Professional Documents
Culture Documents
2013730026
Muh Iqbal H
2013730070
2013730011
2012730132
2013730043
Nur alfinajmi
2013730079
Widya hidawati
2013730119
Nia fitriyani
2013730161
Batu Ginjal
Definisi
Batu ginjal adalah sebuah benda padat seperti batu yang terjadi akibat pengkapuran kristal hasil
sekresi tubuh atau zat-zat sisa yang terjadi pengendapan. Paling sering batu ginjal terbentuk oleh
kalsium yang berlebihan didalam tubuh. Adanya Batu pada ginjal menyebabkan nyeri yang luar
biasa hebat, perdarahan pada urin karena adanya infeksi dan bahkan bisa terjadi penyumbatan
aliran kemih.
Jenis- jenis batu ginjal
1. Batu Kalsium
Batu ginjal yang paling umum adalah batu kalsium, biasanya dalam bentuk kalsium oksalat.
Kalsium adalah bagian dari makanan sehat. Kalsium yang tidak digunakan tubuh (misalnya
untuk kesehatan tulang, otot, dsb) akan dibawa darah menuju ginjal. Kelebihan kalsium ini akan
dibuang melalui urin.
Kadar oksalat tinggi dapat ditemukan pada beberapa jenis buah dan sayuran. Hati kita juga
menghasilkan oksalat. Faktor-faktor seperti menu makanan, gangguan usus, kelainan
metabolisma atau penyakit tertentu dapat meningkatkan konsentrasi oksalat dalam urin. Batu
kalsium juga bisa terjadi dalam bentuk kalsium fosfat atau kalsium karbonat.
Batu kalsium lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan biasanya muncul pada usia 20-30
tahun. Batu ginjal ini kadang kembali terjadi.
2. Batu Sistin
Sistin adalah jenis asam amino yang merupakan komponen yang penyusun otot, syaraf, dan
bagian-bagian lain tubuh. Meskipun jarang terjadi, batu sistin dapat terbentuk jika terlalu banyak
sistin menumpuk dalam urin.
Batu sistin terjadi pada orang yang memiliki kelainan yang disebut sistinuria. Sistinuria adalah
kondisi dimana kadar sistin dalam urin lebih tinggi dari normal karena masalah transportasi sistin
di ginjal. Sistinuria menurun dalam keluarga dan mempengaruhi pria maupun wanita.
3. Batu struvit
Struvit adalah senyawa ammonium magnesium fosfat. Batu jenis ini terbentuk dari mineral
magnesium dan ammonia hasil limbah. Batu struvit juga dikenal dengan sebutan batu infeksi.
Batu struvit terbentuk sebagai respon terhadap infeksi, misalnya infeksi saluran kemih (urinary
tract infection, UTI). Batu struvit dapat tumbuh dengan cepat dan menjadi sangat besar
(dibandingkan jenis batu ginjal lainnya) sehingga dapat menyumbat ginjal, ureter, atau kandung
kemih. Batu struvit kebanyakan ditemukan pada wanita yang memiliki infeksi saluran kemih.
4. Batu Asam Urat
Batu asam urat dapat terbentuk jika terlalu banyak asam urat di dalam urin. Batu asam urat dapat
dialami orang yang mengalami dehidrasi, orang yang makan makanan berprotein tinggi, dan
orang yang memiliki asam urat tinggi. Faktor-faktor genetika dan kelainan jaringan yang
menghasilkan darah juga dapat mempengaruhi terbentuknya batu asam urat. Batu asam urat lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita.
Sukhatya dan Muhamad Ali (1975) melaporkan dari 96 batu saluran kemih ditemukan batu
dengan kandungan asam urat tinggi, bentuk murni sebesar 24 (25%) dan campuran bersama
kalsium oksalat/kalsium fosfat sebesar 76 (79%), sedangkan batu kalsium oksalat/kalsium fosfat
sebesar 71 (73%).
Batu ginjal merupakan penyebab kelainan terbanyak di saluran kemih. Di negara maju seperti
Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai di saluran kemih bagian
atas, sedangkan di Negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak
dijumpai batu kandung kemih.
