You are on page 1of 88

ASUHAN KEPERAWATAN

KETUBAN PECAH DINI, KELAHIRAN PREMATUR DAN


KELAHIRAN POSTMATUR

Disusun oleh :
Kelompok 1 (AJ-2)
1. Mukhamad Nursalim

131511123010

2. Ardilah Dwiagus Safitri

131511123020

3. Dona Muji Fitriana

131511123034

4. Ria Kusuma Dewi

131511123052

5. Kumala Sari Makatita

131511123054

6. Maulia Ika Widyana

131511123056

7. Hidayat Arifin

131511123072

8. Fitri Wahyuni

131511123076

Program Studi Pendidikan Ners


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya
2016

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................. .......................


DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................
1.4 Manfaat..................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Persalinan ................................................................
2.2 Ketuban Pecah Dini ................................................................
2.3 Kelahiran Prematur..................................................................
2.4 Kelahiran Postmatur ...............................................................
BAB III

i
ii
1
3
4
5
6
15
40
59

PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


3.1 Trigger Case ..........................................................................
3.2 Penyelesaian. .........................................................................

75
75

PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...........................................................................
5.2 Saran. ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.

84
84
85

BAB IV

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin dengan tanda-tanda rasa sakit oleh adanya his yang datang
lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah ( show ) yang
lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks, kadang-kadang
ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam serviks mendatar
dan pembukaan telah ada. Namun selama proses persalinan tidak selalu dalam
kondisi normal, seperti persalinan sebelum waktunya (preterm), terjadinya
ketuban pecah dini (KPD), serta kehamilan yang lebih bulan (posterm)
(Wahyuni, 2014).
Usia kehamilan merupakan salah satu prediktor penting bagi
kelangsungan hidup janin dan kualitas hidupnya. Di seluruh dunia 8,2 juta
anak dibawah lima tahun meninggal setiap tahun dengan perincian 3,3 juta
terjadi pada masa neonatal, hampir 2 juta pada hari pertama kehidupan, dan
3,3 juta pada saat dilahirkan. Kematian pada masa neonatal ini dapat
disebabkan oleh kelahiran prematur (28%) yang menempati urutan kedua
penyebab kematian neonatal terbanyak (The Partnership for Maternal,
Newborn & Child Health, 2011) dan kelahiran postmatur (5-10%) (Roos et
al., 2010). Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila berlangsung selama
37- 42 minggu. Disebut kelahiran preterm apabila bayi lahir sebelum 37
minggu kehamilan dan disebut kelahiran postterm apabila bayi lahir setelah
42 minggu kehamilan (Damanik, 2010).
Menurut WHO (2013), kejadian kelahiran prematur meningkat dari
7,5% (2 juta kelahiran) menjadi 8,6% (2,2 juta kelahiran) di dunia. Angka
kejadian kelahiran prematur di negara berkembang jauh lebih tinggi, seperti
India (30%), Afrika Selatan (15%), Sudan (31%) dan Malaysia (10%). Angka
kelahiran prematur berkisar 10-20% di Indonesia pada tahun 2012 dan angka
1

ini menyebabkan Indonesia termasuk dalam peringkat kelima dengan


kelahiran prematur terbesar.4 Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) terjadi penurunan AKB (Angka Kematian Bayi) sejak
tahun 1991 yaitu sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 34 per 1.000
kelahiran hidup menurut SDKI 2012.
Millennium Development Goals (MDGs) ke 4 yang berisi target untuk
menurunkan angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2015 sebesar 23 per
1.000 kelahiran hidup. Disamping itu, adanya program Expanding Maternal
and Neonatal Survival (EMAS) yang bertujuan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi sebesar 25% pada tahun 2011 hingga 2016, menjadikan
perlunya mempelajari faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi luaran
maternal dan perinatal, khususnya pada pada persalinan prematur sehingga
dapat menekan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi.
Post matur merupakan kasus yang sering kali terjadi pada saat
kehamilan yaitu yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap. Diagnosa
usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia kehamilan dengan rumus
Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri (Kapita Selekta
Kedokteran jilid 3). Menurut (2010) Kehamilan postmatur lebih mengacu
pada janinnya, dimana dijumpai tanda-tanda seperti kuku panjang, kulit
keriput,plantara creases yang sangat jelas, tali pusat layu dan terwarnai oleh
mekonium.(Varney Helen, 2007).
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari
41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat
setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18% kehamilan akan berlanjut
melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada
populasi dan kriteria yang digunakan. Seringnya kesalahan dalam
mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk
menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika tapi telah
ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat
diandalkan. Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko
lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.

Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban


sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono,
2008).
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban
pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan
akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban
pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
insidensi 30-40% (Wahyuni, 2014).
Mengingat banyaknya jumlah morbiditas dan mortalitas akibat
gangguan selama proses persalinan, maka penatalaksanaan yang harus
dilakukan haruslah cepat, efektif, dan komprehensif. Tujuan dari perawatan
penyakit ini tidak hanya untuk menyelamatkan hidup, tetapi juga untuk
meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu,
perawat sangat berperan penting dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien preterm, posterm, dan ketuan pecah dini, sehingga tujuan dari
perawatan dapat tercapai. Dalam makalah ini, kami mengkhususkan untuk
membahas preterm, posterm, dan ketuan pecah dini yang meliputi konsep
penyakit hingga asuhan keperawatan.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah
1.2.1

Bagaimana konsep mengenai persalinan preterm yang meliputi


definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosisnya.

1.2.2

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan persalinan


preterm yang mengancam jiwa meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, dan intervensi keperawatan.

1.2.3

Bagaimana konsep mengenai persalinan postterm yang meliputi


definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosisnya.

1.2.4

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan persalinan


postterm meliputi definisi, etiologi patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

1.2.5

Bagaimana konsep mengenai ketuban pecah dini yang meliputi


definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosisnya.

1.2.6

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ketuban pecah


dini meliputi definisi, etiologi patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

1.3

Tujuan
1.3.1

Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
persalinan preterm, persalinan post term, dan ketuban pecah dini.

1.3.2

Tujuan khusus
1)

Mampu menjelaskan konsep mengenai persalinan preterm yang


meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

2)

Mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan


persalinan preterm yang mengancam jiwa meliputi: pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan intervensi keperawatan.

3)

Mampu menjelaskan konsep mengenai persalinan postterm


yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinik, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

4)

Mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan


persalinan postterm meliputi definisi, etiologi patofisiologi,
4

manifestasi

klinik,

penatalaksanaan,

komplikasi

dan

prognosisnya.
5)

Mampu menjelaskan konsep mengenai ketuban pecah dini yang


meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

6)

Mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan


ketuban pecah dini meliputi definisi, etiologi patofisiologi,
manifestasi

klinik,

penatalaksanaan,

komplikasi

dan

prognosisnya.

1.4

Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat seperti yang
tertulis di dalam tujuan penulisan makalah ini:
1.4.3

Mahasiswa mampu memahami konsep mengenai persalinan preterm


yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

1.4.4

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien


dengan persalinan preterm yang mengancam jiwa meliputi:
pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi keperawatan.

1.4.5

Mahasiswa mampu memahami konsep mengenai persalinan postterm


yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

1.4.6

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien


dengan persalinan postterm meliputi definisi, etiologi patofisiologi,
manifestasi klinik, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

1.4.7

Mahasiswa mampu memahami konsep mengenai ketuban pecah dini


yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

1.4.8

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien


dengan ketuban pecah dini meliputi definisi, etiologi patofisiologi,
manifestasi klinik, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Fisiologi Persalinan

2.1.1

Teori Persalian
a.

Penurunan Kadar Progesteron

Progesterin menimbulkan relaksasi otot-otot rahun, sebaliknya estrogen


meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
kesimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di rumah darah,
tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterin menurun sehingga timbul
his.
b. Teori oxytosin

Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
c.

Keregangan otot-otot

Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya


teregang oleh karena isinya bertambah maka timbuk kontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan
majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin
rentan.
d. Pengaruh janin

Hypofise dan kelenjar suprarenal janin, anencepalus kehamilan sering


lebih lama dari biasa.
e.

Teori Prostaglandin

Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua, disangka menjadi salah


satu sebab permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena dan
extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur
kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin
yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu
hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan

2.1.2 Konsep Kehamilan dan Persalinan


a. Perkembangan Janin
1) Minggu ke-1: Proses pembentukan antara sperma dan telur yang
memberikan informasi kepada tubuh bahwa telah ada calon bayi
dalam rahim. Saat ini janin sudah memiliki segala bekal genetik,
sebuah kombinasi unik berupa 46 jenis kromosom manusia. Selama
masa ini, yang dibutuhkan hanyalah nutrisi (melalui ibu) dan oksigen.
2) Minggu ke-2: Pembuahan terjadi pada akhir minggu kedua. Sel telur
yang telah dibuahi membelah dua 30 jam setelah dibuahi. Sambil
terus membelah, sel telur bergerak di dalam lubang falopi menuju
rahim. Setelah membelah menjadi 32, sel telur disebut morula. Selsel mulai berkembang dan terbagi kira-kira dua kali sehari sehingga
pada hari yang ke-12 jumlahnya telah bertambah dan membantu
blastocyst terpaut pada endometrium
3) Minggu ke-3: Sampai usia kehamilan 3 minggu, mungkin kehamilan
belum dapat disadari ibu. Sel telur yang telah membelah menjadi
ratusan akan menempel pada dinding rahim disebut blastosit.
Ukurannya sangat kecil, berdiameter 0,1-0,2 mm.
4) Minggu ke-4 : Kini, hasil konsepsi berbentuk embrio. Embrio
memproduksi hormon kehamilan (Chorionic Gonadotropin - HCG),
sehingga apabila Anda melakukan test kehamilan, hasilnya positif.
Janin mulai membentuk struktur manusia. Saat ini telah terjadi
pembentukan otak dan tulang belakang serta jantung dan aorta (urat
besar yang membawa darah ke jantung).
5) Minggu ke-5: Terbentuk 3 lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan
endoderm. Ectoderm adalah lapisan yang paling atas yang akan
membentuk system saraf pada janin tersebut yang seterusnya
membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut. Lapisan
Mesoderm berada pada lapisan tengah yang akan membentuk organ
jantung, ginjal, tulang dan organ reproduktif. Lapisan Endoderm
yaitu lapisan paling dalam yang akan membentuk usus, hati, pankreas
dan saluran kemih.

6) Minggu ke-6: Ukuran embrio rata-rata 2-4 mm yang diukur dari


puncak kepala hingga bokong. Tuba saraf sepanjang punggung bayi
telah menutup. Jantung bayi mulai berdetak pada minggu ini. Sistem
pencernaan dan pernafasan mulai dibentuk, pucuk pucuk kecil yang
akan berkembang menjadi lengan kaki pun mulai tampak.
7) Minggu ke-7: Akhir minggu ketujuh, panjangnya sekitar 5-13 mm
dan beratnya 0,8 gram, kira-kira sebesar biji kacang hijau. Pucuk
lengan mulai membelah menjadi bagian bahu dan tangan yang
mungil. Jantung telah dibagi menjadi bilik kanan dan bilik kiri, begitu
pula dengan saluran udara yang terdapat di dalam paru-paru.
8) Minggu ke-8: Panjang kira-kira 14-20 mm. Banyak perubahan yang
terjadi pada bayi Anda. Ujung hidung dan kelopak mata mulai
berkembang,

begitu

pula

telinga.

Bronchi,

saluran

yang

menghubungkan paru-paru dengan tenggorokan, mulai bercabang.


Lengan semakin membesar dan sudah memiliki siku. Janin juga
sudah mulai terbentuk diantaranya pembentukan lubang hidung,
bibir, mulut serta lidah. Matanya juga sudah kelihatan berada
dibawah membran kulit yang tipis. Anggota tangan serta kaki juga
terbentuk walaupun belum sempurna
9) Minggu ke-9 : Telinga bagian luar mulai terbentuk, kaki dan tangan
terus berkembang berikut jari kaki dan tangan mulai tampak. Janin
mulai bergerak walaupun ibu belum merasakannya. Dengan Doppler,
detak jantungnya sudah dapat didengar. Minggu ini, panjangnya
sekitar 22-30 mm dan beratnya sekitar 4 gram.
10) Minggu ke-10: Semua organ penting yang telah terbentuk mulai
bekerjasama. Pertumbuhan otak meningkat dengan cepat, hampir
250.000 sel saraf baru diproduksi setiap menit. Ia mulai tampak
seperti manusia kecil dengan panjang 32-43 mm dan berat 7 gram.
11) Minggu ke-11: Panjang tubuhnya mencapai sekitar 6,5 cm. Baik
rambut, kuku jari tangan dan kakinya mulai tumbuh. Sesekali di usia
ini janin sudah menguap. Gerakan demi gerakan kaki dan tangan,
termasuk gerakan menggeliat, meluruskan tubuh dan menundukkan

