Professional Documents
Culture Documents
com/2014/06/19/revolusi-dalam-kepalaku-tinjauanfenomenologis-dalam-memetakan-tema-delusi-pada-kasus-skizofrenia/
ICARUS' WINGS
Bilah Sisi
halusinasi, penalaran yang tidak jelas dan bingung, dan kelekatan sosial yang
berkurang. Diagnosa diperoleh dari perilaku yang teramati dan laporan
pengalaman pribadi. Penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh genetik,
lingkungan, atau proses sosial dan psikologis (Picchioni & Murray, 2007).
PSIKOSIS DELUSI
Istilah Psikosis merujuk kepada kondisi abnormal dari pikiran, dan merupakan
istilah psikiatris untuk kondisi mental seseorang yang lepas kontak dari realita.
Pada gangguan psikiatris yang sudah terdiagnosa dengan seharusnya, psikosis
merupakan istilah deskriptif untuk halusinasi, delusi, terkadang kekerasan, dan
wawasan yang salah yang mungkin terjadi. Psikosis secara umum diberikan
kepada perilaku kurang normal yang teramati.
Delusi ialah kepercayaan yang dipegang dengan keyakinan yang kuat meski
terdapat evidensi yang superior terhadap kebalikannya. Sebagai kondisi patologi,
delusi ialah kepercayaan yang salah atau informasi yang tidak utuh, dogma, ilusi,
atau efek persepsi lainnya (Hemsley & Garety, 1997).
Delusi secara tipikal terjadi pada konteks penyakit mental. Memiliki kepentingan
diagnostik tertentu terhadap gangguan psikotik seperti skizofrenia, prafrenia,
episode manik dari gangguan bipolar, dan depresi psikotik.
Delusi lebih sering ditemui pada orang yang tipe orang yang argumentatif. Delusi
dimulai dari kepercayaan yang salah yang diadopsi oleh inidividu. Pada delusi
yang terorganisasi, perilaku individu mengikuti delusi fundamentalnya,
sementara pada kasus delusi yang disorganisasi tidak ada korelasi antara
aktivitasnya yang beragam. Delusi terlihat mengambil bentuk dari gejala
gangguan mental. Adalah mungkin untuk memahami beberapa jenis delusi pada
pasien gangguan mental.
Adapun delusi dapat dikategorisasi ke dalam sebuah tema (Lesser & Donohue,
1999) . Meski delusi dapat memiliki tema ganda, tema tertentu lebih sering
muncul daripada tema lainnya. Beberapa tema dari delusi ialah:
Melalui pemetaan beberapa tipe delusi yang teridentifikasi, konten dari asesmen
yang memiliki gejala delusi dibedah melalui perspektif ini. Dengan cara ini
analisis akan penulis lakukan
HERMENEUTIKA
Fenomenologi hermeneutika dipilih sebagai pendekatan yang cocok untuk
penelitian ini. Hermeneutika adalah teori tentang interpretasi terhadap teks.
Adalah sebuah pendekatan riset yang ditujukan untuk memproduksi sebuah
deksripsi tekstual yang kaya terhadap fenomena teralami yang dipilih.
Pendekatan ini digunakan untuk memahami hasrat yang hadir di balik sebuah
gejala delusi yang tertulis dalam catatan yang subjek tulis dalam blognya.
Fenomenologi ini memerhatikan pengalaman yang menyertai di balik tulisannya,
Penggunaan fenomenologi hermeneutik memungkinkan subjek untuk
mengeksplorasi pengalamannya berdasarkan interpretasi dari pengetahuan
teoritis dan pengetahuan pengalaman pribadi peneliti.
itu, analisis tematik terhadap teks yang bergejala delusi dapat diidentifikasi
menjadi tema-tema delusi tertentu.
METODOLOGI
PARTISIPAN
Data berasal dari tulisan seseorang yang mengidap skizofrenia saat menulis
tulisan tersebut, yang kebetulan adalah penulis sendiri. Tulisan tersebut terdiri
dari tiga artikel yang subjek publikasikan melalui blog. Melalui tulisan yang telah
menunjukkan keterlepasan dengan kontak dari realita tersebut dapat dibedah
secara fenomenologis.
