Professional Documents
Culture Documents
ANALISA KASUS
Pasien didiagnosis masuk rumah sakit sebagai premature 34 minggu, BBLR +
Sepsis. Didiagnosis dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan HPHT 1 Juni 2014. Sehingga pada tanggal 28 januari
2015 usia gestasi 34 minggu, dan sesuai dengan perkiraan USG. Berdasarkan
kurva lubchencho dan kurva fenton, neonatus tersebut kurang bulan- sesuai untuk
masa kehamilan. NKB-SMK.
13
14
Bayi Berat lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37
minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR).
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran premature. Faktor lainnya
yaitu factor umur ibu (< 20 tahun atau > 40 tahun), paritas, dan lain lain. Faktor
plasenta yaitu penyakit vascular, kehamilan ganda dan lain-lain, serta factor janin
(Pedoman Pelayanan Medis, 2011).
Usia ibu pada saat melahirkan adalah 41 tahun, dimana hal tersebut salah satu
factor resiko BBLR dari segi ibu (usia > 40 tahun). Ibu juga memiliki riwayat
kehamilan G7P5A1; yaitu grande multipara (paritas > 6) yang juga merupakan
factor pencetus BBLR dari segi ibu. Faktor plasenta seperti vascular tidak
diketahui, kehamilan ganda disangkal.
Skor Ballard dapat menjadi salah satu pemeriksaan usia gestasi neonates. Pada
kasus ini tidak dilakukan, karena Ballard score dilakukan pada usia neonates
kurang dari 12 jam, sedangkan pada kasus ini usia perawatan pertama pada saat
neonates usia 4 hari.
Pada neonatus tersebut memiliki masalah pencernaan/toleransi minum, yang
ditandai dengan reflek menghisap yang lemah serta OGT yang terdapat residu.
Masalah lain yang sering timbul pada BBLR adalah:
-
Pemberian vitamin K1
o Injeksi 1 mg IM sekali pemberian atau
15
o Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari dan umur 4-
6 minggu)
Mempertahankan suhu tubuh normal
o Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempretahankan suhu
tubuh bayi, seperti kontak kulit dengan kulit, kangaroo mother care,
pemancar panas, incubator, atau ruangan hangat yang tersedia di
16
Fagositosis terganggu
Penurunan berbagai faktor komplemen
Pada neonatus tersebut tidak diberikan ASI, melainkan dipuasakan pada hari
pertama disebabkan OGT yang memiliki residu. Neonatus tersebut dicurigai
memiliki refluks gastroesofageal. Pada neonatus yang dicurigai memiliki refluks
gastroesofageal, dapat dilakukan pemberian proton pump inhibitor, atau H2
reseptor antagonis. Pada pasien ini diberikan Omeprazol dengan dosis 1,5 mg/24
jam.
17
Pemberian omeprazol pada pasien ini telah sesuai. Dosis yang diberikan juga
sudah sesuai. Dosis omeprazol pada pasien kurang dari 2 tahun badalah 0,7
mg/kgBB/hari. Omeprazol bekerja adalah proton pum inhibitor. Pada neonatus
waktu pengosongan lambung cukup lama, ditambah dengan masih lemahnya LES
(lower esophagus sphincter) sehingga omeprazol merupakan salah satu obat yang
digunakan untuk mengurangi terjadinya Gastroesophagel Reflux pada pasien ini.
Gastrooesophageal Reflux (GOR) adalah keluarnya isi gaster ke dalam esophagus.
Manifestasi klinis muntah atau regugirtasi yang sangat sering terjadi pada infant,
kebanyakan bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Namun beberapa bayi yang
menangis terjadi GOR yang menyebabkan iritabilitas. Serta adanya silent
refluks. (Anonim, 2014).
