You are on page 1of 8

PENDAHULUAN

Iktiosis berasal dari bahasa Yunani yaitu ichthys yang berarti ikan yang
dideskripsikan sebagai kulit tubuh yang kasar, kering dan disertai sisik berlebihan
menyerupai ikan. Iktiosis merupakan kelompok berbagai penyakit kulit heterogen
ditandai kulit kering dan kasar disertai sisik yang terlokalisir atau generalisata
dengan variasi keterlibatan manifestasi sistemik lain. Iktiosis merupakan penyakit
kulit dengan

gangguan keratinisasi atau kornifikasi. Pada sebagian kasus,

penyakit ini merupakan penyakit herediter, namun terkadang iktiosis bisa


merupakan fenomena yang didapat.1,2
Iktiosis dikelompokkan berdasarkan pola penurunan dan gambaran klinis
menjadi autosomal dominan atau semi dominan, X-linked, dan autosomal resesif.1
Iktiosis vulgaris (IV) merupakan jenis iktiosis autosomal semidominan dengan
angka kejadian tertinggi yakni 1 di antara 250 pada 6051 anak di Inggris. 2 Kulit
iktiotik memiliki kualitas dan kuantitas skuama abnormal, gangguan fungsi
perlindungan stratum korneum, dan dapat disertai gangguan proses proliferasi sel
epidermal. Penebalan stratum korneum dapat disebabkan peningkatan laju
proliferasi sel atau pelepasan (deskuamasi korneosit) yang terlalu lambat, atau
kedua kondisi tersebut.1,2
Proses diferensiasi epidermal merupakan hal kompleks dan tidak
seutuhnya dipahami. Cacat gen yang mendasari kelaianan ini telah teridentifikasi.
Mutasi pada gen yang mengkode keratin suprabasal epidermal, keratin 1 dan 10,
menyebabkan mutasi gen pengkode transglutaminase 1 pada EHK. Enzim tersebut
mengkatalisis silang protein dan seramid selama pembentukan korneosit, dan
ditemukan pada 55% pasien iktiosis kongenital autosomal resesif.1,2
Steroid sulfatase mengontrol hidrolisis kolesterol sulfat di korneosit dan
dianggap
penting dalam regulasi deskuamasi korneosit. Pada iktiosis X-linked resesif
terdapat defisiensi steroid sulfatase. Obat penurun kolesterol serum (misalnya,
asam nikotinat, triparanol) dapat menyebabkan perbaikan pada kulit iktiotik, hal
ini menunjukkan homeostasis lemak penting bagi proses keratinisasi normal1,2
Mutasi pada gen pengkode enzim biosintesis kolesterol merupakan
penyebab kondrodisplasia punctata X-linked dominan dan sindrom kongenital

hemidisplasia dengan iktisosiformis eritroderma dan cacat anggota tubuh


(CHILD). Identifikasi mutasi serin protease inhibitor, kazal jenis 5 (SPINK5),
menyebabkan sindrom Netherton. SPINK5 merupakan gen pengkode protease
inhibitor, pada sindrom Netherton telah dibuktikan peran proteolisis dan protease
inhibitor dalam proses diferensiasi epidermis. Temuan kelainan connexin
berhubungan dengan eritrokeratodermia variabilis, sindrom keratitis, iktiosis, dan
tuli (KID). Defisiensi atau ketiadaan gen filagrin (FLG) berhubungan dengan
penurunan kelembaban stratum korneum pada pasien IV. Mutasi FLG juga dapat
mengakibatkan fenotip klinis yang lebih parah pada kelainan kulit lain.1,2
Tabel 1. Iktiosis kongenital dan akuisita
Iktiosis kongenital
Iktiosis autosomal semidominan
Vulgaris (sinonim iktiosis autosomal dominan)
Iktiosis autosomal dominan
Eritroderma iktiosiformis bulosa ( hiperkeratosis epidermolitik)
Iktiosis bulosa Simens
Iktiosis histiks Curth dan Macklin
Eritrokeratodermia
Eritrokeratodermia Variabilis
Eritrokeratodermia simetrik progresif
Sindrom KID (keratitis, iktiosis, deafness)
Iktiosis resesif X-linked (defisiensi steroid sulphatase)
Eritroderma iktiosiformis non bulosa [Kongenital iktiosisformis eritroderma(CIE)]
Kondrodisplasia pungtata
Kondrodisplasia pungtata Rhizomelik
Sindrom CHILD (Congenital hemidysplasia, eritroderma iktiosiformis, unilateral limb
defects)
Iktiosis lamelar
Iktiosis Autosomal resesif
Bayi kolodion
Bayi harlequin
Sindrom Netherton (Iktiosis linearis circumflexa)
Sindrom Sjogren-Lanson
Penyakit Refsum
Trikotiosistrofi
Neutral lipid storage disease (sindrom Chanarin-Dorfman)
Sindrom Neonatal cholestatic jaundice dan iktiosis (NISCH)
Sindrom defisiensi sulfatase mulipel
Sindrom peeling skin
Iktiosis akuisita
Ptyriasis rotunda
Gougerout dan Carteaud Papilomatosis Retikular

