You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi.1
Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari dua ratus
operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia yang tidak direncanakan
adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps vitreous. 2 Penyebab paling sering
afakia adalah operasi pengangkatan lensa.3
Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun. Sedangkan
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada
komplikasi, limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan, pasien
mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang sangat tinggi) yang dapat
dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata depan dalam, iris tremulans, jet black pupil, test
bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan), pemeriksaan
fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi, retinoscopy memperlihatkan hipermetropi
tinggi, biasanya terlihat bekas operasi, jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan
edema kornea, peningkatan TIO, iritis, kerusakan iris, CME(cystoid macular edema).4,5
Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi. Kaca mata
afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral, jika hanya satu mata maka
akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien tidak
dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa
intraokuler(pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata

Lensa mata berasal dari ektoderm permukaan, terletak didalam bola mata yakni
dibelakang iris, didalam kamera okuli posterior. Lensa mata merupakan suatu struktur
bikonveks, avaskular, berbentuk seperti cakram, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. 6,7 Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. 7
Dibagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan silier dan memungkinkan lensa untuk menebal dan menipis
saat terjadinya akomodasi.6 Di sebelah anterior lensa terdapat aquaeus humor, di sebelah
posteriornya terdapat corpus vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang
semipermeabel

(sedikit

lebih

permeabel

daripada

dinding

kapiler)

yang

akan

memperbolehkan air dan elektrolit masuk.6

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.
Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa. Sel epitel lensa akan terus-menerus membentuk
serat lensa sehingga mengakibatkan serat lensa memadat dibagian sentral lensa dan
membentuk nukleus lensa. Di bagian luar nukleus terdapat serat lensa yang lebih muda dan
disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terdapat di sebelah depan nukleus lensa disebut
korteks anterior, sedang dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa memiliki konsistensi
lebih keras dibanding korteks lensa6,7,8. Inti dan korteks lensa dibungkus oleh kapsul lensa
yang sangat elastis dan kenyal.8

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan protein
tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan
jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Lensa tidak mempunyai serat nyeri, pembuluh darah serta jaringan saraf. 6
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya masuk kedalam mata sehingga
terbentuk bayangan yang tajam pada selaput jala mata atau bintik kuning. Saat melihat dekat,
kontraksi muskulus siliaris akan mencembungkan lensa mata sehingga daya refraksi
diperkecil dan berkas cahaya terfokuskan ke retina.

7,8

Kerjasama fisiologik antara korpus

siliaris, zonula, dan lensa untuk menfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
3

akomodasi.6 Pada usia 40 tahun, biasanya lensa sudah mulai kaku karena nukleus lensa
mengeras. Hal ini menyebabkan lensa menjadi tidak elastis dan sulit untuk mencembung,
sehingga pada usia 40 tahun mulai diperlukan kacamata baca untuk melihat dekat. Pada
keadaan ini pasien telah mengalami presbiopia.8

2.2 Afakia
Definisi
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan pemakaian lensa yang
tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebut sebagai berikut:1
a) Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal
b) Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung
c) Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau fenomena jack in the
box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral, sedang penglihatan tepi
kabur.
Dengan adanya keluhan di atas maka pada pasien hipermetropia dengan afakia
diberikan kacamata sebagai berikut:1
a) Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya
b) Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia
c) Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan kacamata tidak terlalu berat.
d) Melihat benda lebih besar sebesar 25%
e) Melihat seperti Jack in the box, boneka dalam kotak

Epidemiologi

Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari dua ratus
operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia yang tidak direncanakan
adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps vitreous.2
Penyebab Afakia3
1. Absen lensa kongenital. Keadaan ini jarang.
2. Afakia setelah operasi pengangkatan lensa. Ini adalah penyebab paling umum afakia.
3. Afakia karena absorbsi bahan lensa yang jarang dipalorkan setelah trauma pada anak.
4. Trauma ekstrusi pada lensa. Ini juga jarang menyebabkan afakia
5. Dislokasi posterior lensa di badan vitreous menyebabkan afakia optikal.
Gejala
Afakia menyebabkan tajam penglihatan menurun dekat dan jauh.4
Tanda4,5
-Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi
-Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan
-Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang sangat tinggi) yang
dapat dikoreksi dengan lensa positif.
-bilik mata depan dalam
-iris tremulans
-jet black pupil
-test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan)
-pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi
-retinoscopy memperlihatkan hipermetropi tinggi
-biasanya terlihat bekas operasi
-jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea, peningkatan TIO, iritis,
kerusakan iris, CME(cystoid macular edema)
5

