You are on page 1of 57

Presentasi Kasus

ASTHMA BRONKIAL

Disusun Oleh :
Wiwing Marisya, S.Ked
110.2011.294

Pembimbing :
dr. H. Rizky Drajat, Sp.P

Presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Penyakit Dalam
pada

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KOTA CILEGON
Juni 2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta
salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta
pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis
dapat menyelesaikan presentasi kasus penyakit dalam ini dengan judul
ASTHMA BRONKIAL sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Berbagai
kendala yang telah dihadapi penulis hingga presentasi kasus ini selesai tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. dr. H. Rizky Drajat, Sp.P selaku konsulen SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Cilegon yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik
kepada penulis dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
2. Kedua orang tua tercinta dan tentunya teman-teman seperjuangan di bagian
Ilmu Penyakit dalam RSUD Cilegon .

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini,


kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata
bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan
dan kekhilafan yang dibuat. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi penulis dan pembaca dalam memberikan sumbang pikir dan
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan saran yang
konstruktif sangat penulis harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik di
dalam penyempurnaan presentasi kasus ini.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
merahmati kita semua.

Cilegon, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................i


Daftar isi .............................................................................................................iii
Laporan kasus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Identifikasi ...................................................................................................5
Anamnesis ...................................................................................................5
Pemeriksaan fisik ........................................................................................8
Pemeriksaan penunjang ...............................................................................9
Diagnosis ...................................................................................................10
Pemeriksaan yang dianjurkan ...................................................................10
Terapi yang diberikan ................................................................................11
Prognosis ...................................................................................................11

Analisa Kasus .....................................................................................................17


Tinjauan Pustaka
Definisi..............................................................................................................21
Epidemiologi .....................................................................................................21
Faktor resiko......................................................................................................22
Klasifikasi..........................................................................................................23
Patogenesis dan Patofisiologi ...........................................................................27
Diagnosis .........................................................................................................32
Diagnosis banding ............................................................................................35
Penatalaksanaan ................................................................................................37
Komplikasi ........................................................................................................51
Prognosis............................................................................................................51
Daftar Pustaka ....................................................................................................52

ANALISA KASUS ASMA BRONKIALE


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik
Penyusun

: Asma Bronkiale
: Wiwing Marisya (1102011294)

I. Identitas Pasien
- Nama

: Ny. S

- Usia

: 24 tahun

- Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

- Agama

: Islam

- Alamat

: Kp. Ragas Grenyang, Kec. Pulo Ampel, RT

15/ RW 7
- No. CM

: -- -- --

- Tanggal masuk

: 2 Juni 2015

- Ruangan

: Alamanda RSUD Cilegon

II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa
o Keluhan Utama:
Sesak Nafas
o Keluhan tambahan:
Batuk berdahak, demam, keringat malam
o Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak

1 minggu

SMRS. Sesak nafas dirasakan tiba-tiba. Sesak napas dirasakan


memberat pada pagi dan malam hari atau saat suasana dingin
atau jika pasien kelelahan dan bila dalam posisi tidur terlentang.
Pasien menyangkal menggunakan pendingin ruangan dan karpet
bulu dikamar tidurnya. Sesak nafas berbunyi ngik ketika pasien
membuang nafas. Gejala berkurang ketika pasien meminum obat
5

yang pernah diresepkan oleh dokter (pasien tidak tahu merk


dagang obat). Keluhan seperti ini sering dialami oleh pasien.
Pasien juga mengeluhkan batuk 1 minggu SMRS setelah gejala
sesak muncul. Batuk dialami berulang-ulang oleh pasien, ada
dahak, nyeri telan disangkal. Mengeluh demam 4 hari SMRS,
berkeringat malam. Keluhan juga dirasakan nyeri dada dan dada
berdebar-debar. Kebiasaan merokok dan orang sekitar pasien
merokok disangkal oleh pasien.
o Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat asma (+), riwayat pengobatan OAT (-)
o Riwayat Penyakit Keluarga:
Di keluarga tidak ada yang mengeluh seperti ini
o Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem
tersebut. Tanda strip (-) menandakan keluhan di sistem tersebut
disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul

(-)

Rambut

(-)

(-)

Ikterus

Kuku

(+
)
(-)
(-)

Keringat malam
Sianosis
Lain-lain

Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop

(-)
(-)

Mata
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sklera Ikterus

(-)
(-)
(-)

Sekret
Gangguan penglihatan
Penurunan ketajaman
penglihatan

(-)
(-)
(-)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret

Nyeri kepala
Nyeri sinus

Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Epistaksis

(-)
(-)
(-)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

Mulut
(-) Bibir
(-) Gusi
(-) Selaput

(-)
(-)
(-)

Lidah
Gangguan pengecapan
Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok

(-)

Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan/ massa

(-)

Nyeri leher

(+
)
(-)
(+
)

Sesak nafas

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Perut membesar
Wasir
Mencret
Melena
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan

Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada
(-)
(-)

Berdebar-debar
Ortopnoe

Abdomen (Lambung / Usus)