Pendekatan genetik untuk memahami iktiosis telah mengungkapkan


banyak cacat gen yang mendasari genodermatosis ini. Mengetahui mutasi gen

tertentu, mengarahkan kita untuk mengetahui proses patofisiologis yang


mendasari.seperti pada Tabel 1.
Iktiosis vulgaris merupakan bentuk iktiosis kongenital yang paling sering
terjadi.1 Hiperlinear palmar sering ditemukan, dan beberapa pasien mungkin
memiliki penebalan palmar/plantar yang mendekati kondisi keratoderma.

1,2

Eritroderma iktiosiformis bulosa sering ditemukan secara kongenital, dengan


lepuh, eritema, dan pengelupasan sesuai aspek histopatologisnya yaitu berupa
degenerasi vakuolar epidermis (epidermal lisis) dan berhubungan dengan
hiperkeratosis.1 Iktiosis siemens bulosa merupakan penyakit genodermatosis
autosomal dominan langka dimana pasien lahir dengan eritema dan lepuh.
Eritema reda selama beberapa pekan sampai bulan, namun pada daerah kulit yang
lentur dapat bewarna abu gelap dan hiperkeratosis. Iktiosis histriks Curth dan
Macklin ditandai dengan lesi yang meluas, tebal, hiperkeratosis dan bewarna abucoklat.1,2 Eritrokeratodermia adalah kelompok gangguan klinis dan genetik
heterogen

ditandai

dengan

hiperkeratosis

dan

eritema

lokal.

Pada

eritrokeratodermia minimal terdapat dua manifestasi klinis berbeda. Salah satu


jenis ditandai dengan plak hiperkeratotik, persisten, merah yang mencolok hingga
coklat dan generalisata serta berbatas tegas. Kedua tipe lokal dengan luas terbatas
dan ditandai dengan plak hiperkeratosis berbatas tegas, tersusun simetris dan
relatif tetap selama bulan hingga tahun. Eritrokeratodermia simetris ditandai plak
hiperkeratosis berbatas tegas, eritema, yang simetris segera setelah lahir.1 Sindrom
KID adalah gangguan langka yang ditandai dengan keratitis (dengan kekeruhan
kornea yang progresif), iktiosis, dan tuli (neurosensorik). 1 Iktiosis X-linked resesif
cenderung memiliki lebih banyak keterlibatan skuama berukuran besar, dan
berbentuk koma, disertai dengan opasitas kornea pada setengah pasien dewasa
penyakit ini.6 Sindrom CHILD adalah gangguan langka yang terdiri dari
hemidisplasia kongenital, eritroderma iktiosiformis, dan cacat anggota tubuh,
yang ditemukan hampir secara eksklusif pada wanita. Iktiosis autosomal resesif
kongenital dibagi menjadi dua oleh Williams dan Elias menjadi IL dan
eritroderma iktiosiformis kongenital (CIE), yang merupakan bentuk eritrodermik
yang lebih ringan.1 Pasien IL terdapat skuama berukuran besar dan berwarna
gelap, sementara pada bayi mungkin berwarna eritema saat lahir, dan pada orang

dewasa hanya sedikit yang tidak terdapat eritroderma.6 Pada kasus yang parah,
presentasi IL pada kulit wajah berupa tarikan kelopak mata dan bibir, berujung
pada ektropion dan eklabium. Scarring alopesia, paling jelas pada kulit kepala
perifer, mungkin merupakan bagian dari penarikan garis rambut (Gambar 1.).
Berbeda dengan IL, pada CIE terdapat eritema generalisata disertai sisik putih.
Pasien dengan CIE klasik hanya sedikit yang tidak terdapat ektropion, eklabium,
atau alopesia (Gambar 2.), namun banyak pasien yang keadaan klinisnya tidak
cocok sepenuhnya dengan dua deskripsi klinis ini.8