Di beberapa rumah sakit di Indonesia dilaporkan ada perubahan proporsi batu ginjal
dibandingkan batu saluran kemih bagian bawah. Hasil analisis jens batu ginjal di
LaboratoriumPatologi Klinik Universitas Gadjah Mada sekitar tahun1964 dan 1974,
menunjukkan kelainan proporsi batu kandung kemih. Sekitar tahun 1964-1969 didapatkan
proporsi batu ginjal sebesar 20% dan batu kandung kemih sebesar 80%, tetapi pada tahun 19701974 batu ginjal sebesar 70% (101-144 batu) dan batu kandung kemih 30& (43-144 batu).
Di rumah sakit Dr. Kariadi semarang tahun 1979 telah dirawat 166 pasien batu saluran kemih
atau 52/10.000 pasienrawat inap. Hampir keseluruhan pasien (99%) datang dengan problem
medis batu ginjal yang dilaporkan sebesa 35%. Pada tahun 1981-1983 dilaporkan dari 634 pasien
batu saluran kemih didapatkan 337 pasien batu ginjal (53%).
Pada tahun 1983 di rumah sakit DR.Sardjito dilaporkan 64 pasien dirawat dengan batu saluran
kemih, batu ginjal 75%, dan batu kandung kemih 25%. Kejadian batu saluran kemih terdapat
sebesar 57/10.000 pasien rawat inap. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi batu saluran kemih
sebesar 80/10.000 pasien rawat inap. Batu ginjal ditemukan 79 dari 89 pasien batu saluran kemih
tersebut. Tampaknya proprosi batu ginjal relatif stabil.
Di rumah sakit di USA kejadian batu ginjal dilaporkan sekitar 7-10 pasien untuk setiap 1000
pasien rumah sakit dan insidens dilaporkan 7-21 pasien untuk setiap 10.000 orang dalam
setahun. Pengambilan batu tanpa operasi dengan litotripsi (extra corporeal shockwave
lithotripsy) atau penghancuran batu dengan gelombang kejut, telah banyak dilakukan pada
beberapa pusat litotripsi
Gambaran Klinik.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar
batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri
pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf memberikan
sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis
atau infeksi pada ginjal.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat
kencing atau sering kencing (Gambar 5-2). Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar
spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa
iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien
akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria
didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan suatu
kedaruratan di
bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomic pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi
berupa drainase dan pemberian antibiotika.
Gambar 5-2. Nyeri rujukan (referred pain) pada berbagai lokasi batu ureter
Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra,
teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis (suatu obstruksi yang dapat menyebabkan
dilatasi pelvis renalis maupun kaliks), terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika
disertai infeksi didapatkan demam dan/atau menggigil.
Faktor Risiko Penyebab Batu
1. Hiperkalsiuria
Kadar kalsium urine lebih dari 250-300mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi
kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada
tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria
resoptif) seperti pada hiperparatiridisme.
2. Hiposituria
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat,
merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal. Masukan protein merupakan
salah satu faktor utama yang dapat membatasi sekskresi sitrat.
3. Hiperurikosuria
Kadar asam urat urin melebihi 850mg/24 jam. Hiperurikosuria merupakan suatu
peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium, minimal
sebagian oleh kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk presipitasi kalsium oksalat
atau presipitasi kalsium oksalat atau presipitasi kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien
dengan lebih ke arah diet purin yang tinggi.
4. Hiperoksaluria
Merupakan kenaiakam ekskresi oksalat diatas normal. Ekskresi oksalat air kemih normal di
bawah 45 mg/hari (0,5mmol/hari). Banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usu dan
kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei jeruk
sitrum dan sayuran hijau terutama bayam.
5. Penurunan Jumlah Air Kemih
Keadaan ini biasanya disebabkan masukan cairan sedikit. Selanjutnya dapat menimbulkan
pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air kemih.
Penambahan masukan air dapat dihubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian batu.
6. Jenis Cairan yang Diminum
Jenis cairan yang diminum dapat memperbaiki masukan cairan yang kurang. Minuman soft
drink lebih dari 1 liter perminggu menyebabkan pengasaman dengan asam fosfor yang
dapat meningkatkan risiko penyakit batu.
