Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
dr. Bella N. Virgianty
Pembimbing:
dr. Romdon Purwanto SpAn
BAB 1
PENDAHULUAN
Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2.
Bila terjadi kegagalan pernapasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan
mengalami defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya.
Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida.
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan
karbondioksida. Ada beberapa tingkatan dari gagal pernafasan, dan dapat terjadi
secara akut atau secara kronik. Kegagalan pernafasan kronik menyatakan
gangguan fungsional jangka panjang yang menetap selama beberapa hari atau
bulan dan mencerminkan adanya proses patologis yang mengarah kepada
kegagalan dan proses komplikasi untuk menstabilkan keadaan. Gas-gas dalam
darah dapat sedikit abnormal atau dalam batas normal pada saat istirahat, tetapi
dalam keadaan di mana kebutuhan meningkat seperti pada sewaktu latihan maka
gas-gas darah dapat jauh dari batas normal. Peningkatan kerja pernafasan
mengurangi cadangan pernafasan dan pengurangan aktivitas fisik adalah dua
mekanisme utama untuk mengatasi insufisiensi pernafasan kronik.
Kegagalan pernafasan akut secara numerik didefinisikan bila PaO 2 50
sampai 60 mmHg atau dengan kadar CO 2 50 mmHg dalam keadaan istirahat
pada ketinggian permukaan laut. Alasan pemakaian definisi numerik berdasarkan
gas-gas darah ini karena batas antara insufisiensi pernafasan kronik dan kegagalan
pernafasan tidak jelas dan tidak bisa berdasarkan observasi klinis saja. Sebaliknya,
harus diingat bahwa definisi berdasarkan gas-gas darah ini tidak bersifat absolut.
Makna dari angka-angka ini tergantung dari riwayat penyakit terdahulu. Orang
yang sebelumnya dalam keadaan sehat yang kemudian mengalami kelainan gasgas darah setelah mengalami kecelakaan hampir tenggelam dapat diperkirakan
akan jatuh ke dalam keadaan koma, sedangkan penderita PPOM dapat melakukan
kegiatan fisik dalam batas tertentu seperti dalam keadaaan gas darah yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
nafas
adalah
ketidakmampuan
sistem
pernafasan
untuk
mempertahankan suatu keadaan pertukaran antara atmosfer dan sel-sel tubuh yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh normal Pada gagal nafas, terjadi kegegalan sistem
pulmoner untuk memenuhi kebutuhan eliminasi CO2 dan oksigenasi darah.
Gagal napas terjadi bila: 1). PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg, atau 2). PCO2
arterial (PaCO2) > 45 mmHg , kecuali apabila peningkatan PCO2 disebabkan oleh
kompensasi dari alkalosis metabolik. Secara umum gagal nafas dibedakan
menjadi gagal nafas tipe hiperkapnia dan gagal nafas tipe hipoksemia.
Pasien dengan gagal nafas hiperkapnia mempunyai kadar PCO2arterial
(PaCO2) yang abnormal tinggi. (PaCO2> 45 mmHg). Sedangkan pada gagal nafas
hipoksemia didapatkan PO2 arterial (PaO2) yang rendah (PaO2< 60 mmHg) dengan
PaCO2 yang normal atau rendah.
2.2
komponen sistem pernapasan. Gagal nafas dapat diakibatkan kelainan pada paru,
jantung, dinding dada, otot pernapasan, atau mekanisme pengendalian sentral
ventilasi di medula oblongata.
Pasien dengan gagal nafas tipe hipoksemia sering disebabkan oleh
kelainan yang mempengaruhi parenkim paru meliputi jalan nafas, ruang alveolar,
intersisiel, dan sirkulasi pulmoner. Perubahan hubungan anatomis dan fisiologis
antara udara di alveolus dan darah di kapiler paru dapat menyebabkan gagal nafas
tipe hipoksemia. Contoh penyakitnya antara lain : Penumonia bakterial,
pneumonia viral, aspirasi isi lambung, ARDS, emboli paru, asma, dan penyakit
paru intersisial.
Sedangkan pada gagal nafas tipe hiperkapnia sering disebabkan oleh
kelainan yang mempengaruhi komponen non-paru dari sistem pernafasan yaitu
dinding dada, otot pernafasan, atau batang otak. Penyebabnya antara lain
kelemahan otot pernafasan, penyakit SSP yang menganggu sistem ventilasi, atau
2
sirkulasi
alveolar.Sedangkan
pulmoner,
jaringan
ekstrapulmoner
interstitial
berupa
dan
kelainan
daerah
pada
pusat
kapiler
nafas,
sedangkan
kelainan
intrapulmoner
dapat
meliputi
seluruh
mekanisme tersebut.
2.3.1
(PaO2) dan dapat digunakan untuk menunjukkan PO2 pada kapiler, vena dan
kapiler paru. Istilah tersebut juga dipakai untuk menekankan rendahnya kadar O2
darah atau berkurangnya saturasi oksigen di dalam hemoglobin.
Hipoksemia
berat
akan
menyebabkan
hipoksia.Hipoksia
berarti
alveolar
menyebabkan
penurunan
PAO2,
yang
Ventilasi-Perfusi
(ventilation-perfusion
distribusi
perfusi
berubah.