(GAMBAR LOWER ESOFAGEAL SFINGTER)
18
termasuk dalam kelompok ini adalah pasien yang karena suatu sebab atau keadaan
tidak dapat, tidak boleh atau tidak mau makan sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan bila hanya mendapat masukan peroral. Sedangkan kontraindikasi
pemberian NP adalah pasien yang dapat menkonsumsi nutrisi enteral sesuai atau
melebihi kebutuhan atau pemberian nutrisiparentral memberikan efek samping
yang lebih berbahaya dibandingkan dengan penyakit dasarnya.
Menurut Rukmono, 2013 pada neonatus beresiko tinggi diberikan nutrisi parentral
(IV). Neonatus beresiko tinggi adalah prematuritas, asfiksia perinatal, gawat
napas, sepsis, ketidakstabilan hemodinamik, paralisis ileus, obstruksi usus,
abnormalitas kraniofasial, celah bibir, celah langit-langit. Beberapa kekurangan
NP adalah mahal, lebih rumit, memerlukan banyak pemeriksaan laboratorium dan
pemantauan, serta memili banyak komplikasi.
Umumnya, neonatus cukup bulan enzim pencernaan sudah mencukupi kecuali
lactase, dan diperkirakan sekitar 25% NCB sampai usia 1 minggu menunjukkan
intoleransi laktosa. Aktivitas enzim sukrase dan lactase lebih rendah pada BBLR
dan sukrase lebih cepat meningkat daripada lactase. Disamping masalah enzim,
kemampuan pengosongan lambung (gastric emptying time) lebih lambat pada
bayi BBLR dari pada bayi cukup bulan. Demikian pula fungsi menghisap dan
menelan (suck and swallow) masih belum sempurna, terlebih bila bayi dengan
masa gestasi kurang dari 34 minggu. Nasar, 2004).
Atas dasar kecurigaan Gastroesofageal Refleks, sehingga menyebabkan keadaan
tidak diperbolehkan makan, gangguan enzim, gangguan pengosongan lambung
dan termasuk kelompok neonatus beresiko tinggi (klinis sepsis) maka neonatus
tersebut dipuasakan pada hari pertama perwatan.
19
Sehingga pada pasien ini harus dipenuhi kebutuhan cairan : 2.1 kg x 130 cc/hari=
273 cc/hari. Terdiri dari 21 cc dextrose 21%, protein 2.5 g/kgBB/hari = 5.25 g/hari
atau setara dengan 90 cc aminoi steril infant 6%, dan kebutuhan elektrolit bayi
hari keempat kalsium (Ca glukonas) 1 cc/kg/hari = 2.1 cc/hari, Kalium (KCl 10%)
1 cc/kg/hari = 2,1 cc/hari, Natrium (NaCl 3%) 4 cc/kg/hari = 8,4 cc/hari.
Rate didapatkan [273 cc - 90 cc (2.1 cc + 2.1 cc + 8.4 cc)] / 24 = 7.1 cc. GIR =
(rate x glukosa)/(6xBB) = (7.1x 10)/(6 x 2,1)= 5.6.Bila pemberian glukosa hanya
berupa dextrose 10% maka nilai GIR pada pasien ini adalah 5.6. Dengan dextrose
21% nilai GIR 6. Pemberian dextrose yang sesuai agar dapat mempertahankan
GIR 6 adalah 10.6%.
Pemberian konsentrasi dextrose lebih dari 12,5% harus menggunakan akses
sentral/umbilical (Rukmono, 2013). Sehingga pada pasien ini pemasangan jalur
Intravena sentral/umbilical tidak dilakukan.
Pada pasien ini, tidak diberikan lipid, karena terjadi hiperbilirubinemia. Pada
hiperbilirubinemia dilarang diberikan lipid, karena terjadi kompetisi dengan
albumin sehingga mengakibatkan bilirubin bertambah naik. Kontraindikasi lain
pemberian lipid yaitu trombosit dibawah 100 ribu (Rukmono, 2013).