kepala, sudah bisa dirasakan ibu. Bahkan, janin kini sudah bisa
mengubah posisinya dengan berputar, memanjang, bergelung, atau
malah jumpalitan yang kerap terasa menyakitkan sekaligus memberi
sensasi kebahagiaan tersendiri
12) Minggu ke-12: Bentuk wajah bayi lengkap, ada dagu dan hidung
kecil. Jari-jari tangan dan kaki yang mungil terpisah penuh. Usus bayi
telah berada di dalam rongga perut. Akibat meningkatnya volume
darah ibu, detak jantung janin bisa jadi meningkat. Panjangnya
sekitar 63 mm dan beratnya 14 gram. Mulai proses penyempurnaan
seluruh organ tubuh. Bayi membesar beberapa millimeter setiap hari.
Jari kaki dan tangan mulai terbentuk termasuk telinga dan kelopak
mata.
13) Minggu ke-13: Pada akhir trimester pertama, plasenta berkembang
untuk menyediakan oksigen , nutrisi dan pembuangan sampah bayi.
Kelopak mata bayi merapat untuk melindungi mata yang sedang
berkembang. Janin mencapai panjang 76 mm dan beratnya 19 gram.
Kepala bayi membesar dengan lebih cepat daripada yang lain.
Badannya juga semakin membesar untuk mengejar pembesaran
kepala.
14) Minggu ke-14: Tiga bulan setelah pembuahan, panjangnya 80-110
mm dan beratnya 25 gram. Lehernya semakin panjang dan kuat.
Lanugo, rambut halus yang tumbuh di seluruh tubuh dan melindungi
kulit mulai tumbuh pada minggu ini. Kelenjar prostat bayi laki-laki
berkembang dan ovarium turun dari rongga perut menuju panggul.
Detak jantung bayi mulai menguat tetapi kulit bayi belum tebal
karena belum ada lapisan lemak
15) Minggu ke-15: Tulang dan sumsum tulang di dalam sistem kerangka
terus berkembang. Jika bayi Anda perempuan, ovarium mulai
menghasilkan jutaan sel telur pada minggu ini. Kulit bayi masih
sangat tipis sehingga pembuluh darahnya kelihatan. Akhir minggu
ini, beratnya 49 gram dan panjang 113 mm Bayi sudah mampu

menggenggam tangannya dan mengisap ibu jari. Kelopak matanya


masih tertutup.
16) Minggu ke-16: Bayi telah terbentuk sepenuhnya dan membutuhkan
nutrisi melalui plasenta. Bayi telah mempunyai tulang yang kuat dan
mulai bisa mendengar suara. Dalam proses pembentukan ini system
peredaran darah adalah yang pertama terbentuk dan berfungsi. Janin
mulai bergerak ! Tetapi tak perlu kuatir jika Anda tak merasakannya.
Semakin banyak kalsium yang disimpan dalam tulang bayi seiring
dengan perkembangan kerangka. Bayi Anda berukuran 116 mm dan
beratnya 80 gram
17) Minggu ke-17: Dengan panjang 12 cm dan berat 100 gram, bayi
masih sangat kecil. Lapisan lemak cokelat mulai berkembang, untuk
menjada suhu tubuh bayi setelah lahir. Tahukah Anda ? Saat
dilahirkan, berat lemak mencapai tiga perempat dari total berat
badannya. Rambut, kening, bulu mata bayi mulai tumbuh dan garis
kulit pada ujung jari mulai terbentuk. Sidik jari sudah mulai terbentuk
18) Minggu ke-18: Janin sudah bisa mendengar pada minggu ini. Ia pun
bisa terkejut bila mendengar suara keras. Mata bayi pun berkembang.
Ia akan mengetahui adanya cahaya jika Anda menempelkan senter
yang menyala di perut. Panjangnya sudah 14 cm dan beratnya 140
gram. Bayi sudah bisa melihat cahaya yang masuk melalui dinding
rahim ibu. Hormon Estrogen dan Progesteron semakin meningkat.
19) Minggu ke-19: Tubuh bayi diselimuti vernix caseosa, semacam
lapisan lilin yang melindungi kulit dari luka. Otak bayi telah
mencapai jutaan saraf motorik karenanya ia mampu membuat
gerakan sadar seperti menghisap jempol. Beratnya 226 gram dengan
panjang hampir 16 cm.
20) Minggu ke-20: Setengah perjalanan telah dilalui. Kini, beratnya
mencapai 260 gram dan panjangnya 14-16 cm. Dibawah lapisan
vernix, kulit bayi mulai membuat lapisan dermis, epidermis dan
subcutaneous. kuku tumbuh pada minggu ini. Proses penyempurnaan
paru-paru dan system pernafasan. Pigmen kulit mulai terlihat.

10

21) Minggu ke-21: Usus bayi telah cukup berkembang sehingga ia sudah
mampu menyerap atau menelan gula dari cairan lalu dilanjutkan
melalui sistem pencernaan manuju usus besar. Gerakan bayi semakin
pelan karena beratnya sudah 340 gram dan panjangnya 20 cm
22) Minggu ke-22: Indera yang akan digunakan bayi untuk belajar
berkembang setiap hari. Setiap minggu, wajahnya semakin mirip
seperti saat dilahirkan. Perbandingan kepala dan tubuh semakin
proporsional.
23) Minggu ke-23: Meski lemak semakin bertumpuk di dalam tubuh
bayi, kulitnya masih kendur sehingga tampak keriput. Ini karena
produksi sel kulit lebih banyak dibandingkan lemak. Ia memiliki
kebiasaaan "berolahraga", menggerakkan otot jari-jari tangan dan
kaki, lengan dan kaki secara teratur. Beratnya hampir 450 gram
Tangan dan kaki bayi telah terbentuk dengan sempurna, jari juga
terbentuk sempurna.
24) Minggu ke-24: Paru-paru mulai mengambil oksigen meski bayi
masih menerima oksigen dari plasenta. Untuk persiapan hidup di luar
rahim, paru-paru bayi mulai menghasilkan surfaktan yang menjaga
kantung udara tetap mengembang Kulit bayi mulai menebal
25) Miggu ke 25: Bayi cegukan, apakah Anda merasakannya? Ini
tandanya ia sedang latihan bernafas. Ia menghirup dan mengeluarkan
air ketuban. Jika air ketuban yang tertelan terlalu banyak, ia akan
cegukan. Tulang bayi semakin mengeras dan bayi menjadi bayi yang
semakin kuat. Saluran darah di paru-paru bayi sudah semakin
berkembang. Garis disekitar mulut bayi sudah mulai membentuk dan
fungsi menelan sudah semakin membaik. Indera penciuman bayi
sudah semakin membaik karena di minggu ini bagian hidung bayi
(nostrils) sudah mulai berfungsi. Berat bayi sudah mencapai 650-670
gram dengan tinggi badan 34-37 cm.
26) Minggu ke-26: Bayi sudah bisa mengedipkan matanya selain itu
retina matanya telah mulai terbentuk. Aktifitas otaknya yang
berkaitan dengan pendengarannya dan pengelihatannya sudah

11

berfungsi, bunda dapat memulai memperdengarkan lagu yang ringan


dan mencoba untuk memberi cahaya lebih disekitar perut, mungkin
bunda akan merasakan anggukan kepala si kecil. Berat badan bayi
sudah mencapai 750-780gram, sedangkan tingginya 35-38 cm.
27) Minggu ke-27: Minggu pertama trimester ketiga, paru-paru, hati dan
sistem kekebalan tubuh masih harus dimatangkan. Namun jika ia
dilahirkan, memiliki peluang 85% untuk bertahan. Indra perasa mulai
terbentuk. Bayi juga sudah pandai mengisap ibu jari dan menelan air
ketuban yang mengelilinginya. Berat umum bayi seusia si kecil 870890 gram dengan tinggi badan 36-38 cm.
28) Minggu ke-28: Minggu ini beratnya 1100 gram dan panjangnya 25
cm. Otak bayi semakin berkembang dan meluas. Lapisan lemak pun
semakin berkembang dan rambutnya terus tumbuh Lemak dalam
badan mulai bertambah. Walaupun gerakan bayi sudah mulai terbatas
karena beratnya yang semakin bertambah, namun matanya sudah
mulai bisa berkedip bila melihat cahaya melalui dinding perut ibunya.
Kepalanya sudah mengarah ke bawah. Paru-parunya belum
sempurna, namun jika saat ini ia terlahir ke dunia, si kecil
kemungkinan besar telah dapat bertahan hidup.
29) Minggu ke-29: Kelenjar adrenalin bayi mulai menghasilkan hormon
seperti androgen dan estrogen. Hormon ini akan menyetimulasi
hormon prolaktin di dalam tubuh ibu sehingga membuat kolostrum
(air susu yang pertama kali keluar saat menyusui). Sensitifitas dari
bayi semakin jelas, bayi sudah bisa mengidentifikasi perubahan
suara, cahaya, rasa dan bau. Selain itu otak bayi sudah bisa
mengendalikan nafas dan mengatur suhu badan dari bayi. Postur dari
bayi sudah semakin sempurna sebagai seorang manusia, berat
badannya 1100-1200 gram, dengan tinggi badan 37-39 cm.
30) Minggu ke-30: Lemak dan berat badan bayi terus bertambah
sehingga bobot bayi sekarang sekitar 1400 gram dan panjangnya 27
cm. Karena ia semakin besar, gerakannya semakin terasa Mata indah
bayi sudah mulai bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain dan dia

12

sudah mulai belajar untuk membuka dan menutup matanya. Saat ini
waktu yang terbaik bagi bunda untuk menyenteri perut dan
menggerak-gerakan senter tersebut maka mata bayi sudah bisa
mengikuti ke arah mana senter tersebut bersinar.cairan ketuban
(amniotic fluid) di rahim bunda semakin berkurang. Kini si kecil pun
sudah mulai memproduksi air mata. Berat badan bayi 1510-1550
gram, dengan tinggi 39-40 cm.
31) Minggu ke -31: Plasenta masih memberikan nutrisi yang dibutuhkan
bayi. Aliran darah di plasenta memungkinkan bayi menghasilkan air
seni. Ia berkemih hampir sebanyak 500 ml sehari di dalam air ketuban
Perkembangan fisik bayi sudah mulai melambat pada fase ini, hanya
berat badan bayilah yang akan bertambah. Selain itu lapisan lemak
akan semakin bertambah dibawah jaringan kulitnya. Tulang pada
tubuh bayi sudah mulai mengeras, berkembang dan mulai memadat
dengan zat-zat penting seperti kalsium, zat besi, fosfor. Berkebalikan
dengan perkembangan fisiknya, pada fase ini perkembangan
otaknyalah yang berkembang dengan sangat pesat dengan
menghasilkan bermilyar sel. Apabila diperdengarkan musik, bayi
akan bergerak. Berat badan bayi 1550-1560 gram dengan tinggi 4143 cm.
32) Minggu ke-32: Jari tangan dan kaki telah tumbuh sempurna, begitu
pula dengan bulu mata, alis dan rambut di kepala bayi yang semakin
jelas. Lanugo yang menutupi tubuh bayi mulai rontok tetapi sebagian
masih ada di bahu dan punggung saat dilahirkan. Dengan berat 1800
gram dan panjang 29 cm, kemampuan untuk bertahan hidup di luar
rahim sudah lebih baik apabila di dilahirkan pada minggu ini. Kulit
bayi semakin merah, kelopak matanya juga telah terbuka dan system
pendengaran telah terbentuk dengan sempurna. Kuku dari jari mungil
tangan dan kaki si kecil sudah lengkap dan sempurna. Rambutnya
pun semakin banyak dan semakin panjang. Bayi sudah mulai bisa
bermimpi,

13

33) Minggu ke-33: Bayi telah memiliki bentuk wajah yang menyerupai
ayah dan ibunya. Otak bayi semakin pesat berkembang. Pada saat ini
juga otak bayi sudah mulai bisa berkoordinasi antara lain, bayi sudah
menghisap jempolnya dan sudah bisa menelan. Walaupun tulangtulang bayi sudah semakin mengeras tetapi otot-otot bayi belum
benar-benar bersatu. Bayi sudah bisa mengambil nafas dalam-dalam
walaupun nafasnya masih di dalam air. Apabila bayinya lakilaki
maka testis bayi sudah mulai turun dari perut menuju skrotum. Berat
badan bayi 1800- 1900 gram, dengan tinggi badan sekitar 43-45 cm.
34) Minggu ke-34: Bayi berada di pintu rahim. Bayi sudah dapat
membuka dan menutup mata apabila mengantuk dan tidur, bayi juga
sudah mulai

mengedipkan matanya. Tubuh

bunda sedang

mengirimkan antibodi melalui darah bunda ke dalam darah bayi yang


berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuhnya dan proses ini akan
tetap terus berlangsung bahkan lebih rinci pada saat bunda mulai
menyusui. Berat Badan bayi 2000-2010 gram, dengan tinggi badan
sekitar 45-46 cm.
35) Minggu kr-35: Pendengaran bayi sudah berfungsi secara sempurna.
Lemak dari tubuh bayi sudah mulai memadat pada bagian kaki dan
tangannya, lapisan lemak ini berfungsi untuk memberikan
kehangatan pada tubuhnya. Bayi sudah semakin membesar dan sudah
mulai memenuhi rahim bunda. Apabila bayi bunda laki-laki maka di
bulan ini testisnya telah sempurna. Berat badan bayi 2300-2350
gram, dengan tinggi badan sekitar 45-47 cm.
36) Minggu ke-36: Kulit bayi sudah semakin halus dan sudah menjadi
kulit bayi. Lapisan lemak sudah mulai mengisi bagian lengan dan
betis dari bayi. Ginjal dari bayi sudah bekerja dengan baik dan
livernya pun telah memproduksi kotoran. Saat ini paru-paru bayi
sudah bekerja baik bahkan sudah siap bertemu dengan mama dan
papa. Berat badan bayi 2400-2450 gram, dengan tinggi badan 47-48
cm

14

37) Minggu ke-37: Kepala bayi turun ke ruang pelvik. Bentuk bayi
semakin membulat dan kulitnya menjadi merah jambu. Rambutnya
tumbuh dengan lebat dan bertambah 5cm. Kuku terbentuk dengan
sempurna. Bayi sudah bisa melihat adanya cahaya diluar rahim. Bayi
pada saat ini sedang belajar untuk mengenal aktifitas harian, selain
itu bayi juga sedang belajar untuk melakukan pernafasan walaupun
pernafasannya masih dilakukan di dalam air. Berat badan bayi di
minggu ini 2700-2800 gram, dengan tinggi 48-49 cm
38) Minggu ke-38 hingga 42: Proses pembentukan telah berakhir dan
bayi siap dilahirkan.

