You are on page 1of 49

Presentasi Kasus

Penurunan Kesadaran pada Pasien


Geriatri

Disusun Oleh :
Wiwing Marisya, S.Ked
110.2011.294

Pembimbing :
dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM
Presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas
kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Penyakit Dalam
pada

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KOTA CILEGON
Juli 2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya
hingga

akhir

zaman.

Karena

atas

rahmat

dan

ridho-Nya,

penulis

dapat

menyelesaikan presentasi kasus penyakit dalam ini dengan judul Penurunan


Kesadaran pada Pasien Geriatri sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Berbagai
kendala yang telah dihadapi penulis hingga presentasi kasus ini selesai tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan,

baik

moril

maupun

materil,

maka

selanjutnya

penulis

ingin

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :


1. dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM selaku konsulen SMF Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Cilegon yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik
kepada penulis dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
2. Kedua orang tua tercinta dan tentunya teman-teman seperjuangan di bagian
Ilmu Penyakit dalam RSUD Cilegon .
2

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini,


kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun
tata bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala
kekurangan dan kekhilafan yang dibuat. Semoga presentasi kasus ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca dalam memberikan sumbang
pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan saran
yang konstruktif sangat penulis harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik
di dalam penyempurnaan presentasi kasus ini.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
merahmati kita semua.

Cilegon, Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................2


Daftar isi

....................................................................................4

Laporan kasus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Identifikasi ..........................................................................5
Anamnesis ..........................................................................5
Pemeriksaan fisik ................................................................8
Pemeriksaan penunjang .....................................................9
Diagnosis ..........................................................................10
Pemeriksaan yang dianjurkan ...........................................10
Terapi yang diberikan .......................................................11
Prognosis ..........................................................................11

Analisa Kasus

..........................................................................17

Tinjauan Pustaka
Definisi.....................................................................................21
Epidemiologi ...........................................................................21
Faktor resiko............................................................................22
Klasifikasi.................................................................................23
Patogenesis dan Patofisiologi ..................................................27
Diagnosis ...............................................................................32
Diagnosis banding ..................................................................35
Penatalaksanaan ....................................................................37
Komplikasi ..............................................................................51
Prognosis.................................................................................51
Daftar Pustaka

.........................................................................52

ANALISA KASUS PENURUNAN KESADARAN PADA PASIEN GERIATRI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik
Penyusun

: Penurunan Kesadaran pada pasien geriatri


: Wiwing Marisya (1102011294)

I. Identitas Pasien
- Nama

: Tn. S

- Usia

: 87 tahun

- Pekerjaan

: Pensiun

- Agama

: Islam

- Alamat

: Kp. Belokang ,RT 7/ RW 1, Mancak-Serang

- No. CM

: -- -- --

- Tanggal masuk

: 7 Juni 2015

- Ruangan

: Nusa Indah RSUD Cilegon

II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa
1. Keluhan Utama:
Penurunan Kesadaran
2. Keluhan tambahan:
Batuk berdahak(+), sesak (+), demam (-).
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan tidak sadar kemarin sore sampai masuk IGD
7 juni 2015 jam 17.45wib. Keluarga mengatakan pasien tidak sadar, sulit
diajak komunikasi,

hanya

menjawab

selebihnya pasien

terlihat

mengantuk,

satu

sampai

pasien

sulit

dua
diberi

patah
makan

kata,
dan

minum, sebelum pasien tidak sadarkan diri, pasien mengeluh batuk berdahak(+),
sesak (+), demam (-), BAK (+), BAB (-), pingsan (-), muntah (-), lemas (+),
keringat dingin (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
5

Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat

trauma disangkal.
pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.
penyakit DM disangkal.
penyakit hipertensi disangkal.
asma dan alergi disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
6. Riwayat kebiasaan :
Sulit tidur (insomnia), tidak nafsu makan, tidak bersemangat, sering sedih,
pasien menggunakan pampers setiap hari karena tidak bisa menahan pipis
(inkotinensia urin), sering gelisah, dan kebingungan.
Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul
(-) Kuku

(-)
(-)

Rambut
Ikterus

(-)
(-)
(-)

Keringat malam
Sianosis
Lain-lain

Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop

(-)
(-)

Mata
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sklera Ikterus

(-)
(-)
(-)

Sekret
Gangguan penglihatan
Penurunan ketajaman
penglihatan

(-)
(-)
(-)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

(-)
(-)
(-)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret

Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Epistaksis

Nyeri kepala
Nyeri sinus

Mulut
6

(-)
(-)
(-)

Bibir
Gusi
Selaput

(-)
(-)
(-)

Lidah
Gangguan pengecapan
Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok

(-)

Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan/ massa

(-)

Nyeri leher

(+
)
(-)
(+
)

Sesak nafas

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Perut membesar
Wasir
Mencret
Melena
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan

Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada
(-)
(-)

Berdebar-debar
Ortopnoe

Abdomen (Lambung / Usus)


(-) Rasa kembung
(-) Mual
(-) Muntah
(-) Muntah darah
(-) Sukar menelan
(-) Nyeri perut

Batuk darah
Batuk

Saluran Kemih / Alat Kelamin (tidak ada kelainan)


(
Disuria
(
Kencing nanah
)
)
(
Stranguri
(
Kolik
)
)
(
Poliuria
(
Oliguria
)
)
(
Polakisuria
(
Anuria
)
)
(
Hematuria
(
Retensi urin
)
)
(
Batu ginjal
(
Kencing menetes
)
)
(
Ngompol
(
Prostat
)
)
7

Otot dan Syaraf


(-) Anestesi
(-) Parestesi
(-) Otot lemah
(-) Kejang
(-) Afasia
(-) Amnesis
(-) Others
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Nyeri sendi
(-) Ptechiae

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan/ syncope
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

(-)
(-)
(-)

Deformitas
Sianosis
Edema

III. Pemeriksaan Fisik


7. VITAL SIGNS:
- Kesadaran
: Somnolent, GCS: E2M5V3
- Keadaan Umum
: Lemah
- Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
- Nadi
: 108 kali/menit, regular
- Respirasi
: 26 kali/menit
- Suhu
: 36.7 0C
8. STATUS GENERALIS:
1. Kepala :
Normocephal, rambut putih
2. Mata :
Normal, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
3. Hidung :
Bentuk normal, deviasi septum (-), epistaksis (-/-), secret (-/-)
4. Telinga :
Membran timpani intak (+), serumen (-/-), secret (-/-)
5. Mulut :
Mukosa mulut basah dan lidah dalam batas normal, tidak sianosis
6. Tenggorokan :
Uvula ditengah, tonsil normal, faring hiperemis (-)
7. Leher :
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening, trakea tidak
deviasi, kelenjar tiroid tidak membesar.
8. Dada :
a. Jantung
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat


8

Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke-6, 3 jari lateral dari midclavicula
sinistra
Perkusi :
Batas atas jantung
: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung
: ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS VI , 2 jari lateral dari linea midclavicula sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung I-II regular takikardi, murmur (-), gallop (-)
b.

Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vocal simetris kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

9. Abdomen
Inspeksi
: Datar, simetris, tidak ada kelainan kulit, tidak tampak massa, tidak
ada pelebaran vena
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi
: Terdengar suara timpani pada keempat kuadran abdomen
Palpasi : Supel, lembut, turgor normal, organomegali (-), nyeri tekan epigastrium
(-)
10.
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/Inferior
: Akral hangat, sianosis -/-, edema -/IV. Pemeriksaan Penunjang
7
juni
2015
Hb
13,1 g/dl
Ht
43,2 %
Leukosi 17.990 /uL
t
241.000
Trombo /uL
sit
135 mg/dl
Gds
21 u/L
SGOT
16 u/L
SGPT
85 mg/dl
Ureum
2,5 mg/dl
Kreatin 140,6
in
mmol/L

9
juni 10
juni
2015
2015
12,3 g/dl
40,6 %
31.100
/uL
244.000
/uL
85
mg/dl
1,0 mg/dl 143,2
9

Natriu
m
Kalium
chlorid
a

5,79
mmol/L
93,8
mmol/L

mmol/L
4,08
mmol/L
97,6
mmol/L

Radiologi : kesan cardiomegali dan Bronchopneumonia.

Ekg :
Irama sinus
HR : 90 x/menit reguler
Normoaxis
LVH : gel R di V5/V6+ gel S di V1/V2 > 35 mm

Tgl 10 juni 2015

10

Tgl 11 juni 2015

V. Diagnosis
1. Diagnosis Kerja :
- Geriatri
- Penurunan kesadaran e.c SNH
- Insufisiensi renal
- CHF
- Leukositosis
2. Dasar Diagnosis
Anamnesis :
- penurunan kesadaran, lemas, sesak, batuk berdahak(+), demam(-)
- pasien beumur 87 tahun mengalami permasalahan beberapa 14 I
yaitu : Infection, Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan
tubuh), Iatrogenics (iatrogenesis) karakteristik yang khas dari pasien
11

geriatri yaitu multipatologik, Isolation (terisolasi) dan depresi,


Inanition (malnutrisi), Insomnia, Impecunity (kemiskinan), usia lansia
dimana seseorang menjadi kurang produktif (bukan tidak produktif)
akibat penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas, dan sering
merasa kebingungan.
Pemeriksaan Fisik : Ronchi (+)
Pemeriksaan lab : leukosit meningkat dari 17.990 /uL ke 31.100 /uL,
ureum dan kreatinin meningkat 85 mg/dl dan 2,5 mg/dl. Hasil EKG :
adanya LVH. Hasil rad : cardiomegali dan bronchopenumonia.
3. Diagnosis banding :
- Sepsis
- Meningitis
- Pneumonia
USULAN PEMERIKSAAN
Ct-scan, kultur darah, kultur sputum, Urine Lengkap

VI. Terapi yang diberikan

IGD
O2 3Lpm
IVFD Asering 20 tpm
Inj.ceftriaxone 1x2gr
Inj.
Citicoline
3x500mg
Inj.
Ranitidin
2x50mg
PCT drip 500mg
Inj. Dexamethasone
2x1 ampl
Pasang DC
Pro ICU

VII. Prognosis
- Quo ad vitam

ICU
IVFD asering 20
tpm
Inj.
Citicoline
3x500 mg
Inj.
Ceftriaxone
1x2gr
Inj.
Ranitidin
2x50mg
PCT drip 500mg
(jika demam)
Inj.
Dexamethasone
2x1 ampl
Aspilet 1x1 tab
Bicnat 3x1 tab
Ketocid 3x1 tab

NUSA INDAH
IVFD RL 20 tpm
Inj.
Furosemid
2x1amp
Aspilet 1x1 tab
Bicnat 3x1 tab
Ketocid
3x1
tab(stop)
Cefixime 2x100mg
tab
Citicolin
2x1000mg tab

: dubia ad malam
12

- Quo ad functionam

: dubia ad malam

13

7 Juni
2015
IGD

S/ Os datang dengan tidak


sadarkan diri sejak kemarin sore
sampai hari ini (17.45wib),
sebelumnya os mengeluh
batuk(+), dahak(+). GCS: E1M5V2

A/ penurunan
kesadaran ec
susp SNH
dd/ meningitis
P/

O/ KS : somnolen ,KU: Lemah

TD: 130/90 mmHg,


N:100x/menit
RR: 26x/menit, S: 36,1 oC

Status generalis:

Kepala: normocephal

Mata: CA-/-, SI-/-

THT: dbn

Wajah: dbn
Leher : kaku kuduk

Dada : Simetris
Cor

FOLLOW UP

O2 3Lpm
IVFD Asering 20
tpm
Inj.ceftriaxone
1x2gr
Inj.
Citicoline
3x500mg
Inj.
Ranitidin
2x50mg
PCT drip 500mg
(jika demam)
Inj.
Dexamethasone
2x1 ampl
Pasang DC
Pro ICU

Resume medis
Diagnosis akhir:

: BJ I/II reg , M (-), G(-)

Pulmo
Wh-/-

: SN ves, Rh +/+,

Abdomen: BU (+) , NT (-)


Ekstremitas:
edema (-)
8-9
Juni
2015
ICU

Akral

hangat,

S/ Os masuk ke ICU jam


01.00wib dalam keadaan
somnolen dan sadarkan diri jam
04.00wib, GCS: E4M6V5. Os
mengatakan pusing, lemas,
batuk(+), sesak, kdg gelisah,
demam(-), BAB(-). Setelah itu
pasien mengalami penurunan
kesadaran kembali apatis, dan 2
jam berikutnya sadar kembali.
O/ KS : CM GCS: E4M6V5 ,KU:
Lemah

A/ - penurunan
kesadaran ec
susp SNH
-Akut Kidney
Injury
P/

TD: 130/90 mmHg,


N:100x/menit

RR: 26x/menit, S: 36,1 C, sat:


96%
Status generalis:

IVFD Asering 20
tpm
Inj.
Citicoline
3x500mg
Inj.
Ceftriaxone
1x2gr
Inj.
Ranitidin
2x50mg
Inj.
Dexamethasone
2x1 ampl
Aspilet 1x1 tab
Bicnat 3x1 tab
Ketocid 3x1 tab

14

Cerebral infarction / SNH

Insufisiensi renal

Leukositosis

Terapi pulang:
-

Furosemid 2x1 tab


Aspilet 1x1 tab
Bicnat 3x1 tab
Ketocid 3x1 tab
Cefixime 2x100mg tab

Citicolin 2x1000mg tab

Furosemid 2x1 tab

15

Analisa kasus
1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah
tepat ?
Sudah,
- Diagnosis geriatri adalah penyakit pada usia lanjut
>60thn dengan gejala khas yaitu multipatologi
(lebih dari satu penyakit), kemampuan fisiologis
tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala yang
tidak khas/ menyimpang, dan penurunan status
fungsional (kemampuan beraktivitas).
- Diagnosis cerebral infractoin/SNH, dikarenakan
penurunan kesadaran. Adanya kemungkinan aliran
darah ke otak terganggu dan timbul nekrosis sel otak
dan juga penurunan keadaan fiologis pada pasien
geriatri.
- Diagnosis insufisiensi renal ditegakan dengan hasil
lab pada ureum kreatininnya tinggi 85 mg/dl dan
2,5 mg/dl. Adanya gangguan fungsi ginjal.
- Diagnosis CHF (Congestive Heart Failure) ditegakkan
dari hasil EKG adanya gambaran LVH : gel R di
V5/V6+ gel S di V1/V2 > 35 mm dan hasil rad :
Cardiomegali.
- Diagnosis leukositosis pada hasil lab leukosit yang
meningkat 31.100 /uL. Yang menandakan adanya
infeksi.

2. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?


Belum tepat, terapi yang diberikan sesuai dengan keluhan
utama dan hasil lab tetapi tidak diberikan pengobatan
pada keluhan tambahannya. Dimana Ada keluhan batuk
yang berdahak tidak diobati.
Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan
berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya
perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia.
3. Apakah prognosis pada pasien ini?
Quo at vitam

: dubia ad malam

Quo at functionam

: dubia at malam

16

Dikarenakan faktor usia lanjut dan perubahan fisologis


yang menurun. pada pasien geriatri (>60 tahun) dimana
daya tahan tubuh sudah sangat menurun dapat
menyebabkan infeksi yang tidak fatal bagi usia muda
menjadi sangat fatal bagi pasien geriatri walaupun sudah
diterapi dengan baik. Seiring dengan gejala yang tidak
khas, dapat salah diagnosis dan salah pengobatan yang
dapat memperburuk keadaan pasien geriatri.
Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Tingkat kesadaran: sadar 16 % meninggal,
somnolen 39 % meninggal, yang stupor 71 %
meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.
b. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka
angka kematian meningkat tajam.
c. Jenis kelamin: laki laki lebih banyak (16 %)
yang meninggal dari pada perempuan (39 %).
d. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis
jelek.
e. Lain lain: cepat dan tepatnya pertolongan

4. Apa yang menyebabkan penurunan kesadaran pada


pasien ini?

17

5. Apa saja masalah yang terjadi pada pasien geriatri


ini?
Pasien

beumur

beberapa

14

(penurunan

87
yaitu

sistem

tahun
:

mengalami

Infection,

kekebalan

permasalahan

Immuno-defficiency
tubuh),

Iatrogenics

(iatrogenesis) karakteristik yang khas dari pasien geriatri


yaitu multipatologik, Isolation (terisolasi) dan depresi,
Inanition (malnutrisi), Insomnia, Impecunity (kemiskinan),
usia lansia dimana seseorang menjadi kurang produktif
(bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik
untuk beraktivitas.
6. Kapan pasien dikatakan penurunan kesadaran?
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
Penurunan kesadaran secara kwalitatif, GCS kurang dari 13,
Sakit kepala hebat, Muntah proyektil, Papil edema, Asimetris
pupil, Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative,
Demam, Gelisah, Kejang, Retensi lendir / sputum di tenggorokan,
18

Retensi atau inkontinensia urin, Hipertensi atau hipotensi,


Takikardi atau bradikardi, Takipnu atau dispnea, Edema lokal
atau anasarka, Sianosis, pucat dan sebagainya.
Pada pasien ini ditemukan penurunan kesadaran GCS <13

7. Apa yang menyebabkan leukosit meningkat pada

pasien ini?
Adanya infeksi pada saluran pernapasan ada gejala batuk
berdahak. dan juga adanya faktor2 perubahan fisiologis
pada pasien geriatri ini.
8. Bagaimana hubungan penurunan kesadaran dengan
leukositosis pada pasien ini?
Leukosit yang meningkat 31.100 /uL menandakan adanya
infeksi. Kane & Ouslander merumuskannya dalam Geriatric Giants
(14 I), salah satunya Infection (infeksi), salah satu manifestasi
akibat penurunan sistem kekebalan tubuh dan karena kemampuan
faali (fisiologis) yang berkurang. Pada pasien lansia ini, adanya
gejala batuk berdahak. penyebab infeksi saluran pernafasan dapat
dikeluarkan bersama dahak melalui refleks batuk, tetapi karena
menurunnya kemampuan tubuh, dahak tersebut tetap berada di
paru-paru.

Akibatnya

jalan

napas

tidak

efektif,

kerna

tidak

adekuatnnya suplai oksigen ke otak, pada sel otak mengalami


nekrosis dan terjadi penurunan kesadaran. Selain itu, pada pasien
usia lanjut, gejala-gejala infeksi yang tampak tidak seperti pada
orang dewasa-muda. Pada pasien lansia, demam sering tidak
mencolok, bahkan dalam keadaan sepsis beberapa menunjukkan
penurunan temperatur - hipotermia - bukan demam.

9. Apa hubungan peningkatan leukosit dengan insuf


renal?
Insufisiensi ginjal/renal atau yang dikenal dengan gagal
ginjal, adalah kondisi dimana kemampuan fungsi ginjal dalam
penyaringan

pembuangan

elektrolit

tubuh,

menjaga

keseimbangan cairan danzat kimia tubuh seperti sodium dan


kalium didalam darah atau produksi urine berkurang hingga
tidak mampu bekerja sama sekali. Insufisiensi ginjal ditandai
dengan

penurunan

Glomerular

Filtration

Rate

(GFR),

peningkatan konsentrasi kreatinin serum, Insufisiensi ginjal


19

ada dua tipe: Gagal Ginjal Akut: gagal ginjal ini terjadi secara
tiba tiba, bersifat refersibel, dapat terjadi karena infeksi/
Sepsis akan menyebabkan sistem imun tubuh berlebihan
karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan peradangan dan
merusak ginjal. Dan juga dikarenakan obat, luka trauma,
pembedahan, racun nefrotoksik dan lain lain. Ditandai
dengan oliguria, gangguan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Dialysis dapat dibutuhkan pada kondisi ini hingga ginjal
berfungsi kembali.

20

TINJAUAN PUSTAKA
GERIATRI
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses
menghilangnya
secara
perlahan-lahan
kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua atau
aging process merupakan proses alamiah yang akan
dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini. Hingga
sekarang belum ada definisi yang memuaskan mengenai
proses menua ini. Definisi yang paling sederhana ialah
"menjadi tua", sedangkan definisi yang lebih kompleks dari
Stehler: "Proses menua merupakan perubahan yang
berhubungan dengan waktu, bersifat universal, intrinsik,
terjadi kerusakan yang progresif, yang mengakibatkan
penurunan adaptasi terhadap lingkungan sehingga
menyebabkan hilangnya kemampuan organisme untuk
bertahan hidup".
Sedangkan menurut Harman, proses menua ialah
penjumlahan semua perubahan yang terjadi dengan
berlalunya waktu. Perubahan ini menjadi penyebab atau
berkaitan erat dengan meningkatnya kerentanan tubuh
terhadap penyakit yang berakhir dengan kematian.
Menua
adalah
suatu
proses
menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti
diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
Banyak teori mengenai proses menua ini.
Teori yang menjelaskan tentang sebab-sebab menua
antara lain:
1. Teori Genetik clock Tiap spesies mempunyai di dalam
nukleusnya suatu jam genetic yang telah diputar menurut
suatu replikasi tertentu.
2. Mutasi somatik (teori Error Catastrophe) Proses menua
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya mutasi somatik (radiasi dan zat-zat kimia)
Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNARNA),
maupun dalam proses translasi (RNAprotein/enzim).
3. Rusaknya sistem imun tubuh (with incised Auto-Antibodies)
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

