You are on page 1of 10

https://holiloli.wordpress.

com/2014/06/19/revolusi-dalam-kepalaku-tinjauanfenomenologis-dalam-memetakan-tema-delusi-pada-kasus-skizofrenia/

ICARUS' WINGS
Bilah Sisi

REVOLUSI DALAM KEPALAKU: TINJAUAN FENOMENOLOGIS DALAM MEMETAKAN


TEMA DELUSI PADA KASUS SKIZOFRENIA

Juni 19, 2014FadirbujaDelusi, Fenomenologi, Penelitian, Psikologi, Skizofrenia


diawali dengan distorsi gitar nyaring diakhiri dengan pekik, The Beatles
memainkan Revolution: You say you want a revolution/ Well, Wed all want to
change the world

~ Biar Bergulir Perlahan


Artistic_view_of_how_the_world_feels_like_with_schizophrenia__journal.pmed.0020146.g001
(c) Craig Finn Plos Medicine
Skizofrenia dicirikan dengan perilaku sosial yang abnormal dan kegagalan dalam
mengenali realitas. Gejala yang umum terjadi ialah kepercayaan yang salah,

halusinasi, penalaran yang tidak jelas dan bingung, dan kelekatan sosial yang
berkurang. Diagnosa diperoleh dari perilaku yang teramati dan laporan
pengalaman pribadi. Penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh genetik,
lingkungan, atau proses sosial dan psikologis (Picchioni & Murray, 2007).

Individu dengan skizofrenia mungkin mengalami halusinasi, delusi, dan


penalaran serta omongan yang tidak terorganisir. Adanya kehilangan arus
penalaran, hingga kalimat yang secara lentur berhubungan dengan makna.
Omongan yang tidak terpahami ini dikenali dengan salad kata-kata (word salad)
pada kasus yang parah.

PSIKOSIS DELUSI
Istilah Psikosis merujuk kepada kondisi abnormal dari pikiran, dan merupakan
istilah psikiatris untuk kondisi mental seseorang yang lepas kontak dari realita.
Pada gangguan psikiatris yang sudah terdiagnosa dengan seharusnya, psikosis
merupakan istilah deskriptif untuk halusinasi, delusi, terkadang kekerasan, dan
wawasan yang salah yang mungkin terjadi. Psikosis secara umum diberikan
kepada perilaku kurang normal yang teramati.

Delusi ialah kepercayaan yang dipegang dengan keyakinan yang kuat meski
terdapat evidensi yang superior terhadap kebalikannya. Sebagai kondisi patologi,
delusi ialah kepercayaan yang salah atau informasi yang tidak utuh, dogma, ilusi,
atau efek persepsi lainnya (Hemsley & Garety, 1997).

Delusi secara tipikal terjadi pada konteks penyakit mental. Memiliki kepentingan
diagnostik tertentu terhadap gangguan psikotik seperti skizofrenia, prafrenia,
episode manik dari gangguan bipolar, dan depresi psikotik.

Delusi lebih sering ditemui pada orang yang tipe orang yang argumentatif. Delusi
dimulai dari kepercayaan yang salah yang diadopsi oleh inidividu. Pada delusi
yang terorganisasi, perilaku individu mengikuti delusi fundamentalnya,
sementara pada kasus delusi yang disorganisasi tidak ada korelasi antara
aktivitasnya yang beragam. Delusi terlihat mengambil bentuk dari gejala
gangguan mental. Adalah mungkin untuk memahami beberapa jenis delusi pada
pasien gangguan mental.