2.2

Ketuban Pecah Dini

2.2.1

Definisi
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai keluarnya cairan amnion
secara spontan dari membrane amnion. Cairan keluar melalui membrane
fetal yang mengalami rupture dan terjadi setelah 28 minggu dari kehamilan
dan beberapa jam kelahiran yang sebenarnya terjadi. Kata premature bukan
berarti usia kehamilan yang masih preterm (Gahwagi, Busarira, & Atia,
2015).
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya kantung ketuban
secara spontan dan kebocoran awal cairan amnion sebelum awal persalinan
pada usia kehamilan. Ketuban pecah dini (PROM) merupakan pecahnya
membran

amnion

sebelum

27

minggu

usia

kehamilan

(Perry,

Hockenberry, Lowdermilk, & Wilson, Maternal Child Nursing Care, 2014)

2.2.2

Anatomi selaput ketuban


a.

Struktur anatomi ketuban


Selaput ketuban manusia terdiri dari lapisan terpisah, tidak engandung
pembuluh darah atau saraf, dan nutrisi yang dibutuhkan olehnya dipenuhi
oleh cairan amnion. Rata-rata ketebalan selaput ketuban setelah pelepasan
dari dinding uterus adalah sekitar 200-300m, namun karena edema lokal

15

mesoderm amnion, kadang terlihat selaput ketuban yang lebih tebal.


Setelah lahir, lapisan-lapisan berikut dapat dilihat secara histologis:
1) Amnion
a)

Epitel amnion (20-30m)

b) Mesoderm amnion (15-30m) yang terdiri dari tiga lapisan:


lamina basalis atau membrane basal; lapisan stroma kompakta
c)

Lapisan fibroblas
1)

Lapisan spongiosum intermediate (tebal bervariasi)

2)

Chorion leave
Mesoderm korionik (15-20m) yang terdiri dari pembuluh
darah dan laposan basalis atau membrane basal

3)

Trofoblas (10-50m)

4)

Desidua kapsularis (hingga 50m)


Lapisan paling dalam, yang terdekat dengan janin,
adalah epitel amnion. Sel epitel amnion mensekresikan
kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein nonkolagen
(laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk
membran basal, lapisan berikutnya dari amnion.
Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan
membran basal membentuk kerangka fibrosa utama amnion.
Kolagen lapisan padat tersebut disekresikan oleh sel
mesenkim pada lapisan fibroblas. Kolagen interstisial (tipe I
dan III) predominan dan membentuk ikatan parallel yang
mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V
dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen
interstisial dan membran basal epitel. Tidak ada penempatan
substansi dasar amorf antara fibril kolagen dalam jaringan
ikat amnion aterm, sehingga amnion mempertahankan daya
regangnya sepanjang tahap akhir kehamilan normal.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal
diantara
mesenkim

lapisanlapisan
dan

amnion,

makrofag dalam

mengandung
suatu

16

sel-sel
matriks

16

ekstraselular. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan


longgar dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.
Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa)
terletak di antara amnion dan korion. Kandungan yang
melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan glikoprotein
memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam preparat
histologis, dan mengandung jaringan nonfibrillar sebagian
besar kolagen tipe III. Lapisan intermediat menyerap tekanan
fisik dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya,
yang melekat kuat pada desidua maternal.
Walaupun korion lebih daripada amnion, amnion
memeiliki daya regang yang lebih besar. Korion menyerupai
membran epitel tipikal, dengan polaritasnya yang mengarah
ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili
trofoblas dalam lapisan korion dari refleksi membran janin
(bebas plasenta) berkurang. Di bawah lapisan sitotrofoblas
(lebih dekat ke janin) adalah membran basal dan jaringan ikat
korionik, yang kaya akan fibril kolagen. Kolagen tipe IV, V,
dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidak hanya
penting bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untuk
penyembuhan luka dan pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti
bahwa banyak dari molekul-molekul ini berinteraksi satu
sama lain di suatu milieu yang sangat kompleks dari bioregulasi yang memerlukan adanya membran, pertumbuhan
faktor individu, interaksi dan up-regulasi dan down-regulasi
berbagai

proses

penyembuhan.

Metalloproteinase

contohnya, harus seimbang dengan Tissue Inhibitor of


Metalloproteinases (TIMPS); faktor pertumbuhan, seperti
fibroblas. Fibroblas berfungsi untuk membentuk lapisan
yang memperkuat jaringan. Sel-sel epitel secara biologis
aktif dalam proses penyembuhan yang memiliki reseptor
pada permukaannya.

17

Regenerasi biomolekul memegang peranan penting


dalam

penyembuhan

dan

faktor

pertumbuhan

yang

terkonsentrasi di dalam selaput ketuban. Hal ini termasuk


faktor pertumbuhan epidermis, Transforming Growth Factor
(TGF), faktor pertumbuhan fibroblas, platelet-derived
growth factors, metalloproteinase dan TIMP.

b.

Metabolisme Kolagen
Pada tahun 1995, Draper dkk., melaporkan penemuan mengenai
peningkatan aktivitas protease pada selaput ketuban wanita yang
mengalami KPDP dibandingkan dengan merekan yang melahirkan
bayi prematur tanpa KPD. Pada studi penting ini, tercatat bahwa satusatunya

inhibitor

protease

yang

efektif

adalah

asam

etilendiamintetrasetik, mengesankan ini adalah metalloproteinase


(MMP).
MMP adalah enzim zinc-dependent yang mendegradasi
komponen matriks ekstraselular, seperti kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikan. Enzim-enzim ini disekresikan sebagai proenzim inaktif
dan aktivitasnya tetap dikendalikan oleh inhibitor yang disebut tissue
inhibitors of metalloproteinase (TIMP). MMP diklasifikasikan
menurut spesifisitas substrat. Yang termasuk kolagenase adalah
MMP-1 dan MMP-8, yang mendegradasikan kolagen tipe I, II,

dan

III. Yang termasuk gelatinase adalah MMP-2 dan MMP-9 yang


mendegradasi kolagen denaturasi, kolagen tipe IV dan V. Yang
termasuk stromalisin adalah MMP-3, MMP-7, dan MMP-10, yang
mendegradasi proteoglikan, fibronektin, dan komponen stromal lain.
Pada tahun 1996, Vadillo-Ortega dkk., membandingkan cairan
amnion dari empat kelompok pasien: (1) wanita dengan persalinan
normal aterm, (2) wanita aterm belum inpartu, (3) kehamilan preterm
pada saat studi genetik, dan (4) pasien KPDP. Wanita aterm inpartu
dan wanita dengan KPDP memiliki kadar aktivitas gelatinolitik yang
lebih tinggi dalam cairan amnionnya. Kebanyakan aktivitas

ini

18

memiliki karakteristik disebabkan oleh MMP-9. Para penulis


kemudian mengukur konsentrasi inhibitor MMP-9, tissue inhibitor of
metalloproteinase-1 pada sampel yang sama dan menemukan bahwa
sampel preterm dari pasien yang menjalani amniosentesa genetik
mengandung kadar yang tertinggi, sedangkan sampel dari pasien
KPDP mengandung kadar terendah.
Para peneliti mencatat bahwa penelitian mengenai MMP-1 sama
menariknya seperti pemecah kolagen fibril tipe 1. Mereka mencatat
bahwa aktivitas ini tidak terdeteksi dalam cairan amnion karena
MMP-1 terikat kuat pada matriks ekstraselular amniokorion. Temuan
mengenai peningkatan MMP-9 dan bukannya MMP-1 dalam cairan
amnion pada wanita KPDP selanjutnya dikonfirmasi dengan
penelitian oleh Athayde dkk. juga terdapat regionalisasi perubahan
tipe dan kandungan kolagen. Konsentrasi MMP-9 yang lebih tinggi
ditunjukkan pada selaput yang dekat dengan serviks daripada selaput
di daerah tengah pada pasien aterm baik sebelum dan sesudah
dimulainya persalinan. MMP-9mendegradasi kolagen tipe V, yang
terlihat menurun pada KPDP.
Kejadian yang menyebabkan hal ini belum diketahui, namun
terdapat beberapa bukti yang mengaitkannya pada infeksi. Seperti
diketahui sebelumnya, terdapat hubungan jelas antara infeksi dengan
KPDP. Protease yang diproduksi bakteri dapat merubah kekuatan
membran, atau secara alternatif mungkin merupakan derivate lekosit
yang diaktivasi sebagai respon invasi bakteri. Ditunjukkan pula bahwa
MMP-7, yang dihasilkan makrofag, meningkat dengan invasi mikroba
preterm ke kavum amnion. MMP-7 juga ditunjukkan dapat
mengaktivasi bentuk proenzim MMP lain dengan efek kaskade.

c.

Perubahan kandungan kolagen, struktur, katabolisma, dan factor


klinis yang berkaitan
Pemeliharaan

daya

regang

selaput

ketuban

sepertinya

melibatkan keseimbangan antara sintesa dan degradasi komponen

19

matriks ekstraselular. Diduga bahwa perubahan dalam membran,


termasuk berkurangnya kandungan kolagen, perubahan struktur
kolagen dan aktivitas kolagenolitik yang meningkat, berhubungan
dengan ketuban pecah dini.
Terdapat bukti tidak langsung bahwa infeksi traktus genitalia
mempercepat pecah ketuban pada manusia dan hewan. Identifikasi
mikroorganisme patologis pada flora vagina manusia segera setelah
pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri mungkin
berperan pada patogenesa KPD. Data epidemiologi menunjukkan
hubungan antara kolonisasi traktus genitalia oleh streptokokus grup
B,

Chlamydia

trachomatis,

Neisseria

gonorrhoeae,

dan

mikroorganisme yang menyebabkan bakterial vaginosis (anaerob


vagina, Gardnerella vaginalis, spesies mobiluncus, dan mycoplasma
genital) dan suatu peningkatan risiko KPDP. Terlebih lagi, pada
beberapa studi penatalaksanaan wanita terinfeksi dengan antibiotik
menurunkan angka KPDP.
Progesterone dan estradiol menekan remodeling matriks
ekstraselular pada jaringan reproduksi. Relaksin, suatu hormon
protein yang meregulasi remodeling jaringan ikat, diproduksi lokal
pada plasenta dan desidua dan membalikkan efek inhibisi estradiol
dan progesterone dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP9 pada selaput ketuban. Walaupun penting untuk mempertimbangkan
peran estrogen, progesteron, dan relaksin pada proses reproduksi,
keterlibatannya pada proses pecah ketuban perlu dijelaskan.
Amnion dan korion manusia yang diperoleh setelah KPD aterm
mengandung banyak sel apoptosis pada daerah yang dekat dengan
lokasi ruptur dan sedikit sel apoptosis di daerah lainnya. Pada kasuskasus korioamnionitis, sel epitel amnion apoptotik terlihat pada
persambungan dengan granulosit pelekat, menunjukkan bahwa respon
imun induk mempercepat kematian sel pada selaput ketuban.
Peregangan berlebihan pada uterus karena polihidramnion dan
kehamilan

multijanin

menginduksi

tegangan

membran

dan

20

meningkatkan risiko KPD. Peregangan mekanik selaput ketuban


meningkatkan regulasi produksi beberapa faktor amniotik, termasuk
prostaglandin E2 dan interleukin- 8. Peregangan juga meningkatkan
aktivitas MMP-1 dalam membran. Interleukin-8, yang diproduksi oleh
sel amnion dan korion, merupakan kemotaksis neutrofil dan
merangsang aktivitas kolagenase. Produksi interleukin-8, yang
berkonsentrasi rendah dalam cairan amnion selama trimester ke-dua
tetapi berkonsentrasi tinggi pada kehamilan lanjut, diinhibisi oleh
progesteron. Maka, produksi interleukin-8 dan prostaglandin E2
amniotik menggambarkan perubahan biokimia pada selaput ketuban
yang mungkin dimulai oleh tekanan fisik (peregangan membran),
menyatukan hipotesa pecah ketuban akibat induksi-tekanan dan
induksi biokimia.
Pada suatu penelitian oleh Park JC dkk. tahun 2003 yang
membandingkan ketebalan dan perubahan histopatologis pada selaput
ketuban antara KPD dan selaput ketuban utuh setelah pelahiran,
mendapatkan hasil bahwa pada KPDP ditemukan rerata ketebalan
selaput ketuban yang lebih kecil daripada persalinan preterm tanpa
KPD,

namun

hasilnya

tidak

signifikan.

Sedangkan

pada

perbandingannya, selaput ketuban pada kehamilan usia 37 minggu


dijumpai lebih tipis daripada kehamilan usia <37 minggu.

2.2.3

Etiologi
Menurut (Mercer, 2012), Penyebab ketuban pecah dini adalah:
a.

Inflamasi (Corioamnionitis)

b.

Stress dari kontraksi uterus

c.

Peningkatan tekanan intrauterine

d.

Defisiensi vitamin C

e.

Umur dan paritas ibu

f.

Inkompetensi serviks

21

2.2.4

Patofisiologi
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9
yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP).
TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas
yang sama dengan TIMP-13. Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga
selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan
konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan
keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang
meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan
terjadinya

degradasi

matriks

ektraseluler

selaput

ketuban.

Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi


patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat
pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm
didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar
TIMP-1 yang rendah.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi
adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam
ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan
kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam
pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada
wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

22

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa


mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang
akan

menyebabkan

terjadinya

degradasi

membran

dan

akhirnya

melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi


inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh
netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang
diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3
pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan
dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus
dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin
dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui,
namun prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator
dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari
MMP-1 dan MMP-3. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri
dengan metode skrining klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan
positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu
lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
Hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling
matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini
didapatkan

menurunkan

konsentrasi

MMP-1

dan

MMP-3

serta

meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci


percobaan. Tingginya

konsentrasi

progesteron akan menyebabkan

penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih

23

rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon


relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi
secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas
yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban
manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan. Kematian
Sel Terprogram Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang
mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion
terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel
yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan
respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang
terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai,
menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab
degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas. Peregangan Selaput Ketuban Peregangan secara
mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti
prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang
akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

2.2.5

Klasifikasi ketuban pecah dini


Menurut

(Gahwagi, Busarira, & Atia, 2015), klasifikasi dari

ketuban pecah dini adalah:


a.

