Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Alifiatul Oza Hamanu
131523143067
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA OTAK BERAT (COB)
1. Konsep Teori
A. Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat
temporer atau permanent (PERDOSSI, 2007).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Snell, 2006).
Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Hudak & Gallo, 2010).
B. Etiologi
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat & menimbulkan
cedera local. Kerusakan local meliputi Contusio serebral, hematom
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk: cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi
kecil, multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada
hemisfer, cerebral., batang otak atau kedua-duanya (Wijaya, 2013)
C. Klasifikasi
Cedera kepala menurut Dewantoro, dkk (2007) di klasifikasikan
menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu:
a. CKR (Cedera Kepala Ringan)
1) GCS > 13
2) Tidak ada fraktur tengkorak
Sedangkan
menurut
Morton,
dkk
(2012),
cedera
kepala
dengan
tanda-tanda
bloody
karena
robek/
Peningkatan TIK
Diperlukan peningkatan
Sindrom herniasi
Tidak dapat distimulasi
stimulus
Fungsi motoric
stimulus
Kelemahan motorik
pronator
Respon pupil lembam
terfiksasi
Triad cushing
Respon pupil
Tanda-tanda vital
5. Cedera Penetrasi
Cedera penetrasi dapat disebabkan olehpeluru, pecahan peluru,
ataubenda tajamlain yang bergerak dengan kecepatanyang cukup besar
yang mengenai kepala dan dapat merusak integritas tengkorak.
E. Patofisiologi
Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung
terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang
membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri
dalam rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya
membentur suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi
deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak ke
arah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik bentur
kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan titik
bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah benturan
(coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup).
Sisi dalam tengkorak merupakan permukaan yang tidak rata. Gesekan
jaringan otak tehadap daerah ini dapat menyebabkan berbagai kerusakan
terhadap jaringan otak dan pembuluh darah. Respon awal otak yang
mengalami cedra adalah swelling. Memar pada otak menyebabkan
vasoliditasi dengan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut,
menyebabkan penumpukan darah dan menimbulkan penekanan terhadap
jaringan otak sekitarnya. Karena tidak terdapat ruang lebih dalam
tengkorak kepala maka swelling dan daerah otak yang cedera akan
meningkatkan tekanan intraserebral dan menurunkan aliran darah ke otak.
Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak segera terjadi tetapi
mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam. Usaha dini untuk
mempertahankan perfusi otak merupakan tindakan penyelamatan hidup.
dalam otak disebut sebagai tekanan perfusi serebral (CPP). Nilai CPP
diperoleh dengan mengurangkan MABP terhadap ICP. Tekanan perfusi
harus dipertahankan 70 mmHg atau lebih. Jika otak membengkak atau
terjadi pendarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat
dan tekanan perfusi akan menurun. Tubuh memiliki refleks perlindungan
(respons/refleks cushing) yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intraserebral meningkat, tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah
otak. Saat keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun (bradikardia) dan
bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus
meningkat hingga titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan
semua tanda vital terganggu, dan berakhir dengan kematian penderita. Jika
terdapat peningkatan intrakranial, hipotensi akan memperburuk keadaan.
Harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistolik 100-110 mmHg pada penderita cedera
kepala.
Sindroma herniasi
Saat otak membengkak, khususnya setelah benturan pada kepala,
peningkatan tekanan intrakranial yang tiba-tiba dapat terjadi. Hal ini dapat
mendorong bagian otak ke arah bawah, menyumbat aliran CSF dan
menimbulkan tekanan besar terhadap batang otak. Hal ini merupakan
keadaan yang mengancam hidup di tandai dengan penurunan tingkat
kesadaran yang secara progresif menjadi koma, dilatasi pupil dan deviasi
mata ke arah bawah dan lateral pada mata sisi kepala yang mengalami
cedera, kelemahan pada tungkai dan lengan sisi tubuh berlawanan
terhadap sisi yang mengalami cedera, dan postur deserebrasi (dijelaskan
berikut ini) penderita selanjutnya akan kehilangan semua gerakan, berhenti
nafas dan meninggal. Sindroma ini sering terjadi setelah perdarahan
subdural akut. Sindroma herniasi merupakan satu-satunya keadaan di
mana hiperventilasi masih merupakan indikasi.
