramat kejam. Kesetiaan
seorang perempuan pada suaminya ditunjukkan dengan membakar diri atau dikubur hiduphidup untuk mengikuti suaminya yang telah meninggal.
Adapun masyarakat China berpandangan bahwa laki-laki diperkenankan menjual
istrinya, bahkan menguburnya hidup-hidup. Dalam tradisi Buddha, perempuan dipandang
sebagai makhluk kotor yang suka menggoda laki-laki yang ingin menjadi suci. Dalam tradisi
Buddha, kaum perempuan tidak dapat menjadi Brahma (pencipta; dewa tertinggi), Sakraa
Dernam Indra (dewa pelindung kaum Buddha), Mara (setan penghancur kehidupan dan
kemauan manusia), dan Raja dari empat penjuru (utara, selatan, timur, dan Raja Emas, perak,
kuningan dan besi). Menurut tradisi Buddha, semua dewa harus dari kalangan laki-laki.
Pandangan yang tidak beradab ini juga dapat dijumpai dalam undang-undang
Hammurabi. Dalam aturan tersebut wanita tidak hanya diposisikan sebagai budak dari kaum
laki-laki. Tetapi, lebih dari itu, perempuan dianggap layaknya binatang peliharaan yang dapat
diperjual-belikan serta tidak mempunyai hak kepemilikan dan penggunaan harta.
Bagi kaum Yahudi, kedudukan wanita tak lebih dari pelayan yang bahkan boleh dijual
oleh ayahnya sendiri. Bagi Yahudi, perempuan adalah makhluk laknat karena telah menggoda
Adam u memakan buah pohon khuldi. Atas dasar ini, masyarakat Yahudi berkeyakinan
bahwa wanita memiliki dosa bawaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka bernama
Hawa, istri Nabi Adam. Bagi kaum Yahudi perempuan yang haid adalah makhluk kotor yang
dapat mengotori setiap apa yang disentuhnya. Menurut pandangan Yahudi, seorang wanita
tidak berhak mendapat warisan dari ayahnya manakala ia memiliki saudara laki-laki di dalam
keluarganya. Alih-alih mendapat warisan, bagi Yahudi perempuan justru termasuk sesuatu
yang boleh diwariskan layaknya barang. Jika suaminya meninggal, misalnya, ia akan
diwariskan kepada wali suaminya yang terdekat.
Sementara bagi kaum Nashrani, wanita tak lebih dari sekadar makhluk yang disebut
setan. Pastur Bona Ventur menyatakan, Jika kalian melihat wanita, janganlah kalian mengira
sedang melihat manusia atau binatang, melainkan yang kalian lihat adalah setan. Dan apa
yang kalian dengar sebenarnya adalah suara ular.
Sementara itu, perlakuan bangsa Arab sebelum Islam tidak jauh berbeda dengan
perlakuan bangsa Romawi, Yunani, China, Buddha, Yahudi dan Nashrani. Umumnya,
masyarakat Arab memandang wanita sebagai makhluk lemah dan hina. Bagi masyarakat Arab
pra-Islam, wanita tidak memiliki hak-hak pribadi serta hak miliki atas sesuatu. Bahkan, bagi
sebagian masyarakat Arab, kehadiran anak perempuan dianggap sebagai aib keluarga.
11 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Sehingga mereka tidak segan untuk mengubur anak-anak perempuannya dalam keadaan
hidup-hidup.
Bahkan, pandangan yang merendahkan kaum wanita sebagaimana dijelaskan di atas,
terus bergulir sampai abad pertengahan. Dalam undang-undang umum Inggris, misalnya,
ditetapkan bahwa wanita tidak termasuk bagian dari warga negara. Wanita juga tidak
memiliki hak-hak pribadi dan hak milik atas sesuatu, bahkan terhadap pakaian yang mereka
kenakan. Parlemen Inggris, tepatnya pada masa pemerintahan Henry VIII, mengeluarkan
undang-undang yang melarang wanita membaca kitab Injil karena mereka dianggap makhluk
najis.
Parlemen Scotlandia, tepatnya pada tahun 1576 M, mengeluarkan undang-undang yang
melarang
pemberian
kekuasaan
terhadap
wanita.