21

sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self


recognition).
4. Teori menua karena metabolisme Pada tahun 1935,
McKay et al. (terdapat dalam Goldstein, et al, 1989),
memperlihatkan bahwa pengurangan intake kalori pada
rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur
5. Kerusakan akibat radikal bebas Radikal bebas dapat
terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh kita jika
fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam
rantai pernafasan di dalam mitokondria (Oen, 1993).
Radikal bebas dapat juga dinetralkan menggunakan
senyawa non-enzimatik, seperti: vitamin C (asam
askorbat), provitamin A (Beta-Karoten), dan vitamin E
(Tocopherol).
Batasan usia lanjut di Indonesia menurut WHO South
East Asia Regional Office (Organisasi Kesehatan Dunia
untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia lebih
dari 60 tahun. Selain istilah usia lanjut, istilah yang sering
muncul adalah geriatri. Tidak jarang pasien usia lanjut
disalahartikan sebagai pasien geriatri, padahal pasien usia
lanjut belum tentu geriatri. Sebaliknya, pasien geriatri
sudah pasti berusia lanjut.
a. DEP.KES RI
1. 60 69 th usia lanjut
2. 70 th usia lanjut resiko tinggi
b. WHO :
1. 60 64 th transition to elderly person
2. 65 79 th old
3. 80 th old old
c. Menurut Bould et al (1989)
1. 65 74 th young old
2. 75 84 th old old
3. 85 th oldest old

22

23

24

Untuk memahami pasien geriatri Kane & Ouslander merumuskannya


dalam Geriatric Giants (14 I) yaitu:
1. Immobility (imobilisasi), adalah keadaan tidak bergerak/ tirah
baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih. Kondisi ini sering
dijumpai pada lansia akibat penyakit yang dideritanya seperti
infeksi yang berat, kanker, selain akibat penyakit yang diderita,
imobilisasi juga sering ditemukan pada lansia yang dikekang
untuk melakukan segalanya sendiri oleh keluarga yang
merawatnya, sehingga ia hanya tidur dan duduk, atau juga
ditemukan pada lansia yang manja. Banyak gangguan yang
dapat ditimbulkan akibat imobilisasi seperti ulkus dekubitus
(koreng pada punggung karena luka tekan dan sulit
disembuhkan) dan ulkus-ulkus di permukaan tubuh lainnya,
trombosis vena (bekuan darah pada pembuluh darah balik) yang
dapat menyumbat aliran darah (emboli) pada paru-paru yang
berujung pada kematian mendadak.
2. Instability (instabilitas) dan jatuh, dapat terjadi akibat penyakit
muskuloskeletal (otot dan rangka) seperti osteoartritis, rematik,
gout, dsb., juga dapat disebabkan oleh penyakit pada sistem
syaraf seperti Parkinson, sequellae (penyakit yang mengikuti)
stroke. Akibat dari instabilitas dan jatuh ini dapat berupa cedera
kepala dan perdarahan intrakranial (di dalam kepala), patah
tulang, yang dapat berujung pada kondisi imobilisasi.

25

3. Incontinence (inkontinensia) urine dan alvi. Inkontinensia


adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat mengeluarkan
limbah (urin dan feses) secara terkendali atau sering disebut
ngompol. Inkontinensia dapat terjadi karena melemahnya otototot dan katup, gangguan persyarafan, kontraksi abnormal pada
kandung kemih, pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna seperti yang terjadi pada hipertrofi (pembesaran)
prostat, sedangkan pada inkontinensia alvi dapat terjadi akibat
konstipasi, penyakit pada usus besar, gangguan syaraf yang
mengatur proses buang air, hilangnya refleks anal.
4. Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-)
sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi
(sembelit). Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus
ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain
yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan
sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas
yang dapat merangsang syaraf, kolitis.
5. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh),
banyak hal yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan
tubuh pada usia lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang
memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna
(tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap
terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier
infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang
menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi mengeluarkan
zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang
sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan
jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap
rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi,
sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien
lansia.
6. Infection (infeksi), salah satu manifestasi akibat penurunan
sistem kekebalan tubuh dan karena kemampuan faali (fisiologis)
yang berkurang. Sebagai contoh, agen penyebab infeksi saluran
pernafasan dapat dikeluarkan bersama dahak melalui refleks
batuk, tetapi karena menurunnya kemampuan tubuh, agen
tersebut tetap berada di paru-paru. Selain itu, pada pasien usia
lanjut, gejala-gejala infeksi yang tampak tidak seperti pada
orang dewasa-muda. Pada pasien lansia, demam sering tidak
mencolok, bahkan dalam keadaan sepsis beberapa menunjukkan
penurunan temperatur - hipotermia - bukan demam. Contoh lain
pada pneumonia, gejala yang tampak bukan demam, batuk,
sesak nafas, dan leukositosis (jumlah sel darah putih
meningikat) melainkan nafsu makan turun, lemah, dan
penurunan kesadaran, gejala inilah yang umumnya tampak pada
penyakit infeksi pada lansia, ditambah dengan inkontinensia dan
jatuh (akibat penurunan kesadaran). Sehingga terkadang pasien
dengan infeksi yang datang ke instalasi gawat darurat karena
penurunan kesadaran atau jatuh disalah-artikan sebagai
serangan stroke.
7. Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien
geriatri yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien
26

tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya.


Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari
interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa.
Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan
pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga
terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan
faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus
berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui
ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat
dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
8. Intellectual impairment (Intelektual menurun) dan demensia,
banyak hal yang terkait dengan terjadinya penurunan fungsi
intelektual dan kognitif pada usia lanjut. Mulai dari menurunnya
jumlah sel-sel syaraf (neuron) hingga penyakit yang
berpengaruh pada metabolisme seperti diabetes melitus dan
gangguan hati dimana semua metabolisme terjadi disini. Otak
adalah organ yang sangat tergantung pada glukosa sebagai
sumber energi sehingga pada diabetes melitus -terjadi
gangguan metabolisme glukosa- pasokan energi untuk otak
terganggu. Selain diabetes, hipertensi juga mempengaruhi
fungsi otak karena sirkulasi darah ke otak terganggu, gangguan
respirasi seperti Chronic Obstructive Pulmonary Disease/
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (COPD/PPOM) juga dapat
menurunkan jumlah oksigen ke otak. Penyebab lain penurunan
fungsi intelektual adalah iatrogenesis.
9. Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada
usia lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi,
pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan. Selain itu
kecenderungan
untuk
menarik
diri
dari
lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga
yang
mulai
mengacuhkan
karena
merasa
direpotkan
menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi
depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri
akibat depresi yang berkepajangan.
10.Impairment of vision and hearing (gangguan peglihatan dan
pendengaran),
gangguan
penglihatan
disebabkan
oleh
mengendornya otot dan kuit kelopak mata, perubahan sistem
lakrimal (air mata), proses penuaan pada kornea (organ yang
menerima rangsang cahaya), penurunan produksi aqueous
humor, perubahan refraksi, perubahan struktur dalam bola
mata, katarak, dan glaukoma. Sedangkan gangguan fungsi
pendengaran dapat terjadi karena, penurunan fungsi syarafsyaraf pendengaran, perubahan organ-organ di dalam telinga.
Penurunan fungsi kedua panca indera ini mengakibatkan
sulitnya komunikasi bagi lansia, sehingga akibat lainnya adalah
penderita terisolasi atau mengisolasi diri.
11.Inanition (malnutrisi), diakibatkan oleh pengaruh perubahan
faal organ-organ pencernaan seperti air liur, atrofi kuncup kecap,
penurunan syaraf-syaraf penciuman dan pusat haus, gangguan
menelan karena otot yang melemah, Gastro-Esophageal Reflux
Disease (GERD), sekresi HCl yang meningkat, penurunan
27