Gambar 1. Iktiosis lamelar fenotip klasik. A. Ektropion. B and C. Skuama besar coklat
Plate-like.1

Gambar 2. Congenital ichthyosiform erythroderma. Eritema, terang, disertai skuama


putih halus.1

Bayi kolodion lahir terbungkus dalam sebuah membran tembus pandang,


mirip perkamen yang kencang dan dapat mengganggu pernapasan dan
kemampuan untuk mengisap.5,7 Harlequin ichthyosis adalah iktiosis berat, dan

fatal. Bayi sering prematur dan lahir dengan gambaran stratum korneum
mengkilap, dipisahkan oleh fisura merah dan dalam, terdapat gangguan
perkembangan telinga dan ektropion serta eklabium. Manifestasi kulit yang sering
ditemukan pada Sindrom Netherton adalah iktiosis linearis sirkumfleksa, kondisi
yang umum ditemukan adalah hiperkeratosis, polisiklik dan plak eritema
serpiginosa. Sindrom Sjgren-Larsson adalah gangguan autosomal resesif langka
yang ditemukan kongenital dengan iktiosis yang bermanifestasi sebagai skuama
halus, besar, atau penebalan stratum korneum tanpa skuama dan mungkin gatal.
Sindrom Chanarin-Dorfman memberikan gambaran warna kulit yang berkembang
dari oranye hingga merah dengan skuama coklat, dan disertai pruritus. 1,2
Kolestasis jaundice neonatal dan iktiosis ringan ditandai sisik putih halus
merupakan gambaran sindrom NISCH. Defisiensi Sulfatase Multipel memberikan
gambaran klinis berupa kerusakan neurologis, kelainan tulang, dismorisme wajah,
dan terlihat menyerupai iktiosis pada defisiensi sulfatase X-linked. Sindrom
peeling skin adalah gangguan autosomal resesif yang ditandai dengan
pengelupasan stratum korneum lebih cepat, seumur hidupnya.1
Iktiosis yang diperoleh pada orang dewasa dapat bermanifestasi sebagai
penyakit sistemik dan berhubungan dengan penyakit malignansi, obat-obatan,
endokrin dan metabolik, malnutrisi, HIV dan infeksi lain, serta kondisi autoimun.
1,2

Pitiriasis rotunda dideskripsikan sebagai patch bulat atau oval, berbatas

tegas, dan diameter 2 hingga 14 cm, berjumlah 4 hingga 200 lesi dan tidak gatal,
disertai sisik iktiosiformis dengan hipo atau hiperpigmentasi dan tanpa tanda
inflamasi. Gougerot dan Carteaud retikular papilomatosis adalah dermatosis
iktiosiformis yang diperoleh, jarang ditemukan namun khas terlihat pada orang
dewasa muda, ditandai dengan makula bersisik, papula, patch, dan plak, bewarna
coklat yang persisten.1
Diagnosis iktiosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang bertujuan untuk mencari bentuk klinis setiap tipe iktiosis yang dapat
sangat bervariasi. Cakupan klinis penyakit ini sangat heterogen, mengakibatkan
diagnosis klinis dapat membingungkan dan meragukan.1,2 Diagnosis genetik
praimplantasi adalah diagnosis alternatif, dan telah banyak dilakukan untuk
penyakit genetik, termasuk IL dan EHK.1
Pemeriksaan penunjang untuk iktiosis yang paling sering digunakan
adalah pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan histopatologi dapat
membantu membedakan beberapa tipe dan menilai derajat keparahan penyakit

tersebut.1 Gambaran histopatologi IV ditemukan penebalan stratum korneum


disertai akantosis dengan stratum granulosum yang normal (Gambar 3.),
sedangkan pada EHK didapatkan hiperkeratosis pada stratum granulosum serta
perubahan vakuola pada bagian atas stratum spinosum (Gambar 4.).3

