Professional Documents
Culture Documents
ATELEKTASISPARU
PEMBIMBING
dr.LisaIrawati,Sp.Rad
Disusunoleh
WilsonWilliam(406148108)
KEPANITERANKLINIKILMURADIOLOGI
UNIVERSITASTARUMANAGARA
RSHUSADA
PERIODE22Februari2016s/d26Maret2016
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Tarumanagara
Tingkat
Bidang Pendidikan
: Ilmu Radiologi
Judul Referat
: Atelektasis paru
Pembimbing
Mengetahui
Pembimbing
ATELEKTASIS PARU
I.
PENDAHULUAN
Atelektasis pertama kali di jelaskan oleh Laennec pada tahun 1819. Atelektasis
berasal dari kata ateles yang berarti tidak sempurna dan ektasis yang berarti ekspansi.
Secara keseluruhan atelektasis mempunyai arti ekspansi yang tidak sempurna. Atelektasis di
definisikan sebagai kolapsnya alveoli dan berkurangnya udara di dalam ruang intrapulmonal
atau kolapsnya semua atau sebagian paru. Keadaan ini sering menjadi komplikasi paru pasca
operasi dengan bukti pemeriksaan radiografi mencapai 70% pada pasien yang sedang
menjalani thorakotomy dan celiotomy.1,2,3,4
Komplikasi pada paru relatif sering terjadi pasca operasi dan dapat dikaitkan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, yang paling umum terjadi adalah setelah
operasi thorakoabdominal, dan operasi jantung. Kejadian ini dilaporkan bahwa komplikasi
paru pasca operasi berkisar 5 hingga 80%, diantaranya adalah : atelektasis, bronkospasme,
pneumonia, dan penyakit paru eksarserbasi kronis. Komplikasi pada paru merupakan resiko
pasca operasi, dimana keadaan ini tergantung oleh faktor anastesia, faktor bedah, dan
pasiennya sendiri. 4,5
Penyebab atelektasis bervariasi, diantaranya adalah sumbatan mukus pada
bronkus, kompresi ekstrinsik dari hemopneumothoraks dan hipoventilasi alveolus. Keadaan
ini timbul karena penurunan volume tidal pernapasan yang sering dicetuskan oleh nyeri insisi
selama beberapa hari pertama setelah operasi. Terdapat tiga faktor utama yang merupakan
faktor pencetus pada perkembangan terjadinya atelektasis pada pasien pasca bedah, yaitu
posisi terlentang untuk waktu yang lama, ventilasi dengan gas tinggi dalam konsentrasi
oksigen yang tinggi, dan pengurangan surfaktan paru setelah operasi.6
II.
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga
dada atau toraks. Jaringan paru terdiri dari serangkaian saluran napas yang bercabangcabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan sejumlah besar jaringan ikat elastik. Satusatunya otot di dalam paru adalah otot polos di dinding arteriol dan bronkiolus. Tidak
terdapat otot di dalam dinding alveolus yang dapat menyebabkan alveolus mengembang atau
menciut selama proses bernapas. Perubahan volume paru ditimbulkan oleh perubahan
dimensi-dimensi toraks. 1
Gambar 1. (a) Paru menempati sebagian besar volume rongga toraks. (b) Zona
konduksi trakeobronkial tree, dimulai pada trakea dan berakhir pada bronkhiolus
terminalis.2,3,4
Dinding toraks dibentuk oleh dua belas pasang iga yang melengkung dan menyatu di
sternum di sebelah anterior dan vertebra torakalis di posterior. Diafragma, yang membentuk
dasar (lantai) rongga toraks, adalah lembaran besar otot rangka berbentuk kubah yang
memisahkan secara total rongga toraks dari rongga abdomen. Diafragma hanya di tembus
oleh esofagus dan pembuluh darah yang melintas di antara rongga toraks dan-abdomen.