(-) Rasa kembung
(-) Mual
(-) Muntah
(-) Muntah darah
(-) Sukar menelan
(-) Nyeri perut

Batuk darah
Batuk

Saluran Kemih / Alat Kelamin (tidak ada kelainan)


(
Disuria
(
Kencing nanah
)
)
(
Stranguri
(
Kolik
)
)
(
Poliuria
(
Oliguria
)
)
(
Polakisuria
(
Anuria
)
)
(
Hematuria
(
Retensi urin

)
(
)
(
)

Batu ginjal
Ngompol

Otot dan Syaraf


(-) Anestesi
(-) Parestesi
(-) Otot lemah
(-) Kejang
(-) Afasia
(-) Amnesis
(-) Others
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Nyeri sendi
(-) Ptechiae

)
(
)
(
)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kencing menetes
Prostat

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan/ syncope
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

(-)
(-)
(-)

Deformitas
Sianosis
Edema

III. Pemeriksaan Fisik


o VITAL SIGNS:
- Kesadaran
: Compos mentis
- Keadaan Umum
: Sakit Sedang
- Tekanan Darah
: 130/70 mmHg
- Nadi
: 88 kali/menit, regular
- Respirasi
: 29 kali/menit
- Suhu
: 36.7 0C
o STATUS GENERALIS:
1. Kepala :
Normocephal, rambut hitam lebat, dan tidak mudah
dicabut.
2. Mata :
Normal, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+)
3. Hidung :
Bentuk normal, deviasi septum (-), epistaksis (-/-), secret
(-/-)
4. Telinga :
Membran timpani intak (+), serumen (-/-), secret (-/-)
5. Mulut :
Mukosa mulut basah dan lidah dalam batas normal, tidak
sianosis
8

6. Tenggorokan :
Uvula ditengah, tonsil normal, faring hiperemis (-)
7. Leher :
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening,
trakea tidak deviasi, kelenjar tiroid tidak membesar.
8. Dada :
a. Jantung
Inspeksi
: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke-5 sinistra
Perkusi :
Batas atas jantung
: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung
: ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung I-II regular takikardi, murmur
(-), gallop (-)
b. Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vocal simetris kanan dan
kiri sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+,
ekpirasi memanjang.
9. Abdomen
Inspeksi
: Datar, simetris, tidak ada kelainan kulit, tidak
tampak massa, tidak ada pelebaran vena
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi
: Terdengar suara timpani pada keempat kuadran
abdomen
Palpasi : Supel, lembut, turgor normal, organomegali (-), nyeri
tekan epigastrium (-)
10.
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/Inferior
: Akral hangat, sianosis -/-, edema -/IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Hb
- Leuko
- Ht
- Trombosit

: 12,1 g/dl
: 9.250 /uL
: 36,5 %
: 254.000 /uL
9

GDS
Natrium
Kalium
Clorida
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin

:
:
:
:

92 mg/dl
139,0 mmol/L
3,14 mmol/L
100,5 mmol/L
: 38 u/L
: 34 u/L
: 12 mg/dl
: 0,6 mg/dl

Radiologi : kesan Bronchopneumonia, cor dalam


batas normal

V. Diagnosis
1. Diagnosis Kerja :
Asma bronkiale + hipokalemia
2. Dasar Diagnosis
Anamnesis : Sesak nafas yang berbunyi, batuk
berdahak, demam(-) riwayat asma.
Pemeriksaan Fisik : Ronchi, Wheezing, ekpirasi
memanjang,retraksi (-)
Pemeriksaan lab : kalium yang rendah
3. Diagnosis banding : asma bronkial, bronkopenumonia
10

USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fungsi faal paru (spirometri)


Pemeriksaan sputum sitologi
Skin test

VI. Terapi yang diberikan


IGD

O2 3Lpm
IVFD RL 20 tpm
Inj.ceftriaxone 1x2 gr dalam
NS 100 cc
Nebu combivent /8 jam
PCT tab 3x1
KSR 1x1

ALAMANDA
IVFD RL+ aminophilin 1 amp /
12jam 13 tpm
Inj. MP (Methylprednisolon) 2
x 12,5 gr
Cetirizine 2x1 tab
Ambroxol 3x1 tab
Salbutamol 3x1 tab
O2 3Lpm
Nebu combivent 4x1
Bed rest total
KSR 1x1
Retaphyl 2x1

VII. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

11

Follow up

12

13

14

15

16

Analisa kasus
1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?
Sudah tepat, karena sesuai dengan gejala dan tanda klinis
pada pasien tersebut. Pasien memiliki gejala-gejala asthma
akibat Sesak nafas yang berbunyi, batuk, dan juga lemas,
dan juga ada riwayat asma. Pemeriksaan Fisik didapatkan
Retraksi(-), Wheezing, dan ronchi. Pemeriksaan lab : kalium
yang rendah.
2. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?
Sudah

