You are on page 1of 10

Assalamualaikum..

Setiap orang apabila menemui suatu masalah fiqiyah, pilihanya hanya dua, yaitu antara
berfikir dan berijtihad sendiri sambil terus mencari dalil yang dapat menjawab atau bertaqlid
mengikuti pendapat mujtahid terdahulu.
Pilihan berijtihad tidak diperuntukan kesemua orang karena tidak mungkin semua orang
harus menggunakan waktunya untuk mencari, berfikir, mempelajari perangkat2 ijtihad yang
akan memakan waktu lama. Ijtihad tidak bisa hanya sekedar membaca satu-dua buku, apalagi
buku terjemahan, dan bahkan tanpa guru yang memiliki sanad keilmuan. Bila itu terjadi maka
rusaklah syareat agama.
Berikut adalah potongan perdebatan mengenai ijtihad ini antara Syaikh Muhammad Said
Ramadhan Al-Bouthi dengan Syaikh Nashirudin Al Bani tokoh pemuka Salafi-Wahabi yang
terkenal berfaham anti mazhab. Diskusi ini diambil dari kitab Syeikh Al Bouthi yang berjudul
"Al-La Mazhabiyah Akhthar Bid'ah Tuhaddid asy-Syariah al-Islamiyah" - Faham tak
bermazhab adalah bid'ah paling berbahaya yang dapat menghancurkan syariat Islam".
Berikut adalah isi Jalanya diskusi tersebut:
Al-Bouti : Bagaimana cara anda memahami hukum Allah ? Apakah anda langsung
mengambil dari Al-Quran dan Sunnah ataukah anda mengambilnya dari para imam mujtahid
?
Al-Bani: Saya akan meneliti pendapat para imam mujtahid serta dalil-dalilnya kemudian saya
akan mengambil keterangan yang dalilnya paling mendekati Al-Quran dan Sunnah.
Al-Bouti : Seandainya anda mempunyai uang 5000 Lira Syria dan uang tersebut anda simpan
selama enam bulan, lalu anda menggunakannya membeli barang-barang untuk
diperdagangkan. Kapankah anda membayar zakat harta perdagangan tersebut ? Apakah
setelah enam bulan kedepan ataukah setelah satu tahun ?
Al-Bani : Maksud tuan apakah harta perdagangan itu wajib dizakati ?
Al-Bouti : Saya sekedar bertanya dan saya berharap anda menjawabnya dengan cara anda
sendiri. Perpustakaan ada didepan anda. Disitu terdapat kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadits
dan juga kitab-kitab para imam mujtahidin.
Al-Bani: Hai Saudaraku ! Ini adalah masalah agama, bukan soal mudah yang dapat dijawab
seketika. Memerlukan waktu untuk mempelajarinya dengan seksama (teliti). Kedatangan
kami kesini adalah untuk membahas masalah yang lain !