aktivitas enzim, dsb. Banyak penyakit yang dapat timbul akibat


kurangnya asupan gizi atau lebihnya asupan gizi, selain itu
lansia juga perlu menjaga pola makan sehat dengan mengurangi
makanan-makanan yang dapat memperburuk keadaan lansia
tersebut. Banyaklah mengkonsumsi sayur, buah dan air, serta
mineral-mineral seperti besi, yodium dan kurangi konsumsi
minyak, lemak dan kolesterol.
12.Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup
yang menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu
beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti
diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan
neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam
tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
13.Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas
seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan
organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah.
Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah sehingga
membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak
aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat
aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab lainnya
adalah depresi.
14.Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang
menjadi kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat
penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun
dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari
tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih
dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang
harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa
seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut
dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi pikun .
Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman
sejawat, berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan
seorang lansia mengalami depresi.

PENURUNAN KESADARAN UMUM


1.

Definisi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan
neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan
sebagai final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan
jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan
akibat kematian. Artinya, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi
pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan
seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal
beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen,
stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut bersifat
kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara
kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow.
28

2.

Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif


Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh
asupan panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal
terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau
waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness,
berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat
dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan
walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap
sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup
dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara
satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang
nyeri.
Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun
dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik
hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah.
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik.

3.

Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif


Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk
Penglihatan/Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V).
Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat
(confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

4.

Klasifikasi Penurunan Kesadaran


29

Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu:


1) Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/lateralisasi dan
tanpa disertai kaku kuduk;
2) Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/lateralisasi
disertai dengan kaku kuduk; dan
3) Gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan
kaku kuduk
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi
disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak
3. Radang otak
c. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak
5.

Bahaya Penurunan Kesadaran


Adapun kondisi yang segera mengancam kehidupan terdiri atas
peninggian tekanan intrakranial, herniasi dan kompresi otak dan
meningoensefalitis/ensefalitis.

6.

Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio
retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan
gangguan isi (kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang
dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.

30

Gambar Patofisiologi penurunan kesadaran

a.

Gangguan metabolik toksik


Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada
tercukupinya penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah
otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya kompensasi dengan
menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO
turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi
oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan
otak dan teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk
memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang
konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam
memelihara keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan
glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh
adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun
defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua
hemisfer serebri. Koma disebabkan kegagalan difus dari
metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya
metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder

31

Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan


metabolisme otak, yang mengakibatkan kekurangan nutrisi,
gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada
koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien
mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya
gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan
barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak
menyebabkan stupor dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi
kontralateral batang otak lesi setempat pada otak menimbulkan
koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan
metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan
korteks serebri.

No
1
2
3
4

b.

Tabel Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan


Kesadaran
Penyebab metabolik atau
Keterangan
sistemik
Elektrolit imbalans
Hipo- atau hipernatremia
Endokrin
Hipoglikemia,
ketoasidosis
diabetik
Toksik
Intoksikasi narkotika
Gagal organ
Gagal
ginjal
(ensefalopati
uremik), shock, gagal hepar
(ensefalopati hepatik)

Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi
struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon dan
diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik.
Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian
utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer
serebri, sedangkan batang otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium
(hemisfer serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor
otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan
pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi girus
singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah
kontralateral menyebabkan tekanan pada pembuluh

32

darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan


edema.
b. Herniasi transtentorial/ sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir
dari proses desak ruang rostrokaudal dari kedua
hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla
oblongata melalui celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral
fossa kranii media atau lobus temporalis; lobus
temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke
arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang
akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/
serta merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan
akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke,
tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui
celah tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen
magnum dan menekan medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum
dan sebagainya.
Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) dan dibantu
dengan pemeriksaan penunjang.
No
1
2
3
4
5
6

7.
a.

Tabel Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran


Penyebab struktural
Keterangan
Vaskular
Perdarahan subarakhnoid, infark
batang kortikal bilateral
Infeksi
Abses, ensefalitis, meningitis
Neoplasma
Primer atau metastasis
Trauma
Hematoma,
edema,
kontusi
hemoragik
Herniasi
Herniasi sentral, herniasi unkus,
herniasi singuli
Peningkatan tekanan
Proses desak ruang
intrakranial

Diagnosis dan Diagnosis Banding Penurunan Kesadaran Metabolik


dan Struktural
Diagnosis penurunan kesadaran
33

Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:


- Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa
anamnesis tersebut didapat, biasanya anamnesis yang terbaik
didapat dari orang yang selalu berada bersama penderita. Untuk
itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit, riwayat trauma,
riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat
kelainan kejiwaan. Dari anamnesis ini, seringkali menjadi
kunci utama dalam mendiagnosis penderita dengan kesadaran
menurun1.
- Pemeriksaan fisik umum
Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe
pernafasannya dan perhatikan tentang sirkulasi yang
meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya
aritmia.
Bau nafas
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath
hepatic yang disebabkan penyakit hati, urino smell yang
disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity smell yang
disebabkan karena ketoasidosis.

Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma,
stigmata kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk
krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma,
kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan
sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau
diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak
ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan
auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai
fraktur servikal (jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di
daerah muka).
Toraks/ abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman
koma secara kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi
proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat
kesadaran dan pemeriksaan motorik2.
Umum
Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
34

b.

Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer


ipsilateral
Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot
berirama (aktivitas seizure)
atau tetani (spontan,
spasmus otot lama).
Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)
Kuantitatif (menggunakan GCS)
Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
Simetris/reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa
integritas mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek
kornea dan okulosefalik (-), dicurigai suatu koma
metabolik
Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi
mesenfalon fokal.
Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons,
intoksikasi opiat kolinergik.
Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral,
hipoksik-iskemi global, keracunan barbiturat.
Funduskopi
Refleks okulosefalik (dolls eye manuevre)
Refleks okulo vestibuler
Refleks kornea
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi
di dalam darah, juga untuk melihat gangguan keseimbangan
asam basa.
Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL),
keton, faal hati, faal ginjal dan elektrolit.
Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan
bilasan lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan
kepala, EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala.