3. Apakah prognosis pada pasien ini?

Quo at vitam

: dubia ad bonam

Quo at functionam

: dubia at bonam

4. Apa yang menyebabkan asthma pada pasien ini?


Faktor pencetus serangan asma adalah:
- Infeksi virus saluran nafas. Contoh: Influenza
- Pajanan terhadap allergen. Contoh: Tungau, debu, asap,
bulu binatang, parfum, dll.
- Aktivitas fisik yang berlebihan. Contoh: Berlari, olahraga.
- Emosional. Contoh: takut, marah, stress.
- Obat-obatan. Contoh: Aspirin, -blocker, NSAIDs.
- Lain-lain, seperti: Pengawet makanan, haid, kehamilan,
sinusitis, perubahan cuaca, dll.
5. Edukasi yang dapat disampaikan pada pasien?
Edukasi pada pasien asma merupakan suatu hal
yang sangat penting, dan sebelumnya harus ada dulu
kerjasama yang baik antara dokter/tenaga medis dengan
penderita dan keluarganya. Bila penderita dan keluarganya
memahami penyakitnya dengan baik, maka ia secara sadar
akan menghindari factor-factor pencetus serangan,
menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi kepada
dokter secara tepat. Panderita dan keluarganya harus
diberi motivasi bahwa untuk mengatasi penyakit asma
tidak akan berhasil dengan baik bila hanya dengan obatobatan saja, tetapi harus juga mempunyai pengetahuan
tentang penyakit asma dan penatalaksanaannya.
Salah satu factor penyulit dalam pengobatan asma
adalah penderita datang dalam keadaan penyakit berat
karena penderita berusaha mengobati diri sendiri dan
menunda-nunda untuk meminta pertolongan dokter. Maka
dengan edukasi yang baik, penderita diharapkan bisa
membedakan keadaan serangan yang ringan dan berat.
Bahkan penderita dan keluarga harus bisa memilah kapan
harus ke dokter dan kapan tidak perlu ke dokter.
Penderita asma dan keluarganya hurus memahami
tujuh masalah dalam bidang penyakit asma untuk
mengengatasi penyakitnya, yaitu:2 memahami pengertian
dasar dari penyakitnya, artinya kita harus memberikan

edukasi kepada penderita dan keluarganya mengenai


penyakit asma, termasuk didalamnya: patofisiologis,
gejala, berat-ringannya penyakit asma, berat-ringannya
serangan asma, factor pencetus serta pengendalian
lingkungan, cara pengobatan preventif maupun kuratif
yang dianjurkan, termasuk obat asma serta efek samping
dan cara pemakaiannya, dan hal-hal lain yang dianggap
perlu. Disamping itu, penderita juga diharapkan dapat
menilai atau memantau berat-ringannya penyakit asma
serta berat-ringannya serangan dan termasuk didalamnya
pengelolaan yang dianjurkan; memahami dan memantau
pengobatan pencegahan asma jangka panjang; memahami
dan melaksanakan rencana pengobatan emergensi untuk
mengatasi serangan asma yang mendadak; serta olahraga
yang teratur untuk meningkatkan kebugaran tubuh dan
control secara teratur ke dokter pribadinya.
6. Bagaimana patofisiologi dari asthma?

7. Bagaimana klasifikasi dari Asthma berdasarkan


tingkat keparahannya?

ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan
patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode
sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah
mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi
saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara
pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan
adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan
perubahan struktur saluran napas.1
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan
yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran
udara yang reversibel dan gejala pernapasan.2 Asma bronkial
adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas
yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat
penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun
karena pemberian obat.3 Gejala asma berhubungan dengan
inflamasi
yang
akan
menyebabkan
obstruksi
dan
hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.1
2. Epidemiologi
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan
mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.1

Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di


segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki
dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita
usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami
penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.4
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara
pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun
dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan
prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003
meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak
sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan
Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6
sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada
anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan
gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian serius.5
3. Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik
dan faktor lingkungan:6
a. Faktor Genetik
1. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
2. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan
alergen maupun iritan.
3. Jenis Kelamin
Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah
2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih
besar pada wanita usia dewasa.
4. Ras
5. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan
faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat

mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan


kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya
belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas
dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru,
morbiditas dan status kesehatan.
b. Faktor Lingkungan
1. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur,
kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lainlain).
2. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
c. Faktor Lain
1. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna
makanan.
2. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya,
eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.
3. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
4. Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang
sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera
diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan
emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala
asmanya lebih sulit diobati.
5. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran
berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur
seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma
pada usia dini.
6. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
7. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

8. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk
sari beterbangan).
4. Klasifikasi
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang
berarti bahwa derajat berat asma persisten dapat berkurang
atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau serangan
asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat
sebelumnya.7
a. Klasifikasi Menurut Etiologi 7
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut
etiologi,
terutama
dengan
bahan
lingkungan
yang
mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh
karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
b. Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma 7
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk
menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan
asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai
intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten
berat.
c. Klasifikasi Menurut Kontrol Asma 7
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada
umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah
atau bahkan sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis;
maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol
yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan
pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol
untuk waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan
tanpa efek samping.
d. Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala 7
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan
pada saat serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang
dapat
menentukan
berat-ringannya
suatu
penyakit,
pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk
mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi

itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan


asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,
kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat
diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten
sedang, dan persisten berat.
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi
serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga
dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi
paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan
menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan
asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan
antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam
melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak
harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus
diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang
datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan
asma saat serangan (akut) : 8
a. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan,
terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten
sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis


secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan
obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai
berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for
Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi
yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma
serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan
berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan
serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien
asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,
tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik
jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan
ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2011 berdasarkan kontrol asma:3