Al-Bouti : Baiklah..! kami ingin bertanya Apakah setiap muslim wajib menyelidiki dalil-dalil
para imam mujtahid kemudian mengambil mana yang lebih cocok dengan Al-Quran dan
hadits ?
Al-Bani: Ya benar !
Al-Bouti : Kalau begitu semua orang harus memiliki kemampuan ijtihad seperti yang dimiliki
oleh para imam madzhab. Bahkan mereka harus memiliki kemampuan yang lebih sempurna
karena orang-orang yang mampu memutuskan pendapat para imam berdasarkan Al-Quran
dan Sunnah sudah barang tentu lebih pandai dari semua imam itu.
Al-Bani : Sesungguhnya manusia itu ada tiga macam : Mukallid, Muttabi dan Mujtahid.
Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab kemudian memilih mana yang lebih
dekat kepada Al Quran dan Sunnah adalah Muttabi yakni pertengahan antara Mukallid dan
Mujtahid.
(Al-bani menyebut muttabi' berada diantara muqallid dan mujtahid, tapi kapasitas muttabi
disini menjadi lebih unggul dari mujtahid, karena mujtahid sendiripun tidak membandingbandingkan mazhab, menyaring pendapat imam mazhab lalu memutuskan pendapat para
imam mazhab tersebut sesuai dengan Al-Quran dan sunnah. inilah yang dimaksud Al Bouthi
sebagai "Sudah tentu lebih pandai dari semua imam itu" Tapi Albani tidak menjawab
peratnyaan Al Bouthi, apakah setiap orang islam harus sedekimian itu)
Al-Bouti : Apa sebenarnya kewajiban Mukallid ?
Al-Bani : Dia taqlid kepada imam mujtahid yang cocok dengannya.
Al-Bouti : Apakah berdosa jika ia taqlid kepada seorang imam secara terus menerus dan tidak
mau pindah kepada imam yang lain ?
Al-Bani : Ya, hal itu hukumnya haram !
Al-Bouti : Kalau yang demikian itu haram, apakah dalilnya ?
Al-Bani : Dalilnya adalah karena dia menetapi sesuatu yang tidak pernah diwajibkan oleh
Allah azza wajalla.
Al-Bouti : Dari tujuh macam qiroat, qiroat apa yang anda pakai untuk membaca Al
Quran ?
Al-Bani : Qiroat imam Hafash .
Al-Bouti : Apakah anda selalu membaca Al Quran dengan qiraat imam Hafash ataukah anda
membaca Al Quran setiap harinya dengan qiroat yang berbeda-beda ?
Al-Bani : Tidak, saya selalu membaca Al-Quran dengan qiroat imam Hafash saja.
(golongan anti madzhab ini sendiri memegang satu macam qiroat dari tujuh macam yang
ada, mengapa mereka tidak mengharamkan hal ini ?, sedangkan golongan selain golongannya

bila memegang satu amalan dari satu madzhab terus menerus maka mereka haramkan,
beginilah sifat mereka selalu membenarkan golongannya sendiri dan mensesatkan golongan
lainnya bila tidak sepaham dengan mereka, walaupun tidak ada dalil yang mengharamkannya
! pen.) .
Al-Bouti : Mengapa anda selalu menetapi qiroat imam Hafash ?, sedangkan menurut riwayat
yang diterima dari Nabi saw. secara mutawatir bahwa Allah hanya mewajibkan anda untuk
membaca Al-Quran !
Al-Bani : Karena saya belum mempelajari qiroat-qiroat yang lain dengan sempurna. Dan
tidak mudah bagi saya untuk membaca Al Quran kecuali dengan qiroat imam Hafash !
Al-Bouti : Demikian pula halnya dengan orang yang mempelajari fiqh menurut madzhab
Syafii. Dia juga tidak cukup sempurna dalam mempelajari madzhab-madzhab yang lain dan
tidak mudah baginya untuk mempelajari hukum agama selain dari madzhab Syafii. Kalau
anda mewajibkan kepadanya untuk mengetahui ijtihad para imam dan mengambil semuanya,
ini berarti anda pun wajib mempelajari semua qiroat itu. Kalau anda beralasan tidak mampu,
maka begitu juga halnya si mukallid tadi. Singkatnya kami ingin mengatakan, apa alasan
anda sehingga mewajibkan para mukallid untuk berpindah-pindah dari madzhab yang satu ke
madzhab yang lain ?, sedangkan Allah tidak pernah mewajibkan yang demikian ! Artinya
sebagaimana Allah swt. tidak pernah mewajibkan untuk mengikuti satu madzhab secara
terus-menerus, begitu juga Allah tidak pernah mewajibkan untuk terus menerus pindah satu
madzhab ke madzhab yang lain !
Al-Bani : Sesungguhnya yang haram itu ialah kalau seseorang mempunyai Itikad
(keyakinan) bahwa Allah memerintahkannya untuk terus-menerus menetapi madzhab
tertentu.
Al-Bouti : Ini masalah lain dan itu memang benar, tidak ada perbedaan pendapat. Akan tetapi
apakah ia berdosa kalau terus-menerus mengikuti imam tertentu sedangkan dia juga tahu
bahwa Allah tidak pernah mewajibkan yang demikian kepadanya ?
Al-Bani : Kalau seperti itu tidaklah dia berdosa !
Al-Bouti: Tetapi buku Syeikh Khajandi yang anda pelajari itu menyebut- kan hal yang
berbeda dengan apa yang anda katakan. Khajandi secara tegas mengharamkan yang demikian
bahkan pada beberapa bagian dari buku itu ia menyatakan kafir kepada orang yang terusmenerus mengikuti seorang imam tertentu dan tidak mau pindah kepada yang lain !
Al-Bani : Mana,? Selanjutnya ia berpikir tentang tulisan Syeikh Khajandi yang berbunyi :
Bahkan siapa saja yang mengikuti seorang imam secara terus-menerus dalam setiap
masalah, maka dia termasuk orang fanatik yang salah serta telah taqlid secara membabi buta
dan dialah orang yang telah mencerai-beraikan agama dan menjadikan diri mereka
berkelompok-kelompok. Lalu dia berkata bahwa yang dimaksud dengan mengikuti secara
terus-menerus disitu adalah mengitikadkan wajibnya yang demikian dari sudut pandang
agama. Didalam pernyataan itu terdapat pembuangan.
Al-Bouti: Apakah buktinya kalau Syeikh Khajandi itu bermaksud demikian? Mengapa anda
tidak mengatakan bahwa Syeikh Khajandi itu telah melakukan kesalahan ?
(Terhadap pertanyaan Syeik Said ini kelompok anti madzhab itu tetap bersikeras bahwa apa
yang dikatakan Syeikh Khajandi itu benar karena didalam ucapannya itu terdapat
pembuangan kalimat.)