Diagnosis banding penurunan kesadaran karena metabolik dan


struktural
Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan
manajemen penderita. Pada penderita dengan penurunan
kesadaran, dapat ditentukan apakah akibat kelainan struktur, toksik
atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur
35

mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS


merupakan kumpulan neuron polisinaptik yang terletak pada pusat
medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran
karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi
neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau
multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui
pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasi saraf kranial
dan respons motorik terhadap stimuli.
- Pola pernafasan
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan
kadang menentukan jenis gangguan.
Respirasi cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian
mendangkal dan diselingi apnoe. Keadaan seperti ini
dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan
batang otak masih baik. Pernafasan ini dapat merupakan
gejala pertama herniasi transtentorial. Selain itu, pola
pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolik
dan gangguan jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per
menit. Dalam hal ini, lesi biasanya pada tegmentum batang
otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang respirasi
rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi,
PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan ada hipoksia
ringan. Pemberian O2 tidak akan mengubah pola
pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon,
pontin, anoksia atau hipoglikemia yang melibatkan daerah
ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi
transtentorial.
Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat
ekspirasi dengan frekuensi 1-11/2 per menit kemudian
diikuti oleh pernafasan kluster.
Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya
terjadi pada kerusakan pons varolii.
Respirasi ataksik (irregular)
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik
dalam atau iramanya. Kerusakan terdapat di pusat
pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan
preterminal.

36

Gambar Pernapasan abnormal

8.

a.

Pergerakan spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan
abnormal seperti twitching, mioklonus, tremor merupakan
petunjuk gangguan toksik/ metabolik. Apabila tampak
pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai bawah rotasi
keluar menunjukkan defisit fokal motorik).
Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak
mengunyah, berkedip dan menguap spontan dan dapat
membantu lokalisasi penyebab koma.
Pemeriksaan saraf kranial
Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak
asimetrik dicurigai lesi struktural. Umumnya pasien koma
dengan reflek brain stem normal maka menunjukkan kegagalan
kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat-obatan seperti
barbiturat, diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik
dan intoksikasi etanol dapat menekan refleks okular tetapi
refleks pupil tetap baik. Impending herniasi ditandai oleh pola
pernafasan tidak teratur, pupil miosis dan refleks pupil
menurun.
Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan
struktur, sedangkan dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada
kelainan metabolik toksik atau kerusakan struktural. Gerakangerakan abnormal seperti tremor dan mioklonus sering terjadi
pada gangguan metabolik toksik.

Tatalaksana Penurunan Kesadaran


Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan
akurat, pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan.
Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu umum dan khusus.
Umum
Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher
sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur
servikal dan tekanan intrakranial yang meningkat.
37

b.

Khusus
-

Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan


trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi
palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga
ada cairan.
Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang
infus sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel
darah.
Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan
melakukan elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk
mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada
intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100
mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin,
berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai
kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target
PCO2: 25- 30 mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr
iv. Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5
gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan
deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang
operabel seperti epidural hematom, konsul bedah saraf
untuk operasi dekompresi.
Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan
dengan pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif
adanya infeksi berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP
positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.

STROKE ISKEMIK
DEFINSI
Menurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan
kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Infark cerebri juga di kenal sebagai stroke iskemik, terjadi ketika
pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak terganggu
sehingga aliran darah otak terganggu. Ada dua tipe yang umum
dari stroke iskemik : aterotrombotik dan emboli, yang juga
38

dikenal sebagai penyebab utama yang umum terjadi. Penyebab


dari stroke iskemik tidak dapat di ketahui sekitar 40 % dari
semua kasus. 2
EPIDEMIOLOGI
Sebagai penyebab kematian dan kecacatan, penyakit
peredaran darah otak menempati angka yang tinggi, terutama
pada orang tua. Di negara yang telah maju (USA) menempati
tempat ke--3 sebagai kausa kematian setelah penyakit jantung
koroner dan penyakit kanker. Dikemukakan terdapat 500.000
stroke baru setiap tahunnya dan 200.000 daripadanya meninggal
dunia. Bila dihitung dari seluruh sebab kematian di negara itu
angka tersebut mendekati 11%. Diperkirakan prevalensi 20 per
1000 pada tingkat umur 45-54, 60 per 1000 pada golongan umur
65-74 tahun dan 95 per 1000 pada golongan umur 75-85 tahun.
Sebagai penyebab morbiditas, stroke diperkirakan terdapat pada
1,6 juta penduduk Amerika, di mana 40% memerlukan pelayanan
khusus dengan 10% memerlukan perawatan total. Angka-angka
seperti di atas belum dapat diketahui secara pasti di negara kita.
Walaupun demikian ada beberapa laporan di beberapa kota
di Indonesia di mana terdapat bagian neurologi di rumah
sakitnya.
ETIOLOGI
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga
bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. 1
Arteri
karotis
dan
arteri
vertebralis
beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan
darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau
satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani
pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli
lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. 1
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke
otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa
mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan
stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya
menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan
39

darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena
cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung
yang abnormal. 1
KLASIFIKASI
Stroke iskemik (sekitar 80%-85% terjadi dalam kasus
stroke), disebabkan oleh adanya obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi bisa
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam
suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada
trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin
terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian
dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus.
Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik
primer,
termasuk
aterosklerosis,
arteritis,
keadaan
hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural. Sumbatan aliran
darah di A. carotis interna sering merupakan penyebab stroke
pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan
plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Ada banyak subtipe stroke iskemik,
antara lain stroke lakunar, stroke trombotik pembuluh besar,
stroke embolik, dan stroke kriptogenik. 1
Stroke lakunar, adanya infark lakunar yang terjadi karena
penyakit pembuluh halus hipertensif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadangkadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi
setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari
cabang-cabang arteri penetrans Circulus Arteriosus Willisi, A.
cerebri media, atau A. vertebralis dan A. basilaris. 1
Stroke trombotik pembuluh besar, merupakan thrombosis
pembuluh besar dengan aliran lambat. Sebagian besar dari
stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan atau stenosis di A. carotis interna atau, yang lebih
jarang, di pangkal A. cerebri media atau di taut A. vertebralis dan
A. basilaris. Penderita dengan stroke ini tampak gagap, dengan
gejala hilang timbul berganti-ganti secara cepat. Para pasien ini
mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe
lakunar sebelum akhirnya mengalami stroke. Pelannya aliran
arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit perfusi
yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik. 1
Stroke embolik, diklasifikasikan berdasarkan arteri yang
terlibat (misalnya, stroke A. vertebralis) atau asal embolus.
Sumber tersering terjadinya stroke ini adalah trombus mural
jantung (misalnya infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit
40

katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik).