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan


kontrol asma
Kriteria
Penilaian

Terkontrol
(semua
penilaian)

Gejala harian

Kurang dari 2 Lebih dari 2 kali Didapatkan


kali
per
per minggu
tiga atau
minggu
lebih
kriteria
Tidak ada
Kadang
terkontro

Gangguan

Terkontrol
sebagian
(minimal
salah satu)

Tidak
terkontro
l

aktivitas
Gejala
nocturnal

Tidak ada

Penggunaan
obat pelega

Kurang dari 2 Lebih dari 2 kali


kali
per
per minggu
minggu

Fungsi
(PFR
VEP1)

paru normal
atau

Kadang

< 80% prediksi


atau
nilai
terbaik
(jika
diketahui)

5. Patogenesis
a. Asma sebagai penyakit inflamasi
b. Hiperaktifitas saluran nafas
c. Inflamasi saluran nafas
d. kerusakan epitel
e. mekanisme neurologis
f. gangguan intrinsik
g. Obstruksi saluran nafas

l
sebagian
dalam
semingg
u

Gambar. Patofisologi asma

Asma merupakan penyakit inflamasi


kronis yang
melibatkan beberapa sel. Inflamasi kronis mengakibatkan
dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat
mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan
bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskuler dan edema,
hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf . Pada asma
terjadi mekanisme hiperresponsif bronkus dan inflamasi,
kerusakan sel epitel, kebocoran mikrovaskuler, dan mekanisme
saraf.
Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang
berlebihan akibat berbagai rangsangan dan menyebabkan
penyempitan bronkus. Peningkatan respons bronkus biasanya
mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada saluran nafas
atas, atau paparan bahan kimia. Hiperesponsif bronkus
dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas.
Pemeriksaan histopatologi pada penderita asma didapatkan
infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus, dan produksi
sekret yang sangat kental. Meskipun ada beberapa bentuk
rangsangan, untuk terjadinya respon inflamasi pada asma
mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit T
disertai pelepasan epitel bronkus .
Pada saluran napas banyak didapatkan sel mast, terutama
di epitel bronkus dan dinding alveolus, sel mast mengandung
neutral triptase. Triptase mempunyai bermacam aktivitas
proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan
fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel mast mengeluarkan
berbagai mediator seperti histamin, prostaglandin-D2 (PGD2),
dan
Leukotrien-C4
(LTC4)
yang
berperan
pada
bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan enzim tripase
yang dapat memecah peptida yang disebut vasoactive
intestinal peptide (VIP) dan heparin. VIP bersifat sebagai
bronkodilator . Heparin berperan dalam mekanisme anti
inflamasi, heparin mengubah basic protein yang dikeluarkan
oleh eosinofil menjadi tidak aktif. 9
Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah
banyak, diaktivasi oleh Ig E dependent mechanism sehingga
makrofag berperan dalam proses inflamasi pada penderita
asma. Makrofag melepaskan mediator seperti tromboksan A2,
prostaglandin, platelet activating factor, leukotrien-B4 (LTB4),
tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), reaksi
komplemen dan radikal bebas oksigen. Berbeda dengan sel
mast, pelepasan mediator oleh makrofag dapat dihambat

dengan pemberian steroid tetapi tidak oleh golongan agonis


beta-2. Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan
gambaran khas untuk penderita asma. Inhalasi alergen
menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan bilasan
bronkoalveolar pada saat itu dan beberapa saat sesudahnya
(reaksi lambat). Terdapat hubungan langsung antara jumlah
eosinofil pada darah perifer dan pada bilasan bronkoalveolar
dengan hiperresponsif bronkus. Eosinofil melepaskan mediator
seperti LTC4, platelet activating factor (PAF), radikal bebas
oksigen, mayor basic protein (MBP), dan eosinofil derived
neurotoxin (EDN) yang bersifat sangat toksik untuk saluran
napas. 9
Neutrofil banyak dijumpai pada asma yang diakibatkan
oleh kerja. Neutrofil diduga menyebabkan kerusakan epitel
oleh karena pelepasan metabolit oksigen, protease dan bahan
kationik. Neutrofil merupakan sumber mediator seperti
prostaglandin, tromboxan, leukotrien-B4 (LTB4), dan PAF.
Limfosit T diduga mempunyai peranan penting dalam respon
inflamasi asma, karena masuknya antigen ke dalam tubuh
melalui antigen reseptor complemen-D3 (CD3). Secara
fungsional CD3 dibagi menjadi 2 yaitu CD4 dan CD8. Limfosit T
CD4 setelah diaktivasi oleh antigen, akan melepaskan
mediator protein yang disebut limfokin. Limfokin dapat
mengumpulkan dan mengaktifkan sel granulosit. 9
Limfosit T CD4 merupakan sumber terbesar dari IL-5. Zat
IL-5 dapat merangsang maturasi dan produksi sel granulosit
dari sel prekursor, memperpanjang kehidupan sel granulosit
dari beberapa hari sampai beberapa minggu, bersifat
kemotaksis untuk sel eosinofil, merangsang eosinofil untuk
meningkatkan aktivitas respon efektor, mengaktivasi limfosit B
untuk membuat antibodi yang dapat menimbulkan respon
imun.
Kerusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh
karena basic protein yang dilepaskan oleh eosinofil atau
pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-macam sel
inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa . Sel epitel
sendiri juga mengeluarkan mediator. Kerusakan pada epitel
bronkus merupakan kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini
mungkin
dapat
menerangkan
berbagai
mekanisme
hiperresponsif bronkus oleh karena paparan ozon, infeksi virus,
dan alergen. Pada manusia, epitel bronkus dan trakea dapat
membentuk PGE2 dan PGF2 alfa serta 12 dan 15