Al-Bouti melanjutkan : Akan tetapi meskipun anda memperkirakan adanya pembuangan


kalimat pada ucapan Syeikh Khajandi itu (yakni kalimat apabila dia mengitikadkan wajibnya
mengikuti seorang imam secara terus menerus ) tetap saja ucapan tersebut tidak memiliki
makna apa-apa karena setiap muslim mengetahui bahwa seorang imam tertentu dari keempat
imam madzhab itu bukanlah termasuk kewajiban syariat melainkan atas dasar pilihan orang
itu sendiri.
Al-Bani: Bagaimana bisa demikian ? Saya mendengar dari banyak orang dan juga dari
sebagian ahli ilmu bahwa diwajibkan secara syariat mengikuti madzhab tertentu secara terus
menerus dan tidak boleh berpindah kepada madzhab yang lain !
Al-Bouti : Coba anda sebutkan kepada kami nama satu orang saja dari kalangan awam atau
ahli ilmu yan menyatakan demikian ! (Terhadap permintaan Syeikh Said ini kelompok anti
madzhab itu terdiam sejenak. Ia heran kalau-kalau ucapan Syeikh Said itu benar, dan dia
[anti madzhab] pun mulai ragu-ragu tentang kebenaran atas pernyataannya sendiri yakni
perkataan mereka bahwa sebagian besar manusia mengharam kan berpindah-pindah
madzhab.).
Selanjutnya Al-Bouti mengatakan : Anda tidak akan menemukan satu orangpun yang
beranggapan keliru seperti ini. Memang pernah diriwayatkan bahwa pada masa terakhir
Dinasti Utsmaniyyah mereka keberatan kalau ada orang yang bermadzhab Hanafi pindah
kemadzhab lain. Hal ini kalau memang benar adalah termasuk fanatik buta yang tercela.
Hanya Dua Kategori!
Al-Bouti :Dari mana Anda mengetahui perbedaan antara muqallid dan muttabi'?
Al-Bani:Perbedaannya ialah dari segi bahasa,
(Lalu Al-Buthi mengambil kitab-kitab bahasa agar Al-Albani dapat menetapkan perbedaan
makna bahasa darl dua kalimat tersebut, tetapi la tidak menemul apa-apa. Al-Buthi kembali
melanjutkan pembicaraan).
Al-Bouti :Sayyidina Abu Bakar RA pernah berkata kepada seorang Arab badwi yang
menentang pajak dan perkataannya ini diakui segenap sahabat, "Apabila para muhajirin telah
rela, hendaknya kalian menyepakatinya (mengikuti)."
Abu Bakar mengatakan taba'un (mengikuti), yang berarti muwafaqah (menyepakati).
Al-Bani: Kalau begitu, perbedaan makna kedua kata tersebut adalah dari segl istilah, dan
bukan hak saya untuk membuat suatu Istilah.
Al-Bouti :Silakan saja Anda membuat istilah, tetapi Istilah yang Anda buat tetap tak akan
mengubah hakikat sesuatu. Orang yang Anda sebut muttabi', kalau ia mengetahui dalil dan
cara melakukan istinbath darinya, berarti ia seorang mujtahid. Tetapi apabila orang itu dalam
suatu masalah tidak tahu dan tidak mampu ber-istinbath, berarti ia mujtahid dalam sebahagian
masalah dan muqallid dalam masalah lain. Oleh karena itu, bagaimanapun juga pembahagian
tingkatan seseorang hanya ada dua macam, mujtahid dan muqallid. Ini hukumnya sudah
cukup jelas dan telah diketahui.
Al-Bani: Sesungguhnya muttabi' adalah orang yang mampu membedakan pendapat
mujtahidin dan dalil-dalilnya, kemudian menguatkan salah satu daripadanya. Tingkatan ini