Penyebab tersering yang kedua adalah tromboemboli yang
berasal dari arteri, terutama plak ateromatosa di A. carotis.
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan
penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.
Biasanya stroke akibat embolus ini berupa stroke kardioembolik.
1

Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan


oleh adanya oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar
tanpa penyebab yang jelas. Disebut kriptogenik karena
sumbernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan
diagnostic dan evaluasi klinik yang ekstensif. 1
PATOFISIOLOGI
Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa
adalah 50-60 ml/100 gram. Berat otak normal rata-rata dewasa
adalah 1300-1400 gram. Pada keadaan demikian, kecepatan otak
untuk memetabolisme oksigen kurang lebih 3,5 ml/100gr. Bila
aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gr akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jarinagn
otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan. 3
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan
melibatkan patofisiologi permeabilitas sawar darah otak, juga
menyebabkan kerusakan neural yang mengakibatkan akumulasi
glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar intraseluler akan
meningkat melalui transport glutamat, dan akan menyebabkan
ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses
yang terkait, yaitu:
1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Adanya
sumbatan
pembuluh
darah
akan
menyebabkan otak mengalami kekurangan nutrisi penting
seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat yang
diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami
iskemik sampai infark. Pada otak yang mengalami iskemik,
terdapat gradien yang terdiri dari ischemic core (inti
iskemik) dan penumbra (terletak di sekeliling iskemik
core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis
sebagai akibat dari kegagalan energi yang merusak
dinding beserta isinya sehingga sel akan mengalami lisis.
Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn adanya
sirkulasi kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi
metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal
oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai
penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung
terusmenerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan
41

integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang


secara akut timbul melalui proses apoptosis.
Daerah
penumbra
berkaitan
erat
dengan
penanganan stroke, dimana terdapat periode yang dikenal
sebagai window therapy, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila
ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra
akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah
luas.
2. Perubahan Kimiawi yang Terjadi pada Sel Otak
akibat Iskemik
Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan
untuk metabolisme sel. Bila aliran darah dan ATP tidak
segera dipulihkan maka akan mengakibatkan kematian sel
otak. Otak hanya bertahan tanpa penambahan ATP baru
selama beberapa menit saja.
Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 1015cc/100gr akan mengakibatkan kekurangan glukosa dan
oksigen sehingga proses metabolisme oksidatif terganggu.
Keadaaan ini menyebabkan penimbunan asam laktat
sebagai hasil metabolisme anaerob, sehingga akan
mempercepat proses kerusakan otak.
Terganggunya keseimbangan asam basa dan
rusaknya pompa ion karena kurang tersedianya energi
yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion. Gagalnya
pompa ion akan menyebabakan depolarisasi anoksik
disertai penimbunan glutamat dan aspartat. Akibat dari
depolarisasi anoksik ini adalah keluarnya kalium disertai
masuknya natrium dan kalsium. Masuknyaa natrium dan
kalsium akan diikuti oleh air, sehingga menimbulkan
edema dan kerusakan sel
GAMBARAN KLINIS
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala-gejala
penyumbatan sistem karotis:
1. Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis interna:
buta mendadak (amaurosis fugaks)
disfasia bial gangguan terletak pada sisi yang dominan
hemiparesis kontra lateral
2. gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior
hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan kedua
tungkai lebih menonjol
gangguan mental (bila lesi di frontal)
gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
inkontinensia
42

bisa kejang-kejang
3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media
bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang
sama, bila tidak di pangkal, maka lengan lebih
menonjol.
hemihipestesia
gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan
yang terserang.
4. gangguan pada kedua sisi
hemiplegi dupleks
sukar menelan
gangguan emosional, mudah menangis.
Gejala gangguan sistem vertebro-basiler:
1. Gangguan pada arteri serebri posterior
hemianopsia homonim kobntralateral dari sisi lesi
hemiparesis kontralateral
hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif
kontralateral.
2. Gangguan pada arteri vertebralis
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom
Wallenberg. Sumbatan pada sisi yang tidak dominan seringkali
tidak menimbulkan gejala.
GAMBARAN RADIOLOGI
1. CT Scan
Computed Tomography Scan juga disebut CT scan,
merupakan proses pemeriksaan dengan menggunakan
sinar-X
untuk
mengambil
gambar
otak.
Dengan
menggunakan komputer, beberapa seri gambar sinar-X
akan memperlihatkan gambar tiga dimensi kepala dari
beberapa sudut. CT scan dapat menunjukkan ; jaringan
lunak, tulang, otak dan pembuluh darah. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan area otak yang abnormal, dan dapat
menentukan penyebab stroke , apakah karena insufisiensi
aliran darah (stroke iskemik), rupture pembuluh darah
(hemoragik) atau penyebab lainnya. CT scan juga dapat
memperlihatkan ukuran dan lokasi otak yang abnormal
akibat tumor, kelainan pembuluh darah, pembekuan darah,
dan masalah lainnya. 4

43

Pada CT scan, gambaran infark terlihat normal pada


12 jam pertama. Manifestasi pertama terlihat tidak jelas
dan terlihat gambaran pembekuan putih pada salah satu
pembuluh darah, seperti kehilangan gambaran abu-abuputih, dan sulcus menjadi datar (effacement). Setelah itu,
gambaran yang timbul secara progresif menjadi gelap pada
area yang terkena infark, dan area ini akan menjalar ke
ujung otak, yang melibatkan gray matter dan white matter.
Kemungkinan region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat
dengan menggunkan CT scan atau karena bagian dari otak
(brainstem, cerebellum) dengan menggunakan CT scan
tidak menunjukkan bayangan yang jelas. 4
Perdarahan intracerebral akan mengalami kesalahan
interpretasi sebagai stroke iskemik jika computed
tomography tidak dilakukan 10-14 hari setelah stroke. CT
scan menunjukkan nilai positif pada stroke iskemik pada
beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai
dengan berat setelah 2 sd. 7 hari serangan akan tetapi
tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3 sd. 6 jam
kejadian. Tanda-tanda infark pada computed tomography
yaitu grey matter mengalami isodense dengan white
matter, kehilangan basal ganglia dan hyperdense artery.
Infark timbul apabila otak tidak menerima suplai darah
yang cukup maka otak akan mati. Infark dapat berbentuk
sangat kecil dan bulat. Infark lakunar biasa ditemukan pada
bagian intrakranial seperti (ganglia basalis, thalamus,
kapsula interna dan batang otak). 4
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI
adalah
suatu
alat
diagnostik
gambar
berteknologi canggih yang menggunakan medan magnet,
frekuensi radio tertentu dan seperangkat computer untuk
menghasilkan gambar irisan penampang otak. MRI
mendeteksi kelainan neurology lebih baik dari CT scan
misalnya stroke, abnormalitas batang otak dan cerebellum,
dan multiple sclerosis. MRI dapat mengidentifikasi zat
kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan
tumor otak dan abses otak. Perfusi MRI dapat digunakan
untuk mengestimasi aliran darah pada sebagian area.
Diffusi MRI dapat digunakan untuk mendeteksi akumulasi
cairan (edema ) secara tiba-tiba. MRI menggunakan medan
magnet untuk mendeteksi perubahan isi jaringan otak.
Stroke dapat mengakibatkan penumpukan cairan pada sel
jaringan otak segera 30 menit setelah terjadi serangan.
Dengan efek visualisasi (MRI angiogram ) dapat pula
memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas.
Pemeriksaan MRI -- Infark pada stroke akut. 4
44

akut : Low signal (hypointense) pada area T1, high signal


(hyperintense) pada spin density dan/atau T2. Biasanya
diikuti distribusi vascular. Massa parenkim berubah.
sub akut : Low signal pada T1 , high signal pada T2 . Diikuti
distribusi vascular. Revaskularisasi dan rusaknya bloodbrain barrier .
Old : Low signal pada T1 , high signal pada T2, kehilangan
jaringan dengan infark yang luas.
Dengan menggunakan CT scan dan MRI dapat
diketahui serangan stroke disebabkan oleh iskemik atau
perdarahan. Defisit neurologi bervariasi berdasarkan
pembuluh darah yang mengalami penyumbatan atau
kerusakan otak yang terjadi. Manifestasi klinik meliputi :
defisit motorik, gangguan eliminasi, defisit sensoripersepsi, gangguan berbicara, dan gangguan perilaku.
Manifestasi ini dapat muncul sementara atau permanen
tergantung iskemia atau nekrosis yang terjadi juga
treatment yang dilakukan.
GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI
1. Makroskopik
6-12 jam : pucat dan lunak, struktur massa kelabu kabur,
massa putih :butiran halus (-)