Rongga toraks ditutup di daerah leher oleh otot-otot dan jaringan ikat. Satu-satunya
komunikasi ( antara toraks dan atmosfer adalah melalui saluran pernapasan ke dalam
alveolus. Seperti paru, dinding dada mengandung sejumlah besar jaringan ikat elastik.4
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, dan berbentuk
seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan. Dinding alveolus
terdiri dari satu lapisan sel alveolus Tipe I yang gepeng. Jaringan padat kapiler paru yang
mengelilingi setiap alveolus juga hanya setebal satu lapisan sel. Ruang interstisium antara
alveolus dan jaringan kapiler di sekitarnya membentuk suatu sawar yang sangat tipis,
dengan ketebalan hanya 0,2 m yang memisahkan udara di dalam alveolus dan darah di
dalam kapiler paru. (Selembar kertas minyak tipis untuk menjiplak yang tebalnya lima puluh
Gambar 2. (a) Alveolus, merupakan tempat pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan kapiler pembuluh
darah dengan cara difusi. (b) Sel Alveolar Tipe I yang tipis dan membentuk dinding
alveolus, epitel alveolus mengandung sel alveolus Tipe II, dimana sel tipe 2 yang
mengeluarkan surfaktan paru, suatu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah
pengembangan (ekspansi) paru. Di dalam lumen kantung udara juga terdapat makrofag
alveolus untuk pertahanan tubuh.3,4,5
Selain itu, pertemuan udara-darah di alveolus membentuk permukaan yang sangat luas
untuk pertukaran gas. Di paru terdapat sekitar 300 juta alveolus, masing-masing bergaris
tengah sekitar 300 m (1/3 mm). Sedemikian padatnya jaringan kapiler paru, sehingga
setiap alveolus dikelilingi oleh suatu lapisan darah yang hampir kontinu. Dengan demikian,
luas permukaan total yang terpajan antara udara alveolus dan darah kapiler paru adalah
sekitar 75 meter persegi (seukuran lapangan tenis). Sebaliknya, apabila paru terdiri dari
hanya sebuah ruang berongga dengan ukuran sama dan tidak terbagi-bagi menjadi satuansatuan alveolus yang sangat banyak tersebut, luas permukaan totalnya hanya akan mencapai
1/100 meter persegi.
Di dinding alveolus terdapat pori-pori Kohn berukuran kecil yang memungkinkan aliran
udara antara alveolus-alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi
kolateral. Saluran-saluran ini penting untuk mengalirkan udara segar ke suatu alveolus yang
salurannya tersumbat akibat penyakit.4
Terdapat kantung tertutup berdinding ganda, yang disebut kantung pleura, yang
memisahkan tiap-tiap paru dari dinding toraks dan struktur di sekitarnya. Permukaan pleura
mengeluarkan cairan intrapleura encer, yang membasahi permukaan pleura sewaktu kedua
permukaan saling bergeser satu sama lain saat gerakan bernapas.4
3. Tekanan Intra-pleura. Tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal
sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga
toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer, rata - rata
756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan
tekanan atmosfer sebagai titik rujukan (yaitu, tekanan sistolik 120 mmHg adalah 120
mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau dalam realitas 880
mmHg), 756 mmHg kadang - kadang disebut sebagai tekanan -4 mmHg, walaupun
sebenarnya tidak ada apa yang disebut sebagai tekanan negatif absolut. Tekanan -4
mmHg adalah tekanan yang negatif jika dibandingkan dengan tekanan atmosfer normal
yang 760 mmHg.4
Gambar 4. Gradien Tekanan Transmural melintasi dinding paru. Tekanan intraalveolus sebesar 760 mmHg mendorong kearah luar, sementara tekanan intra-pleura 756
mmHg mendorong kearah dalam. Perbedaan tekanan sebesar 4 mmHg ini membentuk
gradient tekanan transmural yang mendorong paru ke arah luar, meregangkan paru untuk
mengisi rongga toraks.Melintasi dinding toraks, tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg
mendorong ke arah dalam, sementara tekanan intra-pleura sebesar 756 mmHg mendorong
ke arah luar. Perbedaan tekanan 4 mmHg ini membentuk gradient tekanan transmural yang
mendorong ke arah dalam dan menekan dinding toraks.4
DEFINISI
Atelektasis paru adalah ekspansi tak lengkap atau kolapsnya semua atau sebagian
paru. Keadaan ini sering disebabkan oleh obstruksi bronkus dan kompresi pada jaringan
paru.1,2,3,4,5
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Paru-paru normal, perfusi vaskular dan inflasi alveolar yang tidak
mengalami cedera. (b) Epitel yang cedera oleh karena pembuluh darah yang mengalami
kompresi dan rusaknya endotel yang disebabkan oleh gangguan mikrovaskular. Epitel dan
endotel yang mengalami cedera merupakan keadaan awal yang menginisiasi terjadinya
cedera paru. Cedera awal yang terjadi adalah kolaps alveoli, kemudian akan terjadi reaksi
inflamasi dan hilangnya integritas epitel. 6
IV.