berbeda dengan taqlld.


Al-Bouti : Kalau yang Anda maksudkan "membedakan pendapat para imam mujtahid ialah
membedakan mana yang kuat dan mana yang lemah dari segi dalil, berarti tingkat ini adalah
lebih tinggi dari ijtihad (lebih unggul darl Imam mujtahid). Apakah Anda mampu berbuat
demikian?
Al-Bani:Saya akan melakukannya sejauh kemampuan saya.
(Kata-kata Al-Albani itu sesungguhnya secara tidak langsung menunjukkan bahwa la
mempunyai kemampuan lebih tinggi dari para imam ijtihad, sebab ia mampu membedakan
pendapat mujtahidin dan dalil-dalilnya, meski dengan catatan: "sejauh kemampuan saya". AlButhi rhencoba mengangkat contoh kasus yang akan menunjukkan kekeliruan cara pandang
sepertl itu).
Talak Tiga: Contoh Kasus
Al-Bouti : Kami mendengar Anda telah berfatwa bahwa talak tiga yang dljatuhkan dalam satu
kesempatan yang jatuh satu talak saja. Apakah sebelum menyampai-kan fatwa Anda talah
meneliti pertdapat para Imam madzhab serta dalil-dalil mereka, kemudian Anda memilih
salah satu dari pendapat mereka lalu baru Anda berfatwa?
Ketahullah bahwa Uwalmlr Al-ljlanl telah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya di hadapan
Rasulullah SAW. Se-telah ia bersumpah lian dangan istrinya, ia barkata, "Saya jadi
berbohong kepadanya, ya Rasulullah, blla saya menahannya, dan saya jatuhkan talak tiga."
Bagaimana pengetahuan Anda tentang hadlts inl dan kedudukannya dalam masalah Ini, serta
pengertianya menurut madzhab sebagian besar ulama dan menurut madzhab Ibnu Taimiyyah?
Al-Bani:Saya belum pernah melihat hadits Ini.
Al-Bouti : Bagaimana Anda bisa memfatwakan suatu masalah yang bertentangan dengan apa
yang telah disepakati keempat imam madzhab, padahal Anda belum mengetahui dallil-dalil
mereka, serta tingkatan kekuatan dalll-dalltnya? Kalau begitu Anda telah menlnggalkan
prinsip yang Anda anut, yaitu ittiba', menurut istilah yang Anda katakan sendiri. (Ya, jawaban
Al-Albani bertentangan dengan pemyataan awalnya sendiri, "Saya akan meneliti pendapat
para imam mujtahid serta dalil-dalilnya, kemudian saya mengambil keterangan yang paling
mendekati dalil Al-Qur'an dan sunnah." Berikutnya, la pun memberikan alasan akan hal itu).
Al-Bani:Pada waktu itu saya tidak memiliki kitab yang cukup untuk melihat dalil dari imamimam madzhab.
Al-Bouti : Kalau begitu apa yang mendorong Anda tergesa-gesa memberi fatwa yang
menyelisihi pendapat jumhur kaum muslimin padahal Anda belum memeriksa dalil-dalll
mereka?
Al-Bani: Apa yang harus saya perbuat ketika saya ditanya mengenai masalah tersebut
sedangkan kitab yang ada pada saya terbatas sekali?
Al-Bouti : Sesungguhnya cukup bagi Anda untuk mengatakan "Saya tidak tahu tertang
masalah ini", atau Anda terangkan saja pendapat madzhab empat kepada si penanya serta
pendapat mereka yang berbeda dengan madzhab empat imam harus memberlkan fatwa
kepadanya dangan salah satu pendapat yang demikian ini sudah cukup untuk Anda dan