hydroxyicosotetraenoic (12- HETE dan 15-HETE). 15-HETE


bersifat kemotaksis terhadap eosinofil. Kerusakan epitel
mempunyai peranan terhadap terjadinya hiperresponsif
bronkus melalui cara pelepasan epitel yang menyebabkan
hilangnya pertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahan iritan
akan langsung mengenai submukosa yang seharusnya
terlindungi. Pelepasan epitel bronkus meningkatkan kepekaan
otot polos bronkus terhadap bahan spasmogen. Kerusakan
epitel bronkus menyebabkan ujung saraf perifer langsung
terkena paparan atau teraktivasi oleh mediator inflamasi
sehingga
mengakibatkan
terjadinya
inflamasi
melalui
mekanisme akson refleks. Sel epitel mungkin dapat
memproduksi enzim yang merusak mediator, yaitu neutral
actoenzym endopeptidase yang dapat merusak bradikinin dan
substan-P. 9
Mekanisme
kebocoran
mikrovaskuler
terjadi
pada
pembuluh darah venula akhir kapiler. Beberapa mediator
seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkan
kontraksi
sel
endotel
sehingga
terjadi
ekstravasasi
makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan
edema saluran napas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti
penebalan submukosa. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tahanan saluran napas dan merangsang konstraksi otot polos
bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi
kebocoran mikrovaskuler pada saluran napas. Penurunan
adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari mengakibatkan
terjadinya pelepasan mediator dan dalam terjadinya asma
pada malam hari.9
Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif
bronkus dan patogenesis asma masih belum jelas, hal ini
dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi sangat
cepat. Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan
nonadrenergik terhadap saluran napas telah diidentifikasi.
Beberapa mediator inflamasi mempunyai efek pada pelepasan
neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor
saraf otonom . Saraf otonom mengatur fungsi saluran nafas
melalui berbagai aspek seperti tonus otot polos saluran napas,
sekresi mukosa, aliran darah, permeabilitas mikrovaskuler,
migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergik
paling dominan sebagai penyebab peneliti melaporkan bahwa
rangsangan
yang
disebabkan
oleh
sulfur
dioksida,
prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang saraf

aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi. Bronkokonstriksi


lebih sering disebabkan karena rangsangan reseptor sensorik
pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh mediator
inflamasi. 9
Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, katekolamin
yang beredar dalam darah, reseptor alfa adrenergik, dan
reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis adrenergik
memperlihatkan perbaikan gejala pada penderita asma, hal ini
menunjukkan adanya defek mekanisme adrenergik pada
penderita asma. Saraf adrenergik tidak mengendalikan otot
polos saluran napas secara langsung, tetapi melalui
katekolamin yang beredar dalam darah.9
6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti
yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang
mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat
alergi.7
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat,
frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat,
ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.7
c. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral
Cursshman, kristal Charcot Leyden).7
d. Pemeriksaan Penunjang 7
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur
faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas
yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan
peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih
sesudah pemberian bronkodilator.
2. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal
sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji

provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara


objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga
asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji
provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara
dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.
3. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari
plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk
puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah
digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan
penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver
pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan
instruksi yang jelas.
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru
lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat
obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan
dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak
diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.1
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui
2 cara:
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan
nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam
hari sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi
sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah

bronkodilator menunjukkan presentase rata-rata nilai APE harian.

Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai


terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2
minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai
tertinggi APE malam hari).1

Gambar 4. Peak Expiratory Flow meter (PEF meter)

4. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal
jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan
adanya kelainan.
5. Pemeriksaan IgE.
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya
antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong
anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang
positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan
darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test
(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada
dermographism).

6. Petanda inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik
sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi
saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan
petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi
saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,
pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida
nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum
yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil
dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan
derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial
dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau
sulit dilakukan di luar riset.
Tabel 4. Diagnosis Asma

7. Diagnosis Banding

a. Bronkitis kronik
Bronkitis
kronik
ditandai
dengan
batuk
kronik
yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya
2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok
berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
b. Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan
batuk dan mengi jarang menyertainya.
c. Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul
pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal
jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan
disertai darah (haemoptoe).