PROSEDUR
Dari ketiga tulisan yang didapatkan, masing-masing dikategorikan menjadi satu
tema delusi yang paling kuat mewarnainya. Pertanyaan yang diajukan berkaitan
dengan penjelasan tulisan tersebut, ditanyakan kepada penulis sendiri sebagai
subjek. Dengan ingatan yang samar, penulis mencoba menelaah dinamika
psikologis di balik penulisan tersebut.
ANALISIS
Data yang didapat dianalisis menggunakan IPA. Tujuannya untuk menyasar tema
yang memiliki signifikansi dengan teks orisinilnya. Pada semua proses analitik,
refleksi dan penjelasan ulang terhadap tulisan dihubungkan dengan dinamika
psikologis di baliknya. Tema-tema delusi yang teridentifikasi merupakan hasil
dari pemaknaan secara harfiah dari tulisan.
Subjek tidak memiliki wawasan yang jelas mengenai ingatan apa yang menjadi
penyebab dari munculnya gejala psikotik delusi. Oleh karena itu, tanggal definitif
dari munculnya gejala psikosis tidak dapat ditentukan. Akan tetapi, rekaman
yang mencantumkan tanggal, seperti tulisan di Internet, seperti blog dari subjek
dan akun media sosial facebook subjek dapat menjadi referensi untuk melihat
awal munculnya gejala psikosis.
Adapun rutinitas keseharian subjek tidak menentu dan jauh dari perilaku pola
hidup sehat. Subjek kerap tidur larut malam dan dalam sehari tidak tidur dengan
durasi di mana orang normal lainnya. Subjek jarang berolahraga sebagaimana ia
lakukan pada beberapa bulan sebelum gejala psikosis terjadi. Pola makan subjek
pun tidak teratur. Subjek juga pada saat itu melakukan perilaku merokok.
Perilaku merokok ini menurut penelitian juga berhubungan dengan terjadinya
skizofrenia.
Perilaku teramati dari gejala psikotik delusi yang dialami subjek, yang bisa jadi
mengarah kepada gangguan skizofrenia, bersumber dari keterlepasannya pada
realita. Subjek dapat menyanyikan sebuah lagu yang ia putar sambil merasa
bahwa lagu tersebut secara harfiah memiliki makna tentang dirinya, dapat
menjadi bersemangat (hingga berteriak-teriak mengganggu penghuni kos
lainnya), dan dapat membuatnya merasa bersalah karena kurang menghargai
ayahnya (hingga menangis tersedu-sedu) pada tengah malam. Tidak mengikuti
ujian akhir semester, pada waktunya subjek berlari mencari mantan kekasihnya
yang ia rasa masih memiliki perasaan kepadanya di tempat yang tidak dekat.
Pada saat dijemput oleh orang tuanya, subjek juga kerap berceracau mengenai
suatu keyakinan yang salah dan meneriaki orang-orang di sekitarnya yang ia
anggap mengancam.
Pada tataran pola pikir, pemikiran yang bersifat internal, alih-alih eksternal
sebagai pemecahan masalah sederhana terhadap realita dunia luar, kerap
dilakukan subjek. Beberapa gagasan yang dipikirkan subjek ada yang dibagi
kepada kawan-kawan subjek. Misalnya, ialah berusaha menerbitkan media
independen dalam lingkup fakultas. Geloranya untuk mewujudkan gagasan ini
dapat terasa dari pemilihan katanya dan tona suara penyampaian gagasan
tersebut kepada orang lain. Gagasan-gagasan subjek berorientasi pada kondisi
ideal yang harusnya menjadi ciri dari suatu lingkungan tertentu. Oleh karena itu,
dapat dikatakan, pada saat terjadinya gejala delusi, subjek terpreokupasi oleh
gagasan-gagasan mengenai idealisme.
Nabi yang berkata, hei manusia buat hidup kalian bermakna dengan
memikirkan kehidupan surga-neraka setelah mati! Lakukan kebaikan di dunia ini!
Semoga kalian dirahmati, kalian manusia-manusia yang kebingungan pegangan
nilai!