memang sampai di situlah kewajlban anda. Apatah lagi masalah itu tidak langsung berkaitan
dengan diri Anda mengapa bisa sampai Anda berfatwa dengan pendapat yang menyalahi
Ijma' keempat imam tanpa mengetahui dalil-dalil yang dijadlkan hujjah oleh mereka, dengan
Anda menganggap cukup pada dalil yang ada di plhak yang bertentangan dengan madzhab
yang empat. Anda berada di puncak kefanatikan sebagaimana yang selalu Anda tuduhkan
kepada kami.
Al-Bani: Saya telah menelaah pendapat ke-empat-empat imam dalam Subul as-Salam, karya
Asy-Syaukani, dan Flqh as-Sunnah, karya Sayyid Sabiq.
Al-Bouti : Kitab yang Anda sebutkan adalah kitab yang memusuhi keempat imam madzhab
dalam masalah ini. Apakah Anda rela menjatuhkan hukuman kepada salah seorang tertuduh
hanya dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi dan keluarganya tanpa mendengarkan
keterangan lain dari tertuduh?
Al-Bani:Saya kira, apa yang telah saya lakukan tak patut dicela. Saya telah berfatwa kepada
orang yang bertanya, dan itulah batas kemampuan pemahaman saya.
Al-Bouti : Anda telah menyatakan sebagai muttabi dan kita semua hendaknya menjadi
muttabi'. Anda telah menafsirkan bahwa ittiba' ialah meneliti semua pendapat madzhab dan
mempelajari dalil-dalil yang dikemukakan, ialu mengambil mana yang paling mendekati dalil
yang benar. Namun apa yang telah Anda lakukan ternyata bertolak belakang.
Anda mengetahui, madzhab yang empat telah ijma bahwa talak yang dijatuhkan tiga
sekaligus berarti jatuh tiga. Anda mengetahui bahwa keempat imam madzhab mempunyai
dalil tentang masalah ini, hanya saja Anda belum mendapatinya. Namun demikian, Anda
berpaling dari ijma' mereka dan mengambil pendapat yang sesuai dengan keinginan Anda.
Apakah Anda sejak mula telah yakin bahwa dalil-dalil keempat imam madzhab ttu tidak
dapat diterima?
Al-Bani:Tldak, cuma saya tidak mendapal nya karena saya tidak memiliki kitab-kitab
tersebut.
Al-Bouti : Mengapa Anda tidak mau menunggu? Mengapa Anda tergesa-gesa pada-hal Allah
SWT tidak memaksakan Anda untuk berbuat demikian? Apakah karena Anda tldak mendapati
dalil-dalil -para ulama jumhur yang dapat digunakan sebagai alasan untuk menguatkan
pendapat Ibnu Taimlyyah? Apakah fanatik yang Anda anggap dusta itu tidak lain ialah apa
yang Anda telah lakukan?
Al-Bani:Pada kitab-kitab yang ada pada saya, saya telah mendapatkan dalil-dalil yang cukup
memuaskan dan Allah tidak membebani saya lebih dari itu.
Al-Bouti : Apabila seorang muslim mendapati satu dalil dalam kitab yang dibacanya, apakah
cukup dengan dalil tersebut ia meninggalkan semua mazhab yang berbeda dengan
pemahamannya sekalipun ia belum mendapati dalil-daiil madzdzhab-madzhab tersebut?
Al-Bani: Ya, cukup.
Seorang Muallaf; sebuah analog
Al-Bouti :Ada seorang pemuda yang baru saja memeluk agama Islam, la sama sekali tak
mengetahui pendldlkan agama Islam, Laiu ia membaca firman Allah 'Azza wa Jaffa, yang
artinya, "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat; maka ke mana pun kamu menghadap,

dsitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (Rahmat-Nya) lagi) Maha Mengetahui."
QS Al-Baqarah 115. Pemuda tersebut lalu beranggapan bahwa setiap orang yang hendak
shalat boleh menghadap ke arah mana saja sebagaimana dttunjukkan oleh zhahirnya redaksi
ayat Al-Quran Itu.
Kemudian ia mendengar bahwa keempat imam madzhab telah bersepakat bahwa seorang
yang shalat harus menghadap Ka'bah. la sadar, para imam mempunyal dalil untuk masalah
ini, hanya saja ia belum mendapatlnya. Apakah yang harus dilakukan oleh pemuda tersebut
sewaktu la hendak mengerjakan shalat? Apakah cukup dengan menglkutl panggiian hatinya
karena la telah menemukan ayat Al-Qur'an tersebut, atau ia harus menglkutl pendapat para
imam yang berbeda dengan pemahamannya?
Al-Bani: Cukup dengan menglkuti panggilan hatinya.
Al-Bouti :Meskipun dengan menghadap ke arah tlmur misalnya? Apakah shalatnya dianggap
sah?
Al-Bani:Ya, karena ia wajib menglkuti panggilan hatinya.
Al-Bouti :Andai kata panggilan hati pemuda itu mengilhaml dlrinya sehingga ia merasa tidak
apa-apa berbuat zina dengan istri tetangganya, memenuhi perutnya dengan khamar dan
merampas harta manusla tanpa hak, apakah Allah akan memberlkan syafa'at kepadanya
lantaran panglllan hatinya itu?
(Terdiam sejenak, laiu berkata): Al-Bani: Sebenarnya contoh-contoh yang Tuan tanyakan
hanyalah khayalan dan tidak ada buktinya.
Al-Bouti : Bukan khayalan atau dugaan semata-mata, bahkan selalu terjadl hal se-perti itu
ataupun lebih aneh lagi.
Bagaimana tidak begitu, seorang pemuda yang tak punya kelayakan pengetahuan tentang
Islam, Al-Quran dan sunnah, kemudian membaca sepotong ayat Al-Qur'an yang ia pahami
menurut apa adanya. la kemudian berpendapat boleh saja shalat menghadap ke arah mana
saja meskipun ia tahu bahwa shalat harus menghadap kiblat. Pada kasus Ini apakah Anda
tetap berpendirian bahwa shalatnya sah karena manganggap cufcup dengan aclanya bisikan
hati nurani atau panggilan jiwa si pemuda tersebut?
Di samping itu, menurut Anda, bisikan hati, panggiian jiwa, dan kepuasan moril dapat
memutuskan segala urusan (dijadikan sumbar untuk mangeluarkan hukum). Kenyataan ini
jeias bertantangan dengan prinsip Anda bahwa manusia terbagi atas tiga kelompok: mujtahid,
muqallid, dan muttabi (karena dengan modal panggilan hati itu nyatanya semua manusia
adalah muttabi/mujtahld, termasuk si muallaf tadi).
Al-Bani:Semestinya pemuda itu membahas dan meneliti. Apakah ia tidak mambaca hadits
atau ayat lainnya?
Al-Bouti :la tidak memiliki cukup bahan untuk mambahas sebagaimana halnya Anda ketika
membahas ihwal masalah talak. ia tak sempat membaca ayat-ayat lain yang berhubungan
dengan masalah kiblat selain di atas. Dalam hal ini apakah ia tetap harus mengikuti bisikan
hatinya dengan meninggalkan ljma' para ulama?
Al-Bani:Memang seharusnya begitu kalau ia tidak mampu membahas dan menganalisis.