Adapun delusi dapat dikategorisasi ke dalam sebuah tema (Lesser & Donohue,
1999) . Meski delusi dapat memiliki tema ganda, tema tertentu lebih sering
muncul daripada tema lainnya. Beberapa tema dari delusi ialah:

Delusion of control : Merupakan keyakinan yang salah bahwa orang lain,


kelompok orang, memiliki kendali eksternal terhadap pemikiran seseorang,
perasaan, impuls dan perilaku.
Nihilistic delusion : Delusi di mana tema yang menjadi pusatnya adalah
ketidakadaan diri atau bagian dari diri, orang lain, atau dunia. Seseorang dengan
tipe delusi ini mungkin memiliki keyakinan yang salah bahwa dunia akan
berakhir.
Delusional jealousy : Seseorang dengan delusi ini secara salah percaya bahwa
pasangannya melakukan perselingkuhan dengan orang lain.
Delusion of guilt : Merupakan sebuah perasaan yang salah yang diikuti perasaan
menyesal pada intensi yang delusional. Seseorang mungkin percaya bahwa ia
melakukan beberapa kejahatan dan harus dihukum berat.
Delusion of mind being read : Kepercayaan yang salah bahwa seseorang dapat
membaca pikirannya.
Delusion of reference : Seseorang memercayai keyakinan yang salah bahwa
kejadian, tanda, atau objek yang tidak signifikan di lingkungannya memiliki
makna pribadi atau signifikansi pribadi kepada dirinya.
Erotomania : Delusi bahwa seseorang percaya bahwa orang lain, biasanya yang
memiliki status yang tinggi memiliki perasaan cinta kepada dirinya.
Delusion of grandeur : Individu merasa memiliki diri yang penting bahwa ia
memiliki kekuatan spesial, bakat spesial, atau kemampuan spesial. Terkadang ia
merasa bahwa dirinya adalah seorang yang terkenal.
Persecutory delusion : Ini menjadi salah satu tipe delusi yang sering muncul dan
melibatkan tema diikuti, dilecehkan, dicurangi, diracuni, merasa seseorang
berkonspirasi melawan dirinya, dibuntuti, diserang atau dihalangi dalam
mencapai tujuan.
Somatic delusion : Delusi yang melibatkan fungsi tubuh, sensasi tubuh, atau
penampakan fisik. Biasanya keyakinan yang salah tentang tubuh yang sakit,
abnormal atau berubah.
Berasal dari rasionalisasi dan fantasi, Delusi berusaha memuaskan beberapa
kebutuhan internal dan secara tidak langsung memuaskan keinginan. Delusi
memiliki sifat mengutuhkan diri sendiri dan tidak lahir dari pengalaman. Oleh
karena itu ia tidak dapat dibantah oleh logika, argumentasi, atau konfrontasi
dengan fakta.

Ketidakmungkinan untuk diubah (incorrigibility) adalah salah satu kriteria untuk


mengidentifikasi delusi ini. Beberapa penelitian menekankan bahwa penalaran
pada individu yang berdelusi tetap berkerja. Sebagai contoh, ia tidak
mengganggu fungsi inteligensi, akan tetapi ketergangguannya terletak pada
pemaknaan simbolisnya. Definisi lain menaruh kesalahan pada pemrosesan
penilaian yang patologis, terjadinya kesalahan keyakinan personal karena
penarikan kesimpulan yang salah mengenai realitas (Hemsley & Garety, 1997).

Melalui pemetaan beberapa tipe delusi yang teridentifikasi, konten dari asesmen
yang memiliki gejala delusi dibedah melalui perspektif ini. Dengan cara ini
analisis akan penulis lakukan

HERMENEUTIKA
Fenomenologi hermeneutika dipilih sebagai pendekatan yang cocok untuk
penelitian ini. Hermeneutika adalah teori tentang interpretasi terhadap teks.
Adalah sebuah pendekatan riset yang ditujukan untuk memproduksi sebuah
deksripsi tekstual yang kaya terhadap fenomena teralami yang dipilih.

Pendekatan ini digunakan untuk memahami hasrat yang hadir di balik sebuah
gejala delusi yang tertulis dalam catatan yang subjek tulis dalam blognya.
Fenomenologi ini memerhatikan pengalaman yang menyertai di balik tulisannya,
Penggunaan fenomenologi hermeneutik memungkinkan subjek untuk
mengeksplorasi pengalamannya berdasarkan interpretasi dari pengetahuan
teoritis dan pengetahuan pengalaman pribadi peneliti.

INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYISIS


Penelitian menggunakan metode Interpretative Phenomenological Analysis (IPA)
memfokuskan pada Apa yang individua alami dari perasaan delusi? Penelitian
jenis ini memungkinkan untuk menangkap variasi individu di antara sesama
peneliti. Analisis tematik akan melibatkan beberapa interpretasi eksplisit sebagai
bagian dari penelitian.

IPA memfokuskan kognisi dan pengalaman, menggunakan penjelasan kualitatif,


penekanan subjektif persepsi dan pentingnya interpretasi individual. Studi
dengan pendekatan ini cocok untuk mengetahui pola delusi terjadi berdasarkan
kejadian yang melatarbelakanginya serta dinamika psikologis di baliknya. Selain

itu, analisis tematik terhadap teks yang bergejala delusi dapat diidentifikasi
menjadi tema-tema delusi tertentu.

METODOLOGI
PARTISIPAN
Data berasal dari tulisan seseorang yang mengidap skizofrenia saat menulis
tulisan tersebut, yang kebetulan adalah penulis sendiri. Tulisan tersebut terdiri
dari tiga artikel yang subjek publikasikan melalui blog. Melalui tulisan yang telah
menunjukkan keterlepasan dengan kontak dari realita tersebut dapat dibedah
secara fenomenologis.

PROSEDUR
Dari ketiga tulisan yang didapatkan, masing-masing dikategorikan menjadi satu
tema delusi yang paling kuat mewarnainya. Pertanyaan yang diajukan berkaitan
dengan penjelasan tulisan tersebut, ditanyakan kepada penulis sendiri sebagai
subjek. Dengan ingatan yang samar, penulis mencoba menelaah dinamika
psikologis di balik penulisan tersebut.

ANALISIS
Data yang didapat dianalisis menggunakan IPA. Tujuannya untuk menyasar tema
yang memiliki signifikansi dengan teks orisinilnya. Pada semua proses analitik,
refleksi dan penjelasan ulang terhadap tulisan dihubungkan dengan dinamika
psikologis di baliknya. Tema-tema delusi yang teridentifikasi merupakan hasil
dari pemaknaan secara harfiah dari tulisan.

HASIL DAN DISKUSI


Berdasarkan ingatan samar yang diverifikasi dengan kesaksian pengamatan
orang-orang di sekitar, subjek mengalami gejala psikotik pada awal Januari.
Orang-orang terdekat subjek, seperti teman di kampus dan teman di kos,
mengkonfirmasi pernyataan ini.

Subjek tidak memiliki wawasan yang jelas mengenai ingatan apa yang menjadi
penyebab dari munculnya gejala psikotik delusi. Oleh karena itu, tanggal definitif
dari munculnya gejala psikosis tidak dapat ditentukan. Akan tetapi, rekaman
yang mencantumkan tanggal, seperti tulisan di Internet, seperti blog dari subjek
dan akun media sosial facebook subjek dapat menjadi referensi untuk melihat
awal munculnya gejala psikosis.

Menurut kesaksian subjek, aktivitas keseharian pada kisaran sebelum waktu


terjadinya gejala psikosis memang tergolong tidak biasa. Subjek tidak
terhabituasi pada suatu rutinitas. Sebagai mahasiswa, kegiatan yang menyita
waktunya tidak hanya mengenai aktivitas perkuliahan. Pada waktu itu, subjek
aktif sebagai reporter dalam sebuah badan penerbitan pers mahasiswa. Aktivitas
ini semakin menyita waktu lagi ketika subjek diamanahi sebuah tanggung jawab
untuk menjadi ketua pengelola majalah. Hal tersebut dirasa tidak mudah bagi
subjek, karena saat diberi tanggung jawab untuk membuat konsep blue-print
mengenai majalah tersebut, subjek juga sedang menghadapi ujian akhir
semester pada kegiatan perkuliahannya.