ETIOPATOGENESIS
Terdapat tiga mekanisme yang dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi
Gambar 7. Atelektasis Resorpsi. Terjadi akibat obstruksi total pada saluran napas.
Keadaan ini bersifat reversible jika obstruksi dihilangkan.3
Penyumbatan aliran udara biasanya akibat penimbunan mukus dan obstruksi aliran udara
bronkus yang mengaliri suatu kelompok alveolus tertentu. Setiap keadaan yang menyebabkan
akumulasi mukus, seperti : fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis kronik yang meningkatkan
resiko atelektasis resorpsi. Obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara ke dalam
alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus
tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus menjadi kolaps. 2,4
Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau ekstrinsik.
Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh sekret atau eksudat yang tertahan.
Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh neoplasma, pembesaran kelenjar
getah bening, aneurisma atau jaringan parut. Pembedahan merupakan faktor resiko terjadinya
atelektasis resorpsi karena efek anastesia yang menyebabkan terbentuknya mukus serta
keengganan membatukkan mukus yang terkumpul setelah pembedahan. Hal ini terutama terjadi
pada pembedahan di daerah abdomen atau toraks karena batuk akan menimbulkan nyeri yang
hebat. Tirah baring yang lama setelah pembedahan meningkatkan resiko terbentuknya atelektasis
resorpsi karena berbaring menyebabkan pengumpulan sekret mukus di daerah dependen paru
sehingga ventilasi di daerah tersebut berkurang. Akumulasi mukus meningkatkan resiko
pneumonia karena mukus dapat berfungsi sebagai media perkembangbiakan mikroorganisme.2,4,5
Atelektasis resorpsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menurunkan
pembentukan atau konsentrasi surfaktan. Tanpa surfaktan tegangan permukaan alveolus sangat
tinggi, meningkatkan kemungkinan kolapsnya alveolus. Bayi premature dikaitan dengan
penurunan produksi surfaktan dan tingginya insiden atelektasis resorpsi. Kerusakan sel alveolus
tipe II yang menghasilkan surfaktan juga dapat menyebabkan atelektasis resorpsi. Sel sel ini
dihancurkan oleh dinding alveolus yang rusak, hal ini terjadi selama proses beberapa jenis
penyakit pernapasan. Demikian juga dengan terapi tinggi oksigen dalam periode lebih dari 24
jam. Akibat tidak adanya sel sel ini produksi surfaktan mengalami penurunan.2
2. Atelektasis Kompresi
Terjadi bila rongga pleura sebagian atau seluruhnya terisi dengan eksudat,darah, tumor,atau
udara. Kondisi ini ditemukan pada pneumotoraks, efusi pleura, atau tumor dalam toraks.
Keadaan ini terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpakan gaya yang cukup besar pada
alveolus sehingga alveolus menjadi kolaps.
udara ke luar dan mengakibatkan kolaps. Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan atelektasis absorpsi. Bentuk atelektasis kompresi biasanya dijumpai
pada penyakit payah jantung, penyakit peritonitis atau abses diafragma yang dapat
menyebabkan diafragma terangkat keatas dan mencetuskan terjadinya atelektasis. Pada
atelektasis kompresi diafragma bergerak menjauhi atelektasis.2,4
3. Atelektasis Kontraksi
Terjadi akibat perubahan perubahan fibrotik jaringan parenkim paru lokal atau menyeluruh,
atau pada pleura yang menghambat ekspansi paru secara sempura. Atelektasis kontraksi bersifat
irreversible.3
Gambar 10. Mikroatelektasis terjadi akibat gangguan pada fungsi dan produksi
surfaktan.3,6
NRDS atau dikenal sebagai hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang
terutama ditemukan pada bayi prematur, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32
minggu yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Bayi prematur lahir sebelum produksi
surfaktan memadai. Surfaktan, suatu senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah
alveoli kolaps dan menurunkan kerja respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada
defisiensi surfaktan, tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan
menurunnya komplians paru, yang akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi
hipoksemia dan hiperkapnia dengan asidosis respiratorik.8
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) merupakan sindrom yang ditandai oleh
peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air, larutan,dan protein plasma,
disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung
protein. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus dan terjadi
kerusakan yang lebih parah. Penyebab langsung ARDS adalah injury pada epitel alveolus, seperti
aspirasi isi gaster, infeksi paru difus, contusio paru, tenggelam, inhalasi toksik, sedangkan
penyebab tidak langsung ialah sepsis, trauma non toraks, pankreatitis, dan transfuse darah yang
massif. 6,7
V.