Pada
tahun
586
M,
Prancis
12 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
dan santun dalam bersikap kepadanya. Kedudukan ibu terhadap anak-anaknya lebih
didahulukan daripada kedudukan ayah. Ini disebutkan dalam firman Allah,
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali. (QS. Luqman: 14)
Begitu pula dalam firman-Nya, Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan menyapihnya adalah tiga
puluh bulan. (QS. Al-Ahqaf: 15)
Dalam islam, anita bukanlah musuh atau lawan kaum laki-laki. Sebaliknya
wanita adalah bagian dari laki-laki demikian ula laki-laki bagian dari wanita,
keduanya bersifat saling melengkapi.
Berikut beberapa kedudukan wanita dalam islam :
a) Sebagai pendamping suami:
Dan istri adalah pengatur dalam rumah tangga suaminya, dan dia bertanggung
jawab atas pengaturannya. (HR. Buchari Muslim)
( )
Apabila wanita itu melakukan shalat lima waktu dan bias menjaga kehormatan
dirinya serta taat kepada suaminya. Maka dia dapat memasuki surga dari segala
penjuru pintunya yang ia sukai.
b) Sebagai ibu- penerus keturunan
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia
menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia
merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya
(suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya
jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang
yang bersyukur". (QS. Al Arof: 189)
13 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
( )
Artinya
Ada beberapa hak yang dimiliki seorang istri terhadap suaminya, di antaranya:
a. Mendapat mahar
Dalam pernikahan seorang lelaki harus menyerahkan mahar kepada wanita yang
dinikahinya. Mahar ini hukumnya wajib dengan dalil ayat Allah k:
Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. (An-Nisa`: 4)
berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu
kewajiban. (An-Nisa`: 24)
Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar, yaitu ucapan
Rasulullah n kepada seorang sahabatnya yang ingin menikah sementara sahabat ini tidak
memiliki harta:
Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin
dari besi. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)2
Al-Imam Ibnu Qudamah t berkata, Kaum muslimin (ulamanya) telah sepakat tentang
disyariatkannya mahar dalam pernikahan. (Al-Mughni, Kitab Ash-Shadaq)
Mahar merupakan milik pribadi si wanita. Ia boleh menggunakan dan
memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang
lain, baik ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka, tidak boleh
menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si wanita. Allah k mengingatkan:
Dan jika kalian ingin mengganti salah seorang istri dengan istri yang lain3, sedangkan kalian
telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka (istri tersebut) harta yang banyak4,
maka janganlah kalian mengambil kembali dari harta tersebut walaupun sedikit. Apakah
kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan
menanggung dosa yang nyata? (An-Nisa`: 20)
2.
Seorang suami harus bergaul dengan istrinya secara patut dan dengan akhlak mulia
15 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Allah berfirman Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak
menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An-Nisa`: 19)
Rasulullah bersabda:Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya. (HR.
At-Tirmidzi no. 1162. Lihat Ash-Shahihah no. 284)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t ketika menafsirkan ayat dalam surah An-Nisa` di atas,
menyatakan: Yakni perindahlah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) serta perbaguslah
perilaku dan penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia
(istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah k
berfirman dalam hal ini:Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang maruf. (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah sendiri telah bersabda:Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian
terhadap keluarga (istri)-ku.
Termasuk akhlak Nabi n, beliau sangat baik pergaulannya dengan para istrinya.
Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu dengan istri,
bersikap lemah-lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dalam hal nafkah serta
tertawa bersama mereka. Sampai-sampai, beliau pernah mengajak Aisyah Ummul
Mukminin x berlomba (lari), dalam rangka menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau
terhadapnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Masih keterangan Al-Hafizh Ibnu Katsir t: (Termasuk cara Rasulullah n dalam
memperlakukan para istrinya secara baik adalah) setiap malam beliau biasa mengumpulkan
para istrinya di rumah istri yang mendapat giliran malam itu. Hingga terkadang pada sebagian
waktu, beliau dapat makan malam bersama mereka. Setelah itu, masing-masing istrinya
kembali ke rumah mereka. Beliau pernah tidur bersama salah seorang istrinya dalam satu
selimut. Beliau meletakkan ridanya dari kedua pundaknya, dan tidur dengan izar. Setelah
shalat Isya, biasanya beliau n masuk rumah dan berbincang-bincang sejenak dengan istrinya
sebelum tidur guna menyenangkan mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
16 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Rasulullah ketika haji Wada berkhutbah di hadapan manusia. Setelah memuji dan
menyanjung Allah l, beliau memberi peringatan dan nasihat. Kemudian bersabda:
17 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Ketahuilah, berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri)7
karena mereka hanyalah tawanan di sisi (di tangan) kalian. Kalian tidak menguasai mereka
sedikitpun kecuali hanya itu8, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata9.
