Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk
melalui
puting
susu
yang
pecah-pecah
atau
terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan
nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3
minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer,
2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal
di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang
menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam
Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada
payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah.
Tandatanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan
suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan,
mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 34 minggu masa nifas. Hal
ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui;
menyusui
pada
payudara
yang
tidak
sakit;
kompres
dingin
sebelum
2.
Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 23 minggu. Untuk
sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3.
Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai
dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat
berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4.
Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh responrespon inflamasi. Secara normal, ASI segar
bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
B. Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta orang
terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan 241.240 wanita
Amerika Serikat terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665
orang dan di Sumatera Utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik mastitis
(Djamudin, 2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita mastitis di Klinik
Bidan Elfrida Fitri Simamora Periode Tahun 2008 (Januari-Desember) adalah sebanyak
30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu post partum
tentang mastitis terutama dalam teknik menyusui yang baik (Fitri, 2009).
Mastitis dan abses payudara terjadi hampir pada semua populasi. Insiden yang
dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%.
Walaupun demikian, menurut beberapa laporan, terutama dari negara-negara
berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului dengan mastitis yang nyata.
Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran, dengan
sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12
minggu pertama. Namun, mastitis juga dapat terjadipada setiap tahap laktasi, termasuk
pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama
pascakelahiran tetapi dapat timbul kemudian (Anonim, 2013).
C. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo, 2010),
yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan
tubuh mengalami infeksi (mastitis).
D. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut
bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada
puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui
mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di
sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena
infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan
menahun
dari
saluran
air
susu
yang
terletak
di
bawah
puting
susu.
demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan
tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri
kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting
payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras
dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat,
dan terjadi
peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa
asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik
sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering
berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi
pembentukan abses.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a.
b.
c.
ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d.
Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam,
rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e.
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama
dengan payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
a.
b.
c.
d.
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan
kulit tidak pecah pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara
namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan
mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).
F. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun
karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran
ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di
dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi
tegang.Sehingga
sel
epitel
yang
memproduksi
ASI
menjadi
datar
dan
b. Mastitis berulang/kronis
H. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan
keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan yang
adekuat.
I. Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan
pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada
abses maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah
dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat
sejajar dengan jalannya duktus-duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Dosis
Eritromisin
Flukloksasilin
Dikloksasilin
Amoksasilin (sic)
Sefaleksin
Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
b.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong
saluran ASI.
Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda
nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.
J. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1997):
a.
b.
c.
Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada
puting susu
d.
e.
f.
mastitis, yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
Menyusui dengan posisi yang benar;
Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
Penggunaan dot;
Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
10
Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siapuntuk
11
pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari;
terjadi mastitis berulang;
mastitis terjadi di rumah sakit; dan
penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
L. PATHWAYS
Stasis
ASI
Fisura
pada
puting
Jaringan
mammae
menjadi tegang
Lubang
duktus
laktiferus
lebih terbuka
Terbukanya
port de
entry
12
Bakteri
MASTITI
S
Ketegangan
pada
jaringan
mammae
Ukuran
mamma
e
membes
Ganggu
an citra
tubuh
Penekanan
reseptor
nyeri
Nyeri akut
Laktasi
terganggu
Menyusui
tidak
Proses
infeksi
bakteri
Reaksi
imun
Muncul
pus
Kurang
pengetah
uan
Ansietas
Resik
o
tinggi
infeks
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas klien :
Nama
: jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-harinya
Umur
13
>35 tahun akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas.
Suku
Agama
kondisi pasien.
: wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat
mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk
kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan
oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI
sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah
satu pencetus penyakit mastitis ini.
Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat
mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan
Alamat
post perawatan
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor
predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan
mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang
tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu
terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi
penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran
susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI
karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan
penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab
terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan
hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan
sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2. Riwayat kesehatan sekarang
14
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius),
tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada
mammae. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul
berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya
memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang benar, dsb.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
c. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering
muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis
biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan
lingkungan yang kurang bersih.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis. Dengan
adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada
ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya
mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali menurun akibat
dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
3. Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik akibat
terjadinya mastitis.
a. Tidak ada nyeri saat berkemih
b. Konsistensi dan warna normal
c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38 derajat
celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami penurunan aktivitas
karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien
akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri
biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat terjadi
penurunan harga diri.
7. Pola Persepsi Diri
15
16
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak ada
gangguan pada area ini.
g) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad
area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada area
ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak ada
gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.
k) Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi pembesaran.
pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena mastitis.
l) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran
pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada
puting panyudara, panyudara teraba keras dan tegang, panyudara teraba hangat,
terlihat bengkak, dan saat di lakukan palpasi terdapat pus.
m) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak ada
e.
Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen
18
C. Intervensi keperawatan
D.
Diagnose
a. Nyeri akut
berhubungan
dengan proses
inflamasi
H.
E.
I.
J.
b. Ketidakefektif
an pemberian
ASI
T.
U.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
F.
Intervensi
G.
Rasional
1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, 1. Membantudalammenentukan
lamanya dan intensitas nyeri).
M.
N.
3. Ajarkan
dan
anjurkan
klien
untuk
O.
rasa nyeri.
P.
5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran
4. Anjurkan klien untuk tidak menggunakan
infeksi secara berlebih dan analgetik untuk
penyangga yang terlalu ketat.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan
mengurangi nyeri.
6. Mencegah komplikasi sejak awal.
antibiotic.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden S.
biopsy jika ada abses.
Q.
R.
1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan baby
putting.
W.
19
berhubungan
2.
3.
lahan.
AA.
AB.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
AF.
AG.
AH.
20
AI.
Diagnosa
a. Nyeri akut
berhubungan dengan
proses inflamasi
AJ.
Implementasi
1. Telah dikaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan
intensitas nyeri).
2. Telah doberikan kompres hangat.
3. Telah diajarkan dan telah menganjurkan klien untuk melakukan
perawatan payudara.
4. Telah menganjurkan klien untuk tidak menggunakan penyangga yang
terlalu ketat.
5. Telah berkolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotic.
6. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy karena adanya
abses.
AL.
AK. Evaluasi
AO. S : Klien mengatakan nyerinya sudah
berkurang atau hilang
AP. O :
a. Klien tidak tampak meringis lagi.
b. Skala nyeri berkurang
menjadi 2 dari
P : Lanjutkan intervensi
AX.
AM.
b. Ketidakefektifan
pemberian ASI
berhubungan dengan
terhentinya menyusui
sekunder akibat ibu
yang sakit, bayi tidak
mau menyusu
AS.
AN.
AT.
21
1.
2.
3.
4.
antibiotik.
5. Telah memberikan informasi tentang pentingnya menjaga personal
hygiene.
ada.
BA. A: Masalah teratasi
BB.
P: Hentikan intervensi
BD. S: Ibu mengatakan panyudaraNya sudah tidak
sakit dan nyeri lagi
BE. O:
BF. a. Tidak ada lecet pada puting susu
b. TTV :120/80, Nadi 75x/ menit,RR: 22x/
menit, suhu 37oC
BG.
c. Tidak ada tanda-tanda adanya ifeksi
(peradangan, pengeluaran push, dll pada
payudara)
d. Puting susu terlihat bersih.
BH.
A: Masalah teratasi
BI.
P: Hentikan intervensi
22
BJ.DAFTAR PUSTAKA
BK.
BL.
BM.
BN.
BO.
BP.
BQ.
BR.
BS.
BT.
BU.
BV.
BW.
BX.
BY.
BZ.
CA.
CB.
CC.
CD.
CE.
CF.
].
(4
CG.
CH.
CI.
CJ.
23