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat
hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti
sehari-hari.
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit,
disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah
kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Kriteria asma terkontrol penuh menurut GINA 2012, antara lain:
Tidak ada gejala harian
Tidak ada serangan asma malam (nokturnal)
Tidak ada keterbatasan fisik
Tidak menggunakan obat pelega (reliever)
APE atau VEP1 normal
Tidak ada kunjungan ke igd

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan nonmedikamentosa dan pengobatan medikamentosa : 10
a.

Pengobatan non-medikamentosa
Penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen

b. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat
pengontrol :
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol
asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal
paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala,

mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki


kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan
asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan
kesamaan potensi
Dewasa
Dosis
Dosis
rendah
medium
Obat
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid

Anak
Obat
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid

perkiraan
Dosis
tinggi

200-500
ug
200-400
ug
500-1000
ug
100-250
ug
400-1000
ug

500-1000
ug
400-800 ug
1000-2000
ug
250-500 ug
1000-2000
ug

>1000 ug
>800 ug
>2000 ug
>500 ug
>2000 ug

Dosis
rendah

Dosis
medium

Dosis
tinggi

100-400
ug
100-200
ug
500-750
ug
100-200
ug
400-800
ug

400-800 ug
200-400 ug
1000-1250
ug
200-500 ug
800-1200
ug

>800 ug
>400 ug
>1250 ug
>500 ug
>1200 ug

b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu
diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi
jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol
pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu
pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat
atau tidak.
d. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin
lepas lambat
dapat digunakan sebagai obat pengontrol,
berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
e. Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama
(> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi
penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
Onset
Durasi (Lama kerja)
Singkat
Lama
Cepat
Fenoterol
Formoterol
Prokaterol

Salbutamol/
Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat

Salmeterol

f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan
efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan
obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral)
sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia
adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang
berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega
adalah 10:
a. Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,
fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di
Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi
otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan
pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi
pada exercise-induced asthma
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya
lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok
efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan

napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus


kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam
golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium
bromide.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai
berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati
pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila
dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside
monitoring).

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma


Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat
untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat
Asma

Asma
Intermi
ten
Asma
Persist
en
Ringan

Asma
Persist
en
Sedan
g

Medikasi
pengontrol
harian

Alternatif / Pilihan lain

Alternati
f lain

--------

-------

Tidak perlu

Glukokortikosteroi
d inhalasi (200400 ug BD/hari
atau
ekivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kombinasi

inhalasi
glukokortikoste
roid

Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya)
ditambah Teofilin lepas
lambat ,atau

(400-800 ug
BD/hari atau
ekivalennya)
dan agonis

------

Kromolin
Leukotriene modifiers

Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya)

Ditamb
ah
agonis
beta-2
kerja
lama
oral,
atau

beta-2 kerja
lama

Asma
Persist
en
Berat

ditambah agonis beta-2


kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800 ug BD atau
ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers

Kombinasi
Prednisolon/
inhalasi
metilprednisolon oral
glukokortikoste
selang sehari 10 mg
roid (> 800 ug
ditambah agonis beta-2
BD atau
kerja lama oral, ditambah
ekivalennya)
teofilin lepas lambat
dan agonis
beta-2 kerja
lama, ditambah
1 di bawah
ini:

teofilin lepas
lambat

leukotriene
modifiers

glukokortikoste
roid oral

Ditamb
ah
teofilin
lepas
lambat

Tabel 14. Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang

Tujuan:

Tujuan:

Asma yang terkontrol

Mencapai kondisi sebaik mungkin

1) Menghilangkan atau meminimalkan


gejala kronik, termasuk gejala
malam.
2) Menghilangkan/ meminimalkan
serangan
3) Meniadakan kunjungan ke darurat
gawat
4) Meminimalkan penggunaan
bronkodilator.
5) Aktiviti sehari-hari normal, termasuk
latihan fisis (olahraga)
6) Meminimalkan/ menghilangkan efek
samping obat

a. Gejala seminimal mungkin


b. Membutuhkan bronkodilator
seminimal mungkin
c. Keterbatasan aktiviti fisis minimal
d. Efek samping obat sedikit

Faal paru (mendekati) normal

Faal paru terbaik

Variasi diurnal APE < 20%

Variasi diurnal APE minimal

APE (mendekati) normal

APE sebaik mungkin

Obat asma
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/ serangan,
dikenal dengan pelega.
Tabel 18. Obat asma yang tersedia di Indonesia (tahun 2004)

Jenis Obat

Golongan

Nama Generik

Bentuk/ kemasan
obat

Steroid Inhalasi

Flutikason propionat

IDT

Budesonide

IDT, Turbuhaler

Pengontrol
Antiinflamasi

Pelega

Kromolin

IDT

Sodium kromoglikat

Nedokromil

IDT

Nedokromil

Zafirlukast

Oral (tablet)