Early PROM (kurang dari 12 jam setelah terjadi pecahnya ketuban)

b.

Prolonged PROM (terjadi 12 jam atau lebih setelah terjadi pecahnya


ketuban)

24

2.2.6

Manifestasi Klinis
Gejala adalah kunci untuk diagnosis, pasien biasanya melaporkan cairan
yang tiba-tiba menyembur dari vagina dan pengeluaran cairan yang
berlanjutan. Gejala tambahan yang mungkin penting termasuk warna dan
konsistensi cairan adalah adanya bintik-bintik dari vernix atau mekonium,
pengurangan ukuran uterus, dan peningkatan keunggulan janin untuk
palpasi (Nugroho, 2011).
Menurut Mansjoer ( 2001) manifestasi ketuban pecah dini adalah:
a.

Keluar air krtuban warna keruh. Jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

b.

Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi

c.

Janin mudah diraba

d.

Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tiadak ada, air


ketuban sidah kering

e.

Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban tidak ada
dan air ketuban sudah kering

2.2.7

f.

Usia kehamilan vible (>20 minggu)

g.

Buyi jantung bisa tetap normal

Faktor resiko
Faktor resiko ketuban pecah dini menurut (Perry, Hockenberry,
Lowdermilk, & Wilson, Maternal Child Nursing Care, 2014) adalah:
a.

Riwayat kehamilan preterm, khususnya jika diikuti dengan ketuban


pecah dini

b.

Infeksi genital atau sistem perkemihan

c.

Servikal pendek selama trimester kedua

d.

Kelahiran premature

e.

Overdistensi uterus

f.

Perdarahan pada trimester kedua dan ketiga

g.

Gangguan pernapasan

h.

Gangguan jaringan penghubung

i.

Status social ekonomi rendah

25

2.2.8

j.

Berat badan dibawah rata-rata

k.

Defisit nutrisi

l.

Perokok

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Mercer, 2012) adalah:
a.

b.

Komplikasi maternal
1)

Abrupsi plasenta

2)

Retain plasenta, Perdarahan

3)

Sepsis, Kematian

Komplikasi pada janin


1)

Infeksi intrauterine

2)

Prolapse tali pusat

3)

Penekanan umbilical cord terkait dengan oligohidroamnion dan


abrupsi plasenta

4)

2.2.9

Pulmonary hypoplasia sebelum usia kehamilan 20 minggu

Pemeriksaan Penunjang
a.

Tes Lakmus (test nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positive palsu.

b.

Tes Pakis: dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan Kristal
cairan amnion gambaran daun pakis.

2.2.9

Penatalaksanaan
Menurut (Institute of Obstetricians and Gynaecologists, 2015),
penalatalaksanaan ketuban pecah dini meliputi:
a.

Observasi tanda tanda korioamnionitis secara klinis setidaknya


setiap 4 6 jam

b.

Pemeriksaan swab vagina mingguan dan pemeriksaan darah lengkap


juga harus dipertimbangkan

26

c.

Pemantauan kondisi janin menggunakan cardiotography, serta


pengawasan rutin kondisi janin

d.

Ibu hamil dengan tanda tanda klinis korioamnionitis harus dimulai


terapi antibiotic spectrum luas serta pemantauan lebih ketat
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi:

a.

Konserfatif
1)

Pengelolaan konserfatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik


pada ibu mapun pada janin) dan harus dirawat di rumah sakit.

2)

Berikan antibiotika (ampicillin 4 x 500 mg atau eritromicin bila


tidak tahan ampicillin) dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7
hari.

3)

Jika umur kehamilan <32 minggu, dirawat selama air ketuban


masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4)

Jika usia kehamilan 27-32 minggu, belum inpartu, tidak ada


infeksi, tess buss negative, beri deksametason, observasi tandatanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan
37 minggu.

5)

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, udah inpartu, tidak ada


infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi sesudah 24 jam.

6)

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi


intra uterine).

7)

Jika usia keamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan
lakukan induksi.

8)

Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk


memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

27

b.

Aktif
1)

Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal


seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

2)

bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan


persalinan diakhiri.

3)

Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan servik, kemudian


induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Bila skor pelvik >5, induksi persalinan, partus
pervaginam.

28

2.2.10 Algoritma penatalaksanaan ketuban pecah dini


Ketuban Pecah Dini

Tatalaksana khusus

Tatalaksana umum
Beri Eritromisin 4x250 mg selama 10
hari
Rujuk ke fasilitas yang memadai

Lakukan induksi persalinan


dengan oksitosin jika tidak
ada kontraindikasi

34

24-33 minggu

Bila terdapat amnionitis, ablasio plasenta


dan kelemahan janin, lakukan persalinan
segera
Berikan dexametason 6 mg IM tiap 12 jam
selama 48 jam atau betametason 12 mg IM
tiap 24 jam selama 48 jam
Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai
kondisi ibu dan janin
Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34
minggu, atau di usia kehamilan 32-33
minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dan hasil menunjukkan
bahwa paru sudah matang.

< 24 minggu
Pertimbangan dilakukan
dengan melihat resiko
ibu dan janin
Lakukan konseling pada
pasien.
Terminasi
kehamilan
mungkin
menjadi pilihan
Jika
terjadi
infeksi
(koriomnionitis)
lakukan
tatalaksana
koriumnnionitis

29

Gambar Algoritma Preterm Ketuban Pecah Dini

30

2.2.11 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan KPD


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Demografi

Nama kilen

Umur

: Untuk mengetahui apakah

ibu mempunyai

faktor risiko atau tidak.

Agama

: Untuk

menentukan

bagaimana

kita

memberikan dukungan kepada ibu selama persalinan.

Suku / bangsa

: Untuk mengetahui adat istiadat / budayanya.

Pendidikan

: Untuk

menentukan

bagaimana

kita

memberikan konseling.

Pekerjaan

: Untuk mengetahui status sosial, ekonomi.

Alamat

: Untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat

tinggalnya.
2) Keluhan Utama :
Keluar cairan jernih / keruh secara tiba tiba dari jalan lahir, perut
terasa sakit atau kenceng kenceng sampai ke pinggang namun
usia kehamilan belum cukup bulan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang :
Didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan,
tidak diikuti tanda-tanda persalinan dan usia kehamilan belum
mencapai cukup bulan.Kontraksi / kenceng kenceng sampai
kepinggang dirasakan berapa kali dalam sekian menit ? ,dan dengan
lama berapa detik ?.
4) Riwayat Hamil
HPHT dan HPL, ANC yang dilakukan dan Imunisasi TT yang yang
sudah didapat oleh ibu saat hamil sekarang ini

31

5) Riwayat Psikologis
Klien mengungkapkan ketidaktahuanya kenapa air ketuban bisa
keluar secara tiba tiba dan klien merasa cemas dan khawatir akan
kesehatannya dan janin yang dikandungnya.
6) Riwayat Persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat kelahiran pre term dan abortus sebelumnya juga menjadi
faktor resiko.
7) Riwayat penyakit Dahulu
Apakah klien memiliki penyakit jantung, asma, Hipertensi dan juga
Diabetes militus.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Antropometrik : BB,TB, LILA
BI ( Breathing )
Tampak pembesaran payudara dengan hiperpigmentasi areolamamae.
Nafas spontan adekuat, RR normal 16 20 x/menit, bisa meningkat
karena respon rasa nyeri , saturasi perifer normal ( 95 % 100 % ),
tidak ada sianotik, dan tidak ada suara nafas tambahan .
B2 ( Blood )
Akral hangat, perabaan nadi kuat, CRT < 2 detik, TD rentang normal
TD : 100 / 60 120 /80 mmhg, HR : 60 100 x / menit, HR bisa
meningkat jika terjadi respon nyeri terhadap konstraksi / HIS, suhu
badan normal dan bisa meningkat jika terjadi tanda tanda infeksi.
B3 ( Brain )
Kesadaran komosmentis, GCS E4M6V5, pupil isokor 3/2 ka, 3/2 kiri,
reflek cahaya + / +.
B4 ( Bowel )
Status obsetri :
Inspeksi :

Ada tidaknya linea alba, linea nigrae, dan striae


livida dan bekas luka operasi.

Palpasi :

Terjadi kontraksi atau tidak saat diraba.

32

Leopold

Untuk menentukan umur kehamilan dan bagian apa


yang terdapat difundus. KPD dapat terjadi kelainan
letak janin (letak sunsang dan lintang).

Leopold II

Untuk menentukan punggung bayi.

Leopold III

Untuk menentukan bagian terendah janin dan sudah


masuk PAP atau belum.

Leopold IV

Untuk mengukur seberapa jauh bagian terendah


janin masuk PAP. Ketuban pecah dini dapat terjadi
akibat bagian terendah belum masuk PAP.

Auskultasi :

DJJ ( normal : 120-140x /menit ).DJJ bisa


meningkat jika terjadi distress nafas pada janin.

Status nutrisi :

Nutrisi klien adekuat, tidak ada mual dan muntah, ,


BAB normal.

B5 ( Blader ) :
BAK spontan , warna jernih, tidak ada kemerahan ataupun bercampur
darah karena tidak disertai dengan tanda tanda persalinan .
Pada pemeriksaan genetalia didapatkan cairan ketuban yang merembes
dengan warna jernih / keruh, berbau / tidak.VT dilakukan sesuai indikasi
jika KPD disertai dengan pembukaan serviks.bekas luka jahitan daerah
perineum ada atau tidak, dan juga ada tidaknya hemoroid .
B6 ( Bone )
Kekuatan tonus otot normal, tidak ada odema, tidak ada varises, dan
pembatasan aktifitas / tirah baring miring kiri untuk mencegah
keluarnya cairan ketuban lebih banyak lagi.

c. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan Tes Lakmus (tes Nitrazin) : Kertas lakmus merah berubah
menjadi biru yang menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). PH air
ketuban 7 - 7,5, namun adanya darah dan infeksi vagina juga dapat
menghasilkan tes positif yang palsu.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) : terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit.

33

Pemeriksaan hasil lab DL: Kadar HB dan leukosit normal, bisa terjadi
leukositosis jika terjadi infeksi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis.
b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan
ancaman keselamatan janin
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi
d. Resiko infeks dengan factor resiko pertahanan primer tubuh yang
tidak adekuat ( pecah ketuban dini )

3. Intervensi
No
1

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
injuri biologis.

Tujuan dan kriteria hasil

Rencana tindakan
keperawatan
Kontrol nyeri
Manajemen nyeri :
Tingkat kenyamanan
1. Lakukan pengkajian
komprehensif
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
terhadap nyeri
selama 2 x 24 jam klien
(PQRST), observasi
dapat mengontrol nyeri
tanda nonverbal
adanya
dan mencapai tingkat
kenyamanan, ditandai
ketidaknyamanan
dengan:
2. Gunakan teknik
komunikasi
Klien mengenali faktor
terapeutik untuk
penyebab nyeri
mengetahui
Klien mengenali
pengalaman nyeri
lamanya (onset) nyeri
3. Tentukan dampak
Klien mampu
nyeri terhadap
menggunakan metode
kualitas hidup (ex:
nonfarmakologik
tidur, selera makan,
untuk mengurangi nyeri
aktivitas, kognisi,
Klien melaporkan nyeri
mood, dll)
terkontrol
Klien melaporkan skala 4. Sediakan informasi
tentang nyeri,
nyeri berkurang
misalnya penyebab,
Klien melaporkan
onset dan durasi

34

frekuensi nyeri
berkurang
Ekspresi wajah postur
tubuh rilek
Klien melaporkan skala
nyeri berkurang
Klien melaporkan
kenyamanan
Klien mengekpresikan
kepuasan dengan
control nyeri
TTV dalam rentang
normal
TD : 100 120 / 60
80 mmhg
HR : 60 100 x / menit
RR : 16 20 x / menit

Ansietas
berhubungan
dengan perubahan
status kesehatan
dan
ancaman
keselamatan janin

Kontrol kecemasan.
Koping.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 x
24 jam kecemasan klien
teratasi dengan kriteria
hasil:
Klien mampu

nyeri, antisipasi
ketidaknyamanan
karena prosedur
tertentu
5. Kontrol factor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
respon klien
terhadap
ketidaknyamanan
(ex: suhu ruang,
kebisingan, cahaya)
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(relaksasi).
7. Tingkatkan istirahat
dan tidur.
8. Monitor kepuasan
pasien dengan
manajemen nyeri
yang dilakukan
9. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
10. Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
11. Evaluasi efektivitas
intervensi
12. Kolaborasikan
tatalaksana
penanganan KPD
Penurunan kecemasan
1. Gunakan pendekatan
teknik komunikasi
terapeutik
2. Bantuklien
mengenal situasi
yang menimbulkan

35

memonitor intensitas
cemas.
Klien mampu
menghilangkan faktor
penyebab kecemasan.
Klien mampu
mengenal dan
mengungkapkan gejala
cemas
Klien mampu
menggunakan strategi
koping yang efektif
untuk mengontrol
kecemasan.
Vital sign klien dalam
kisaran :
Penampilan fisik,
perilaku, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
klien menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
keterbatasan
sumber informasi

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama
.............................. kurang
pengetahuan teratasi
dengan kriteria hasil:
Pengetahuan : proses
penyakit.
Klien familier dengan
nama penyakit.
Klien mampu
menjelaskan proses
penyakit, penyebab,
faktor resiko, efek
penyakit, tanda dan
gejala, cara untuk

kecemasan
Nyatakan dengan
jelas harapan
terhadap perilaku
klien
Jelaskan semua
prosedur
pengobatan dan
perawatan
Temani klien untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
Anjurkan keluarga
untuk mendampingi
klien
Instruksikan pada
klien untuk
menggunakan
tehnik relaksasi.
Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
Identifikasi tingkat
kecemasan klien