Gambar 3. Iktiotis Vulgaris3

Gambar 4. Hiperkeratosis epidermolotik3

Terapi terkini untuk iktiosis berupa terapi simtomatik yang fokus kepada
hidrasi, lubrikasi, dan keratolisis. Kulit iktiotik yang tebal dapat penurunan fungsi
perlindungan dan ketidakmampuan mengendalikan kehilangan air transepidermal
untuk menentukan kelenturan stratum korneum. Kulit yang terhidrasi dengan baik
dapat dengan mudah ditipiskan dengan abrasi ringan (busa mandi). 1 Pemberian
jenis pelembab pada pasien iktiosis d dapat berwujud sebagai losion, krim,
minyak, ataupun petrolatum untuk memperpanjang hidrasi dan pelembutan kulit. 5
Keluaran urin, berat badan, dan kadar elektrolit harus dimonitor ketat.1,5 Antibiotik
profilaksis dapat diberikan pada fisura yang luas dan penuh pertimbangan.5
Agen keratolitik digunakan untuk meningkatkan deskuamasi korneosit
sehingga kerak akan terangkat dan menipiskan hiperkeratosis stratum korneum.
Terdapat banyak krim dan lotion keratolitik yang tersedia secara komersial yang
mengandung urea, asam salisilat, atau asam -hidroksi (misalnya, asam laktat,
asam glikolat). Urea dapat berfungsi dengan kapasitasnya untuk mengikat air.
Propilen glikol 40-70% dalam gel, efektif dalam pengangkatan skuama.4
Salep topikal takrolimus 0,1% atau krim pimekrolimus 1% efektif pada
pasien iktiosis yang mengalami iritasi menggunakan obat topikal jenis lain.
Preparat topikal takrolimus 0,1% atau krim pimekrolimus 1% memiliki
penyerapan sistemik minimal.1
Peningkatan pelepasan air transepidermal menyebabkan dehidrasi
hipernatremik, imbalans elektrolit, gangguan termoregulasi dan malnutrisi kalori.5

Fisura pada kulit dapat menjadi port the entry mikroorganisme, yang berujung
pada infeksi kulit dan sepsis, namun akibat gangguan termoregulasi, tanda infeksi
Seperti demam kadang tidak ditemukan. Gangguan ventilasi, kesulitan menghisap
dan pneumonia dapat ditemukan pada HI dan bayi kolodion.5
Prognosis penyakit iktiosis dapat ditentukan berdasarkan tipe iktiosis dan
penatalaksaan yang tepat pada pasien. Umumnya penyakit iktiosis menunjukkan
angka mortalitas yang rendah, akan tetapi terdapat beberapa tipe seperti bayi
harlequin, defisiensi sulfatase multipel yang dapat berkomplikasi kepada gagal
organ dan berujung kepada kematian.1,2

DAFTAR PUSTAKA
1. Fleekman P, DiGiovanna JJ. The Ichthyoses. In: Goldsmith LA, Katzs SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatricks

Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York: McGraw-Hill


Companies Inc, 2012.p 972-980
2. Richard G, Ringpfeil F. Ichthyoses, Erythrokeratodermas and Related
Disorders. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer J, Callen, Cerroni L,
Heymann WR, et al, editors. Dermatology. 3th ed. New York: Elsevier
Saunders, 2012. p 743-773
3.Judge MR, Mclean WHI, Munro CS. Disorder of Keratinization. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology.
8th ed. Manchester: Wiley-Blackwell, 2010. p 19.4-60
4. Weedon D. Disorder of Epidermal Maturation and Keratinization. In: Weedon
D. Skin Pathology. New York: Elsevier Saunders, 2010. p 247-251
5. Robertson DB, Maibach HI. Dermatologic Pharmacology. In: Katzung BG,
Masters SB, Trevor AJ. Basic & Clinical Pharmacology. 11th ed. New York:
McGraw-Hill Companies Inc, 2010.p 1061
6. James WD, Elston DM, Berger TG. Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. San Francisco: Elsevier Saunders, 2011.
7. Mansouri M, Seifmanesh M, Hemmatpour S, Rad F, Sedaghat A. A rare case
ofcollodion baby and harlequin ichthyosis. IOSR 2014; 13(7): 35-37
8. Reddy PPK, Ravindra K. Lamellar ichthyosis a rare case report. IJBAMR
2015; 4(2): 421-423

You might also like