Trofik feeding / priming feeding dimulai dengan pemberian minum 10-30
cc/kgBB/hari. Tingkatkan sebanyak 5-20 ml/kgBB/hari. Waktu tercapainya
pemberian asupan secara full feeding 3-5 hari pada bayi > 2000 g, atau 10-14 hari
pada bayi < 1250 gram. Fulfed feeding bila minum diatas 150 cc/kgBB/hari.
Pemberian maksimum per hari adalah 250 cc/kgBB/hari (Rukmono 2013)
Pada pasien ini, nutrisi enteral berupa susu diberikan pada hari kedua perawatan
atau usia lima hari. Pemberian menggunakan OGT dimulai dari 2 cc dinaikkan
bertahap menjadi 5 cc, 9 cc, 10 cc, 12 cc, dan 25 cc. Dimulainya pemberian
enteral ketika BAB +, abdomen lemas, ogt sudah tidak terdapat residu.
20
Ada beberapa kriteria dalam menentukan infeksi, sepsis, sepsis berat dan syok
sepsis, yaitu (Hegar et al, 2005):
Kriteria Diagnosis Sepsis pada neonatus menurut The International Sepsis Forum,
yang diambil dari Amir, 2005
Variabel klinis
-
Instabilitas suhu
Denyut jantung = 180x / menit(> SD untuk usianya)
Frekuensi nafas > 60 kali/menit ditambah merintih/ retraksi atau desaturasi
Letargis atau penurunan kesadaran
Intoleransi glukosa (glukosa plasma > 10 mmol/L)
Intoleransi minum
Variabel hemodinamik
-
Variabel inflamasi
-
Pada neonatus tersebut variable klinis yang memenuhi yaitu letargis dan
intoleransi minum. Denyut jantung 144x/menit; tidak lebih dari 180x/menit.
Frekuensi nafas 44x/menit; tidak lebih dari 60 kali/menit walaupun dengan
retraksi ringan dan merintih pada auskultasi. Kadar gula darah tidak diperiksa.
Variabel hemodinamik tidak diperiksa, yaitu tidak dilakukan pengukuran tekanan
darah pada neonatus tersebut. Variable perfusi jaringan baik; < 2 detik. Laktat
21
plasma tidak diperiksa. Kadar trombosit < 100.000/uL; yaitu 25.000 pada
perawatan hari kedua. Leukosit yaitu 5.200/uL (tidak melebihi 34.000/uL maupun
kurang dari 5.000/uL), CRP kuantitatif negative (tidak lebih dari 10 mg/dL atau
tidak > 2 SD di atas nilai normal). Jadi, pada kasus ini kami menyimpulkan
terjadinya sepsis klinis (karena terdapat dua variabel klinis yang memenuhi dan
satu variable inflamasi yang memenuhi).
Infeksi
Sepsis
Sepsis berat
penunjang lain)
SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka
Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular atau disertai
gangguan napas akut atau adanya gangguan dua organ lain
(seperti gangguan neuologi, hematologi, urogenital, dan
Syok sepsis
hepatologi)
Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sitolilik <65 mmHg
pada bayi<7 hari dan <75 mmHg pada bayi 7-30hari)
Sepsis merupakan proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis
berat, syok sepsis, disfungsi multiorgan dan kematian. Dalam alur infeksi tersebut,
kesulitan yang dihadapi adalah menentukan fase yang diderita pasien saat
pemeriksaan dilakukan. Konsep SIRS sendiri teleah diterima dan dipahami pada
pasien dewasa, namun pada anak dan neonatus masih memerlukan evaluasi karena
pada neonatus umumnya ditemukan berbagai tingkat defiseinsi sistem pertahanan
tuhuh, sehingga respons sistemik pada janin dan neonatus akan berlaainan dengan
orang dewasa. Sebagai contoh, infeksi awitan diini respons sitemik pada bayi
yang mungkin terjadi saat masih didalam kandungan yang dikendal dengan istilah
FIRS (fetal inflammatory response syndrome), yaitu infeksi janin atau neonatus
terjadi karena penyebaran infeksi dari kuman vagina (ascending infection) atau
infeksi yang mejalar secara hematogen dari ibu yang mengalami infeksi. Konsep
infeksi pada neonatus bermula dengan FIRS, kemudian sepsis hingga kematian.