Baginya cukuplah berpegang pada hasil pikirannya sendiri dan ia tidaklah salah.
(Pandangan ini jelas manyimpan potensi yang membahayakan. Itulah mengapa Ai-Buthi
sampai menulis sebuah kitab berjudul Al-la Madzhabiyah Akhthar Bid'ah Tuhaddid asySari'ah al-lslam-iyah - Paham tak Bermadzhab adalah Bid'ah Paling Barbahaya yang dapat
Menghancurkan Syariat islam. Betapa tidak? Bayangkan saja, saandainya para muallaf atau
orang-orang islam awam membuka lembaran-lembaran AI-Quran, lalu membaca Surah AtTawbah ayat ke-5, yang artinya, "Bunuhlah mereka (orang-orang musyrik) di mana saja kamu
menjumpai mereka", atau ayat-ayat yang redaksinya semacam Itu, lalu orang-orang tersebut
tak mau bertanya kepada yang lebih paham tentang makna ayat tersebut dan serta merta
bertekad bulat akan memenuhl panggiian hatinya untuk menjalankan perintah Allah" ini,
dapatkah Anda membayangkan apa yang akan terjadi?
Tak aneh bila banyak pengamat menllai bahwa embrio radikalisme acap bermula dari paham
ala tekstualis seperti ini. Rupanya matoda pokok istinbath (penylmpulan) hukum salah satu
tokoh pemuka al-la madzhabiyyah (non-mazhab) Ini adalah mengikuti panggiian hati. Dan
cocoklah klranya bila klta menamai madzhab" ala Al-Albani Ini dangan madzhab panggiian
hati).
Al-Bouti :Ucapan Anda ini amat sangat berbahaya dan mengejutkan. Kami akan siarkan.
Al-Bani:Silakan Tuan menyiarkan pendapat saya dan saya tidak takut.
Al-Bouti :Bagalmana Anda akan takut kepada saya sedangkan Anda tldak takut kepada Allah
SWT? Sesungguhnya dengan ucapan tersebut Anda telah membuang firman Allah SWT, yang
artinya, "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mangetahuf
- OS-An Nahi: 43.
Al-Bani: Tuan, para imam tidaklah mashum - terpelihara dari kesalahan. Bolehkah ia (si
muallaf) meninggalkan yang ma'shum (Maksudnya nash-nash agama sepertl Al quran dan
hadlts Rasulullah SAW) dan berpegang pada orang yang tidak ma'shum?
Al-Bouti :Yang terpelihara dari kesalahan adalah makna yang hakiki yang dikehendaki Allah
Azza wa Jaila daiam firman-Nya, yang artinya, Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat"
Akan tetapi pemahaman pemuda yang jauh sekali dari pendidikan Islam sama sekali tidak
ma'shum?
jadi masalahnya ialah perbandingan antara dua pemahaman, yaitu pemahaman atau
pemikiran seorang pemuda yang jahil dengan pemahaman atau pemikiran para Imam
mujtahiddln, yang keduanya tidak ma'shum. Perbedaannya hanyalah yang satu terlalu jahil
dan yang satu lagi sangat dalam ilmunya.
Al-Bani:Sesungguhnya Allah SWT tidak membebaninya melebihi kemampuannya.
Dokter don Brosur: Analog! Lainnya
Al-Bouti :Tolong Jawab pertanyaan ini. Sese orang mempunyai anak kecil yang sedang saklt
panas. Menurut saran semua dokter yang ada di kota Itu, la harus diberi obat khusus dan
mereka melarang orangtua ai anak untuk mengobatinya dengan antlbiotik. Mereka pun telah
memberi tahu kepada orangtua si anak bahwa, sekiranya saran ini dilanggar, mungkin saja Itu
menyebabkan kematian si anak, Suatu ketika si orangtua membaca selebaran brosur
ks\esehatan dan manemukan keterangan bahwa antibiotik terkadang barmanfaat untuk
mengobati saklt panas. Berdasarkan isi selebaran itu, orangtua tersebut tidak memperhatikan

