You are on page 1of 5

Koloid Plasma Expander

Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran
kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intra vaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil,
onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal.
Jenisnya: alami (albumin), sintetis (starches, dextran, gelatin)
Mekanisme secara umum: memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak
keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hiper tonik dan
dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan
volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga
dan meningkatkan tekanan osmose plasma.
Jenis Koloid Plasma Expander
1. Albumin
Komposisi: Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang
dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%)
Albimun merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena: volume yang dibutuhkan
lebih kecil, efek koagulopaty lebih rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada
penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya
anafilaksis lebih kecil.
Indikasi:
1. Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass,
hiperbilirubinemia, acute liver failure, pancretitis, mediasinitis, extensive celulitis dan
luka bakar.
2. Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndome). Pasien
dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dngan albumi9n dan furosemid yang
dapat memberikan efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara
bersamaan.
3. Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran,
operasi besar, infeksi (sepsis syock), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi
renal berlebihan.
4. Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis.
Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama,
sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat mengurangi resiko renal
impairment dan kematian. Adanya bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya
multi organe dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ
tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.

Kontraindikasi: cardiac failure, Anemia (severe)


Produk: Plasbumin 20, Plasbumin 25
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi: Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Indikasi: Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.
Kontraindikasi:
1. Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi, hal
ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg).
2. Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES
pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Menurut Ellen, B dan Greg, S.M., HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena:

Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap
bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan
permeabilitas.

Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan
manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.

Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti refraktori
asidosis.

HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada


kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adhesi molekuler.

Menurut Frederique, S. dan Laurent, B., HES tidak boleh digunakan pada sepsis karena:

Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES),
yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.

HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada
pasien sepsis dengan hipovolemia.

HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus,
dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi ischemia
reperfusi (contoh: transplantasi ginjal).

Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada
pasien dengan sepsis.

Adverse reaction: HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh: HAES steril, Expafusin.
3. Dextran
Komposisi: dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc
mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi:
1. Penambah volume plasma pada kondisi trauma,syok sepsis, myocardiac ischemic,
cerebral ischemic, dan periveral vascular disease.
2. Mempunyai efek anti thrombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas
darah, dan menghambat agregasi platelet. Peneitian Petroianu, et al, diperoleh bahwa
dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan
gelatin dan HES.
Kontraidikasi: pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatic (trombositopenia,
hipofibrinogenemia), tanda-tanda cardiac decompesation, gangguan ginjal dengan oliguria
atau anuria yang parah.
Adverse Reaction: Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering
dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada
tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan.
Contoh: hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.
4. Gelatin
Komposisi: Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi:
1. Penambah volume plasma
2. Mempunyai efek antikoagulan,
Pada sebuah penelitian invitro dengan thromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin
memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi: haemacel tersusun atas sejumlah besar calcium, sehigga harus dihindari pada
keadaan hipercalsemia.
Adverse reaction: dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan 20,000
pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan
dengan starches.

Contoh: haemacel, gelofusine.


Tingkat Keamanan Penggunaan Koloid
Untuk melihat tingkat perbandingan keamanan daripenggunaan koloid sebagai plasma
expander telah dilakukan systematic review dari beberapa penelitian dengan kategori RCT
(Randomized Controlled Trial), NRCT (Non Randomized Controlled Trial), CS (Cohort
Studies), PVSs (Pharmacovigilance Studies), dan MAs (Meta Analysis). Tingkat keamanan
dapat dilihat dari adverse reaction yang ditimbulkan. Beberapa adverse reaction yang
dilaporkan,antara lain:
1. Reaksi Anafilaksis
Pada 9 penelitian, telah dilaporkan terjadinya reaksi anafilaksis 3,63 x 10 6 dari totalkoloid
yag telah diberikan. Pada perbandingan pemberian infus albumin dengan ketiga macam
koloid sintetik (HES, Dextran, dan Gelatin), diperoleh adanya peningkatan reaksi anafilaksis
yang signifikan. Hasilnya adalah sebagai berikut: HES = 4,51 kali dibandingkan albumin,
Dextran = 2,32 kali, dan Gelatin = 12,4 kali.
2. Koagulopati dan perdarahan
Pada bnayak penelitian telah dilaporkan bahwa pemberian HES dapat mengakibatkan
koagulopati dan perdarahan setelah cardiac surgery. Pada perbandingan antara HES dengan
albumin sebagai kontrol, diperoleh bahwa HES menyebabkan koagulopati dan perdarahan.
Dari satu penelitian NCT, diperoleh data bahwa ada peningkatan penggunaan blood product
yang signifikan setelah operasi pada pasien yang menerima HES sebagai plasma expander.
Pada penelitian MA of RCTs yang membandingkan HES dengan Albumin, diperoleh bahwa
terjadi peningkatan resiko pendarahan dan efek tersebut adalah sama antara HES dengan BM
kecil atau rendah. Pada perbandingan antara dextran dan albumin, dilaporkan adanya
penurunan jumlah platelet dan peningkatan pendarahan setelah cardiac surgery.
3. Pruritus
Pada satu penelitian, telah ada bukti mengenai terjadinya pruritus setelah pemberian dextran
pada beberapa pasien. Disamping dextran, pada 14 penelitian telah dilaporkan terjadinya
pruritus dengan total pasien 2598 (perlakuan 2173, kontrol 425), diperoleh data bahwa terjadi
peningkatan pruritus secara signifikan.
4. Renal failure
Pada ketiga koloid sintetik, telah dilaporkan adanya resiko renal impairment dan HES telah
menunjukkan adanya peningkatan sensitif marker yang menyebabkan kerusakan tubulus
ginjal. Pada satu penelitian RCT dengan pasien sepsis diperoleh bahwa pemberian HES
meningkatkan resiko terjadinya acute renal failure (ARF). Pada penelitian cohort dengan
pasien acute ischemic stroke, dilaporkan kejadian ARF sebesar 4.7% setelah pemberian
dextran. Pada satu penelitian yang membandingkan albumin dengan gelatin setelah cardiac
surgery, terjadi peningkatan serum kreatinin oleh gelatin.
5. Hepatic dysfunction

Pada penelitian baru-baru ini, diperoleh data bahwa setelah pemberian HES, terjadi deposisi
HES pada sel kupffer hati yang menyebabkan gangguan liver. Pada penelitian lain yang
membandingkan HES dengan albumin juga disebutkan adanya peningkatan enzim liver
selama dan setelah cardiac surgery.
6. Deposit pada jaringan
HES dilaporkan dapat terdeposit pada berbagai macam jaringan tubuh seperti kulit, liver,
otot, spleen, usus, tropoblast dan placental stroma. Resiko terjadinya akumulasi HES adalah
jika diberikan dalam jangka waktu yang panjang (54 bulan) dan kadang disertai pruritus.
Pada satu penelitian NCT, dilaporkan adanya akumulasi dextran pada organ tubuh pada
pasien yang mengalami hemodialisis dalam jangka waktu yang lama.

You might also like