Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Andri Susilowati
P07120213005
Arsinda Prastiwi
P07120213007
Dewi Masithoh
P07120213011
P07120213014
Intan Mirantia
P07120213022
Nia Handayani
P07120213027
BAB I
PENDAHULUAN
A; Latar Belakang
BAB II
BIOGRAFI TOKOH
SUSTER APUNG
mengalami penyakit berat bahkan kritis disebuah pulau, namun cuaca buruk
lautan menghadang dengan kondisi ombak yang sangat menyeramkan dan bisa
saja sewaktu-waktu menenggelamkan dirinya ke dalam perairan Flores. Dalam
keadaan demikian pun ia harus tetap bertugas, namun kepuasan batin dan
kebahagiaan selalu dirasakannya ketika pasien yang ditolongnya dapat sembuh
dan selamat. Pengalaman tak terlupakan.
Berbagai pengalaman medis selama hampir tiga dasawarsa lebih
membuatnya mengenal dengan baik pekerjaannya. Pengalaman tersebut tak
ubahnya seperti pembelajaran dalam rangka membuat dirinya menjadi lebih
tanggap dan sigap dalam menjalankan pekerjaan. Pada awal dia bertugas pada
tahun 1979, perahu motornya pernah menghantam karang. Rabiah dan 14 orang
penumpang lainnya terdampar tujuh hari tujuh malam di Pulau Karang Kapas,
pulau karang tanpa tumbuhan dan tak berpenghuni. "Kapal yang saya tumpangi
kebetulan membawa penyu. Lalu, kami membakar besi dan menulis kapal Pelita
Jaya terdampar di atas karangkapas tanggal 6, bulan 3, malam Selasa, di atas kulit
penyu yang sudah mati. Setelah tujuh hari, akhirnya datang bantuan dari Pulau
Sailus Kecil," kenang Rabiah. Dalam peristiwa itu, Rabiah harus berbagi nasi
yang dimasak dari beras seliter untuk 14 orang per hari. Sebagai bahan bakar, ia
menggunakan kayu dari puing-puing kapal yang rusak terhantam karang. Dalam
menjalankan tugasnya, suster Rabiah memang harus menggunakan perahu dan
melawan ombak. Itu dilakoninya dengan ikhlas. Tujuannya hanya satu:
mendatangi orang yang membutuhkan pertolongannya. Ke pelosok mana pun
Rabiah datang untuk menolong. Ia mendedikasikan hidupnya untuk orang banyak
sepanjang 30 tahun.
Pengalaman lainnya yang tak pernah dia lupakan adalah sewaktu
malakukan pertolongan kepada pasien yang kritis dan sangat membutuhkan cairan
infus dalam pengobatannya, namun cairan infus yang tersedia ternyata sudah
kadaluwarsa. Dengan izin keluarga dan berat hati Rabiah tetap memasangkan
cairan infus tersebut, namun berkat pertolongan yang maha kuasa dan
pengorbanan ikhlas tanpa pamrih yang dilakukan Rabiah, pasien tersebut akhirnya
dapat berangsur sembuh dari penyakit diare yang kala itu mewabah di Pulau
Sapuka, tempat ia bertugas.
Salah satu tantangan berat yang dihadapinya adalah ketika ada panggilan
untuk menolong pasien gawat. Perjuangan terasa kian berat dengan kondisi laut
yang tidak bersahabat. Karena keadaan pasien yang tidak memungkinkan untuk
dibawa ke Puskesmas Sapuka atau sarana kesehatan lainnya, mau tak mau Andi
pun menerjang amukan ombak. Kerasnya hantaman ombak ditambah dengan
kondisi kapal yang tak cukup layak membuat Andi tak henti berdoa seraya
memohon keselamatan.
Kondisi alam yang masih liar itu juga yang membuat keluarganya
khawatir dan tidak menyetujui keputusan Andi untuk menetap di Pulau Sapuka
dalam waktu lama. Apalagi mereka menduga, mendiang suami Andi meninggal
karena ilmu hitam di sana. Namun tekadnya sudah bulat, ia seakan tak
menghiraukan kekhawatiran orang-orang terdekat dan tetap melanjutkan masa
pengabdiannya. Pengorbanannya yang kerap berhadapan dengan maut seakan
terbayar ketika pasiennya sembuh dari penyakitnya. Tak heran jika kehadirannya
selalu dirindukan oleh mereka yang membutuhkan jasanya. Kedekatan itu
membuat hubungan Suster Rabiah dan masyarakat sekitar layaknya keluarga.