7. Ginjal Spongiosa Medulla
Pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal spongiosa, medula, terutama
pasien dengan predisposisi faktor metabolik hiperkalsiuria atau hiperurikosuria. Kejadian ini
diperkirakan akibat adanya kelainan duktus kolektikus terminal degan daerah statis yang
memacu presipitasi kristal dan kelekatan epitel tubulus.
8. Batu Kalsium Fosfat dan Asidosis Tubulus Ginjal Tipe 1
Faktor resiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan faktor risiko yang
sama seperti batu kalsium oksalat. Keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan
ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai normal.
9. Faktor Diet
Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu. Contoh :
Suplementasi vitamin dapat meningkatkan absorsi kalsium dan ekskresi kalsium.
Masukan kalsium tinggi dianggap tidak penting, karena hanya diabsorbsi sekitar 6% dari
kelebihan kalsium yang bebas dari oksalat intestinal. Kenaikan kalsium airkemih ini
terjadi penurunan absorbsi oksalat dan penurunan ekskresi oksalat air kemih.
Faktor diet yang berperan penting pada kebanyakan pasien disebabkan oleh :
Sukrosa
Vitamin
Asam lemak
Masukan air
tubulus distal seperti nefrokalsin yang dapat mengabsorpsi permukaan kristal dan memutul
interaksi antar kristal.
3. Hiperurikosuria: Peningkatan asam urat pada urin.
4. Hiperoksaluria: Peningkatan di kadar oksalat yang diekskresikan ke dalam urin.
Peningkatan kecil kadar oksalat dapat memberi pengaruh yang besar 5 terhadap
pembentukan kristal kalsium oksalat dibandingkan peningkatan ekskresi kalsium.
5. Penurunan intake cairan. Diketahui bahwa asupan air yang banyak dapat menghambat
pembentukan kristal menjadi lebih besar, sehingga kristal yang masih kecil bisa luruh dari
dinding tubulus dan dibawa oleh cairan urin yang banyak untuk dieliminasi.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Batu yang terletak di ureter dan sistem
pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur
saluran kemih atas . Pada akhirnya akan memperparah agregasi batu pada ginjal
Cara mendeteksi Batu Ginjal
Pemeriksaan Untuk Mengetahui Nefrolithiasis
a.Pemeriksaan Urinalisis
Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan adanya hematuria dan tanda tanda infeksi yang
dilihat secara mikroskopis, dan juga pemeriksaan ph urin
b.Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah hitung jenis leukosit untuk mengetahui keparahan
akibat dari nephrolithiasis tersebut untuk mengetahui kerusakan sistemik yang diakibatkan batu
tersebut
c.Pemeriksaan Profil Urin 24 Jam
Untuk mengetahui faktor resiko terjadinya batu ginjal tersebut, seperti pemeriksaan serum
fungsi renal, asam urat, kadar kalsium, fosfor, kreatinin dan ph urin
Tirah baring
3. Pengaturan diet
4. Hiperkalsuria
5. Hiperurikosuria
6. Hipositraturia
7. Hiperaoksaluria
Kesimpulan
Penanganan untuk batu ginjal harus sedini mungkin ,tatalaksana awal harus evaluasi faktro
resiko nya terapi di berikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati gangguan
nya. Pengambilan batu dapat di lakukan dengan cara pembedahan .
Referensi
Purnomo, Basuki B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta.
Sjabani, Mochammad. 2009. BATU SALURAN KEMIH. ILMU PENYAKIT DALAM JILID II.
Jakarta : InternaPublishing
www.kidney.niddk.nih.gov.