22
Definisi FIRS pada infeksisi neoantau sagak berbeda dengan anak atau dewasa.
(Hegar et al, 2005).
Sepsis pada bayi baru lahir merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif
dan bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air
kemih. Sepsis dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awiatn dini dan awitan
lambat. Istilah sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan sindrom disfungsi multi organ
merupakan istilah yang muncul sejak adanya konsensud dari American College of
Chest Physicians/ Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) (Aminullah,
2014).
Patofisiologi dan perjalanan penyakit infeksi pada neonatus
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:
a. Napas >60x/menit dengan atau tanpa retraksi
dan desaturasi O2
b. Suhu tubuh tidak stabil (<36.5 atau >37.5)
c. CRT >3detik
d. Leukosit <4000/uL atau >34.000/uL
e. CRP>10mg/dl
f. IL-6 atau IL-8 >70 pg/ml
g. 16 S rRNA gene PCR: positif
Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai dengan
gejala klinis infeksi.
Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan
resusitasi cairan dan obat-obat inotropik
Adanya disfungsi multiorgan pada pasien yang
mendapatkan pengobatan optimal
FIRS
Sepsis
Sepsis berat
Syok sepsis
Sindrom disfungsi
multiorgan
Kematian
23
Pemeriksaan penunjnag lain selain kultur darah, seperti C reaktif rprotein, rasio
IT, dll tidak spesifik dan tidak dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam
diangonsis pasien sepsis. Pemeriksaan biomolekular dan respons imun/sitokin
dianggap lebih bermanfaat dalam menunjang diagnostic sepsis neonatal
(Aminullah, 2014).Menurut analisis kami, sudah ada infeksi pada pasien ini.
Menurut patogenesis dan perjalanan penyakitnya, faktor resiko infeksi dapat
terjadi saat bayi masih dalam kandungan, saat persalinan, atau setalah
lahir/pascanatal. Sepsis dapat ditegakkan bila terdapat SIRS (Systemic
Inflamatory Respons Syndrome (SIRS). SIRS pada neonatus dapat ditegakkan
bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel sebagai berikut (Hegar et al, 2005):
Usia Neonatus Suhu
Nadi/menit
Napas/men
0-7 hari
>38.5c
atau >180
it
atau >50
<36c
>38.5c
<100
atau >180
atau >40
<36c
Jumlah Leukosit
X 103/mm3
>34
>19.5 atau <5
<100
24
Asfiksia merupakan diagnosa yang ditegakkan langsung begitu bayi baru lahir.
Skor APGAR pada menit pertama adalah 7 dan menit ke 5 adalah 8. Berdasarkan
nilai APGAR, digolongkan degan asfiksia ringan. Tetapi jika merujuk kriteria
yang telah ditetapkan oleh ACOG dan AAP, dimana apgar menit kelima 0-3; maka
tidak memenuhi. Tidak dilakukan pemeriksaan darah tali pusat, tidak ada
keterangan mengenai gangguan sistem neurologis, kardiovaskular, hematologi,
pulmoner maupun system renal.
Beberapa hal dapat menjadi faktor terjadinya asfiksia pada neonatus, yaitu :
(Depkes, 2008)
25
Pasien ini lahir post SC ai G7P5A1 preterm 34 minggu janin tunggal hidup
presentasi bokong dengan lilitan tali pusat. Hal ini sesuai dengan faktor resiko
terjadi asfiksia pada pasien ini, dimana faktor resiko terjadinya asfiksia yaitu
BBLR, malpresentasi, ibu demam saat kehamilan, dan riwayat kematian neonatus
sebelumnya.