Gambar 11. Sampel perbandingan pasien yang mengalami obesitas dengan non obesitas
sebelum anastesi, setelah ekstubasi, dan setelah 24 jam.1
Atelektasis berlangsung selama setidaknya 24 jam pada pasien yang mengalami
obesitas dibandingkan pada pasien yang non-obesitas. Sisa kapasitas fungsional (FRC)
lebih rendah pada pasien yang obesitas, dimana gradien oksigenasi alveolar arterial
meningkat dan terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen. Perbedaan mekanik pada
sistem respirasi dan ditemukannya hipoksia pada pasien obesitas sebagian besar
dikarenakan oleh penurunan volume paru-paru dan peningkatan tekanan intraabdominal. 1
2. Tipe Anastesi
Atelektasis terbentuk akibat anastesi inhalasi dan intravena, terlepas dari apakah pasien
bernapas spontan atau lumpuh dan menggunakan ventilasi mekanis. Ketamine adalah satu
satunya anastesi yang tidak mencetuskan terjadinya atelektasis ketika digunakan secara tunggal,
meskipun terdapat hubungan dengan blokade neuromuskular, keadaan ini dapat mengakibatkan
atelektasis. Efek ventilasi dari anestesi regional bergantung pada jenis dan luasnya blockade
motorik. Blokade Neuroaxial dapat megurangi kapasitas inspirasi hingga 20% dan volume
cadangan ekspirasi yang mendekati nol, efek blokade yang kurang luas dapat mempengaruhi
pertukaran gas paru yang hanya minimal, oksigenasi arteri dan eliminasi karbondioksida yang
baik. Keadaan ini dipertahankan selama anestesi spinal dan epidural. 2
3. Pengaruh Posisi
Penurunan volume sisa fungsional paru merupakan faktor predisposisi terjadinya
atelektasis, yaitu penutupan bronkus bagian bawah, sehingga dapat menciptakan pola
khas atelektasis basis. Pada orang dewasa, terjadi perubahan FRC dari posisi tegak ke
posisi terlentang, yaitu terjadi penurunan FRC dari 0,5 liter ke 1,0 liter,ketika pasien
terjaga. Setelah anestesi, FRC berkurang dari 0,5 ke 0,7.
Posisi trendelenburg
memungkinkan isi perut mendorong diafragma sehingga terjadi penurunan FRC. Posisi
terlentang pada pasien pasca bedah yang terbaring dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan pengurangan FRC dan dapat mencetuskan terjadinya atelektsis.2
4. Fraksi Oksigen Terinspirasi
Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) adalah jumlah oksigen yg dihantarkan atau
diberikan ke pasien melalui ventilator. Konsentrasi berkisar 21-100%, Rekomendasi
untuk pengaturan FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%.