Optik pada Afakia


Optik pada afakia dapat dibagi menjadi 5, yaitu:4
1. Perubahan data kardinal mata

Perubahan optik yang terjadi setelah pengangkatan lensa adalah:


a. Mata menjadi hipermetropi tinggi
b. Penurunan total power pada mata menjadi +44 D dari +60 D
c. Titik fokus anterior menjadi 23,3 mm didepan kornea
d. Titik fokus posterior 31 mm dibelakang cornea (panjang anteriorposterior bola mata
24 mm)
e. 2 titik prinsipal hampir terletak di permukaan anterior kornea
f. Titik nodul sangat dekat dengan yang lain dan terletak 7,75mm dibelakang
permukaan anterior kornea

Sumber: Dr Sunita Agarwal, Dr Athiya Agarwal, David J. Apple, M.D.Textbook of


Ophthalmology. India: Jaypee Brothers Medical Publisher. 2002

2. Pembentukan bayangan pada afakia


Pada afakia, bayangan yang terbentuk membesar 33%. Panjang fokus anterior pada
emetrop adalah 17,05 mm, sedangkan pada afaki adalah 23,22 mm. Rasio panjang
fokus anterior emetrop dan afakia adalah 23,22/17,05=1,32, artinya bayangan yang
terbentuk pada afakia 1,32 kali lebih besar(33%) dibandingkan pada emetrop.

3. Tajam penglihatan pada afakia


4. Akomodasi pada afakia
terjadi kehilangan akomodasi karena tidak terdapat lensa
5. Penglihatan binokular dan afakia
Afakia monokuler pada anak terjadi aniseikonia sebesar 30% disebabkan oleh
anisometropia.
8

Tatalaksana
Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi. Kaca mata
afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral, jika hanya satu mata maka
akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien tidak
dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa
intraokuler(pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.4
Pada afakia bilateral, koreksi dapat dikoreksi dengan kacamata. Sedangkan pada
afakia unilateral, koreksi menggunakan kacamata tidak dapat ditoleransi karena anisometrop.
Lensa kontak dapat mengurangi aniseikonia. Namun, pasien biasanya tidak nyaman
menggunakan lensa kontak karena kesusahan memasang lensa, tidak nyaman, dapat terjadi
komplikasi seperti konjungtivitis giant papil.4
Tabel perbedaan mata normal(1), koreksi katarak dengan lensa intraokuler bilik mata
belakang(2), lensa kontak(3), dan kacamata katarak(4)

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.

Prognosis
Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi seperti edema kornea,
glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema). Namun, pada afakia terjadi peningkatan
resiko ablasio retina, khususnya pada miopi tinggi dan jika kapsul posterior tidak intak.4

2.3 Emetropia
Emetropia berasal dari kata Yunani emetros yang berarti ukuran normal atau dalam
keseimbangan wajar sedang arti opsis adalah penglihatan. Mata dengan sifat emetropia
adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasaan sinar mata dan berfungsi normal.6
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempuran
di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada
makula lutea disebut ametropia.6
Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media
penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke

10

makuala lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100%
atau 6/6.6
Keseimbangan dalam pembiasaan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama
pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea(mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini dosebut emetropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat.6
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan
lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan
yang disebut presbiopi.6