Adapun rutinitas keseharian subjek tidak menentu dan jauh dari perilaku pola
hidup sehat. Subjek kerap tidur larut malam dan dalam sehari tidak tidur dengan
durasi di mana orang normal lainnya. Subjek jarang berolahraga sebagaimana ia
lakukan pada beberapa bulan sebelum gejala psikosis terjadi. Pola makan subjek
pun tidak teratur. Subjek juga pada saat itu melakukan perilaku merokok.
Perilaku merokok ini menurut penelitian juga berhubungan dengan terjadinya
skizofrenia.

Perilaku teramati dari gejala psikotik delusi yang dialami subjek, yang bisa jadi
mengarah kepada gangguan skizofrenia, bersumber dari keterlepasannya pada
realita. Subjek dapat menyanyikan sebuah lagu yang ia putar sambil merasa
bahwa lagu tersebut secara harfiah memiliki makna tentang dirinya, dapat
menjadi bersemangat (hingga berteriak-teriak mengganggu penghuni kos
lainnya), dan dapat membuatnya merasa bersalah karena kurang menghargai
ayahnya (hingga menangis tersedu-sedu) pada tengah malam. Tidak mengikuti
ujian akhir semester, pada waktunya subjek berlari mencari mantan kekasihnya
yang ia rasa masih memiliki perasaan kepadanya di tempat yang tidak dekat.
Pada saat dijemput oleh orang tuanya, subjek juga kerap berceracau mengenai
suatu keyakinan yang salah dan meneriaki orang-orang di sekitarnya yang ia
anggap mengancam.

Pada tataran pola pikir, pemikiran yang bersifat internal, alih-alih eksternal
sebagai pemecahan masalah sederhana terhadap realita dunia luar, kerap
dilakukan subjek. Beberapa gagasan yang dipikirkan subjek ada yang dibagi
kepada kawan-kawan subjek. Misalnya, ialah berusaha menerbitkan media
independen dalam lingkup fakultas. Geloranya untuk mewujudkan gagasan ini
dapat terasa dari pemilihan katanya dan tona suara penyampaian gagasan
tersebut kepada orang lain. Gagasan-gagasan subjek berorientasi pada kondisi
ideal yang harusnya menjadi ciri dari suatu lingkungan tertentu. Oleh karena itu,

dapat dikatakan, pada saat terjadinya gejala delusi, subjek terpreokupasi oleh
gagasan-gagasan mengenai idealisme.

Preokupasinya terhadap gagasan idealisme, terkadang juga dirasa subjek


berbenturan dengan kondisi dan lingkungan di sekitarnya. Tidak jarang subjek
merasa karena perilakunya, ia diwarnai rasa permusuhan oleh lingkungannya. Ini
mungkin hanya sebuah delusinya, dan boleh jadi merupakan awal mula
kemunculannya. Tema-tema ini terekam dalam sebuah tulisan di sebuah blog
yang dikelola subjek. Dengan menganalisis tulisan yang lahir dari pribadi yang
mengalami psikotik delusi, penulis mencoba memahami apa yang terjadi di balik
fenomena yang dialami subjek. Untuk selanjutnya sub-bab dibagi menjadi tiga, di
mana pada masing-masing bagian dianalisis satu tulisan subjek yang berwarna
delutif.

AGAMA SEBAGAI PEDANG


Tema delusi yang muncul dalam tulisan ini adalah delusion of grandeur, jejaknya
pertama kali dapat dilacak melalui kalimat-kalimat berikut ini:

Nabi yang berkata, hei manusia buat hidup kalian bermakna dengan
memikirkan kehidupan surga-neraka setelah mati! Lakukan kebaikan di dunia ini!
Semoga kalian dirahmati, kalian manusia-manusia yang kebingungan pegangan
nilai!
Dalam kalimat dari tulisan berjudul Agama: Pedang Melawan Goliath ini subjek
menciptakan sebuah imaji tentang nabi menggunakan sudut pandang orang
ketiga. Namun melalui imaji tersebut, subjek melanjutkan menuliskan apa yang
akan dikatakan nabi tersebut dengan sudut pandang orang pertama, seolah ia
menjadi nabinya. Delusi merasa sebagai Nabi menjadi tema dari delusi yang
terdapat dalam tulisan ini. Hal ini diperkuat dengan kalimat persuasi yang
dituliskan subjek pada akhir tulisan:

Mungkin Allah tidak menakdirkan turunnya Nabi lagi karena kita, sudah tidak
cukup jahil untuk menyadari keadaan ini. Yang diperlukan adalah semangat
untuk mencoba mengubah. Mari
Sekali lagi, meski imaji Nabi ditolak pada akhir tulisan, namun seruan untuk
mengajak orang lain memahaminya dan melakukan tindakan sebagai respon
tulisannya menjadi ciri tulisan ini. Pemilihan kata yang cukup tendensius pun
dapat menjadi ciri di mana kentalnya gelora emosi yang menyertai penulisan:
pedang.

Konten dari tulisan ini adalah sikap untuk tidak menerima kondisi dunia yang
sedang terjadi dan menyerukan agar orang lain ikut mengubahnya. Karena
remaja dapat berimajinasi tentang kemungkinan-kemungkinan lain, ia dapat
memikirkan tentang dunia ideal dan sistem alternatif dari realitas (Santrock,
2013). Tepat itulah yang sedang dilakukan oleh subjek, meski akhirnya ia
tertelan oleh pikirannya sendiri dan tidak dapat mencerap realitas di sekitarnya
dengan benar. Ini mungkin terjadi karena pemfokusan pikiran yang terlalu
internal, sementara pencerapan panca indra terhadap realitas eksternal tidak
adekuat.

SIALAN
Tema delusi yang muncul dalam tulisan ini adalah delusion of guilt, jejaknya
dapat dilacak melalui kalimat-kalimat berikut ini:

Maka, seperti diutarakan seseorang, saya akan tetap menulis dengan kertas
putih beserta keadaan kaotik dalam diri saya. Hehe. Boleh dianggap ini ocehan
anak kecil. Ah, semoga dapat dimengerti.
Pada akhir dari tulisan yang berjudul Bolehkah Saya Berkata Sialan ini terdapat
apologi yang berusaha mengkompensasi dari rasa kebersalahan. Meski
kebersalahan yang terkandung tidak seberat kriminalitas, subjek merasa
lingkungan sosialnya terganggu akibat tindakannya. Entah apakah persepsinya
mengenai dunia sosialnya tepat atau tidak, Ia mencari pembenaran melalui teori
psikologi yang ia ingat mengenai tidak stabilnya emosi remaja, yang dapat
dilihat pada tulisan berikut ini:

Entahlah, saya sedang merasa apa yang saya tuliskan sebenarnya dipenuhi oleh
kelabilan masa remaja saya saja. Seperti disebutkan Arnett, seorang psikolog
perkembangan, sebagai Storm and Stress,
Rujukannya kepada Teori Psikologi Storm and Stress dari Arnett, semakin
menegaskan bahwa dirinya sedang dalam konflik dengan orang lain. Remaja
mengalami Storm and Stress dicirikan dengan konflik dengan orang tua, disrupsi
mood, dan perilaku bermasalah (Santrock, 2013). Ia menyadari dirinya sedang
dalam keadaan yang tidak biasa. Juga, subjek menyadari bahwa perilakunya
selama ini bermasalah. Akan tetapi, sebagai media katarsisnya, tulisannya tidak
menyangkal ataupun bermuatan motivasi untuk mengubahnya. Alih-alih ia
membuat romantisismenya dalam kalimat ini:

Di dalam gejolak kelabilan justru ada kesejatian. Maksud saya, biar ini menjadi
bukti keabadian remaja saya saja. Mungkin nanti, ketika tua, saya akan terkekehkekeh sendiri melihat kelabilan saya saat ini.