Maka bila mereka melakukan hal itu, boikotlah mereka di tempat tidurnya dan pukullah
mereka dengan pukulan yang tidak keras. Namun bila mereka menaati kalian, tidak ada jalan
bagi kalian untuk menyakiti mereka. Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri
kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah
mereka tidak boleh membiarkan seorang yang kalian benci untuk menginjak permadani
kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk masuk ke rumah
kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka
dalam hal pakaian dan makanan mereka. (HR. At-Tirmidzi no. 1173 dan Ibnu Majah no.
1841, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dalam Nailul Authar (6/374) disebutkan bahwa salah satu kewajiban sekaligus
tanggung jawab seorang suami adalah memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya sesuai
kemampuannya. Kewajiban ini selain ditunjukkan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, juga
dengan ijma (kesepakatan ulama).
Seberapa banyak nafkah yang harus diberikan, dikembalikan kepada kemampuan
suami, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat: Hendaklah orang yang diberi kelapangan
memberikan nafkah sesuai dengan kelapangannya dan barangsiapa disempitkan rizkinya
maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya. (Ath-Thalaq:
7)
4. Diberi tempat untuk bernaung/tempat tinggal
Termasuk pergaulan baik seorang suami kepada istrinya yang dituntut dalam ayat
Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. (An-Nisa`: 19)
Adalah seorang suami menempatkan istrinya dalam sebuah tempat tinggal. Di
samping itu, seorang istri memang mau tidak mau harus punya tempat tinggal hingga ia dapat
menutup dirinya dari pandangan mata manusia yang tidak halal melihatnya. Juga agar ia
dapat bebas bergerak serta memungkinkan baginya dan bagi suaminya untuk bergaul
sebagaimana layaknya suami dengan istrinya. Tentunya tempat tinggal disiapkan sesuai kadar
kemampuan suami sebagaimana pemberian nafkah.
18 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
19 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
atas adalah berbuat adil yang kita tidak mampu melakukannya, yaitu adil dalam masalah
kecenderungan hati dan cinta.
Al-Imam Abu Jafar Muhammad bin Jarir Ath-Thabari t berkata, Kalian, wahai para
suami, tidak akan mampu menyamakan di antara istri-istri kalian dalam hal rasa cinta di hati
kalian kepada mereka, sampai pun kalian berusaha adil dalam hal itu. Karena hati kalian tidak
bisa mencintai sebagian mereka sama dengan yang lain. Perkaranya di luar kemampuan
kalian. Urusan hati bukanlah berada di bawah pengaturan kalian, walaupun kalian sangat
ingin berbuat adil di antara mereka. (Tafsir Ath-Thabari, 4/312)
Masih kata Al-Imam Ath-Thabari t, Maka janganlah kalian terlalu cenderung
(melebihkan) dengan hawa nafsu kalian terhadap istri yang kalian cintai hingga membawa
kalian untuk berbuat dzalim kepada istri yang lain dengan meninggalkan kewajiban kalian
terhadap mereka dalam memenuhi hak pembagian giliran, nafkah, dan bergaul dengan
maruf. Akibatnya, istri yang tidak kalian cintai itu seperti terkatung-katung, yaitu seperti
wanita yang tidak memiliki suami namun tidak juga menjanda. (Tafsir Ath-Thabari, 4/312)
Tidak wajib pula bagi suami untuk berbuat adil dalam perkara jima, karena jima ini
didorong oleh syahwat dan adanya kecondongan. Sehingga tidak dapat dipaksakan seorang
suami untuk menyamakannya di antara istri-istrinya, karena hatinya terkadang condong
kepada salah seorang istrinya sementara kepada yang lain tidak. (Al-Mughni Kitab Isyratun
Nisa`, Al-Majmu, 16/433)
Al-Imam An-Nawawi t berkata, Jima bukanlah termasuk syarat dalam pembagian giliran.
Hanya saja disenangi bagi suami untuk menyamakan istri-istrinya dalam masalah jima.