2.4 Anisometropia
Anisometropia adalah suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang
tidak sama pada mata kanan dan matamata kiri. Dapat saja satu mata myopia sedang mata
yang lainnya hipermetropia. Perbedaan kelainan ini paling sedikit 1.0 Dioptri. Jika terdapat
anisometropia 2.5 - 3.0 Dioptri maka akan dirasakan terjadi perbedaan besar bayangan 5%,
yang mengakibatkan akan terganggunya fusi. Pada keadaan ini dapat terjadi supresi
penglihatan pada satu mata.1
Fusi merupakan proses mental yang menggabungkankan bayangan yang dibuat oleh 2
mata untuk membentuk lapangan dimensi penglihatan binokuler. Pada kelainan refraksi atau
satu mata lemah maka penglihatan binokuler menjadi lemah.1
Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang mudah sehingga memakai kacamata
yang tidak memberikan kesukaran untuk melihat. Sebab anisometropia adalah kelainan
kongenital atau akibat trauma bedah yang menimbulkan jaringan parut sehingga timbul
astigmatisme.1

11

Anisometropia akan mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan aniseikonia dan


aniseiforia.1
Anisometropia pada hipermetropia lebih buruk dibanding pada myopia. Pada anak ia
akan melihat terutama dengan mata yang jelas dan membiarkan penglihatan yang kabur atau
lemah tidak melihat biasanya yang lebih hipermetropia sehingga mata tersebut menjadi
ambliopia.1
Bila pada anisometropia yang1:
Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik.
Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak dominan akan mengalami
supresi.
Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata.Apalagi dengan mengingat
hukum Knapp.
Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia, aniseikonia
dengan memakai lensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa prisma. Pengobatan
anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa koreksi pada kacamata
ukuran penuh, kemudian dilakukan latihan ortopik dan jika perlu dilakukan bebat mata.1
Resep kacamata tetap mempertahankan perbedaan refraksi yang diukur.Sebagai
contoh seseorang dengan kelainan refraksi untuk mata kanan adalah S+2.00 dan mata kiri S2.00 dan merasa dapat melihat tanpa kacamata yang mungkin sekali ia senang memakai mata
kanan. Maka bisa diberikan resep untuk mata kanan plano dan untuk mata kiri 4.00 D.1
Perubahan anisometropia dengan berjalannya waktu adalah 1/3 tetap, 1/3 berkurang,
dan 1/3 hilang terutama jika keadaan didapatkan pada usia muda.Biasanya lebih memburuk
pada matanya yang hypermetropia dibanding yang myopia. Mata yang hipermetropia ini akan
menjadi ambliopia disertai esotropia atau juling ke dalam.1
Ametropia sumbu biasanya dapat dikoreksi dengan kacamata yang disesuaikan
dengan hukum Knapp. Dimana jika lensa diletakkan didepan titik fokal mata tidak akan
merubah ukuran bayangan pada retina, dengan keadaan kacamata tidak mengakibatkan
aniseikonia.1

12

Anisekonia
Aniseikonia adalah suatu keadaan dimana bayangan benda pada kedua mata tidak
sama besarnya.1
Penyebab aniseikonia1:
1. Terdapatnya perbedaan sistem optik dalam ukuran bayangan pada retina.
2. Perbedaan susunan anatomi elemen retina pada kedua mata.
Aniseikonia optik yang didapat sering didapatkan pada pasien yang memakai kacamata,
pasien dengan lensa tanam (bedah katarak) ataupun bedah kornea. Terdapat kesan bahwa
setiap anisometropia berbeda 1 dioptri akan mengakibatkan perbedaan ukuran bayangan
benda 1%.1
Gejala aniseikonia :
Pada aniseikonia akan terdapat gejala seperti sakit kepala, mata lelah, silau, sukar
membaca, rasa ingin muntah, pusing, mata lelah atau astenopia terlihat sebagai mata berair
dan pedas.1
Perbedaan ukuran kurang dari 5% masih dapat ditoleransi oleh mata. Jika perbedaan
terlalu besar seperti pada aphakia akan terjadi gangguan penglihatan binokuler dan pasien
akan mengeluh melihat ganda (diplopia) dan astenopia atau mata lelah. Aniseikonia lebih
25% ditemukan pada anisometropia aphakia sesudah operasi katarak.1
Pengobatan aniseikonia :
Keluhan aniseikonia dapat dikurangi dengan memakai lensa kontak atau lensa
teleskop Gallilei. Menurut hukum Knapp jika ametropia ini adalah akibat kelainan sumbu
bolamata maka jika memakai lensa kacamata tepat pada titik fokal anterior mata (16 - 17 mm
dari kornea) akan didapatkan pengurangan gangguan perbedaan pembesaran kedua lensa
kacamata. Jarang gangguan yang terjadi hanya akibat kelainan sumbu bolamata. Aniseikonia
ini dapat diukur dengan Eikonometer.1