REVOLUSI YANG PERLAHAN


Tema delusi yang muncul dalam tulisan ini mengarah kepada nihilistic delusion,
jejaknya dapat dilacak melalui kalimat-kalimat berikut ini:

Membaca tanda-tanda zaman, semangat dunia sedang bergerak menuju satu


hal. Rasakan itu dalam karya seni, baik yang berasal dari Timur atau Barat, dari
Rangga Warsita hingga Rise of the Planet of the Apes nya Hollywood. Alasan
kenapa lagu-lagu Indie macam Frau, Melancholic Bitch, dan Efek Rumah Kaca
digemari. Dari Serial Spongebob Squarepants hingga alasan kenapa lagu The
Beatles akan terus abadi.
Melalui kalimat berima yang berada di tengah tulisan berjudul Biar Bergulir
Perlahan ini subjek merujuk kepada berbagai karya seni di dunia yang
menurutnya memiliki semangat zaman yang sama. Tidak dijelaskan lebih lanjut
semangat zaman macam apa yang dimaksud, subjek hanya memaklumatkan
agar dirasakan. Menurutnya, hal-hal itu merupakan pertanda bahwa dunia
sedang bergerak perlahan menuju satu tujuan, yang entah apa. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah keluwesan pemaknaannya. Tidak seperti dua tulisan
sebelumnya, tulisan kali ini berwarna sangat delutif karena makna antar satu
konsep, kalimat dengan yang lainnya tidak ketat. Lompatan gagasan dilakukan
subjek pada paragraph berikutnya, agaknya subjek sedang mempromosikan
semangat untuk memaknai dan merasakan karya seni yang sedang mengarah
kepada satu tujuan:

Sesungguhnya tanda-tanda berserakan, minta dimaknai. Dalam karya sastra ia


minta dihayati agar manusia dapat menembus realitas. Setiap jengkal alam dan
semua buah refleksi manusia ialah metafora. Maka pesan pertama Allah kepada
Muhammad adalah, Bacalah!

Bermimpilah, maka semesta akan mendukung.


Tulisan ini mengandung makna progresif mendambakan perubahan, namun
secara kontradiktif juga pengurangan tingkat idealisme. Setelah meromantisisme
ketidak-stabilannya pada tulisan sebelumnya, subjek melakukan dialektika
dengan mencari jalan tengah antara tuntutan idealismenya dan kondisinya
dalam lingkungan. Beberapa teoritikus mengenai perkembangan manusia
memproposisikan bahwa, sebagai dewasa awal, seseorang menghadapi
kumpulan realitas yang mengurangi idealismenya (Santrock, 2013).

Akan tetapi dinamika ini agaknya membuat masalah baru karena merupakan
pemuasan hasrat akan idealisme di kepalanya yang bermanifestasi sebagai
delusi bahwa dunia, yang diwakili dengan karya-karya seni yang subjek sebutkan
memiliki satu arah yang seragam dan sedang membawa dunia berjalan ke
arahnya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Tema delusi sebagai gejala dari skizofrenia dapat mengambil bentuk menjadi
lebih dari satu tema. Adapun karena subjek dilatarbelakangi oleh aktivitasnya
yang harus mengikuti dunia gagasan idealismenya, pola pikirnya yang kuat
menyertainya pun adalah hal itu. Meskipun begitu, ketika sudah ditarik ke dalam
tataran perilaku, tidak mudah membedakan antara tema delusi satu dan yang
lainnya, apa yang menyebabkan dan melatarbelakangi psikosis delusinya. Oleh
karena itu perlu dilakukan kemungkinan penelitian dengan pendekatan lain
untuk, secara eksploratif, membuka wawasan baru mengenai penjelasan lain
psikosis delusi yang dialami subjek.

DAFTAR PUSTAKA
Picchioni, M.M., Murray, R.M. (2007). Schizophrenia. BMJ Journal, 335 (7610):
915.

Hemsley, D.R., Garety, P.A. (1997). Delusions: Investigations Into The Psychology
Of Delusional Reasoning. United Kingdom: Psychology Press.

Leeser, J., and Donohue, W. (1999) What is a Delusion? Epistemological


Dimensions. Journal of Abnormal Psychology, 108: 687-694.

Santrock, J.W. (2013). Life-Span Development. United States: McGraw Hill.

You might also like