Dalam kalimat dari tulisan berjudul Agama: Pedang Melawan Goliath ini subjek
menciptakan sebuah imaji tentang nabi menggunakan sudut pandang orang
ketiga. Namun melalui imaji tersebut, subjek melanjutkan menuliskan apa yang
akan dikatakan nabi tersebut dengan sudut pandang orang pertama, seolah ia
menjadi nabinya. Delusi merasa sebagai Nabi menjadi tema dari delusi yang
terdapat dalam tulisan ini. Hal ini diperkuat dengan kalimat persuasi yang
dituliskan subjek pada akhir tulisan:
Mungkin Allah tidak menakdirkan turunnya Nabi lagi karena kita, sudah tidak
cukup jahil untuk menyadari keadaan ini. Yang diperlukan adalah semangat
untuk mencoba mengubah. Mari
Sekali lagi, meski imaji Nabi ditolak pada akhir tulisan, namun seruan untuk
mengajak orang lain memahaminya dan melakukan tindakan sebagai respon
tulisannya menjadi ciri tulisan ini. Pemilihan kata yang cukup tendensius pun
dapat menjadi ciri di mana kentalnya gelora emosi yang menyertai penulisan:
pedang.
Konten dari tulisan ini adalah sikap untuk tidak menerima kondisi dunia yang
sedang terjadi dan menyerukan agar orang lain ikut mengubahnya. Karena
remaja dapat berimajinasi tentang kemungkinan-kemungkinan lain, ia dapat
memikirkan tentang dunia ideal dan sistem alternatif dari realitas (Santrock,
2013). Tepat itulah yang sedang dilakukan oleh subjek, meski akhirnya ia
tertelan oleh pikirannya sendiri dan tidak dapat mencerap realitas di sekitarnya
dengan benar. Ini mungkin terjadi karena pemfokusan pikiran yang terlalu
internal, sementara pencerapan panca indra terhadap realitas eksternal tidak
adekuat.
SIALAN
Tema delusi yang muncul dalam tulisan ini adalah delusion of guilt, jejaknya
dapat dilacak melalui kalimat-kalimat berikut ini:
Maka, seperti diutarakan seseorang, saya akan tetap menulis dengan kertas
putih beserta keadaan kaotik dalam diri saya. Hehe. Boleh dianggap ini ocehan
anak kecil. Ah, semoga dapat dimengerti.
Pada akhir dari tulisan yang berjudul Bolehkah Saya Berkata Sialan ini terdapat
apologi yang berusaha mengkompensasi dari rasa kebersalahan. Meski
kebersalahan yang terkandung tidak seberat kriminalitas, subjek merasa
lingkungan sosialnya terganggu akibat tindakannya. Entah apakah persepsinya
mengenai dunia sosialnya tepat atau tidak, Ia mencari pembenaran melalui teori
psikologi yang ia ingat mengenai tidak stabilnya emosi remaja, yang dapat
dilihat pada tulisan berikut ini:
Entahlah, saya sedang merasa apa yang saya tuliskan sebenarnya dipenuhi oleh
kelabilan masa remaja saya saja. Seperti disebutkan Arnett, seorang psikolog
perkembangan, sebagai Storm and Stress,
Rujukannya kepada Teori Psikologi Storm and Stress dari Arnett, semakin
menegaskan bahwa dirinya sedang dalam konflik dengan orang lain. Remaja
mengalami Storm and Stress dicirikan dengan konflik dengan orang tua, disrupsi
mood, dan perilaku bermasalah (Santrock, 2013). Ia menyadari dirinya sedang
dalam keadaan yang tidak biasa. Juga, subjek menyadari bahwa perilakunya
selama ini bermasalah. Akan tetapi, sebagai media katarsisnya, tulisannya tidak
menyangkal ataupun bermuatan motivasi untuk mengubahnya. Alih-alih ia
membuat romantisismenya dalam kalimat ini:
Di dalam gejolak kelabilan justru ada kesejatian. Maksud saya, biar ini menjadi
bukti keabadian remaja saya saja. Mungkin nanti, ketika tua, saya akan terkekehkekeh sendiri melihat kelabilan saya saat ini.
Akan tetapi dinamika ini agaknya membuat masalah baru karena merupakan
pemuasan hasrat akan idealisme di kepalanya yang bermanifestasi sebagai
delusi bahwa dunia, yang diwakili dengan karya-karya seni yang subjek sebutkan
memiliki satu arah yang seragam dan sedang membawa dunia berjalan ke
arahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Picchioni, M.M., Murray, R.M. (2007). Schizophrenia. BMJ Journal, 335 (7610):
915.
Hemsley, D.R., Garety, P.A. (1997). Delusions: Investigations Into The Psychology
Of Delusional Reasoning. United Kingdom: Psychology Press.