Cedera otak anoksia
pada
dasar
tengkorak
dan
medulla
spinalis
dapat
informasi
mengenai
autoregulasi
serebral
dapat
dalam
vasopresor,
jika
perlu.
Penatalaksanaan
TIK
untuk
4. Obat
a. Manitol : digunakan untuk menurunkan tekanan intra kranial,
umumnya dengan konsentrasi 20%, dosis 1gr/kg bb, diberikan
bolus intra vena dengan cepat. Untuk penderita hipotensi tidak
boleh karena akan memperberat hipovolemi.
b. Furosemide
: diberikan bersama
PENATALAKSANAAN
CKRmanitol
(GCS untuk untuk menurunkan
13-15)
TIK,
kombinasi keduanya akan meningkatkan diuresis, dosis lazim
Definisi:
Pasien
sadar bb
danIV
berorientasi (GCS 13-15)
0,3-0,5
mg/kg
tak diberikanTidak
pada sadar
penderita
dengan
kondisi tersebut.
Nama, hipotensi
umur, jenis
segera
setelah
kelamin,
cedera
Tidak dianjurkan pada resusitasi
akut
ras, pekerjaan
Tingkat kewaspadaan
e. Anti konvulsan : epilepsy
pasca
terjadi 5% pada penderita
Amnesiatrauma
: Retrograde,
Mekanisme
cedera
antegrade
trauma
kepala tertutup dan
15% pada cedera kepala berat. Anti
Waktu cedera
Sakit kepala: ringan, sedang,
konvulsan hanya berguna berat
untuk minggu pertama terjadinya kejang,
tidak minggu
jadi hanyacedera
dianjurkan pada minggu
Pemeriksaan
umum yang
untukberikut,
menyingkirkan
sistemik
pertama saja.
Pemeriksaan neurologis terbatas
Dipulangkan dari RS
Definisi : GCS 9 - 12
Pemeriksaan Inisial
Sama dengan pasien cedera kepala ringan
ditambah pemeriksaan darah sederhana
Pemeriksaan CT scan kepala pada semua kasus
Dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
bedah saraf
Setelah dirawat inap
Lakukan pemeriksaan neurologis periodik
Lakukan pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi
pasien memburuk dan bila pasien akan
dipulangkan
Bila kondisi membaik
(90%)
Pulang bila
memungkinkan
Kontrol di poliklinik
CT Scan
ALOGARITMA CEDERA
KEPALA BERAT
Ya
hiperventilasi
manitol (1g/kg)
Tidak
Ya
CT Scan
Resolu
si ?
Tidak
Lesi Bedah
?
Tidak
Unit perawatan
intensif
Pantau TIK
Obati hipertensi
intrakranial
Ya
Kamar
operasi
berkepanjangan
Cedera kepala tertutup yang memrlukan bantuan nafas
(GCS=8)
Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat
dengan pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah
Intubasi nasotrakeal adalah teknik yang bermanfaaat
harus
dikenali
pada
saat
dilakukan
primary
survey.
jam.
Perdarahan kelas II (kehilangan darah 15% sampai 30%);
gejala-gejala klinis termasuk takikardi (denyut jantung lebih
dari 100 pada orang dewasa) takipnea, dan penurunan tekanan
nadi. Perubahan saraf sentral yang tidak jelas sperti cemas,
ketakutan atau sikap permusuhan, produksi urine hanya sedikit
terpengaruh. Ada penderita yang kadang-kadang memrlukan
transfusi darah, tetapi dapat distabilkan dengan larutan
darah
penderita
mengaibatkan
ketidaksadaran,
keadaan
pada
penderitra,
fraktur
mencegah
meminimalkan
resiko
terjadinya
terjadiny
2) Secondary Survey
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual dan muntah,
sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan,
fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian, tidak bisa beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap
dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan,
riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik/pernafasan, kardiovaskuler dan metabolik.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Kebutuhan Dasar
Eliminasi : Perubahan pada BAK/BAB, inkontinensia, obstipasi,
hematuria
dan gag harus dievaluasi pada apsien yang terjaga dan tidak sadar.