13

2.5 Katarak
Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris cataract, dan latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia katarak merupakan keadaan dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. katarak adalah keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Katarak disebabkan oleh berbagai faktor yaitu
faktor fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan gangguan perkembangan, infeksi virus
dimasa pertumbuhan janin dan usia.6

Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan
katarak kongenital.6
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya seperti:6
1. Katarak metabolik
a. Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b. Katarak hipokalsemik
c. Katarak defisiensi gizi
d. Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom lowe dan homosistinuria)
e. Penyakit wilson
f. Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot
a. Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
a. Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmiam aniridia,
pembuluh hioid persisten, heterokromia iridis)
b. Katarak degeneratif (dengan miopi dan distropi vvitreoretinal), seperti wagner dan
retinitis pigmentosa dan neoplasma
c. Katarak anoksik
14

d. Toksin (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol


(MER-29), antikholinesterase, klorpromazin, miotik, busalfan , dan besi)
e. Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom
f. Katarak radiasi

Klasifikasi
Morfologi Katarak
-

Katarak nuklear

Beberapa derajat skeloris nuklear dan kekuningan mengikuti fisiologi normal pada pasien
dewasa-tua. Peningkatan jumlah skeloris dan kekuningan yang berlebihan disebut katarak
nuklear, dan penyebabkan kekeruhan sentral.1
Katarak nuklear cenderung berkembang secara perlahan. Biasanya terjadi bilateral
tetapi dapat juga asimetris.7 Katarak nuklear lebih menyebabkan kerusakan pada penglihatan
jarak jauh dibandingkan jarak dekat. Pada tingkat awal penyakit, kekakuan nukleus lensa
yang progresif biasanya menyebabkan peningkatan index refraksi lensa dan dengan demikian
menyebabkan perubahan refraksi ke arah miopi. Pada beberapa kasus, perubahan ke arah
miopi (miopic shift) menyebabkan individu-individu dengan presbiopi dapat membaca tanpa
kacamata, kondisi yang disebut sebagai second sight. Pada saat-saat tertentu, perubahan
secara tiba-tiba yang terjadi index refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat
menyebabkan diplopia monookular. Penguningan lensa yang progresif dapat menyebabkan
diskriminasi warna yang buruk, khususnya sinar biru pada akhir spectrum cahaya. Fungsi
photopic retina dapat menurun pada katarak nuklear yang sudah lanjut. Pada kasus-kasus
yang sudah sangat lanjut, nukleus lensa menjadi opak dan berwarna coklat dan disebut
brunescent nuclear cataract. Secara histopatologis, katarak nuklear mempunyai ciri-ciri
homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya laminasi selular. 1,9

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.
15

Katarak kortikal

Perubahan pada komposisi ionik korteks lensa dan perubahan-perubahan berikutnya pada
hidrasi serat-serat lensa dapat mengakibatkan opasifikasi kortikal (cortical opacification).
Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi lebih sering asimetris. Efeknya terhadap fungsi
visual, tergantung lokasi opasifikasi sehubungan dengan axis visual. Gejala-gejala tersering
pada katarak kortikal adalah perasaan silau ketika memandang sumber cahaya terfokus yang
intense, seperti lampu besar mobil. Diplopia monookular dapat juga terjadi. Katarak kortikal
tingkat progresifitasnya sangat berbeda, beberapa cortical opacities tetap tidak berubah dalam
waktu yang sangat lama, sementara yang lain dapat berubah dengan sangat cepat. 1,10
-