(Al-Majmu, 16/433)
6. Dibantu untuk taat kepada Allah k, menjaganya dari api neraka dan memberikan
pengajaran agama
Seorang suami harus mengajarkan perkara agama kepada istrinya, terlebih lagi bila
istrinya belum mendapatkan pengajaran agama yang mencukupi, dimulai dari meluruskan
tauhidnya dan mengajarkan amalan-amalan ibadah yang lainnya. Sama saja baik si suami
mengajarinya sendiri atau membawanya ke majelis ilmu, atau dengan cara yang lain.
20 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Allah
keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (AtTahrim: 6)
Menjaga keluarga yang dimaksud dalam ayat yang mulia ini adalah dengan cara
mendidik, mengajari, memerintahkan mereka, dan membantu mereka untuk bertakwa kepada
Allah, serta melarang mereka dari bermaksiat kepada-Nya. Seorang suami wajib mengajari
keluarganya tentang perkara yang di-fardhu-kan oleh Allah k. Bila ia mendapati mereka
berbuat maksiat, segera dinasihati dan diperingatkan. (Tafsir Ath-Thabari, 12/156, 157 dan
Ruhul Maani, 138/780,781)
Hadits Malik ibnul Huwairits z juga menjadi dalil pengajaran terhadap istri. Malik
berkata, Kami mendatangi Rasulullah n dan ketika itu kami adalah anak-anak muda yang
sebaya. Kami tinggal bersama beliau di kota Madinah selama sepuluh malam. Kami
mendapati beliau n adalah seorang yang penyayang lagi lembut. Saat sepuluh malam hampir
berlalu, beliau menduga kami telah merindukan keluarga kami karena sekian lama berpisah
dengan mereka. Beliau pun bertanya tentang keluarga kami, maka cerita tentang mereka pun
meluncur dari lisan kami. Setelahnya beliau bersabda Kembalilah kalian kepada keluarga
kalian, tinggallah di tengah mereka dan ajari mereka, serta perintahkanlah mereka. (HR. AlBukhari no. 630 dan Muslim no. 1533)
Seorang suami harus menegakkan peraturan kepada istrinya agar si istri berpegang
dengan adab-adab yang diajarkan dalam Islam. Si istri dilarang bertabarruj, ikhtilath, dan
keluar rumah dengan memakai wangi-wangian, karena semua itu akan menjatuhkannya ke
dalam fitnah. Apatah lagi Rasulullah telah bersabda:
Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama:
satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul
manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi
menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang
miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wangi surga,
padahal wangi surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu. (HR. Muslim no.
5547).
2.5 Tokoh-Tokoh Wanita Islam dan Al-Quran
21 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
22 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Siti Khadijah mempunyai saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Beliau
termasuk salah satu dari hanif di Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia
mengutuk bangsa Arab yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari
kepercayaan nenek moyang mereka (nabi Ibrahim dan Ismail).
Para sejawatnya mengakui keberhasilan Siti Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya
Ratu Quraisy dan Ratu Mekkah. Ia juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu yang bersih
dan suci. Nama at-Thahirah itu diberikan oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal
dengan kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya
perilaku Khadijah benar-benar patut diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan
mereka.
Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang wanita diberi panggilan Ratu Mekkah
dan juga dijuluki at-Thahirah. Orang-orang memanggil Khadijah dengan Ratu Mekkah
karena kekayaannya dan menyebut Khadijah dengan at-Thahirah karena reputasinya yang
tanpa cacat.
Suatu ketika, Muhammad berkerja mengelola barang dagangan milik Siti Khadijah untuk
dijual ke Syam bersama Maisyarah. Setibanya dari berdagang Maysarah menceritakan
mengenai perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak
dan kepribadian Muhammad. Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang
luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki Muhammad, kian hari Khadijah semakin
mengagumi sosok Muhammad. Selain kekaguman, muncul juga perasaan-perasaan cinta
Khadijah kepada Muhammad.