Teaching : disease
Process
1. Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang
spesifik
2. Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit yang
dialami oleh klien
3. Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada

36

meminimalkan
perburukan penyakit,
komplikasi, tanda dan
gejala komplikasi,
serta pencegahan
komplikasi.

penyakit, dengan
cara yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
6. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan

37

12. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
4

Risiko infeksi
berhubungan
dengan pertahanan
primer tubuh yang
tidak adekuat
(ketuban pecah
dini)

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan
selama.....................risiko
uinfeksi teratasi, dengan
kriteria hasil:
Status imun
Pengetahuan : kontrol
infeksi
Kontrol resiko
Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
Klien menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit normal
Klien menunjukkan
perilaku hidup sehat
Status imun,
gastrointestinal,
Genitourinaria normal

Kontrol infeksi
1. Terapkan unversal
precaution
2. Batasi pengunjung bila
perlu
3. Beri higiene yang baik
4. Monitor tanda dan
gejala infeksi (local dan
sistemik)
5. Ajarkan teknik cuci
tangan
6. Ajarkan pada pasien
dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus
melaporkannya kepada
petugas
7. Kolaborasi dokter bila
ada tanda infeksi

38

Proteksi infeksi
1. Ganti letak IV perifer dan
dressing
2. Sesuai dengan petunjuk
umum
3. Tingkatkan cairan dan
nutrisi
4. Pertahankan teknik
aseptic dalam tiap
tindakan
5. Ganti peralatan
perawatan pasien per
prosedur
6. Lakukan
pemeriksaan kultur bila
suspek infeksi dan
laporkan hasilnya pada
petugas yang berwenang
7. Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan
8. Tingkatkan tidur dan
istirahat
9. Kelola pemberian
antibiotic
10. Ajarkan pada pasien dan
keluarga cara
menghindari infeksi
11. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
lokal

39

2.3 Kelahiran Prematur


2.3.1 Teori Persalinan
Menurut (Bobak, Laudermilk, Jensen, & Perry, 2005), ada lima faktor
yang mempengaruhi proses persalinan dan kelahiran, faktor-faktor ini mudah
diingat yaitu 5P : Passenger/ penumpang, passage way/ jalan lahir, power/
kekuatan, provider/penolong, dan respon psikologis.
1) Passenger/ Penumpang (janin, plasenta dan cairan amnion)
Pada kelahiran normal yang mempengaruhi penumpang (passenger)
terdiri dari : ukuran kepala janin, persentasi janin (letak janin, sikap janin,
posisi janin), plasenta dan seluruh isi rahim termasuk cairan amion. Pada
kasus kehamilan gemeli, hidramnion dan makrocepali dapat menyebabkan
beban yang harus di tahan oleh servix dan panggul menjadi lebih besar.
Selain itu rahim juga akan meregang lebih besar dari kehamilan normal
sehingga memicu timbulnya kontraksi preterm. Adanya kelainan plasenta
seperti ablasio plasenta yang tidak dapat dipertahankan menyebabkan nutrisi
ke janin akan terhambat, maka janin harus dilahirkan sebelum meninggal
dalam kandungan.
2) Passageway/ bentuk dan ukuran jalan lahir.
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar
panggul, vagina, dan introitus vagina (lubang luar vagina). Serviks, yang
dalam kondisi normal memiliki panjang 2 sampai 3 cm dan tebal sekitar 1
cm. Adanya kelainan jalan lahir seperti serviks yang pendek dan inkompeten
dapat menyebabkan dilatasi serviks prematur seiring bertambahnya ukuran
janin. Jika dilatasi ini tidak segera diatasi maka aka terjadi pembukaan serviks
dan hasil konsepsi akan keluar. Infeksi pada orgam reproduksi juga dapat
menyebabkan kelahiran preterm. Infeksi bakteri yang menyebar dari vagina
ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial
terjadinya persalinan prematur.
3) Power / kekuatan kontraksi uterus.
His yang sempurna dan efektif adalah bila ada koordinasi dari
gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus
uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg, yang berlangsung 60-90 detik
40

dengan jangka waktu antara 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus
kurang dari 12 mmHg. Pada waktu umur kehamilan 28 minggu dapat diraba
adanya kontraksi uterus (tanda Braxton-Hicks). Pada seluruh kehamilan dapat
dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitude 5 mmHg tiap menit yang
tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu makin terasa lebih kuat dan
lebih sering. Setelah usia kehamilan mencapai usia 37-40 minggu maka his
yang teratur dan kuat merupakan tanda-tanda persalinan. Namun Jika
frekuensi dan amplitudo his lebih tinggi dari normal dan terjadi pada usia
kehamilan <37 minggu maka hal ini dapat mengurangi pertukaran O2 pada
janin sehingga dapat terjadi hipoksia janin dan timbul gawat janin yang secara
klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung detik jantung janin.
Frekuensi detak jantung janin yang meningkat lebih dari 160 per menit dan
tidak teratur menunjukan tanda-tanda gawat janin.
4) Provider
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses
tergantung dari kemampuan skil dan kesiapan penolong dalam menghadapi
proses persalinan. Kemampuan yang diaksud disini adalah kemampuan
petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini resiko persalinan prematur
dan kemampuan dalam penanganan tanda-dan gejala partus prematur, karena
persalinan prematur dapat dicegah dengan deteksi dini dan penanganan yang
tepat dan segera.
5) Psikologis/ psyche (respon psikologis ibu).
Pengalaman sebelumnya, kesiapan emosional (cemas, stress dan takut)
terhadap persiapan persalinan, support system/ dukungan sosial dan
lingkungan, berpengaruh terhadap kejadian partus prematur. Adanya stres
fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya
persalinan prematur.
2.3.2 Definisi
Kelahiran premature didefinisikan sebagai pembukaan cervix dan
kontraksi uterus serta kelahiran bayi yang terjadi sebelum usia gestasi
41

mencapai 37 minggu (20-37 minggu). Kelahiran prematur yang paling serius


pada kehamilan karena 90% bayi yang dilahirkan secara prematur akan
meninggal dan lebih dari 75% yang meninggal adalah bayi yang dilahirkan
pada usia gestasi kurang dari 37 minggu (Perry, Hockenberry, Lowdermilk, &
Wilson, 2010)
Persalinan dan kelahiran prematur adalah kelahiran yang terjadi
setelah usia gestasi 20 minggu tetapi belum mencapai usia 37 minggu.
Kelahiran premature merupakan penyebab 2/3 kematian bayi dan separuh
kematian bayi tersebut berkaitan dengan BBLR (Bobak, Laudermilk, Jensen,
& Perry, 2005).
Persalinan kurang bulan didefinisikan sebagai kontraksi uterus yang
teratur yang diikuti oleh dilatasi serviks dan terjadi pada kehamilan dengan
masa kehamilan <37 minggu.

2.3.3 Etiologi (Perry, Hockenberry, Lowdermilk, & Wilson, 2010)


a. Kebiasaan ibu
1) Perokok
2) Penggunaan alkohol atau penggunaan obat terlarang
3) Nutrisi kurang
4) Jarak kehamilan terlalu dekat
5) Aktivitas seksual
6) Pekerjaan yang terlalu berat
b. Karakteristik ibu
1) Terlalu muda atau terlalu tua
2) Riwayat kehamilan premature sebelumnya
3) Tinggi badan kurang dari 150 cm
4) Serviks pendek
5) Serviks inkompeten
6) Anomali uterus
7) Pelebaran serviks prematur
8) Terlalu dini < 18 th dan terlalu tua > 35th
9) BB ibu terlalu rendah saat hamil (<45 kg)
42

10) Status sosial ekonomi rendah


11) Korban dari kekerasan
c. Faktor-faktor lain
1) Stress
2) Iritabilitas uterus
3) Kehamilan kembar
4) Prenatal care yang terlambat atau tidak
5) KPD
6) Anemia
7) Infeksi (polinefritis, korioamionitis)
8) Penurunan produksi progesteron
9) Kerusakan jaringan desidua
10) Hidramnion
11) Gangguan plasenta
12) Hipertensi gestasional

2.3.4

Patofisiologi
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa
terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya
stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya
persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi
uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu
maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon
Corticotropin

Releasing

Hormone

(CRH),

perubahan

pada

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,


matrix

metaloproteinase

(MMP),

interleukin-8,

cyclooksigenase-2,

dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran


kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi
bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan
penyebab potensial terjadinya persalinan prematur. Infeksi intraamnion akan
43

terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1,


IL-6, IL-8, dan TNF- ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang
akan merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS.
Hormon-hormon

ini

bertanggung

jawab

untuk

sintesis

uterotonin

(prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin


juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan
perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang
akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan
desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan X (protombinase).
Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada
beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang
bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi
berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada
serviks.

44

45

46

48

2.3.5 Manifestasi Klinis


a. Aktifitas uterus
Kontraksi uterus yang lebih sering (setiap 10 menit) dan bertahan selama
1 jam atau lebih. Kontrakasi uterus dapat bersifat sangat nyeri atau tidak
terlalu nyeri.
b. Ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan terjadi pada abdominal bagian bawah perut dan
rasanya hampir sama seperti nyeri lambung, nyeri pinggang yang bersifat
tumpul, nyeri kram seperti saat menstruasi, pervik seperti terasa tertekan,
dan lebih sering kencing.
c. Sekresi vagina
Terdapat perubahan karakter pada sekresi vagina meliputi sekresi mucus
atau air, darah, flek kecoklatan, dan berbau, ketuban pecah dini.
2.3.6 Penatalaksanaan

47

48

a. Penatalaksanaan Medis
1) Hospitalisasi bila diperlukan: untuk memudahkan pengkajian
yang sering dan pemantauan dengan cermat guna mendeteksi
perubahan dan mencegah kelahiran jika memungkinkan.
2) Pemberian obat tokolitik: Magnesium sulfat dapat menghentikan
persalinan

dengan

menurunkan

kadar

asetilkolin,

yang

menghalangi transmisi neuro muskular, terbutalin mencegah


persalinan dengan menstimulasi reseptor beta, adrenergik pada
otot polos uterus, nivedipin mengurangi kntraksi uterus dengan
menyekat kalsium channel.
3) Cairan intravena: untuk mempertahankan sirkulasi, mencegah
kekurangan cairn dan menyediakan rute IV untuk pemberian obat.
4) Pemberian Steroid: untuk menurunkan resiko sindrom distres
pernafasan, enterokolitis nekrosis, dan hemoragi intraventrikular
pada neonatus.
b. Pencegahan
1) Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur
2) Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan
kehamilan dan persalinan preterm.
3) Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan
pengertian KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan
yang timbul dan sgera melakukan konsultasi, menganjurkan untuk
pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat
diketahui dan diawasi / diobati.
4) Meningkatakan keadaan sosial ekonomi keluarga dan kesehatan
lingkungan.

49

2.3.7 Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas
Persalinan prematur biasanya terjadi pada perempuan dengan usia yang
terlalu muda < 18 th atau terlalu tua > 35 th, tidak menikah, tingkat
pendidikan rendah, dan banyak terjadi ada ras afrika amerika.
2) Keluhan Utama
Klien biasanya masuk dengan keluhan merasakan kontraksi seperti akan
melahirkan.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Sebelum mengalami tanda-tanda perslinan prematur, biasanya klien
mengalami stres fisik seperti pekerjaan yang melelahkan, stres
psikologis seperti kekerasan/ tekanan psikologis, keadaan abnormal
pada kehamilan (perdarahan, ketuban pecah, demam tinggi, dll).
4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien dengan persalinan prematur dapat memiliki riwayat penyakit
anemia, hipertensi atau mengalami infeksi selama kehamilan dan
sebelum kehamilan.
5) Riwayat Menstruasi
Kaji usia klien saat pertama kali menstruasi serta keluhan yang dialami
selama menstruasi. Biasanya tidak mengalami keluhan dalam siklus
menstruasi.
6) Riwayat Perkawinan
Klien dengan riwayat perkawinan pada usia terlalu muda atau terlalu
tua. Klien yang unmerried memiliki resiko mengalami persalinan
persalinan prematur.
7) Riwayat Obstetri
Kehamilan lalu:
Perlu dijaki riwayat kehamilan dan persalinan (dari antenalal care,
masalah selama kehamilan, penangangan masalah selama
kehamilan, hingga penolong persalinan), keadaan bayi dan
50

komplikasi persalinan yang dialami klien sebelumnya. Klien


biasanya memiliki riwayat abortus, perdarahan saat kehamilan,
persalinan prematur sebelumnya.
Kehamilan sekarang:
Klien biasanya memiliki keluhan selama kehamilan seperti
perdarahan, flek kecoklatan nyeri punggung dan sekresi vagina
yang abnormal.
8) Riwayat Ginekologi
Perlu dikaji riwayat klien yang berkaitan dengan gangguan kesehatan
reproduksi yang dialami klien serta penangananya (tumor, cista, ca, dll).
9) Riwayat KB
Perlu dikaji riwayat penggunaan alat kontrasepsi yang berhubungan
dengan jarak kehamilan.
10) Riwayat Psikologis
Perlu dikaji adanya riwayat psikologis yang mungkin menimbulkan
stres bagi klien dan memicu terjadinya persalinan prematur. Klien
dengan persalinan prematur juga cenderung mengalami ansietas.
11) Pemeriksaan Fisik
BB: Klien dengan BB < 45Kg sebelum hamil dapat meningkatkan
resiko terjadinya persalinan prematur.
TB: Klien dengan TB < 155 cm sebelum hamil dapat meningkatkan
resiko terjadinya persalinan prematur.
LILA: Klien dengan LILA < 23,5 cm menunjukkan status gizi
kurang, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya persalinan
prematur.
Pemeriksaan
B1 (Breath)
Dapat ditemukan adanya takipnea akibat respon nyeri,
gerakan dada simetris, tidak terdapat sianosis, pada perkusi
ditemukan suara sonor pada lapang paru, tidak terdapat suara nafas
tambahan.
B2 (Blood)
51