Sudoyo Aru, S. Bambang, dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam Jilid II edisi V Hlm 383. Jakarta
Pusat: internal PUblishing
Sudoyo Aru, S. Bambang, dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam Jilid II edisi V Hlm 999-1003. Jakarta
Pusat: internal PUblishing
Dari 241 pasien, 148 adalah laki-laki (61,4%) dan 93 adalah perempuan (38,6%). Usia
rata-rata adalah 47,8 tahun (berkisar 7-87). Lokasi batu adalah 109 batu di bagian bawah ginjal,
69 di bagian tengah, 41 di ureter proksimal, 28 di bagian atas, 14 di pelvis ginjal. 1 di ureter
distal dan 2 batu staghorn. 130 pasien dengan batu kurang dari 10 mm, 102 mm dengan batu 1020, dan 9 lebih dari 20 mm. Dari 181 pasien dengan hidronefrosis. 143 pasien hanya memiliki
satu sesi ESWL, 78 pasien memiliki dua sesi, 16 pasien mendapat 3 sesi dan 4 pasien mendapat
4 sesi pengobatan ESWL. Secara keseluruhan, ditemukan menemukan 158 pasien bebas batu
setelah pengobatan, 49 pasien dengan sisa batu kurang dari 4 mm dan 34 pasien memiliki lebih
dari 4 mm residual. (TABEL 1)
Pada penelitian ini ditemukan SFR setinggi 80%, 45% dan 0% untuk batu ginjal bagian
atas kurang dari 10 mm, 10-20 mm, dan masing-masing > 20 mm. SFR untuk batu ginjal bagian
tengah adalah 80% untuk batu kurang dari 10 mm, 69% untuk 10-20 mm dan 0% untuk batu >
20 mm. Batu ginjal bagian bawah menunjukkan SFR setinggi 78% untuk batu kurang dari 10
mm, 38% untuk batu 10-20 mm dan 0% batu > 20 mm. SFR untuk pelvis batu ginjal adalah
50%, 38%, 50% untuk batu <10 mm, 10-20 mm,> 20 mm. Batu ureter proksimal <10 mm, 10-20
mm,> 20 mm menunjukkan SFR setinggi 88%, 73%, 0% sedangkan batu ureter distal kurang
dari 10 mm dengan SFR100%, tidak ada batu ureter distal yang lebih besar, diterapi dengan
ESWL selama periode ini. ESWL untuk 2 batu staghorn dalam penelitian ini menunjukkan hasil
yang memuaskan, kedua pasien memiliki > 4 mm sisa fragmen setelah terapi.( TABEL 2)
Table 1. Karakteristik Data
Jensi Kelamin
Usia
Kategori
Laki-laki
Perempuan
Total
10-20 th
21-30 th
31-40 th
41-50 th
51-60 th
Frekuensi
148
93
241
1
12
55
68
70
Persentase
61,4
38,6
100
0,4
5
22,8
28,2
29
61-70 th
28
11,6
71-80 th
2,1
>81 th
0,8
Lokasi Batu
Posisi Batu
Jumlah Batu
Hidroneprose
Insersi DJ Stent
Opasitas Batu
Jumlah ESWL
Total
241
100
Bagian atas
28
11
Bagian tengah
69
26
Bagian bawah
109
41
Pielum
14
Ureter proksimal
41
16
Ureter distal
Staghorn
Total
Posisi kiri
Posisi Kanan
264
141
93
100
58,5
38,6
2,9
Total
241
100
Single
130
53,9
Multiple
111
46,1
Total
241
100
(+)
60
24,9
(-)
181
75,1
Total
241
100
(+)
104
43,2
(-)
137
56,8
Total
241
100
Opaq
166
68,9
Semi radioopaq
44
18,3
Non radioopaq
31
12,9
Total
241
100
1x
141
59
2x
78
32,2
3x
16
6,6
4x
1,7
Total
241
100
SFR
Number
(-)
<4 mm
>4
Total
mm
Bagian Atas
<10 mm
15
12
80
13
100%
10-20
11
45
45
100%
>20 mm
50
50
100%
Total
28
17
61
29
11
100%
<10 mm
40
32
80
10
10
100%
10-20
26
18
69
19
12
100%
>20 mm
33
67
100%
Total
69
50
72
10
14
13
100%
<10 mm
58
45
78
12
10
100%
10-20
48
18
38
18
38
12
25
100%
33
67
100%
mm
Bagian Tengah
mm
Bagian Bawah
mm
20 mm
Pielum
Total
109
63
58
26
24
20
18
100%
<10 mm
50
25
25
100%
10-20
38
50
13
100%
20 mm
50
50
100%
Total
14
43
36
21
100%
<10 mm
24
21
88
100%
10-20
15
11
73
20
100%
20 mm
100
100%
Total
41
32
78
12
10
100%
<10 mm
100
100%
10-20
0%
20 mm
0%
Total
100
100%
<10 mm
0%
10-20
0%
>20
100
100%
Total
100
100%
mm
Ureter proksimal
mm
Ureter Distal
mm
Staghorn
mm
DISKUSI
Faktor-faktor dari batu yang harus diperhatikan dalam pengobatan pasien dengan batu
ureter dan batu ginjal termasuk diantaranya adalah beban batu (ukuran dan jumlah), komposisi
batu dan lokasi batu. Pada penelitian ini, dilakukan pengelompokkan pasien dalam 3 kelompok
berdasarkan ukuran batu (satu dimensi) dalam penelitian ini, yaitu batu kurang dari 10 mm, 1020 mm dan lebih dari 20 mm.