Katarak subkapsular posterior

Jenis posterior yang secara khas lebih menyebabkan gangguan penglihatan dekat
dibandingkan penglihatan jauh. Sinar matahari yang terang juga menambah kesulitan
penglihatan. 1,10
Jenis katarak ini lebih sering terjadi pada kelompok usia lebih muda dari katarak
kortikal atau nuklear. Katarak subkapsular posterior terdapat pada lapisan kortikal posterior
dan biasanya dalam posisi aksial. Indikasi pertama pada pembentukan katarak subkapsular
posterior adalah kilauan cahaya yang halus pada lapisan kortikal posterior yang terlihat ketika
dilakukan slit lamp. Pada tahap-tahap lanjut granular opacities dan plaqelike opacity pada
korteks subkapsular posterior akan muncul. 1,10
Secara histopatologis, katarak subkapsular posterior berhubungan dengan migrasi
posterior sel-sel epitel lensa di area subkapsular posterior, dengan pembesaran yang
menyimpang. Sel-sel epitel yang membengkak disebut Wedl atau bladder cells. 1,10

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart,


2000.

BAB III
STATUS OFTALMOLOGIS

16

Identitas
Nama

: Tn. A

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 38 tahun

Suku

: Betawi

Alamat

: Kebayoran Baru Jakarta Selatan

Pekerjaan

: Pegawai pabrik

Pendidikan

: SLTA

Masuk poli mata

: 11 Februari 2013

Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 Februari 2013
KELUHAN UTAMA
Mata kanan buram sejak 1 tahun yang lalu

KELUHAN TAMBAHAN
Mata kanan terasa silau jika melihat sinar lampu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan utama penglihatan mata
kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Mata kanan terasa silau bila melihat sumber cahaya.
17

Pasien mengaku bahwa penglihatan mata kanan lebih buram sebelum dioperasi
(operasi pengangkatan lensa) dibandingkan setelah operasi. Pasien menyangkal ada keluhan
nyeri di mata, rasa mengganjal, dan melihat ganda. Pasien juga menyangkal melihat
lingkaran pelangi jika melihat sinar lampu. Mual, muntah ataupun pusing juga disangkal oleh
pasien. Pasien tidak pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Pasien juga tidak pernah
menggunakan obat mata dalam jangka panjang sebelum keluhan mata buram.
Pasien mengaku 1 tahun yang lalu, mata kanan terkena percikan pembersih lantai.
Sekitar 6 bulan setelah terkena percikan tersebut, pasien mengeluh mata kanan buram, tetapi
pasien menyangkal mata kanannya merah. Pasien melihat seperti ada awan atau asap . Mata
kanan pasien semakin buram seiring dengan berjalannya waktu. Pada waktu itu pasien
mengeluh kesulitan membaca dalam jarak dekat, silau bila melihat sumber cahaya.
Penglihatan ganda pada mata kanan disangkal. Pasien pada waktu itu didiagnosis dengan
kekeruhan pada lensa.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat mata kanan terkena percikan pembersih lantai 1 tahun yang lalu (+). Riwayat
operasi mata kanan (pengangkatan lensa) 3 bulan yang lalu (+). Riwayat diabetes disangkal,
riwayat hipertensi (+). Riwayat penggunaan obat mata dalam jangka lama(-). Riwayat
kecelakaan (-). Riwayat benturan di mata(-). Riwayat mata tertusuk benda tajam(-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat hipertensi (+), riwayat diabetes melitus (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
-Tekanan darah : 130/90 mmHg
-Nadi : 77 x/mnt
18

-Suhu : 36,5 C
-Pernafasan : 20 x/mnt
Status Oftalmologi
AVOD:
s.c: 1/60
c.c: +10 D 5/5
Add + 3.00 D