Dapat ditemukan adanya hipertensi (tekanan darah > 140/90


mmHg atau tekenen sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan
diastolik > 15 mmHg yang di ukur setelah pasien beristirahat
selama 30 menit), takikardia dan edema. Dapat juga ditemukan
adanya tanda-tanda anemia.
B3 (Brain)
Pada klien dengan persalinan prematur biasanya tidak
ditemukan adanya gangguan kesadaran maupun gangguan persepsi
sensori. Klien dapat mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan
punggung yang bersifat tumpul dan muncul terus menerus atau saat
terjadi his.
B4 (Bladder)
Klien dengan persalinan prematur biasanya tidak mengalami
gangguan pada sistem perkemihan. BAK normal (6-7 kali/hari)
dengan warna jernih, namun pada pasien dengan pre eklamsi atau
eklamsi dapat ditemukan adanya proteinuri positif. Dapat juga
ditemukan adanya infeksi saluran kemih.
B5 (Bowl)
Dapat ditemukan adanya nyeri abdomen seperti magh
maupun nyeri abdomen saat kontraksi. Klien biasanya tidak
mengalami gangguan pada pola BAB.
B6 (Bone and Skin)
Akibat nyeri yang hebat, klien dapat mengalami gangguan
pada aktivitasnya. Pada klien dengan anemia atau nutrisi kurang
dapat terjadi kelemahan.
Pemeriksaan Kehamilan
- Leopold
Hasil pemeriksaan leopold pada klien sesuai dengan usia
kehamilan. Pada klien dengan partus prematur dengan usia
kehamilan >36 minggu posisi payi sudah berada dibawah,
sedangkan jika usia < 36 minggu masih ada kemungkinan posisi
bayi sungsang.
52

- Detak Jantung Janin


Detak jantung yang normal permenit adalah 120-160x. Detak
jantung janin >160x menunjukkan adanya tand-tanda gawat janin.
b. Analisa Data
No. Data Fokus

Etiologi

1.

Agen cidera
Nyeri akut
biologis dan fisik

DS:
- klien mengeluh nyeri pada
pinggang dan abdomen

Masalah

- klien mengeluh nyeri seperti


akan melahirkan.
DO:
- Klien dapat mengeluh nyeri
pada bagian pinggang dan
abdomen yang bersifat tumpul
dan muncul terus menerus atau
saat terjadi his.
2.

DS:
- Klien mengatakan merasa
cemas dengan keadaan
bayinya dan dirinya.

Krisis situasional Ansietas


atau tindakan
medis yang akan
dilakukan

DO:
- TD meningkat
- Nadi meningkat
- RR meningkat
3.

DS:
- Klien mengatakan tidak
mengetahui prosedur yang
akan dijalani.

Kesalahan
mempersepsikan
informasi atau
kurang informasi

Kurang
pengetahuan

Ketuban pecah
dini

Resiko Infeksi

DO:
- Klien sering bertanya tentang
keadaanya dan tindakan yang
akan dijalaninya
4.

DS: DO:
- Ketuban pecah prematur

53

- DJJ > 160 x/mnt


- Leukositosis normal hingga
mengalami peningkatan
c. Masalah Keperawatan
1) Nyeri akut
2) Ansietas
3) Kurang pengetahuan
4) Resiko infeksi

d. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa
1.

Nyeri akut

NOC
- Pain Level,

NIC
1. Lakukan pengkajian

- Pain control,

nyeri secara

- Comfort level

komprehensif

Kriteria Hasil:

termasuk lokasi,

- Mampu mengontrol

karakteristik, durasi,

nyeri (tahu penyebab

frekuensi, kualitas dan

nyeri, mampu

faktor presipitasi

menggunakan tehnik

2. Observasi reaksi

nonfarmakologi untuk

nonverbal dari

mengurangi nyeri,

ketidaknyamanan

mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa

3. Kontrol lingkungan
yang dapat

nyeri berkurang dengan

mempengaruhi nyeri

menggunakan

seperti suhu ruangan,

manajemen nyeri

pencahayaan dan

- Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri

kebisingan
4. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
5. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
54

berkurang
- Tanda vital dalam
rentang normal

farmakologi dan inter


personal)
6. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
7. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
8. Tingkatkan istirahat
9. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
10. Monitor vital sign

2.

Ansietas

- Tingkat ansietas
- Pengendalian diri
terhadap ansietas
- Konsentrasi

1. Kaji untuk factor


budaya yang menjadi
penyebab ansietas
2. Sediakan informasi

- Koping

factual menyangkut

Kriteria Hasil:

diagnosis, terapi dan

- Ansietas berkurang,

prognosis

dibuktikan oleh tingkat

3. Instruksikan pasien

ansietas hanya ringan

tentang penggunaan

sampai sedang dan

teknik relaksasi

selau menunjukkan

4. Jelaskan semua

pengendalian diri

prosedur, termasuk

terhadap ansietas, diri,

sensasi yang biasanya

koping.

dialami selama

- Menunjukkan
pengendalian diri
terhadap ansietas

prosedur
5. Sediakan lingkungan
yang tenang dan batasi
kontak dengan orang
lain
6. Damping pasien untuk
55

meningkatkan
keamanan dan
mengurangi rasa takut
3.

Kurang
Pengetahuan

- Kowlwdge : disease
process
- Kowledge : health
Behavior
Kriteria Hasil:
- Pasien dan keluarga

1. Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi

menyatakan

dari penyakit dan

pemahaman tentang

bagaimana hal ini

penyakit, kondisi,

berhubungan dengan

prognosis dan program

anatomi dan fisiologi,

pengobatan

dengan cara yang

- Pasien dan keluarga


mampu melaksanakan

tepat.
3. Gambarkan tanda dan

prosedur yang

gejala yang biasa

dijelaskan secara benar

muncul pada penyakit,

- Pasien dan keluarga


mampu menjelaskan

dengan cara yang tepat


4. Gambarkan proses

kembali apa yang

penyakit, dengan cara

dijelaskan perawat/tim

yang tepat

kesehatan lainnya

5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
6. Hindari harapan yang
kosong
7. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
56

8. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
4.

Resiko

Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi

infeksi

keperawatan
selama.....................risiko
uinfeksi teratasi, dengan
kriteria hasil:

1. Terapkan unversal
precaution
2. Batasi pengunjung bila
perlu

Status imun

3. Beri higiene yang baik

Pengetahuan : kontrol

4. Monitor tanda dan

infeksi

gejala infeksi (local

Kontrol resiko

dan sistemik)

Klien bebas dari tanda


dan gejala infeksi
Klien menunjukkan

5. Ajarkan teknik cuci


tangan
6. Ajarkan pada pasien

kemampuan untuk

dan keluarga tentang

mencegah timbulnya

tanda dan gejala infeksi

infeksi

dan kapan harus

Jumlah leukosit normal

melaporkannya kepada

Klien menunjukkan

petugas

perilaku hidup sehat


Status imun,

7. Kolaborasi dokter bila


ada tanda infeksi

gastrointestinal,
Genitourinaria normal

Proteksi infeksi
1. Ganti letak IV perifer
dan dressing
2. Sesuai dengan petunjuk
57

umum
3. Tingkatkan cairan dan
nutrisi
4. Pertahankan teknik
aseptic dalam tiap
tindakan
5. Ganti peralatan
perawatan pasien per
prosedur protocol
6. Lakukan pemeriksaan
kultur bila suspek
infeksi.
7. dan laporkan hasilnya
pada petugas yang
berwenang
8. Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
9. Tingkatkan tidur dan
istirahat
10. Kelola pemberian
antibiotic
11. Ajarkan pada pasien
dan keluarga cara
menghindari infeksi
12. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik

dan lokal

58

2.4

Kelahiran Postmature

2.4.1 Definisi
Kelahiran postmature atau biasa disebut kelahiran post date adalah
kelahiran yang terjadi pada saat usia gestasi memasuki akhir minggu ke 42
atau lebih dari 294 hari dari HPHT. Insiden kelahiran bayi posature atau
posterm diperkirakan 4-19 % (Perry, Hockenberry, Lowdermilk, & Wilson,
2010).
Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang melebihi
waktu 42 minggu dan belum terjadi persalinan. Kehamilan umumnya
berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir
(Manuaba, 2008).
Dari beberapa definisi diatas, jadi kelahiran postmature/ postdate/
serotinus adalah kelahiran janin dengan usia kandungan >42 minggu.

.2.4.2 Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan postterm/ postmature/ postdate/
Serotinus sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Menurut
(Prawirohardjo, 2010), beberapa teori yang diajukan di antaranya:
a. Pengaruh Progresteron
Penurunan hormon progresteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu prose
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga terjadinya kehamilan postterm adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progresteron.
b. Teori Oksitosin
Pemakaian okstitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memgang peranan penting
dalam

menimbulkan

persalinan

dan

pelepasan

okstitosin

dari

neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu penyebab kehamilan postterm.

59

c. Teori Kortisol/ ACTH Janin


Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba
kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan memperngaruhi
plasenta sehingga prosuksi progresteron berkurang dan memperbesar
sekresi esterogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anesefalus,
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin
akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
d. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan posterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan posterm saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami
kehamilan posterm.
2.4.3 Patofisiologi
a. Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit
keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan
pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya
terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan
telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur
tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang
turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi
60

postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia
lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup
mengalami kerusakan otak. Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi
berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan
dengan pasti. Sindrom ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41
dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu.
Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan
kemungkinan postmaturitas.
b. Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada
kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada
agar skor dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa
terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm. Janin posterm
mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa
fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang
berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi
antara 38 dan 42 minggu.
c. Gawat janin dan Oligohidramnion
Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa
dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat
prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai
dengan ologohidramnion. Penurunan volume cairan amnion biasanya
terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga
pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang
sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental
yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
d. Pertumbuhan janin terhambat
Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada
kehamilna yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan.
Pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia
gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
61

Morbiditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi


yang mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus
lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayibayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.
e. Serviks yang tidak baik
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan
memanjang karena pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu
mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi serviks adalah
indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam
persalinan.
Rendahnya hormon estrogen dapat menyebabkan penurunan
produksi prekursor protaglandin dan menurunkan pembentukan reseptor
oxitosin di dalam miometrium. Sehingga tidak terjadi kontraksi yang
merupakan tanda-tanda persalinan. Usia kehamilan yang melebihi usia
42 minggu, dapat mengakibatkan penurunan fungsi plasenta dan jumlah
cairan

amnion

sekitar

250-300

mL.

oligohidramnion

dapat

menyebabkan distress pada janin, sehingga menekan tali pusat dan


menyebabkan janin mengeluarkan mekonium, mekonium

yang

bercampur dengan cairan amnion dapat teraspirasi dengan bayi dan


dapat membahayakan janin. Janin yang lahir pada usia kehamilan lebih
dari 42 minggu dapat mengalami asfiksia, aspirasi mekonium dan gawat
nafas. Dampak jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi yang lahir
postmature antara lain bayi akan mengalami gangguan tidur,
pencernaan dan menderita penyakit lain serta memiliki nilai mental dan
perkembangan yang rendah.

2.4.4 Manifestasi Klinis


a. Gerakan janin jarang (secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau
secara objektif kurang dari 10x / menit).
b. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu kelahiran yang terdiri dari:
1) Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.
62

2) Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan


mekonium (kehijuan di kulit).
3) Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning
pada kuku, kulit dan tali pusat.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 2007)
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di badan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
2.4.5 Dampak Kelahiran Posterm
a. Resiko maternal
Berhubungan dengan kelahiran seorang bayi yang besarnya
berlebih. Wanita dengan persalinan postmature beresiko mengalami induksi
persalinan, melahirkan dengan bantuan forcep, laserasi perineal yang terkait
dengan kelahiran pervaginam, dan kelahiran SC, trauma jalan lahir,
perdarahan postpartum dan infeksi.
b. Resiko pada Bayi
Resiko pada janin dapat dibagi menjadi dua macam. Yang pertama
berhubungan dengan kemungkinan trauma lahir dan asfiksia yang
disebabkan adanya disporposi sefalopelvik. Resiko kedua terkait dengan
efek yang membahayakan janin yaitu plasenta tua.
2.4.6 Penatalaksanaan
Menurut Prawiroharjo (2010) dalam pengelolaan kehamilan
postmatur ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua
variasi dari postmatur ini.
b. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.

63

c. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks


ini memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan
postmatur. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi
persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42
minggu bilamana serviks telah matang.