Tibalah hari suci itu. Maka dengan maskawin 20 ekor unta muda, Muhammad menikah
dengan Siti Khadijah pada tahun 595 Masehi. Pernikahan itu berlangsung diwakili oleh
paman Khadijah, Amr bin Asad. Sedangkan dari pihak keluarga Muhammad diwakili oleh
Abu Thalib dan Hamzah. Ketika Menikah, Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Siti
Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya, perbedaan usia yang terpaut cukup jauh dan harta
kekayaan yang tidak sepadan di antara mereka, tidaklah menjadi masalah, karena mereka
menikah dilandasi oleh cinta yang tulus, serta pengabdian kepada Allah. Dan, melalui
pernikahan itu pula Allah telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
23 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Dari pernikahan itu, Allah menganugerahi mereka dengan beberapa orang anak, maka
dari rahim Siti Khadijah lahirlah enam orang anak keturunan Muhammad. Anak-anak itu
terdiri dari dua orang laki-laki dan empat orang perempuan. Anak laki-laki mereka, al-Qasim
dan dan Abdullah at-Tahir at-Tayyib meninggal saat bayi. Kemudian, empat anak
perempuannya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra. Siti
Khadijah mengasuh dan membimbing anak-anaknya dengan bijaksana, lembut, dan penuh
kasih sayang, sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada ibunya.
Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum muslim, Siti Khadijah
sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi
kesehatan badannya semakin memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60
tahun, wafatlah seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Siti
Khadijah al-Kubra binti Khuwailid.
Siti Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10
kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketia itu, usia
Rasulullah sekitar 50 tahun. Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal
dengan sebutan al-Hajun.
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah
sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya
(Khadijah dan Abu Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut sebagai Aamul Huzni (tahun
kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah.
sebagai bukti rasa cintanya, termasuk salah satunya mengangkat Musa sebagai anak angkat
atas permintaan Asiyah, yang sebenarnya kelak akan menjadi musuhnya sendiri.
Disebutkan bahwa Asiyah memang seorang wanita yang begitu cantik. Kecantikan wajah
yang dimiliki juga diimbangi dengan keluhuran budi yang mulia. Maka tak heran jika Firaun
mau memberikan segalanya kepada istrinya itu. Bahkan konon Firaun membangun sebuah
istana kecil di pinggir sungal Nil yang khusus dipersembahkan kepada Asiyah, istri
tercintanya.
Di awal-awal kehidupan berumah tangga tentu Asiyah masih bisa merasakan kebahagiaan
sebagai istri seorang raja. Namun kebahagian itu tidak bisa dirasakan dalam jangka waktu
yang lama. Sejak Firaun mengaku diri sebagai Tuhan, sekaligus memaksa kepada semua
rakyatnya untuk menyembahnya, sejak itu pula tekanan batin mulai dirasakan Asiyah.
Paksaan Firaun supaya disembah dan diakui sebagai Tuhan tidak hanya berlaku bagi semua
rakyat, namun juga terhadap Asiyah, istri Firaun sendiri. Dalam posisi seperti itu Asiyah
tidak bisa berbuat banyak kecuali harus menuruti apa yang dipaksakan suami.
Asiyah adalah contoh wanita yang begitu sabar menghadapi keburukan sikap dari sang
suami. Meski suami terus memperlakukan buruk, namun tetap saja ia berusaha untuk sabar
dan tabah menghadapi cobaan derita tersebut. Begitu sabar dan tabahnya sikap Asiyah,
sampai-sampai
ia
mau
berkorban
nyawa
menghadapi
perlakuan
suaminya
itu.
Dikisahkan bahwa Asiyah sebenarnya mulai meyakini ajaran agama yang dibawa oleh
Musa, anak angkatnya. Sejak Musa bersama Harun berusaha untuk meyadarkan Firaun,
diam-diam Asiyah mulai sadar bahwa Tuhan yang sesungguhnya bukanlah suaminya,
melainkan Dzat yang menciptakan bumi berserta isinya. Dan puncak dari ketabahan Asiyah
hingga ia harus menerima siksaan dari Firaun adalah ketika Firaun menerima kekalahaan
atas Musa pada saat pertarungan adu kekuatan antara ahli sihir Firaun dengan kekuatan
mukjizat.
Ternyata Asiyah yang telah menyaksikan jalannya pertarungan sihir tersebut mendapat
hidayah dari Allah atas peritiwa itu dan langsung beriman kepada Tuhannya Musa. Bertahuntahun lamanya ia memendam ketidakpercayaan terhadap suaminya yang mengakui sebagai
Tuhan, kini wanita tersebut menjadi sadar bahwa ada Tuhan yang sesungguhnya. Peristiwa
25 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
yang baru disaksikan adalah sebuah bukti dari kekuasaan Allah yang mampu membuka mata
batinnya untuk menerima keimanan sebagai pegangan hidup. Seketika itu Asiayah
menyatakan diri sebagai muslim, bahkan dia juga berani berterus terang kepada Firaun.