Panggilan tugas yang datang tidak menentu, membuat Rabiah terpaksa
menitipkan anak bungsunya sejak masih berusia delapan bulan. Tiga bahkan
hingga enam bulan lamanya Rabiah menahan kerinduan kepada buah hatinya
tercinta. Statusnya sebagai orang tua tunggal yang menjadi ibu sekaligus ayah
bagi keempat anaknya memang bukan hal mudah. Kerja keras dan keringat
Rabiah dihargai 1,7 juta rupiah per bulannya. Uang itu digunakan untuk
memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kebutuhannya sendiri sudah tercukupi dari
hasil bekerja sebagai perawat. Bahkan dia telah dua kali menunaikan ibadah haji.
Rabiah pertama kali menginjakkan kakinya di tanah suci Mekah pada tahun 1993.
Setahun kemudian, ia kembali mendapatkan kesempatan yang sama ketika ia
menjadi petugas kesehatan untuk jemaah haji.
Meski begitu, dia memendam harapan, kelak suatu saat ada secuil
perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memberikan insentif
diterimanya. Salah satu apresiasi besar datang dari Bapak Jusuf Kalla yang pada
waktu itu masih menjabat sebagai wakil presiden Republik Indonesia, ia
memberikan bantuan satu unit kapal motor untuk keperluan transportasinya kala
hendak menolong pasien. Kapal motor tersebut merupakan salah satu fasilitas
yang selama ini diidamkan oleh Rabiah dalam menunjang pekerjaannya menolong
orang dari pulau ke pulau.
Bagi Rabiah pengorbanannya selama ini merupakan salahsatu bentuk
pengabdian dan jalan hidupnya, namun ia masih berharap akan adanya perhatian
pemerintah terhadap kesejahteraan fasilitas kesehatan, khususnya di wilayahwilayah terpencil seperti di Pulau Sapuka tempatnya bertugas selama ini. Selain
itu ia juga berharap akan adanya pemenuhan kesejahteraan sehingga dapat
menarik minat orang agar mau bertugas di daerah-daerah terpencil seperti itu,
mengingat saat ini hanya segelintir orang saja yang mau bertugas dan ditempatkan
di wilayah-wilayah terpencil seperti itu. Dia merasa perjuangannya perlu ada
yang melanjutkan sebab ketika masanya ia harus berhenti maka masyarakat perlu
figur baru yang siap mengemban tugas mulia menolong sesama seperti yang
dilakukan oleh Sang suster apung Andi Rabiah.
BAB III
ANALISA MASALAH
A; Masalah
dan terpencil hanya sedikit. Hal ini dikarenakan banyaknya tenaga kesehatan
yang enggan mengabdikan diri di tempat yang terpencil dan tertinggal dengan
berbagai alasan antara lain:
1; Akses sulit
2; Tidak ingin tinggal berjauhan dengan orang tuan dan teman-teman
3; Insentif sedikit
4; Kualitas dan kuantitas SDM kurang
B; Analisa
1; Analisa Penyebab Masalah
Tidak ingin tinggal berjauhan dari keluarga dan teman juga menjadi
alasan untuk enggak bekerja di daerah terpencil dan tertinggal. Takut
hidup sendiri, takut ketinggalan berita dan mode terkini mungkin juga
menjadi faktor pencetus buruknya distribusi tenaga kesehatan. Selain itu,
bekerja di daerah terpencil dan tertinggal memang memiliki insentif yang
lebih sedikit dibandingkan dengan bekerja di daerah perkotaan yang padat
penduduk.
Tidak meratanya distribusi tenaga kesehatan sebenarnya sangat
disayangkan padahal sekolah kesehatan kian menjamur dimana-mana.
Banyaknya sekolah kesehatan tidak berbanding lurus dengan kualitas
SDM yang dihasilkan. Faktanya, meskipun banyak tenaga kesehatan yang
diluluskan distribusinya masih tetap tidak merata. Daerah perkotaan
semakin padat sedangkan daerah terpencil dan tertinggal kian sepi
peminat.