64

Kehamilan
Postmatur
Identiifikasi Janin
Intrauterin :
NST-CST
USG
Amnioskopi

Pemeriksaan umum :
Laboratorium
lengkap
Fungsi ginjal dan
lever
Sistem hemopitik

Kehamilan resiko tinggi

Skor Bishop

Nilai < 4

Nilai 5-6

Nilai > 7

Pematangan serviks :
Foley kateter 24 jam
Prostaglandin vaginal internal 12
Pecah ketuban

Induksi persalinan

Langsung Seksio Caesaria


Elderly primigravida
Bad obstetrics hystory
Kelainan letak janin
Asfiksia intrauterin
Ketuban pecah keruh

Induksi gagal
Distosia serviks
Fetal distres
Ruptura uteri
imminen
Ternyata CPD
Ketuban pecah
keruh

Induksi berhasil
Spontan B
Operasi vaginal

65

2.4.7

Pemeriksaan Penunjang
a. USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.
b. Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
c. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
d. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.
e. Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
f. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
g. Pemeriksaan sitologi vagina

2.4.8

Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien : nama, umur, ras, gravida, alamat, dan nomor
telepon, agama,status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal
anamnesis
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang muncul biasanya: Kehamilan belum lahir
lebih dari 42 minggu, gerak janin makin berkurang dan kadang
berhenti, BB ibu mendatar atau bahkan menurun, gerak janin
menurun.
3) Riwayat Kehamilan Sekarang
Mengkaji keluhan yang yang dirsakan pasien selama kehamilan
ini. Digunakan sebagai identifikasi masalah pasien. Banyaknya
pemeriksaan antenatal yang dilakukan.
4) Riwayat kesehatan masa lalu.
Penyakit kronis yang dapat mempengaruhi terjadinya Postterm
a) Penyakit waktu kecil dan imunisasi.
b) Tes laboratorium akhir-akhir ini terhadap penyakit infeksi.
c) Penyakit berat misal pneumonia, hepatitis, damam rematik,
difteri, dan polio.
d) Kecelakaan : fraktur, luka, dan lain lain.
e) Kebiasan : pengguanaan alkohol,merokok
f) Pola tidur.
g) Diet.
66

h) Aktifitas.
i) Resiko dalam pekerjaan :posisi, tarikan, ventilasi, paparan
racun kimiawi.
j) Penyakit spesifik.
k) Pengobatan yang didapat.
5) Riwayat Menstruasi
a) Umur menarche.
b) Frekuensi, jarak/siklus jika normal.
c) Lamanya.
d) HPHT, lama dan jumlah normalnya.
e) Disminore.
f) Perdarahan uterus disfungsional, misalnya spotting, menoragia,
dan lain-lain.
6) Riwayat Obstetri.
a) Gravida/para
b) Tipe golongan darah (ABO dan Rh)
c) Kehamilan yang lalu.

7) Riwayat ginekologi
a) Infeksi vagina.
b) Penyakit menular seksual

8) Riwayat seksual.
Pola hubungan seksual, rekuensi berhubungan, dan masalah
seksual lainya.
9) Riwayat pernikahan.
a) Nikah atau tidak.
b) Berapa kali menikah.
c) Berapa lama menikah.

10) Riwayat keluarga berencana


Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
menggunakan kontrasepsi dan apakah ada kegagalan dalam
menjalankan program berKB.
67

11) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu


a) Kehamilan

Untuk mengetahui berapa umur kehamilan, bagaimana letak


janin dan berapa tinggi fundus uteri, apakah sesuai dengan
umur kehamilan atau tidak.
b) Persalinan

Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak
perdarahan, waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana
tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat persalinan prematur
sebelumnya.
c) Nifas

Apakah ada luka episiotomi atau robekan jalan lahir yang telah
dijahit.
d) Anak

Jenis kelamin, hidup atau mati, kalau sudah meninggal pada


usia berapa dan sebab meninggal, berat badan dan panjang
badan waktu lahir.
12) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan Antropometrik : BB,TB, LILA
b) BI ( Breathing )
Tampak

pembesaran

payudara

dengan

hiperpigmentasi

areolamamae. Nafas spontan adekuat, RR normal 16 20


x/menit, bisa meningkat karena respon rasa nyeri , saturasi
perifer normal ( 95 % 100 % ), tidak ada sianotik, dan tidak
ada suara nafas tambahan .
c) B2 ( Blood )
Akral hangat, perabaan nadi kuat, CRT < 2 detik, TD rentang
normal TD : 100 / 60 120 /80 mmhg, HR : 60 100 x /
menit, HR bisa meningkat jika terjadi respon nyeri terhadap
konstraksi / HIS, suhu badan normal dan bisa meningkat jika
terjadi tanda tanda infeksi.

68

d) B3 ( Brain )
Kesadaran komosmentis, GCS E4M6V5, pupil isokor 3/2 ka,
3/2 kiri, reflek cahaya + / +.
e) B4 ( Bowel )
Status obsetri :
Inspeksi : Ada tidaknya linea alba, linea nigrae, dan striae
livida dan bekas luka operasi.
Palpasi : Terjadi kontraksi atau tidak saat diraba.
Leopold I

Untuk menentukan umur kehamilan dan bagian


apa yang terdapat difundus. Tinggi fundus uteri
hampir mencapai payudara, bagian pada fundus
adalah kepala dengan persentase melenting.

Leopold II

Untuk menentukan punggung bayi.

Leopold III

Untuk menentukan bagian terendah janin dan


sudah masuk PAP atau belum. Pada kasus
postdate kepala sudah masuk ke PAP.

Leopold IV

Untuk mengukur seberapa jauh bagian terendah


janin masuk PAP. Pada kasus postdate kepala
sudah berada pada PAP.
Auskultasi :

DJJ ( normal : 120-140x

/menit ).DJJ bisa meningkat jika terjadi distress


nafas pada janin.
Status nutrisi : Nutrisi klien adekuat, tidak ada mual dan
muntah, BAB normal.
f) B5 ( Blader ) :
BAK spontan , warna jernih, tidak ada kemerahan ataupun
bercampur darah karena tidak disertai dengan tanda tanda
persalinan . Pada pemeriksaan genetalia didapatkan cairan
ketuban yang merembes dengan warna jernih / keruh, berbau /
tidak.VT dilakukan sesuai indikasi jika KPD disertai dengan
pembukaan serviks.bekas luka jahitan daerah perineum ada
atau tidak, dan juga ada tidaknya hemoroid .
69

g) B6 ( Bone )
Kekuatan tonus otot normal, tidak ada odema, tidak ada
varises, dan pembatasan aktifitas / tirah baring miring kiri
untuk mencegah keluarnya cairan ketuban lebih banyak lagi.
Tidak merasakan kontraksi walaupun umur kehamilan suda
lebih dari 42 bulan
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen cidera biologis
2) Ansietas b.d perubahan status kesehatan dan ancaman keselamatan janin
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi
c. Intervensi
No
1

Diagnosa

Tujuan dan kriteria

Rencana tindakan

Keperawatan

hasil

keperawatan

Nyeri akut

Kontrol nyeri

berhubungan dengan Tingkat kenyamanan


agen injuri biologis.

Manajemen nyeri :
1. Lakukan pengkajian

Setelah dilakukan

komprehensif terhadap

intervensi keperawatan

nyeri (PQRST), observasi

selama 2 x 24 jam

tanda nonverbal adanya

klien dapat mengontrol

ketidaknyamanan

nyeri dan mencapai

2. Gunakan teknik

tingkat kenyamanan,

komunikasi terapeutik

ditandai dengan:

untuk mengetahui

Klien mengenali

pengalaman nyeri

faktor penyebab
nyeri
Klien mengenali

3. Tentukan dampak nyeri


terhadap kualitas hidup
(ex: tidur, selera makan,

lamanya (onset)

aktivitas, kognisi, mood,

nyeri

dll)

Klien mampu

4. Sediakan informasi

menggunakan

tentang nyeri, misalnya

metode

penyebab, onset dan

nonfarmakologik

durasi nyeri, antisipasi


70

untuk mengurangi

ketidaknyamanan karena

nyeri

prosedur tertentu

Klien melaporkan
nyeri terkontrol
Klien melaporkan

5. Kontrol factor lingkungan


yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap

skala nyeri

ketidaknyamanan (ex:

berkurang

suhu ruang, kebisingan,

Klien melaporkan
frekuensi nyeri
berkurang
Ekspresi wajah
postur tubuh rilek
Klien melaporkan
skala nyeri
berkurang
Klien melaporkan
kenyamanan
Klien

cahaya)
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(relaksasi).
7. Tingkatkan istirahat dan
tidur.
8. Monitor kepuasan pasien
dengan manajemen nyeri
yang dilakukan
9. Observasi reaksi
nonverbal dari

mengekpresikan

ketidaknyamanan

kepuasan dengan

10. Evaluasi pengalaman

control nyeri
TTV dalam rentang
normal
TD : 100 120 / 60
80 mmhg

nyeri masa lampau


11. Evaluasi efektivitas
intervensi
12. Kolaborasikan tatalaksana
penanganan KPD

HR : 60 100 x /
menit
RR : 16 20 x /
menit
2

Ansietas

Kontrol kecemasan.

berhubungan dengan Koping.


perubahan

status Setelah dilakukan

Penurunan kecemasan
1. Gunakan pendekatan
teknik komunikasi
71

kesehatan

dan asuhan keperawatan

terapeutik

ancaman

selama 2 x 24 jam

keselamatan janin

kecemasan klien teratasi

situasi yang menimbulkan

dengan kriteria hasil:

kecemasan

Klien mampu

2. Bantu klien mengenal

3. Nyatakan dengan jelas

memonitor

harapan terhadap perilaku

intensitas cemas.

klien

Klien mampu
menghilangkan
faktor penyebab

4. Jelaskan semua prosedur


pengobatan dan perawatan
5. Temani klien untuk

kecemasan.

memberikan keamanan

Klien mampu

dan mengurangi takut

mengenal dan
mengungkapkan
gejala cemas
Klien mampu
menggunakan
strategi koping yang

6. Anjurkan keluarga untuk


mendampingi klien
7. Instruksikan pada klien
untuk menggunakan
tehnik relaksasi.
8. Dorong klien untuk

efektif untuk

mengungkapkan perasaan,

mengontrol

ketakutan, persepsi

kecemasan.

9. Identifikasi tingkat

Vital sign klien

kecemasan klien

dalam kisaran :
Penampilan fisik,
perilaku, bahasa
tubuh dan tingkat
aktivitas klien
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
3

Kurang pengetahuan Setelah dilakukan

Teaching : disease Process

berhubungan dengan asuhan keperawatan

1. Berikan penilaian tentang


72

keterbatasan sumber selama ..........., kurang

tingkat pengetahuan

informasi

pengetahuan teratasi

pasien tentang proses

dengan kriteria hasil:

penyakit yang spesifik

Pengetahuan : proses

2. Jelaskan patofisiologi dari

penyakit.

penyakit yang dialami

oleh klien

Klien familier
dengan nama

3. Gambarkan tanda dan

penyakit.

gejala yang biasa muncul

Klien mampu

pada penyakit, dengan

menjelaskan proses

cara yang tepat

penyakit, penyebab,

4. Gambarkan proses

faktor resiko, efek

penyakit, dengan cara

penyakit, tanda dan

yang tepat

gejala, cara untuk

5. Identifikasi kemungkinan

meminimalkan

penyebab, dengan cara

perburukan

yang tepat

penyakit,

6. Sediakan informasi pada

komplikasi, tanda

pasien tentang kondisi,

dan gejala

dengan cara yang tepat

komplikasi, serta
pencegahan
komplikasi.

7. Hindari harapan yang


kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
73

10. Diskusikan pilihan terapi


atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.

74

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Trigger Case


Ny. Z datang ke RS dengan keluhan perut terasa mules, kenceng kenceng sampai
kepinggang, dan keluar cairan jernih yang merembes terus secara tiba tiba. Setelah dilakukan
pengkajian didapatkan hasil klien pernah mengalami abortus saat usia kehamilan 20 minggu.
Klien melakukan ANC secara teratur, klien juga telah melakukan imunisasi TT yang yang
sudah didapat sebanyak 2x saat umur kehamilan 1 bulan dan 6 bulan. TD normal TD : 100 /
80 mmhg, HR : 98 x / menit, S : 37 C.

3.2 Penyelesaian
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Demografi

Nama kilen

: Ny. Z

Umur

: 20 tahun

Agama

: Islam

Suku / bangsa

: Jawa / Indonesia

Pendidikan

: SMU

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jl. K, Surabaya

Tanggal MRS

: 28 / 3 / 2016 jam 05.00

Tanggal MRS

: 28 / 3 / 2016 jam 05.00

Diagnosa

: G211000

2) Keluhan Utama :
Klien mengeluh perut terasa mules, kenceng kenceng sampai kepinggang, dan
keluar cairan jernih yang merembes terus secara tiba tiba.
3) Riwayat Penyakit Sekarang :
75

Klien mengatakan tanggal 27 / 3/ 2016 jam 22.00 setelah berhubungan dengan


suami, tiba tiba perut terasa mules , kenceng kenceng sampai kepinggang,dan
keluar cairan jernih, tidak berbau, tidak bercampur darah dan merembes sampai
pagi ini , karena khawatir oleh keluarga segera dibawa ke RS dengan menggunakan
taxi, masuk IGD Bersalin RS S tgl 28 / 3/ 2016 jam 05.00 dengan kondisi umum
klien sedang, kesadaran composmentis,wajah tampak tegang dan menyeringai dan
saat dikaji klien mengeluh perut masih terasa kenceng kenceng dan ketuban
masih merembes, dengan usia kehamilan 36 minggu.
4) Riwayat Hamil
HPHT 4 Juli 2015 dan HPL 11 April 2016, ANC yang dilakukan 4 x ditempat
praktek bidan dekat rumahnya, dan Imunisasi TT yang yang sudah didapat
sebanyak 2x saat umur kehamilan 1 bulan dan 6 bulan.
5) Riwayat Psikologis
Klien mengungkapkan ketidaktahuanya kenapa air ketuban bisa keluar secara tiba
tiba sehabis berhubungan, dan klien merasa cemas dan khawatir akan kesehatan
diri dan janin yang dikandungnya
6) Riwayat Persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat abortus satu tahun yang lalu dengan usia kehamilan 20 minggu.
7) Riwayat penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi maupun
diabetes mellitus yang berhubungan dengan kondisi kesehatan dan kehamilannya.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Antropometrik :
BB sebelum hamil

: 50 kg

BB saat ini

: 60 kg

TB

: 150 cm

LILA

: 24 cm

BI ( Breathing )
Tampak pembesaran payudara dengan hiperpigmentasi areolamamae.
Nafas spontan adekuat, RR 24 x/menit , saturasi perifer normal ( 95 % 100 % ), tidak
ada sianotik, dan tidak ada suara nafas tambahan .
76

B2 ( Blood )
Akral hangat, perabaan nadi kuat, CRT < 2 detik, TD normal TD : 100 / 80 mmhg, HR
: 98 x / menit, S : 37 C

B3 ( Brain )
Kesadaran komosmentis, GCS E4M6V5, pupil isokor 3/2 ka, 3/2 kiri, reflek cahaya
+/+.
B4 ( Bowel )
Abdomen
a) Inspeksi :

Tidak terdapat luka bekas operasi, tampak adanya strie livida.

b) Palpasi :

Kontraksi : 2x setiap 10 menit, selama 20 detik


Leopold I :

TFU : 3 jari dibawah px , Fundus : teraba bulat,

lunak, tidak melenting yaitu bokong


Leopold II : Kanan : teraba keras panjang seperti papan yaitu
punggung , Kiri : teraba bagian terkecil janin yaitu ekstremitas
Leopold III : Bagian bawah janin teraba bulat, keras, seperti bola,
tidak melenting, tidak bisa digoyangkan yaitu kepala
Leopold IV : Bagian terendah janin tidak bisa digoyangkan sudah
masuk PAP (Divergen) 2/5 bagian
TFU Mc. Donald : 30 cm
TBJ : (TFU-11) x 150
: (30 11) x 150 = 2850 gram
c) Auskultasi

: DJJ , Punctum Maximum : sebelah kanan bawah pusat


Frekuensi : 150 x/menit, teratur.