AVOS:
s.c: 5/5

Pemeriksaan kamar terang


Kedudukan bola mata

OD

OS

Posisi

Ortoposisi

Ortoposisi

Eksoftalmus

Enoftalmus

Pergerakan bola mata

OD

OS

Nasal

Baik

Baik

Temporal

Baik

Baik

Superior

Baik

Baik

Inferior

Baik

Baik

Nasal superior

Baik

Baik

Nasal inferior

Baik

Baik
19

Temporal superior

Baik

Baik

Temporal inferior

Baik

Baik

Supersilia

OD

OS

Alopesia

Sikatrik

Palpebra superior

OD

OS

Edema

Spasme

Hiperemis

Benjolan

Ulkus

Fistel

Hordeolum

Kalazion

Ptosis

Lagoftalmus

Palpebra inferior

OD

OS

Edema

Hiperemis

Benjolan

Ulkus

Fistel

Hordeolum

Kalazion

Margo palpebra superior


Edema

OD
-

OS
-

20

Hiperemis

Ektropion

Entropion

Sekret

Benjolan

Trikiasis

Madarosis

Ulkus

Fistel

Margo palpebra inferior et silia

OD

OS

Edema

Hiperemis

Ektropion

Entropion

Sekret

Benjolan

Trikiasis

Madarosis

Ulkus

Fistel

Area Kelenjar Lakrimal

OD

OS

Edema

Hiperemis

Benjolan

Fistel

21

Punctum lakrimalis

OD

OS

Edema

Hiperemis

Sekret

Epikantus

Konjungtiva tarsalis superior

OD

OS

Kemosis

Hiperemis

Anemis

Folikel

Papil

Lithiasis

Simblefaron

Konjungtiva tarsalis inferior

OD

OS

Kemosis

Hiperemis

Anemis

Folikel

Papil

Lithiasis

Simblefaron

Konjungtiva fornix superior et inferior

OD

OS

Kemosis

Hiperemis

Simblefaron

Konjungtiva bulbi

OD

22

OS

Kemosis

Pterigium

Pinguekula

Flikten

Simblefaron

Injeksi konjungtiva

Injeksi episklera

Injeksi silier

Perdarahan subkonjungtiva

Kornea

OD

OS

Kejernihan

Jernih

Jernih

Edema

Ulkus

Flikten

Makula

Leukoma

Leukoma adheren

Stafiloma

Neovaskularisasi

Pigmen iris

Bekas jahitan

(+)

Tes fluoresin

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes sensibilitas

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Placido

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Limbus kornea

OD

OS

Arkus senilis

Bekas jahitan

(+)

Sklera

OD
23

OS

Sklera biru

Episkleritis

Skleritis

Tekanan intra okuler

OD

OS

Palpasi

Normal

Normal

Tonometri Schiotz

15,6 mmHg

15,6 mmHg

Pemeriksaan kamar gelap


Kornea

OD

OS

Kejernihan

Jernih

Jernih

Nebula

Keratik presipitat

Imbibisio

Infiltrat

Ruptur terepitelisasi

Kamera Okuli anterior

OD

OS

Kedalaman

Dalam

Dalam

Kejernihan

Jernih

Jernih

Flare

Sel

Hipopion

Hifema

24

Iris

OD

OS

Warna

Coklat tua

Coklat tua

Gambaran radier

Jelas

Jelas

Eksudat

Atrofi

Sinekia anterior

Sinekia posterior

Sinekia anterior perifer

Iris bombe

Iris tremulans

(+)

Koloboma iris

(+)

Pupil

OD

OS

Bentuk

Bulat

Bulat

Besar

2 mm

3 mm

Regularitas

Iregular

Regular

Warna

Lebih hitam

Hitam

Isokoria

Anisokor

Anisokor

Letak

Sentral

Sentral

Refleks cahaya langsung

tidak +

Seklusio
langsung pupil

Oklusio pupil

Leukokoria

Refleks

cahaya

Lensa

OD

OS

Kejernihan

jernih

Iris shadow test

Refleks kaca

Pigmen iris

Luksasi

25

Badan kaca

OD

OS

Kejernihan

Jernih

Jernih

Flare

Funduskopi
Refleks fundus

OD

OS

Normal

Normal

Papil

Warna

Merah orange

Merah orange

Bentuk

Bulat

Bulat

Batas

Tegas

Tegas

0,3

0,3

2/3

2/3

Retina

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Macula lutea

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Refleks fovea

Sulit dinilai

Sulit dinilai

C/D rasio
A/V rasio

GAMBAR
REFLEKS FUNDUS

Normal

Normal

26

FUNDUSKOPI

SHADOW TES

(-)

(-)