Namun
pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab resiko keracunan oksigen akan
meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur pada membran alveolar
kapiler, dan keadaan ini dapat menyebabkan edema paru, atelektasis, dan penurunan
PaO2 yg refrakter (ARDS).1
Ketika gradien konsentrasi kapiler alveoli meningkat, kapiler akan menyerap oksigen
secara berulang dan terjadilah atelektasis. Walaupun terdapat perbedaan pengguanaan
konsentrasi oksigen, lebih baik jika FiO2 diberikan lebih dari 0,8. 3
VI.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling umum didapatkan pada atelektasis adalah sesak napas, pengembangan
dada yang tidak normal selama inspirasi, dan batuk. Gejala gejala lainnya adalah demam,
takikardi, adanya ronki, berkurangnya bunyi pernapasan, pernapasan bronkial,dan sianosis. Jika
kolaps paru terjadi secara tiba-tiba, maka gejala yang paling penting didapatkan pada atelektasis
adalah sianosis. Jika obstruksi melibatkan bronkus utama, mengi dapat didengar, dapat terjadi
sianosis dan asfiksia, dapat terjadi penurunan mendadak pada tekanan darah yang mengakibatkan
syok. Jika terdapat sekret yang meningkat pada alveolus dan disertai infeksi, maka gejala
atelektasis yang didapatkan berupa demam dan denyut nadi yang meningkat (takikardi). Pada
pemeriksaan klinis didapatkan tanda atelektasis pada inspeksi didapatkan berkurangnya gerakan
pada sisi yang sakit, tkabunyi nafas yang berkurang, pada palpasi ditemukan vokal fremitus
berkurang, trakea bergeser ke arah sisi yang sakit, pada perkusi didapatkan pekak dan uskustasi
didapatkan penurunan suara pernapasan pada satu sisi.1,2,3,4
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, serta
pemeriksaan radiografi . Foto radiografi dada digunakan untuk konfirmasi diagnosis. CT scan
digunakan untuk memperlihatkan
menggunakan proyeksi anterior-posterior dan lateral untuk mengetahui lokasi dan distribusi
atelektasis. Sebagai dasar gambaran radiologi pada atelektasis adalah pengurangan volume paru
baik lobaris,segmental, atau seluruh paru, yang akibat berkurangnya aerasi sehingga memberi
bayangan yang lebih suram (densitas tinggi) dan pergeseran fissura interlobaris. Tanda-tanda
tidak langsung dari atelektasis adalah sebagian besar dari upaya kompensasi pengurangan
volume paru, yaitu : penarikan mediastinum kearah atelektasis, elevasi hemidiafragma,sela iga
menyempit, pergeseran hilus. Adanya "Siluet" merupakan tanda memungkinkan adanya lobus
atau segmen dari paru-paru yang terlibat. 1,2,3
Gambar 12. Atelektasis pada lobus kiri bawah. Panah biru menunjukkan tepi daerah
segitiga menunjukkan kepadatan yang meningkat pada sulkus cardiophrenikus kiri. Panah
merah pada CT Scan aksial menunjukkan atelektasis pada lobus kiri bawah dibatasi oleh
celah besar pengungsi. 4
Gambar 14. Atelektasis pada lobus paru bagian kanan atas. Tampak elevasi dari
fissura horizontal dan deviasi trakea ke arah kanan. 7
Gambar 15. Atelektasis pada lobus paru bagian medial dextra. Pada foto dada lateral
tampak gambaran opak berbentuk segitiga pada bagian hilus. 7
Gambar 16. Atelektasis pada lobus paru bagian bawah dextra. Tampak siluet pada
bagian hemidiafragma dextra dengan densitas triangular posteromedial.7
VIII. TERAPI
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengeluarkan dahak dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang kolaps. Terapi bisa dimulai dengan fisioterapi thoraks
agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi untuk melepaskan sumbatan pada paru dan
reekspansi segmen paru yang kolaps. Jika penyebab atelektasis adalah obstruksi parsial,
maka langkah pertama adalah menghilangkan obstruksinya. Sebuah benda asing dapat
dihilangkan dengan cara membuat pasien batuk, dengan suction, dan bronkoskopi. Sumbatan
lendir dapat di dilakukan dengan cara 'drainase postural', yaitu cara klasik untuk
mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri.
Drainase postural dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas
dan mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi ateletaksis. Selain itu, pasien juga
dianjurkan untuk berbaring pada sisi normal sehingga paru-paru yang kolaps mendapat
kesempatan untuk kembali berkembang. Pasien dapat melakukan pernapasan yang dalam
dengan tujuan agar paru dapat mengembang. Dalam kasus atelektasis yang dikarenakan oleh
DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto, Darmanto., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Lukas., 2010. Atelektasis. Kesehatan Milik Semua : Pusat Informasi Penyakit dan
Kesehatan . Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan.www.infopenyakit.com
Mayo., 2010. Dasar-dasar Atelektasis.
Penelitian Medis.www.mayo.com
Mayo
Foundation
untuk
Pendidikan
dan
Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisologi edisi 6,vol.2. Penerbit
buku kedokteran.EGC.Jakarta.
Rasad Sjahriar., 2009. Radiologi Diagnostik . Jakarta: balai penerbit FKUI