Firaun pun murka dan menjatuhkan hukuman kepadanya. Para algojo diperintahkan
Firaun untuk segera melakukan penyiksaan kepada Asiyah, yang olehnya dianggap murtad
itu. Tubuh Asiyah ditelantangkan di atas tanah di bawah terik sinar matahari. Kedua
tangannya diikat kuat ke tiang-tiang yang dipatok ke tanah agar ia tak dapat bergerak-gerak.
Wajahnya yang telanjang dihadapkan langsung ke arah sinar matahari. "Asiyah pastilah tidak
akan tahan akan sengatan panas matahari, dan akhirnya ia akan mengubah keimanannya
kepadaku,"
Tetapi ternyata Tuhan tidak membiarkan hambanya menderita akibat kekafiran Firaun.
Setiap kali para algojo meninggalkan Asiyah dalam hukumannya, segera malaikat menutup
sinar matahari itu, sehingga langit menjadi teduh dan Asiyah tak merasakan sengatan
matahari yang ganas itu. Asiyah tetap segar-bugar meskipun sudah dihukum berat.
Kemarahan Firaun terhadap Asiyah semakin memuncak manakala Asiyah tetap pada
pendiriannya dan lebih memilih mempercayai aqidah yang dibawa Musa dan Harun. Dan
kemudian Firaun mengutus seseorang untuk datang kepada istrinya itu. Kepada utusan
tersebut Firaun berkata, Bawalah sebuah batu yang besar. Jika Asiyah tetap beriman pada
Tuhan Musa dan Harun, pukulkan batu besar itu ke kepadanya.
Maka pada saat utusan tersebut sampai kepada Asiyah, istri Firaun ini sedang
mendongakkan kepalanya ke langit. Untuk selanjutnya ia berdoa kepada Allah. Al quran
mengabadikan doa Asiyah tersebut dalam sebuah ayat Al-Qur'an
Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallohu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Sesungguhnya Firaun mengikat istrinya dengan besi sebanyak 4 ikatan, pada
kedua tangan dan kedua kakinya. Jika ia telah meninggalkan Asiyah terbelenggu maka para
Malikat
menaunginya.
Ketika
itulah
ia
berdoa
kepada
Allah,
artinya
: "Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan
26 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang
zhalim".
(At-Tahrim:
11).
27 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan materi tentang kedudukan perempuan di dalam
kehidupan pada umumnya dan kedudukan perempuan di dalam Islam dapat kita pahami
bahwa begitu mulyanya perempuan menurut ajaran Islam, perempuan memiliki hak dan
kewajiban yang sama-sama dimiliki oleh kaum laki-laki, tidak ada pembeda yang sangat
signifikan kecuali keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Dan kita dapat mengetahui dan
memahami kedudukan-kedudukan perempuan yaitu sebagai berikut:
Di zaman jauh sebelum Islam dikenal dimasyarakat perempuan begitu tidak di hargai
keberadaannya, begitu hina, sebagai bahan pemuas laki-laki, sebagai sumber mala petaka dan
sangkaan-sangkaan keji lainya yang membuat perempuan jauh di bawah kemanusiawian.
28 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Setelah zaman modernisasi tiba di mana perempuan sudah mengenal Islam, mengenal,
liberalisme, kavitalisme dan faham-faham lainnya, perempuan sudah mengenal ilmu dan
teknologi, perempuan sudah mendapat kedudukan yang lebih baik khususnya bagi muslimah,
maka bermunculanlah hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dianggap
menguntungkan dilakukan oleh para kaum perempuan padahal sangat bertentangan dengan
Islam. Di sini mulai bermunculan penyimpangan-penyimpangan terhadap hak dan kewajiban
perempuan sesuai Islam dan menjauhkan mereka dari kewajaran sebagai perempuan.
Hanya Islamlah yang memposisikan perempuan dalam jalur keadilan karena nilai-nilai
Islam begitu memperhatikan hak dan kewajibannya.
Solusi yang paling tepat bagi perempuan agar kedudukannya dihormati, dihargai,
mendapat keadilan, mendapat hak dan kewajiban yang sama dan lain yaitu dengan cara
kembali ke aturan-aturan, nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang hakiki dan mutlak
kebenarannya yaitu berasal Allah.