Pengkajian fungsi motorik
Pengkajian motorik dilakukan pada pasien terjaga dan
kooperatif dengan meminta pasien menggerakkan ekstremitasnya
juga
sedikit
mengendalikan
frekuensi
dan
irama
pernapasan.
Pusat kritis inspirasi dan ekspirasi terdapat dalam medulla
oblongata. Setiap lesi intracranial yang berekpansi secara cepat,
seperti perdarahan serebelar, dapat mengompresi medulla, dan
menghasilkan pernapasan ataksik. Pernapasan tidak teratur tersebut
terdiri dari napsa dalam dan dangkal disertai jeda tidak teratur. Pola
pernapasan tersebut menandakan perlunya control jalan nafas
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d PTIK
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
c.
pernapasan otak).
Nyeri akut b.d agen cedera fisik trauma kepala
d.
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur
invasif.
laserasi
Gunakan sarun tangan untuk proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Cedera
kepala
WOC
Ekstra
Kranial
Terputusnya
kontinuitas
jaringan
tulang
Terputusnya
kontinuitas
jaringan kulit,
otot & Vaskuler
Perdaraha
n
Ganggua
n suplai
darah
Hematoma
Perubaha
n sirkulasi
CSS
Iskemi
a
Hipoksi
a
PTI
K
Girus
medialis
lobus
temporalis
tergeser
Herniasi
unkus
Resik
Nyeri
o
infek
si
Resiko
ketikdaefekt
ifan perfusi
jaringan
serebral
Ganggua
n fungsi
otak
Cedera
otak
(kontusio,
laserasi)
Ganggua
n
neurologi
s fokal
Kejan
g
Ganggua
n pola
napas
Perubahan
autoregulasi
Edema
serebral
Bersihan
jalan napas
Dispnea
Henti napas
Gangguan fungsi
luhur
Perubahan perilaku
Lobus
Frontal
Mesensefalo
n tertekan
Lobus
oksipital
Lobus
temporal
Gangguan
kesadaran
Resik
o
injury
Intra
Kranial
Tulang
Kranial
Lobus
parietal
Immobilis
asi
Resiko
gangguan
Cema
s
Defisit
perawatan diri
Gangguan fungsi
Gangguan
motorik
fungsi
Afasiapenglihatan
Gangguan
keseimbangan
Gangguan
memori
Gangguan fungsi
sensorik (anosmia,
hipestesi,
parestesi, dll)
kulit
DAFTAR PUSTAKA
Dewantoro, G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana, Y. (2007). Panduan Praktis
Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Dewi, Ni Made Ayu A. 2013. Autoregulasi Serebral Pada Cedera Kepala.
Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Bedah Fakultas Kedokteran Udayana.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82587&val=970
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. 2005. Cedera Kepala. Jakarta:
Deltacitra Grafind.
Ganong, William F. (2005). Review of Medical Physiology. California: McGraw
Hill Professional.
Hudak, Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC
Jakarta Medical Service 119 Training Division, 2012
Kidd, Pamela s. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Morton, Patricia G, et al. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan
Holistik. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. (2012). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Oman, K. S., McLain. J. K., & Scheetz, L. J. (2002). Panduan Belajar
Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
PERDOSSI cabang Pekanbaru. 2007. Simposium trauma kranio-serebral tanggal
3November 2007. Pekanbaru : PERDOSI.
Potter, Patricia A. & Anne G. Perry. (2006). Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. & Lorraine Wilson. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Snell RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.Sugiharto
L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk,
penerjemah. Jakarta: EGC