Kegawatan napas dinilai menggunakan skor Down (Firmasnyah, 2013)
Skor Down
Kecepatan napas
Retraksi
Sianosis
0
<60 x/menit
Tidak ada retraksi
Tidak ada sianosis
1
2
60-80 x/menit
>80x/menit
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
hilang Sianosis
tidak
dengan O2
Udara
hilang
dengan
O2
masuk Tidak ada udara
Udara masuk
Ada
Megap-megap
berkurang
masuk
Tidak ada megap- Terdengar melalui Terdengar tanpa
(merintih)
megap (merintih)
stetoskop
menggunakan
alat bantu
Skor<4
Skor 4-5
Skor 6
Intrepretasi skor downe lain dalam mengevaluasi gawat napas pada neonatus.
Nilai skor downe <4 : tidak ada gawat napas, 4-7 : gawat napas, dan >7 ancaman
gagal napas (analisa gas darah harus dilakukan). (Rukomono, 2013)
Berdasarkan penilaian pada pasien ini, didapatkan skor downe 2 (tidak ada gawat
napas) dengan uraian, sebagai berikut:
-
Frekuensi nafas
Retraksi
Sianosis
Udara masuk
Rintihan
< 60x
ringan
bilateral
+ dengan stetoskop
0
1
0
0
1
26
Total
Hiperbilirubinemia merupakan suatu hal yang paling sering dijumpai pada bayi
yang baru lahir, dimana merupakan suatu keadaaan dimana terjadinya peningkatan
kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90 (Buku ajar neonatolgi IDAI,
2012). Hiperbilirubinemia neonatal juga diartikan sebagai kadar bilirubin total
(total serum bilirubin ) lebih dari 5 mg/dl (86umol/l) (Rukmono, P., 2013).
Penyebab hiperbililirubinemia dapat disebabkan karena faktor fisiologis atau
patologis atau keduanya. Resiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang
mendapatkan asi dan bayi kurang bulan. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara
lain frekuensi menyusui yang tidak ade kuat, hambatan ekskresi bilirubin hepatik
dan reabsorbsi bilirubin di usus halus (Buku ajar neonatologi IDAI, 2012).
Peningkatan kadar bilirubin pada neonatus dibagi menjadi 2 kelas besar yaitu
1. Hiperbilubinemia fisiologis
Dimana kadar bilirubin indirek pada neonatus cukup bulan dapat mencapai
6-8 mg/dl pda usia 3 hari, setelah itu akan berlangsung turun. Kadar
bilirubin indirek pada bayi prematur dapat mencapai 1-12mg/dl pda hari
ke 5 dan masih dapat naik menjadi >15 mg/dl tanpa ada kelainan tertentu.
Kemudian pada usia 1 bulan kadar bilirubin <2mg/dl baik pda bayi
prematur atau non prematur.
Hiperbilirubinemia fisiologis terjadi bila :
a. Kuning terlihat setelah usia 24 jam
b. Peningkatan kadar total serum bilirubin <5mg/dl per hari
c. Kadar puncak bilirubin ditemukan pada hari ke 3-5, dengan total
serum bilirubin tidak melebihi 15 mg/dl
d. Ikterik menghilang setelah satu minggu pada bayi cukup bulan dan 2
minggu pada bayi kurang bulan.
2. Hiperbilirubinemia non-fisiologis
1. ikterik sebelum usia 24 jam
27
2.
3.
4.
5.
28
Daerah ikterus
Wajah dan leher
Dada dan punggung
Perut
1
2
3
Range
Kadar bilirubin
4,1 7,5 mg%
5,6 12,1 mg%
7,1 14,8 mg%
10,5mg%
Obstruksi
Atresia biliaris, kista choledochal, rotor-dubin jhonson, hypothyroid,
others (batu empedu, tumors)
Infeksi
29
30
31
kemudian pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairan, pantau suhu tubuh bayi
dan udara ruangan setiap 3 jam, periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam
dengan bayi yang kadar bilirubinnya cepat meningkat, bayi kurang bulan, atau
bayi sakit. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam setelah
terapi sinar diberikan. Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah
batas untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan
transfusi tukar (Sukadi, A., 2012).