Antileukotrin

Metilprednisolon

Oral ,Injeksi

Kortikosteroid sistemik

Prednisolon

Oral

Agonis beta-2 kerja lama

Prokaterol

Oral

Bambuterol

Oral

Formoterol

Turbuhaler

Salbutamol

Oral, IDT, rotacap,


rotadisk, Solutio

Agonis beta-2 kerja singkat

Bronkodilator

Terbutalin

Oral, IDT,
Turbuhaler,
solutio
Ampul (injeksi)

Prokaterol
Antikolinergik

Fenoterol

IDT
IDT, solutio

Metilsantin
Ipratropium bromide
Teofilin
Agonis beta-2 kerja lama

Aminofilin

Kortikosteroid sistemik

Teofilin lepas lambat

Formoterol
Metilprednisolon
Prednison

IDT, Solutio
Oral
Oral, Injeksi
Oral

Turbuhaler
Oral, injeksi
Oral

Keterangan
IDT

: Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler / MDI , dapat digunakan bersama dengan spacer

Solutio: larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer


Oral

: dapat berbentuk sirup, tablet

Injeksi : dapat untuk pengggunaan subkutan, im dan iv

Tabel 19 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma


Medikasi

Sediaan obat

Dosis dewasa

Dosis anak

Keterangan

Tablet

4-40 mg/ hari, dosis


tunggal atau terbagi

0,25 2 mg/ kg BB/


hari, dosis
tunggal atau
terbagi

Pemakaian jangka
panjang dosis 45mg/ hari atau 810 mg selang
sehari untuk
mengontrol
asma , atau
sebagai
pengganti
steroid inhalasi
pada kasus yang
tidak dapat/
mampu
menggunakan
steroid inhalasi

Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon

4 , 8, 16 mg

Prednison

Short-course :
Tablet 5 mg
20-40 mg /hari
dosis tunggal atau terbagi
selama 3-10 hari

Short-course :
1-2 mg /kgBB/ hari
Maks. 40 mg/hari,
selama 3-10 hari

Kromolin &
Nedokromil

Kromolin

Nedokromil

IDT

1-2 semprot,

1 semprot,

5mg/ semprot

3-4 x/ hari

3-4x / hari

- Sebagai alternatif
antiinflamasi

- Sebelum exercise
atau pajanan
alergen,

IDT

2 semprot

2 semprot

2 mg/ semprot

2-4 x/ hari

2-4 x/ hari

IDT 25 mcg/
semprot

2 4 semprot,

1-2 semprot,

2 x / hari

2 x/ hari

1 X 10 mg / hari, malam

--

profilaksis
efektif dalam 12 jam

Agonis beta-2 kerja


lama

Salmeterol

Rotadisk 50 mcg

Digunakan bersama/
kombinasi
dengan steroid
inhalasi untuk
mengontrol
asma

Tablet 10mg
Bambuterol

Tablet 25, 50 mcg


2 x 50 mcg/hari
Prokaterol

Sirup 5 mcg/ ml
2 x 25 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
2 x 2,5 ml/hari
IDT 4,5 ; 9
mcg/semprot
4,5 9 mcg

Formoterol
1-2x/ hari

Tidak dianjurkan
untuk mengatasi
gejala pada
eksaserbasi
Kecuali formoterol
yang
mempunyai
onset kerja cepat
dan berlangsung
lama, sehingga
dapat digunakan
mengatasi gejala
pada eksaserbasi

2x1 semprot
(>12 tahun)

Metilxantin

Aminofilin lepas
lambat

Tablet 225 mg

2 x 1 tablet

-1 tablet,
2 x/ hari

Atur dosis sampai


mencapai kadar
obat

(> 12 tahun)

Teofilin lepas Lambat

Tablet

2 x125 300 mg

125, 250, 300 mg


2 x/ hari;

dalam serum 5-15


mcg/ ml.

2 x 125 mg
(> 6 tahun)

Sebaiknya
monitoring
kadar obat
dalam
serum dilakukan
rutin, mengingat
sangat
bervariasinya
metabolic
clearance dari
teofilin,
sehingga
mencegah efek
samping

200-400 mg
400 mg
1x/ hari

Antileukotrin

Zafirlukast

Tablet 20 mg

2 x 20mg/ hari

Medikasi

Sediaan obat

Dosis dewasa

IDT 50, 125 mcg/


semprot

125 500 mcg/ hari

---

Pemberian bersama
makanan
mengurangi
bioavailabiliti.
Sebaiknya
diberikan 1 jam
sebelum atau 2
jam setelah
makan

Dosis anak

Keterangan

Steroid inhalasi

Flutikason propionat

50-125 mcg/ hari

Dosis bergantung
kepada derajat
berat asma

100 800
IDT , Turbuhaler
Budesonide

mcg/ hari
100, 200, 400 mcg

IDT, rotacap,

100 200 mcg/ hari

Sebaiknya diberikan
dengan spacer

rotahaler,
rotadisk
100 800
Beklometason
dipropionat

100-200 mcg/ hari

mcg/ hari

Tabel 20. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma

Medikasi

Sediaan obat

Dosis dewasa

Dosis anak

Keterangan

0,25-0,5 mg,

Inhalasi

3-4 x/ hari

0,25 mg

Penggunaan
obat
pelega
sesuai
kebutuha
n, bila
perlu.