48-72
jam:
perlunakan
dan
penghancuran,
pembengkakan berbentuk lingkaran sampai ukuran
tertentuherniasi jika resolusi (10 hari);daerah infark
mencair-kista pada lesi dibatasi percabangan pembuluh
darah, dikelilingi jaringan glia padat; leptomening tebal
dan keruh.
2. Mikroskopik
6-12 jam : intensitas pewarnaan jaringan menurun,
pembengkakan badan sel saraf dan kekacauan susunan
sitoplasma serta kromatin inti, neuron merah,
fragmentasi axon dan kerusakan myelin oligodendrosit
dan astrosit.
48 jam : pembuluh darah tampak nyata dan PMN
72-96 jam : berkelompoknya makrofag disekitar
pembuluh darah minggu II : astrositosis prominen
resolusi akhir(beberapa minggu/bln):gliosis fibriler
mengganti daerah nekrosis/mengisi kista.
TERAPI
Selama keadaan akut dan kesadaran rendah harus
diberikan perawatan dalam keadaan coma. Kebersihan badan
termasuk mata dan mulut harus dijaga dengan teliti, keluar
masuk cairan sebaiknya diukur, miksi dirawat sesuai dengan
keadaan, defekasi diatur dengan pemberian gliserin sekali dalam
2 - 3 hari, dekubitus dihindarkan dengan mengubah sikap
berbaring dan membersihkan kulit dengan seksama, suhu badan
45

yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin, jalan pernafasan


dijaga supaya tetap lapang, bila ada lendir tertimbun
ditenggorokan perlu dihisap keluar, makanan diberikan personde,
bronchopneumonia dicegah dengan pemberian penstrept 8; 1
dan tindakan physioterapi seperti nafas buatan dan tapottage ;
bila perlu oxygen dapat diberikan. Untuk mengurangi edema
otak dapat diberikan obat-obat corticosteroid dalam satu
rangkaian pengobatan, misalnya dexamethason, 10 mg, intravena, diikuti dengan pemberian 5 mg. tiap 6 jam selama 2 hari
pertama, kemudian 5 mg. tiap 8 jam pada hari ke-3, kemudian
tiap 12 jam pada hari ke-4 dan 5 mg. pada hari ke-5. Obat-obat
yang memperbaiki metabolisme sel-sel otak seperti nicholis,
encephabol, hydergin dapat pula membantu. 1
Obat-obat yang berkhasiat menurunkan metabolisme otak
mungkin memberikan pengaruh yang baik seperti lytic cocktail
yang terdiri dari 50 mg. Iargactyl, 40 mg. phenergan, dan
pethidin 100 mg. yang diberikan dengan infus glucose 5 - 10 %.
Setelah masa akut dilalui dapat diberikan obat-obat golongan
vasodilatansia, stugeron dan lainlain. Pada thrombosis dan
emboli cerebri dapat pula diberikan anti-koagulansia dalam satu
rangkaian terapi. Dalam masa rekonvalesensi physioterapi harus
ditingkatkan untuk melatih anggota-anggota badan yang
lumpuh. 1
KOMPLIKASI
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau
nonneurologis. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan
herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan transformasi
hemoragik. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi
(contoh:
pneumonia),
gangguan
jantung,
gangguan
keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan
biasanya parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum.
Kejang berulang terjadi pada 20-80% kasus. Penggunaan
antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada pasien stroke tidak
terbukti bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama
dengan penanganan kejang pada umumnya.
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian
infark selalu disertai komponen perdarahan berupa petekie.
Dengan menggunakan CT Scan 5% dari kejadian infark dapat
berkembang menjadi transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran
dan etiologi stroke dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi
ini. Penggunaan antitrombotik, terutama antikoagulan dan
trombolitik meningkatkan kejadian transformasi perdarahan.

46

Terapi pasien dengan infark berdarah tergantung pada volume


perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.
PROGNOSIS
Prognosis stroke iskemik dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Tingkat kesadaran: sadar 16 % meninggal, somnolen 39 %
meninggal, yang stupor 71 % meninggal, dan bila koma
100 % meninggal.
2. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka angka
kematian meningkat tajam.
3. Jenis kelamin: laki laki lebih banyak (16 %) yang
meninggal dari pada perempuan (39 %).
4. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
5. Lain lain: cepat dan tepatnya pertolongan

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid I


2. Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S.
A., L. M. Wilson. 2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit,
et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 10631104.
3. Emma Lloyd. What is a cerebral infacrtion [online] [cited
2015] [1screen]. Available from:URL:
http://wisegeek.comwhat-is-a-cerebral-infarction.htm
4. Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar,
V., R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi
7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. pp: 903-948
5. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada Sistem
Neurologis. [online] [cited 2015] [1 screen]. Available
from:URL:
http://www.docstoc.comdocs18556421ComputedTomography-Scan-%28CT-Scan%29-dan-MagneticResonance-Imaging
6. Forciea MA. Comprehensive Geriatric Assessment. In: Geriatric Secrets.
3rd ed. New York: Mc Grawhill; 2004. p.14 18.
7. Darmojo BR. Demografi dan Epidemiology Populasi Usia Lanjut. In:
Darmojo BR, Martono H, editor. Buku Ajar Geriatri. 4th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010
8. Reuben DB. Principles of Geriatric Assessment. In: Principles of Geriatric
Medicine and Gerontology. 5th ed. New York: Mc Grawhill; 2003.p. 99
110.
9. Martono H. Penderita Geriatri dan Asesmen Geriatri. In: Darmojo BR,
Martono H, editor. Buku Ajar Geriatri. 3

th

ed. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2004.p. 15.


10. Kuswardhani, RAT. Comprehensive Assesment of The Elderly Patients. In:
Buku Ajar Geriatri. Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam FK Unud;
2011.p. 1-7.
11. Depkes RI. Buku Panduan Nutrisi Usia Lanjut; 2005.
12.
http://adiimoedh.blogspot.com/2005/01/memahami-penyakitlansia-dengan-14i.html

48

13.
Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia
Kedokteran. Ed 80. FK USU. Hal 85-87.
14.
Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th
ed. Thieme: NY. Hal 119-123
15.
Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun
dalam Updates in Neuroemergencies. FKUI: Jakarta. Hal.1-7
16.
Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada
University Press: Yogyakarta.
17.
Kumar, Parveen., Clark, Michael. 2009. Clinical Medicine 7th
Edition. Saunders Elsevier: Toronto
18. Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level
dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone:
UK. Hal.81

49

You might also like