Pada pasien ini terjadi peningkatan bilirubin direk : 0,5 mg/dl. Peningkatan
bilirubin direk dapat terjadi karena :
Obstruksi
Atresia biliaris, kista choledochal, rotor-dubin jhonson, hypothyroid,
others (batu empedu, tumors)
Infeksi
Bacterial, TORCH, protozoal, virus
Metabolik/ penyakit genetik
Gangguan pada metabolisme lemak, idhiopatic neonatal hepatitis,
gangguan metabolisme pada asam empedu, dll.
32
Pada pasien ini terjadi peningkatan bilirubin indirek : 8,2 mg/dl. Peningkatan
bilirubin direk dapat terjadi karena :
Peningkatan produksi
ABO or RH(D) incompatibilitas, hemoglobinapaty : alpha atau beta
thalasemia, kurang enzym eritrosit : G6PD defisiensi, piruvat kinase
Pada pasien ini diberikan tatalaksana berupa minum Asi 35cc/ 3 jam, untuk
pemberian asi kepada pasien hiperbilubinemia sudah sesuai dengan tatalaksana
yang ada menurut American Academy of Pediatric (2004),
Pemberian Asi 35 cc/3 jam berdasarkan pada tabel pemberian makan enteral, dan
diberikan secara peroral (Rukmono, P., 2012)
Bb (gram)
<750
750-1500
1000-1500
1500-2000
2000-2500
>2500
Mulai
(ml)
0,5-1
1-2
1-2
2-3
4-5
10
Interval
(jam)
1-2
2
2
2-3
3
3-4
Volume
(ml)
0,5-1
1-2
1-2
2-4
3-5
7-10
Frekuensi
(jam)
>24
12-24
>24
>12
>8
>6
33
Pada pasien ini dilakukan pencarian terhadap faktor penyebab terjadinya ikterik,
yaitu berupa pengecakan golongan darah ibu , anak dan ayah. Namun meskipun
begitu hal ini dirasa kurang tepat menurut kami, karena faktor penyebab
terjadinya ikterik tidak hanya ABO inkompatibilatas, masih banyak faktor lain
yang dapat menyebabkan terjadinya ikterik, anemnesa yang lebih tajam
diharapkan dapat menyingkirkan kemungkinan- kemungkinan yang disebabkan
karena ikterik dan untuk menentukan tatalaksana lebih lanjut.
34
35
36
Ayah
Ibu
Bayi
Golongan
Rh
darah
O
A
+
+
37
38
3. Combs Test untuk melihat direk antibody dari darah tali pusat. Tidak
dilakukan pada pasien ini.
4. Pada pasien ini, diagnosis tanda proses hemolitik belum dapat
disingkirkan
sepenuhnya
karena
tidak
dilakukan
pemeriksaan
39
40
spectrum
cahaya biru-hijau, dengan jarak 45-50 cm, ubah posisi bayi setiap 3 jam
kemudian pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairan, pantau suhu tubuh bayi
dan udara ruangan setiap 3 jam, periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam
dengan bayi yang kadar bilirubinnya cepat meningkat, bayi kurang bulan, atau
bayi sakit. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam setelah
terapi sinar diberikan. Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah
batas untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan
transfusi tukar (Sukadi, A., 2012).
Pada pasien ini dilakukan fototerapi selama 2 hari dan cek bilirubin dilakukan
setelah 48 jam dan tidak ada perubahan posisi pada bayi.
Sehingga pada pasien ini, ada beberapa kekurangan pada perawatan pasca
resusitasi
dan
kurang
tepat
penatalaksanaan
dalam
mengatasi