2; Keteladanan
Keteladanan yang dapat diambil dari kisah suster apung, antara lain:
a; Teguh dan sabar dalam pekerjaan
BAB IV
PENUTUP
A; Kesimpulan
Hj. Andi Rabiah atau yang lebih dikenal dengan nama Suster Apung
adalah salah satu perawat yang mendedikasi hidupnya untuk membantu
sesama di daerah kepulauan. Tidak pernah terbesit di dalam pemikirannya
bahwa ia akan menghabiskan separuh hidupnya mengarungi lautan di
Kepulauan Sulawesi dan Flores untuk menyembuhkan pasien-pasien yang
tersebar di sekitar pulau-pulau kecil dengan hanya berbekal tekad dan perahu.
Dalam melakukan kegiatannya ia tidak pernah mengeluh sekalipun, bahkan
pada tahun pertamanya ia bekerja sebagai perawat, ia selalu menagih janji
kepada kepala desa yang pernah menjanjikannya untuk melaut. Sebagai
perawat, ia memiliki prinsip yaitu bekerja sebagai pelayanan dan tanggung
jawab kepada masyarakat. Ia memandang bahwa mereka juga saudara kita
dan rakyat Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Seperti
yang ia katakan suatu waktu Tidak ada yang boleh meninggal karena
melahirkan dan tidak ada pula yang boleh meninggal karena diare. Sebuah
sikap yang terus diperjuangkan sekuat tenaga meskipun selalu mengarungi
lautan yang sering kali tidak ramah. Walaupun hasil gaji yang diterima
tidaklah besar dan tidak ada jaminan asuransi, namun Ia tetap mengabdikan
dirinya untuk membantu pasien yang membutuhkan jasanya.
Ibu Rabiah lahir di Sigeri, Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep), 29 Juni 1957. Setamat SMP, ia melanjutkan sekolah di Penjenang
Kesehatan (PK), sekolah kesehatan setingkat SPK. Masuk ke PK pada 19751976. Lulus PK, April 1977, Ibu Rabiah jadi pegawai negeri sipil di
Puskesmas Liukang Tanggaya, Pulau Saputan, Kecamatan Liukang Tanggaya,
Kabupaten Pangkep. Status itu masih disandangnya hingga kini. Di
Puskesmas Liukang Tanggaya, wilayah kerjanya meliputi 25 pulau. Di
antaranya, Pulau Sumanga, Saelo, Satanga, dan Kapoposan Bali. Ke-25 pulau
itu dibagi jadi lima wilayah, yaitu wilayah Tengah, Barat, Utara, Timur, dan
Selatan.
Ibu Rabiah menggambarkan, jarak tempuh dari wilayah tengah ke
wilayah timur berkisar 11 jam perjalanan dengan transportasi air. Bahkan, ada
pulau yang letaknya lebih dekat ke Lombok ketimbang ke Makassar sehingga
perjalanan butuh waktu lebih lama lagi. Selama menjalani pekerjaanya
sebagai perawat, tak jarang Ibu Rabiah didera kesulitan. Perahunya bocor
adalah salah satu kendala yang kerap dialaminya. Pada 1979, perahu
motornya malah pernah menghantam karang. Ibu Rabiah dan 14 orang
penumpang lainnya terdampar tujuh hari tujuh malam di Pulau Karang
Kapas, pulau karang tanpa tumbuhan dan tak berpenghuni.
Dedikasi, semangat pantang menyerah, tegar, pengorbanan untuk
membantu sesama adalah sedikit gambaran dari Ibu Hj. Andi Ibu Rabiah,
seorang sosok yang patut menjadi teladan bagi kita semua.
B; Saran
Kisah inspiratif Ibu Hj. Andi Rabiah atau yang lebih dikenal dengan
nama Suster Apung, salah satu perawat yang mendedikasi hidupnya untuk
tanpa
mengharapkan
imbalan
apa
pun
dan
tidak
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Hj. Andi Rabiah (Suster Apung) (Artikel). Diakses dari
www.modernisator.org pada tanggal 16 Januari 2016.
Anonim. 2011. Ibu Rabiah: Si Suster Apung (Artikel). Diakses dari
www.tentangtokoh.blogspot.co.id pada tanggal 16 Januari 2016.
Bowo Info. 2011. Ibu Hj. Andi Rabiah/ Suster Apung (Inspiratif Story)
(Artikel). Diakses dari www.info-biografi.blogspot.co.id pada tanggal
16 Januari 2016.
Suriani. 2008. Suster Apung Pernah Terdampar ( Artikel). Diakses dari
www.inilah.com pada tanggal 16 Januari 2016