lagi saran dokter, Dengan panggilan hatinya, ia merawat anaknya dengan antibiotik hingga
mangakibatkan kematian si anak, Dengan tindakan ini, apakah orangtua tersebut berdosa atau
tidak?
Al-Bani: Saya kira, masalah itu lain dengan masalah ini dan maksudnya pun berbeda dengan
persoalan yang sectang kita bicarakan. (Di sini tampaknya Al-Albani gagal menangkap
analogi yang sederhana Ini. Lalu, bagalmana ia mampu membanding-kan hujjah-huijah para
imam madzhab?)
Al-Bouti :Masalah ini pada hakikatnya sama dengan hat yang tengah kita bicarakan.
Coba Anda perhatikan. Orangtua tersebut sudah mendengarkan ijma (kesepakatan) para
dokter, sebagaimana pemuda tadi juga telah mendengar ijma' para ulama. Akan tetapi
lantaran tak tahu landasan dan teori-teori medis dunia kedokteran) orangtua itu bepegang
pada brosur kesehatan yang ia baca dan hatinya kemudian condong padanya, sebagalmana
pemuda tersebut melaksanakan panggilan hatinya.
Al-Bani:Tuan, Al-Quran adalah nur (cahaya). Nur AI-Qur'an tidak dapat disamakan dengan
yang lain.
Al-Bouti :Apakah pantulan cahaya Al-Qur'an itu dapat dipahami oleh setiap yang membaca
Al-Qur'an dengan pemahaman yang tepat sebagaimana yang dlkehendakl Allah SWT? Kalau
begitu, apa bedanya antara ahli ilmu dan yang bukan ahli ilmu dalam menerima cahaya AlQur'an?
Al-Bani:Panggilan hati adalah yang paling asas/pokok,
Al-Bouti :Orangtua tersebut telah melaksanakan panggilan hatinya hingga menyebabkan
kematian anaknya. Apakah ada pertanggungjawaban bagl orangtua itu baik dari sagi syari'at
maupun tuntunan hukum?
Al-Bani:Dia tidak dituntut apa-apa.
Al-Bouti :Dengan pernyataan Anda seperti ini, saya kira diskusi ini kita cukupkan saja
sampai di sinl. Sudah putus jalan untuk menemukan pendapat kami dengan Anda. Dengan
Jawaban Anda yang sangat ganjil itu, cukuplah kiranya kalau Anda talah kaluar dari ijma'
kaum muslimin.
(Demikian ucap Al-Buthl mengakhiri diskusinya dengan Al-Albani. Dari jawaban terakhir
Al-Albani, tampaknya Al-Buthi telah menangkap sesuatu sehingga ia merasa tak perlu lagi
memperpanjang pembicaraan).
Sumber: Majalah Alkisah

Mari Bermadzhab : Dialog Al Bouti vs Al-Bani


Assalamualaikum..Setiap orang apabila menemui suatu masalah fiqiyah, pilihanya...

Pengikut Salaf sejati, menurut perspektif Ulama


Mengikuti generasi Salaf tidak hanya terbatasi pada arti kata Salaf saja, atau...

SYEIKH SAID RAMADHAN AL-BUTHI DIBUNUH ORANG-ORANG


WAHABI
Pelakunya adalah Pemberontak Wahabi yang memang memfitnah Syeikh Al Buthy...

You might also like