RESUME
Pasien datang ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan utama penglihatan mata
kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Mata kanan terasa silau bila melihat sumber cahaya.
Pasien mengaku bahwa penglihatan mata kanan lebih buram sebelum dioperasi
(pengangkatan lensa) dibandingkan setelah operasi. Pasien menyangkal ada keluhan nyeri di
mata, rasa mengganjal, dan melihat ganda. Pasien juga menyangkal melihat lingkaran pelangi
jika melihat sinar lampu. Mual, muntah ataupun pusing juga disangkal oleh pasien. Pasien
tidak pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Pasien juga tidak pernah menggunakan
obat mata dalam jangka panjang sebelum keluhan mata buram.
Pasien mengaku 1 tahun yang lalu, mata kanan terkena percikan pembersih lantai.
Sekitar 6 bulan setelah terkena percikan tersebut, pasien mengeluh mata kanan buram, tetapi
pasien menyangkal mata kanannya merah. Pasien melihat seperti ada awan atau asap. Mata
kanan pasien semakin buram seiring dengan berjalannya waktu. Pada waktu itu pasien
mengeluh kesulitan membaca dalam jarak dekat, silau bila melihat sumber cahaya.

27

Penglihatan ganda pada mata kanan disangkal. Pasien didiagnosis dengan kekeruhan pada
lensa.
Riwayat operasi mata kanan (pengangkatan lensa) 3 bulan yang lalu (+). Riwayat
Diabetes disangkal, riwayat hipertensi (+). Riwayat penggunaan obat mata dalam jangka
lama(-). Riwayat kecelakaan (-). Riwayat benturan di mata(-)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal dan status
oftalmologi didapatkan:
OD

Pemeriksaan
Visus

s.c 1/60

OS
s.c: 5/5

c.c +10 D5/5


add +3D
Ortoposisi
Baik ke segala arah
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Dalam, jernih
Sinekia (-), iris bombe (-),

Posisi bola mata


Pergerakan bola mata
Palpebra
Konjungtiva tarsal
Konjungtiva fornix
Konjungtiva bulbi
Kornea
Kamera Okuli Anterior
Iris

iris tremulens (+), koloboma


iris(+)
iregular, leukokoria (-), ,RCL

Ortoposisi
Baik ke segala arah
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Dalam, jernih
Sinekia (-), iris bombe (-),
iris tremulens (-)

Pupil

Bulat,

leukokoria

(-),

+, RCTL +

diameter 3 mm, RCL +,

Jernih
Schiotz: 15,6 mmHg
Refleks fundus (+), papil

RCTL +
Jernih
Jernih
Schiotz: 15,6 mmHg
Refleks fundus (+), papil

berwarna

merah

Lensa
Cairan vitreus
TIO
Funduskopi

orange,

berwarna

merah

orange,

bentuk bulat, batas tegas, c/d

bentuk bulat, batas tegas, c/d

rasio sulit 0,3, aa/vv 2/3,

rasio sulit 0,3, aa/vv 2/3,

refleks fovea sulit dinilai

refleks fovea sulit dinilai

28

DIAGNOSIS KERJA
OD: Afakia
OS : emetrop

DIAGNOSIS BANDING
-

ANJURAN PEMERIKSAAN
-

PENATALAKSANAAN
Secondary AC IOL implantation

PROGNOSIS
OD
OS

Ad visam

: dubia ad bonam

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad visam

: Bonam

Ad vitam

: Bonam
BAB IV
DISKUSI KASUS

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001
menyebutkan bahwa satu dari dua ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering
terjadinya afakia yang tidak direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan
prolaps vitreous. Penyebab paling sering afakia adalah operasi pengangkatan lensa.1,2,3
Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun. Sedangkan
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada
komplikasi, limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan, pasien
mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang sangat tinggi) yang dapat
dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata depan dalam, iris tremulans, jet black pupil, test
29

bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan), pemeriksaan


fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi, retinoscopy memperlihatkan hipermetropi
tinggi, biasanya terlihat bekas operasi, jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan
edema kornea, peningkatan TIO, iritis, kerusakan iris, CME(cystoid macular edema).3,4
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengaku penglihatan mata kanan buram..
Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengaku ada riwayat operasi pengangkatan lensa mata
kanan. Sebelum operasi pengangkatan lensa pasien mengaku penglihatan mata kanan buram,
melihat seperti ada awan, tidak merah, mata kanan pasien semakin buram seiring dengan
berjalannya waktu. Pada waktu itu pasien mengeluh kesulitan membaca dalam jarak dekat,
silau bila melihat sumber cahaya. Pasien pada waktu itu didiagnosis dengan kekeruhan pada
lensa. Sedangkan dipemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 1/60 dan setelah dikoreksi
dengan +10 D, visus mata kanan menjadi 5/5. Selain itu ditemukan bilik mata depan dalam,
koloboma iris, iris tremulans, jet black pupil, refleks kaca (-), dan ada bekas jahitan di kornea.
Hal ini menunjukan bahwa mata kanan pasien adalah afakia setelah dilakukan operasi mata.
Kemungkinan sebelum operasi mata kanan mengalami katarak, karena berdasarkan pasien
dengan katarak pasien mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang
menurun secara progresif.6
Pada pemeriksaan tonometri schiotz mata kanan didapatkan TIO 15,6 mmHg. Hal ini
menunjukan bahwa tidak terjadi komplikasi peningkatan TIO pada mata kanan.
Pada pemeriksaan slit lamp mata kanan ditemukan kornea jernih. Hal ini menunjukan
bahwa tidak terjadi komplikasi edema pada mata kanan.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah penanaman AC IOL. Karena pupil mata kanan
pasien ireguler yang kemungkinan sudah terjadi prolaps vitreus, sehingga tidak mungkin
dilakukan penanaman PC IOL. Pada afakia unilateral, koreksi menggunakan kacamata tidak
dapat ditoleransi karena anisometrop. Lensa kontak dapat mengurangi aniseikonia. Namun,
pasien biasanya tidak nyaman menggunakan lensa kontak karena kesusahan memasang lensa,
tidak nyaman, dapat terjadi komplikasi seperti konjungtivitis giant papil.4
Prognosis ad vitam dan visam afakia OD pada pasien ini adalah dubia ad bonam
karena pasien belum dilakukan operasi dan tidak diketahui apa yang akan terjadi selama
operasi berlangsung.
.

BAB V
30

KESIMPULAN

Pada kasus ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksan fisik, pasien didiagnosis afakia
OD. Afakia OD didiagnosis berdasarkan keluhan mata kanan buram, riwayat operasi
pengangkatan lensa mata kanan, dan lensa tidak ditanam. Sedangkan pada pemeriksaan fisik
didapatkan visus OD 1/60 dan dikoreksi dengan +10 D ada kemajuan visus menjadi 5/5, bilik
mata depan dalam, koloboma iris (+), iris tremulans (+), jet black pupil (+), refleks kaca (-),
dan ada bekas jahitan di kornea. Penatalaksanaan untuk mata kanan pada kasus ini yaitu
dengan secondary AC IOL implantation.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Kelainan Refrakasi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
2. Lundstrm M, Brege KG, Florn I, Lundh B, Stenevi U, Thorburn W. Postoperative
aphakia in modern cataract surgery: part 2: detailed analysis of the cause of aphakia
and the visual outcome.J Cataract Refract Surg. 2004 Oct;30(10):2111-5.
3. A.K. khurana. Opthalmology. New Delhi: New Age International. 2003.
4. Neil J. Friedman, M.D., Peter K. Kaiser, M.D. Essentials of Ophthalmology. Elsevier
Inc. 2007.
5. Mukherjee. Clinical Examination In Ophthalmology. India : Elsevier India. 2006.
6. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
7. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika: Jakarta. 2000.
8. Ilyas, Sidarta. Katarak (lensa mata keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai penerbit
FKUI. 2003.
9. Schlote T. Pocket Atlas of Ophthalmology.Stuttgart New-York: 2006.p 126-33.
10. Gerhard, lang. Ophtalmology A Short Textbook. New York :Thieme stutrgart, 2000.

31

You might also like