Kebanyakan ukuran batu ginjal dan batu ureter yang diterapi dengan ESWL dalam
penelitian ini adalah <20 mm. Shockwaves untuk batu yang memilki ukuran lebih dari> 20 mm
hanya dilakukan kepada 9 (3,7%) pada pasien dengan pertimbangan khusus dari urolog.
DJ stent dipasangkan pada beberapa pasien. dengan mempertimbangkan beberapa alasan
termasuk pasca obstruksi ginjal atau prosedur sebelumnya dalam menghilangkan batu. The
European Association of Urology tidak menganjurkan pemasangan DJ stent sebagai bagian dari
ESWL untuk batu ureter. Beberapa studi menunjukkan pemasangan DJ stent rutin sebelum
ESWL tidak meningkatkan kondisi bebas dari batu, mengurangi obstruktif dan komplikasi
infektif.
ESWL menunjukkan SFR yang tinggi untuk batu kecil yang kurang dari 20 mm di intra
ginjal kecuali bagian yang lebih rendah, dan ini telah menjadi terapi pilihan untuk batu-batu ini.
SFR setinggi 80%, 45%, dan 0% untuk bagian ginjal atas yang ukurannya <10, 10-20mm, dan>
20 mm. Hasil serupa telah dilaporkan oleh penelitian lain di literature. Laporan SFR untuk batu
<10 mm adalah 84% (64-92%), 10-20 mm adalah 77% (59-81%). SFR untuk bagian batu ginjal
adalah 80% untuk batu <10mm, 69% untuk batu 10-20 mm dan 0%
SFR untuk batu pelvis ginjal adalah 50%, 38%, 50% untuk batu <10 mm, 10-20mm,>
20mm. SFR untuk batu ureter proksimal <10mm, 10-20mm,> 20mm dalam penelitian ini adalah
8%, 73%, 0%. Beberapa literatur melaporkan SFR untuk ureter proksimal adalah 82%, dan tidak
ada perbedaan yang signifikan dengan DJ stent. Ukuran batu besar (> 20mm) mengurangi SFR
dan meningkatkan komplikasi dan kebutuhan untuk prosedur tambahan. Shun Fa Hung
menemukan SFR setinggi 86,5% dari 319 pasien dengan batu ureter proksimal yang ukuran ratarata 6,1 mm diobati dengan ESWL. Untuk batu ureter proksimal kurang dari 10 mm, ESWL
lebih unggul URS, sedangkan untuk batu lebih dari 10 mm, ESWL lebih rendah daripada URS.
Untuk batu ureter distal URS masih menunjukkan SFR tertinggi dibandingkan prosedur
penghapusan batu lainnya termasuk ESWL. SFR untuk batu ureter distal setinggi 100% untuk
batu kurang dari 10mm, batu yang tidak lebih besar diobati dengan ESWL selama periode ini.
ESWL untuk 2 jenis batu staghorn dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak
memuaskan, kedua pasien memiliki >4mm sisa fragmen setelah terapi. Hasil sejalan dengan
beberapa literatur yang menyatakan bahwa pasien dengan ginjal calculi yang lebih dari 2 cm
yang diobati dengan monoterapi ESWL umumnya mengalami hasil pengobatan yang buruk. Batu
dengan ukuran 2cm masih berlaku pada hari ini.
KESIMPULAN
ESWL adalah terapi pilihan untuk batu ginjal dan batu ureter sederhana (opak dan non
opak) yang kurang dari 20 mm. ESWL menunjukkan tingginya (SFR) untuk batu ginjal dan batu
ureter kurang dari 20 mm.