Agonis beta-2 kerja


singkat

Terbutalin
IDT 0,25 mg/ semprot
Turbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/
hirup

3-4 x/ hari
Respule/ solutio 5 mg/ 2ml
(> 12 tahun)
Tablet 2,5 mg
oral 1,5 2,5 mg,

oral

3- 4 x/ hari

0,05 mg/ kg BB/ x,

Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml

3-4 x/hari

100 mcg
Salbutamol

IDT 100 mcg/semprot


inhalasi

3-4x/ hari

200 mcg

0,05 mg/ kg BB/ x,

3-4 x/ hari

3-4x/ hari

Nebules/ solutio
2,5 mg/2ml, 5mg/ml
Tablet 2mg, 4 mg
oral 1- 2 mg,
Sirup 1mg, 2mg/ 5ml
3-4 x/ hari

100 mcg,
3-4x/ hari

Untuk
mengatas
i
eksaserba
si , dosis
pemeliha
raan
berkisar 3-4x/
hari

Fenoterol

IDT 100, 200 mcg/ semprot

200 mcg

10 mcg,

3-4 x/ hari
Solutio 100 mcg/ ml

10-20 mcg,

2 x/ hari
2 x 25 mcg/hari

Prokaterol

IDT 10 mcg/ semprot

2-4 x/ hari

2 x 2,5 ml/hari

Tablet 25, 50 mcg

2 x 50 mcg/hari

Sirup 5 mcg/ ml

2 x 5 ml/hari

IDT 20 mcg/ semprot

40 mcg,

20 mcg,

3-4 x/ hari

3-4x/ hari

0,25 mg, setiap 6 jam

0,25 0,5 mg tiap 6


jam

Antikolinergik

Ipratropium bromide

Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%)


(nebulisasi)

Diberikan
kombinas
i dengan
agonis
beta-2
kerja
singkat,
untuk
mengatas
i
serangan

Kombinasi
dengan
agonis
beta-2
pada
pengobat
an jangka
panjang,
tidak ada
manfaat
tambahan

Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon

Short-course
efektif
Tablet 4, 8,16 mg

Short-course :

Short-course:
utk

24-40 mg /hari
Prednison
Tablet 5 mg

dosis tunggal atau


terbagi selama 310 hari

1-2 mg/ kg BB/


hari,
maksimum
40mg/ hari selama
3-10

mengontr
ol asma
pada
terapi
awal,
sampai
tercapai
APE
80%
terbaik

hari

Medikasi

atau
gejala
mereda,
umumny
a
membutu
hkan 310 hari

Sediaan obat

Dosis dewasa

Dosis anak

Keterangan

Teofilin

Tablet 130, 150 mg

3-5 mg/ kg BB/ kali, 34x/ hari

3-5mg/kgBB kali,
3-4 x/ hari

Aminofilin

Tablet 200 mg

Kombinasi
teofilin
/aminofli
n dengan
agonis
beta-2
kerja
singkat
(masingmasing
dosis
minimal),
meningk
atkan
efektiviti
dengan
efek
samping
minimal

Metilsantin

9. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema

10.

Prognosis
Angka mortalitas pasien asma sangat kecil. Sebagai contoh, di Amerika
Serikat, jumlah kematian karena asma kurang dari 6000 kematian pertahunnya
dari populasi 10.000.000 pasien. Informasi yang adekuat terhadap pasien
mengenai pencegahan penyakit dapat memberikan prognosis yang baik, terutama
bila penyakitnya ringan dan berkembang pada masa kanak-kanak. Jumlah anak
yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah didiagnosis pertama bervariasi

dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase pasien yang asmanya berlanjut
menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%. Remisi spontan terjadi pada
sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak 40% mengalami perbaikan
derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien asma dengan stimulus
komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru yang
ireversibel.

DAFTAR PUSTAKA
1. AntariksaB.Diagnosisdanpenatalaksanaanasma.DepartemenPulmonologi
danIlmuKedokteranrespirasiFKUIRS.Persahabatan.
2. BatemanED,etal.Globalstrategyforasthmamanagementandprevention.
GlobalInitiativeforAsthma;2011.
3. DewanAsmaIndonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota
Dirfan; 2011, hal. 36-48.
4. Fanta CH. Drug Therapy : Asthma. N Engl J Med
2009;360:1002-14.
5. Fauci AS, Brunwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL,
Loscalzo
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
Elsevier, 2006. p. 499501.
7. Mangunnegoro H, et al. Asma: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia.Jakarta:PerhimpunanDokterParuIndonesia;2004
8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon.
Vol.58;2008.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006
10. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia , 2009
11. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC.
Jakarta:Jilid I;404-414.
12. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management
and Prevention. Canada, 2012.
13. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
Loscalzo J. 2008. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw
Hill.
14. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management
and Prevention. Canada, 2015.
15. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthmapathophysiology

You might also like