Petunjuk
akan
adanya
otak
hipoksik
meningkat.Sehingga
permanen.Aktivitas
menyebabkan
terjadinya
sistem
takikardi,
saraf
simpatis
diaphoresis
dan
pada
sistem
saraf
pusat.Peningkatan
sistem
saraf
pusat,
PaCO2
merupakan
penekanan
klinis pada gagal napas terdiri dari tanda kompensasi pernapasan yaitu takipneu,
penggunaan otot pernapasan tambahan, restriksi intrakostal, suprasternal dan
supraklavikular. Gejala peningkatan tonus simpatis seperti takikardi, hipertensi
dan berkeringat. Gejala hipoksia yaitu perubahan status mental misalnya bingung
atau koma, bradikardi dan hipotensi. Gejala desaturasi hemoglobin yaitu sianosis.
Kriteria gejala klinis dan tanda-tanda gawat nafas ditandai dengan
perubahan pola pernafasan dari normal antara lain sebagai berikut
a. Penurunan frekuensi pernafasan (Bradipneu) atau meningkat (Takipneu).
b. Adanya retraksi dinding dada
c. Sesak nafas / dyspneu
d. Sianosis (kebiruan), diakibatkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.
e. Penggunaan otot bantu pernafasan
f. Gerakan dinding asimetris
g. Pernafsan paradoksal
h. Retraksi dinding dada
i. Suara nafas menurun atau hilang atau didapatkan suara tambahan seperti
stridor, rhonki, atau wheezing.
Untuk membedakan penyebab dari gagal nafas dapat diketahui dari gejala
gagal nafas antara lain :
Hipoksemia
Ansietas
Takikardia
Takipneu
Diaforesis
Aritmia
Perubahan Status Mental
Bingung
Sianosis
Kejang
Asidosis Laktat
Hiperkapnia
Somnolen
Letargi
Koma
Sakit kepala
Edema papil
Asteriks
Agitasi
Tremor
Bicara kacau
dan PaCO2. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk
mengetahui apakah ada anemia, yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan.
Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis underlying disease
(penyakit yang mendasarinya).
2.5 Penatalaksanaan Gagal Nafas
Gagal napas akut merupakan salah satu kegawat daruratan.Untuk itu,
penanganannya tidak bisa dilakukan pada area perawatan umum (general care
area) di rumah sakit. Perawatan dilakukan di Intensive Care Unit (ICU), dimana
segala perlengkapan yang diperlukan untuk menangani gagal napas tersedia.
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut adalah: membuat
oksigenasi arteri adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta
menghilangkan underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas
tersebut.
Prioritas dalam penanganan gagal nafas berbeda-beda tergantung dari
etiologinya, tetapi tujuan primer penanganan adalah sama pada semua pasien,
yaitu menangani sebab gagal nafas dan bersamaan dengan itu memastikan ada
ventilasi yang memadai dan jalan nafas yang bebas
a. Perbaiki jalan napas (Air Way)
Terutama pada obstruksi jalan napas bagian atas, dengan
hipereksistensi kepala mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi
jalan napas, apabila masih belum menolong maka mulut dibuka dan
mandibula didorong ke depan (triple airway maneuver)
atau
dan
mempersiapkan
pengobatan
spesifik,
maka
10
Kateter Nasal
1-6 L/menit
Konsentrasi : 24-44%
1-6 L/menit
Konsentrasi : 24-44%
6-8 L/menit
Konsentrasi : 40-60%
6-8 L/menit
Konsetrasi : 60-80%
10 L/menit
Konsentrasi : 100%
10 L/menit
Konsentrasi : 100%
Kanula Nasal
Simple Mask
Mask + Rebreathing
Alat
Oksigen
Arus Tinggi
AMBU BAG
Bag Mask + Jackson
Rees
pasien
sepenuhnya
ventilator.Biasanya
diperlukan
obat-obatan
dikendalikan
seperti
oleh
sedative,
11
samping
meliputi
takikardia,
mual,
dan
muntah.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulfikli, dan Johanes Purwato. 2009. Gagal Nafas Akut. Dalam : Aru W.
Sudoyo (ed.) .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing. pp. 219-226.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak. 2005. Gagal Nafas pada Anak. Dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi edisi 3. Bagian Ilmu Kedehatan Anak FK Unpad
RSHS.
Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Insufiensi Pernapasan-Patofisiologi,
Diagnosis, Terapi Oksigen. Dalam : Arthur C. Guyton dan John E.
Hall (ed.) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta : EGC.
Pp. 556-559
Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Ventilasi Paru.. Dalam : Arthur C. Guyton
dan John E. Hall (ed.)
11.Jakarta : EGC. Pp
Gwinnutt, C. 2011. Catatan Kuliah : Anestesi Klinis Edisi 3. Jakarta : EGC.
Latief, A. Said.(2002),Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif, Jakarta: FK UI.
Ulaynah, Ana. 2009. Terapi Oksigen. Dalam : Aru W. Sudoyo (ed.) .Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. pp. 161165
14