B5 ( Blader ) :
BAK spontan , warna jernih dengan menggunakan pispot.Pada pemeriksaan genetalia
didapatkan cairan ketuban yang merembes dengan warna jernih dan berbau amis.
VT ( Vagina Toucher ) : pembukaan 2 cm, ketuban ( - ),cairan ketuban merembes
berbau amis.Hemoroid tidak ada

77

B6 ( Bone )
Kekuatan tonus otot normal, tidak ada odema, tidak ada varises, dan pembatasan
aktifitas / tirah baring miring kiri untuk mencegah keluarnya cairan ketuban lebih
banyak lagi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan Tes Lakmus (tes Nitrazin) : Kertas lakmus merah berubah menjadi biru yang
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) : terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Pemeriksaan hasil lab DL: Kadar HB 12 g/dl, dan leukosit normal 10.000
2. Analisa Data
No
1

Data Fokus
DS :
Klien mengeluh perut terasa
mules, kenceng kenceng
sampai kepinggang, dan keluar
cairan jernih yang merembes
terus secara tiba tiba , dengan
usia kehamilan 36 minggu.

Etiologi
Agen injuri
Biologis

Problem
Nyeri akut

DO ;
Wajah tampak tegang dan
menyeringai saat kontraksi
terjadi.
VT ( Vagina Toucher ) :
pembukaan 2 cm, ketuban ( ),cairan ketuban merembes
berbau amis.
Usia kehamilan 36 minggu
dengan HPHT 4 Juli 2015 dan
HPL 11 April 2016
Vital Sign :
100 / 80 mmhg, N : 98 x/m, RR
: 24 x/ menit,
Kontraksi : 2x setiap 10 menit,
selama 20 detik

DS :
Klien merasa cemas dan

Perubahan status
kesehatan dan
keselamatan janin

Ansietas

78

khawatir akan kesehatan diri dan


janin yang dikandungnya
DO :
Ungkapan verbal kekhawatiran
klien
Vital sign TD : 100/ 80 mmhg,
N ; 98 x/ menit, RR 24 x/ menit

DS :
Klien mengatakan tidak tahu
kenapa air ketuban bisa
merembes tiba tiba setelah
berhubungan dan perut terasa
mulas / kenceng kenceng.

Keterbatasan
sumber informasi

Kurang
pengetahuan

DO :
Ungkapan verbal ketidaktahuan
klien tentang penyebab KPD
4

DS :
Klien mengeluh perut terasa
mules, kenceng kenceng
sampai kepinggang, dan keluar
cairan jernih yang merembes
terus secara tiba tiba , dengan
usia kehamilan 36 minggu.

Pertahanan primer
tubuh yang tidak
adekuat ( pecah
ketuban dini )

Resiko Infeksi

DO ;
Wajah tampak tegang dan
menyeringai saat kontraksi
terjadi.
VT ( Vagina Toucher ) :
pembukaan 2 cm, ketuban (-),
cairan ketuban merembes
berbau amis.
Usia kehamilan 36 minggu
dengan HPHT 4 Juli 2015 dan
HPL 11 April 2016
Vital Sign :

79

100 / 80 mmhg, N : 98 x/m, RR


: 24 x/ menit,
Kontraksi : 2x setiap 10 menit,
selama 20 detik
Hasil pemeriksaan penunjang ;
Dilakukan Tes Lakmus (tes
Nitrazin) : Kertas lakmus merah
berubah menjadi biru yang
menunjukkan adanya air
ketuban (alkalis).
Pemeriksaan ultrasonografi
(USG) : terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit.
Pemeriksaan hasil lab DL:
Kadar HB 12 g/dl, dan leukosit
normal 10.000

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis.
b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan ancaman
keselamatan janin
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi
d. Resiko infeks dengan factor resiko pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat (
pecah ketuban dini )
4. Intervensi
No
1

Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Rencana tindakan keperawatan
Nyeri akut
Manajemen
nyeri :
Kontrol nyeri
berhubungan dengan
1. Lakukan pengkajian
Tingkat kenyamanan
agen injuri biologis.
Setelah dilakukan intervensi
komprehensif terhadap
keperawatan selama 2 x 24 jam
nyeri (PQRST), observasi
klien dapat mengontrol nyeri dan
tanda nonverbal adanya
mencapai tingkat kenyamanan,
ketidaknyamanan
ditandai dengan:
2. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
Klien mengenali faktor penyebab
pengalaman nyeri
nyeri
3. Tentukan dampak nyeri
Klien mengenali lamanya
terhadap kualitas hidup (ex:
(onset) nyeri
tidur, selera makan,
Klien mampu menggunakan
metode nonfarmakologik

80

untuk mengurangi nyeri


Klien melaporkan nyeri
terkontrol
Klien melaporkan skala nyeri
berkurang
Klien melaporkan frekuensi
nyeri berkurang
Ekspresi wajah postur tubuh
rilek
Klien melaporkan skala nyeri
berkurang
Klien melaporkan kenyamanan
Klien mengekpresikan kepuasan
dengan control nyeri
TTV dalam rentang normal
TD : 100 120 / 60 80 mmhg
HR : 60 100 x / menit
RR : 16 20 x / menit

Ansietas
berhubungan dengan
perubahan
status
kesehatan
dan
ancaman
keselamatan janin

Kontrol kecemasan.
Koping.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 x 24 jam
kecemasan klien teratasi dengan
kriteria hasil:
Klien mampu memonitor
intensitas cemas.
Klien mampu menghilangkan
faktor penyebab kecemasan.
Klien mampu mengenal dan
mengungkapkan gejala cemas
Klien mampu menggunakan
strategi koping yang efektif
untuk mengontrol kecemasan.
Vital sign klien dalam kisaran :
Penampilan fisik, perilaku, bahasa
tubuh dan tingkat aktivitas klien
menunjukkan berkurangnya
kecemasan

aktivitas, kognisi, mood,


dll)
4. Sediakan informasi tentang
nyeri, misalnya penyebab,
onset dan durasi nyeri,
antisipasi ketidaknyamanan
karena prosedur tertentu
5. Kontrol factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap
ketidaknyamanan (ex: suhu
ruang, kebisingan, cahaya)
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologi ( relaksasi).
7. Tingkatkan istirahat dan
tidur.
8. Monitor kepuasan pasien
dengan manajemen nyeri
yang dilakukan
9. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
10. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
11. Evaluasi efektivitas
intervensi

Penurunan kecemasan
1. Gunakan pendekatan
teknik komunikasi
terapeutik
2. Bantu klien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
3. Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap perilaku
klien
4. Jelaskan semua prosedur
pengobatan dan perawatan
5. Temani klien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
6. Anjurkan keluarga untuk
mendampingi klien
7. Instruksikan pada klien
untuk menggunakan tehnik
relaksasi.
8. Dorong klien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi

81

9. Identifikasi tingkat
kecemasan klien
4

Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
keterbatasan sumber
informasi

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama
.............................. kurang
pengetahuan teratasi dengan kriteria
hasil:
Pengetahuan : proses penyakit.
Klien familier dengan nama
penyakit.
Klien mampu menjelaskan
proses penyakit, penyebab,
faktor resiko, efek penyakit,
tanda dan gejala, cara untuk
meminimalkan perburukan
penyakit, komplikasi, tanda dan
gejala komplikasi, serta
pencegahan komplikasi.

Teaching : disease Process


1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit
yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit yang dialami oleh
klien
3. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang
tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara yang
tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10.Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11.Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12.Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13.Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

82

Resiko infeks dengan


factor
resiko
pertahanan primer
tubuh yang tidak
adekuat ( pecah
ketuban dini )

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan
selama.....................risiko uinfeksi
teratasi, dengan kriteria hasil:
Status imun
Pengetahuan : kontrol infeksi
Kontrol resiko
Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
Klien menunjukkan
kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit normal
Klien menunjukkan perilaku
hidup sehat
Status imun, gastrointestinal,
Genitourinaria normal

Kontrol infeksi
1. Terapkan
universal
precaution
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Beri higiene yang baik
4. Monitor tanda dan gejala
infeksi (local dan sistemik)
5. Ajarkan teknik cuci tangan
6. Ajarkan pada pasien dan
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya
kepada
petugas
7. Kolaborasi dokter bila ada
tanda infeksi
Proteksi infeksi
1. Tingkatkan cairan dan
nutrisi
2. Pertahankan teknik aseptic
dalam tiap tindakan
3. Ganti peralatan perawatan
pasien per prosedur protocol
4. Lakukan pemeriksaan
kultur bila suspek infeksi
dan laporkan hasilnya pada
petugas yang berwenang
5. Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan
6. Tingkatkan tidur dan
istirahat
7. Kelola pemberian antibiotic
8. Ajarkan pada pasien dan
keluarga cara menghindari
infeksi
9. Monitor tanda dan gejala
infeksi
sistemik dan
lokal
10. Kolaborasikan tatalaksana
penanganan KPD segera
terminasi dan dilakukan
induksi.

83

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai keluarnya cairan amnion secara
spontan dari membrane amnion. Cairan keluar melalui membrane fetal yang
mengalami rupture dan terjadi setelah 28 minggu dari kehamilan dan beberapa
jam kelahiran yang sebenarnya terjadi. Kata premature bukan berarti

usia

kehamilan yang masih preterm. Ketuban pecah dini juga merupakan salah satu
etiologi dari kelahiran preterm atau kelahiran prematur. Kelahiran prematur itu
sendiri didefinisikan sebagai pembukaan cervix dan kontraksi uterus serta
kelahiran bayi yang terjadi sebelum usia gestasi mencapai 37 minggu (20-37
minggu). Kelahiran prematur yang paling serius pada kehamilan karena 90% bayi
yang dilahirkan secara prematur akan meninggal dan lebih dari 75% yang
meninggal adalah bayi yang dilahirkan pada usia gestasi kurang dari 37 minggu.
Dalam patologi persalinan, selain ketuban pecah dini dan kelahiran
preterm juga ada kelahiran posterm. Kelahiran postmature atau biasa disebut
kelahiran post date didefinisikan sebagai kelahiran yang terjadi pada saat usia
gestasi memasuki akhir minggu ke 42 atau lebih dari 294 hari dari HPHT. Insiden
kelahiran bayi posature atau posterm diperkirakan 4-19 %. Dari patologi
kehamilan dan persalinan tersebut diatas dapat berakibat buruk pada ibu dan bayi
apabila tidak mendapatkan asuhan keperawatan yang sesuai dan segera.

4.2 Saran
Bagi pembaca diharapkan dapat memahami konsep ketuban pecah dini,
kelahiran preterm dan kelahiran posterm agar dapat mengetahui apa saja yang
menjadi penyebab masalah-masalah tersebut sehingga dapat membantu dalam
pencegahannya.
Bagi perawat agar dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan secara baik
dan benar guna untuk mengurangi AKI dan AKB di negara kita. Selain itu agar
perawat dapat juga untuk membantu mencegah terjadinya masalah keperawatan
pada ibu hamil tersebut.
84

DAFTAR PUSTAKA

A. G., 2013. Premature Rupture Membranes. s.l.:Albama Perinatal Excellence


Collaborative.
Bobak, I. M., Laudermilk, D. L., Jensen, M. D. & Perry, S. E., 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. 4 ed. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (Eds.). (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) (6 ed.). St. Louise, Missouri: Mosby
Elsevier Inc.
Gahwagi, M. M., Busarira, M. O. & Atia, M., 2015. Premature Rupture of
Membranes Characteristics, Determinants, and Outcomes. Libya: Benghazi
Medical University.
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Institute of Obstetricians and Gynaecologists, 2015. Preterm Prelabour Rupture if
The Membranes (PPROM). Ireland: Royal College of Physicians .
Mercer, B., 2012. Premature Rupture of Membranes. 6 ed. Philadelphia: Saunders.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (Eds.). (2013). Nursing
Outcomes Classifications (NOC): Measurement of Health Outcomes (5 ed.).
St. Louise, Missouri: Elsevier Mosby.
Perry, S. E., Hockenberry, M. J., Lowdermilk, D. L. & Wilson, D., 2010. Maternal
Child Nursing Care. 4 ed. Missouri: Mosby Elsaver.
Perry, S. E., Hockenberry, M. J., Lowdermilk, D. L. & Wilson, D., 2014. Maternal
Child Nursing Care. Missouri: Elsevier Mosby.

85

You might also like