Sosok-sosok wanita Islam yang bisa kita jadikan contoh dalam kehidupan kita banyak.
Seperti Khadijah dan dan asiyah. Salah satu contoh-contoh wanita tersebut sangat cocok kita
jadikan contoh dalam kehidupan kita. Seperti tangguhnya khadijah istri Rasulullah dan
sabarnya asiyah istri firaun.
1.2
Saran
Pengaruh budaya luar yang bertentangan dengan ajaran agama Islam belakangan ini
kerap kali ditampilkan dari berbagai mediauntuk mempengaruhi pola berprilaku dan
berpakaian wanita. Untuk itu, setiap wanita perlu membentengi dirinya agara terhindar dari
pengaruh- pengaruh negatif yang akhirnya menjerumuskan wanita itu sendiri. Memahami
ajaran Islam secara lebih mendalam dan meningkatakan Iman merupkan solusi yang terbaik
yang perlu dilakukan.
Setelah mengetahui dan memahami apa saja yang menjadi kedudukan kewajiban dan hakhak bagi perempuan khususnya, laki-laki umumnya, maka penulis menyarankan dan
mengajak yaitu:
Kepada kaum perempuan khususnya ambilah, pahamilah dan gunakanlah nilai-nilai dan
ajaran Islam sebagai dasar untuk menentukan hak, kewajiban, kedudukan dan tata cara
kehidupan yang mengyangkut kemuslimahan.
29 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Mulailah berpikir dan merenungkan untuk menyaring budaya-budaya yang tidak sesuai
dengan kepribadian Islam dan kepribadian bangsa ini.
Hormatilah hak-hak dan kewajiban manusia dan mulailah dari sekarang untuk
merealisasikan nilai-nilai yang baik menurut pandangan budaya, bangsa dan yang lainnya
tetap dalam koridor bingkai syariat Islam.
Dalam kehidupan kita, banyak wanita atau tokoh tokoh islam untuk kita jadikan
contoh. Kita bisa mencontoh sosok khadijah yang tangguh dan Asiyah yang begitu sabar
dalam menghadapi firaun.
DAFTAR PUSTAKA
http://dokumen.tips/documents/makalah-agama-peran-dan-kedudukan-wanita-dalamislam.html diunduh tanggal 14 Januari 2016
http://udin10390037.blogspot.co.id/2011/06/kedudukan-perempuan-di-dalam-kehidupan.html
Di unduh tanggal 14 Januari 2016
http://umimut212.blogspot.co.id/2015/01/makalah-peran-wanita-dalam-pendidikan.html
di unduh tanggal 15 Januari 2016
http://www.inkafa.com/2013/02/kisah-keteguhan-asiyah-istri-firaun.html?m=0
Di unduh tanggal 15 januari 2016
https://mahluktermulia.wordpress.com/2010/02/05/biografi-siti-khadijah/
Di unduh tanggal 15 januari 2016
30 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
Arief, Nurhaeni. Engkau Bidadari Para Penghuni Surga, Kisah Teladan Wanita Saleha.
Kafila: Yogyakarta: 2008
Taman, Muslich. Pesona Dua Ummul Mukminin, Teladan Terbaik Menjadi Wanita Sukses
dan Mulia. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta. 2008
Razwy, Syeda. A. Khadijah, The Greatest of First Lady of Islam. Alawiyah Abdurrahman
(terj.). Mizan Publika: Jakarta. 2007
Husein, Ibrahim, LML, Peran Wanita Dalam Majelis Ulama, dalam Mimbar Ulama, V, No.
39.
Amir, Sayid ali, Api Islam, (Terjemahan HB Yasin), PT. Pembangunan, Jakarta, 1967, hal. 93.
Abidin, Zainal Ahmad, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pada Islam di Indonesia,
Bulan Bintang, 1976, hal.351-354.
Hasan, Asma Fahmi, Sejarah dan Filsafat Islam, 1979, hal. 186-187.
Abdul, Rohadi Fatah dan Drs. Sudarsono, SH, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Rineka
Cipta, Jakarta, 1990, hal. 47
Shodiq, SE dan H. Shalahuddin Chairi, BA, Kamus Istilah Agama, CV. Sunttarama, 1983,
hal. 382
LAMPIRAN
31 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m
32 | M a k a l a h P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m