Professional Documents
Culture Documents
Nama mahasiswa
Bagian
Periode
Judul
Pembimbing
Jakarta,
Juni 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul BBLR, Prematuritas, dan RDS dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi Periode
16 Mei 31 Juli 2016. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk menambah
pengetahuan bagi kita semua tentang BBLR, Prematuritas, dan RDS.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
1
: By Ny K
: Laki-laki
: 9 hari
: 2000 gram
: 8/9
: 1 Juni 2016 pukul 01.30 WIB
: 09708528
Ayah
Tn. M
43 Tahun
Nama
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
SMA
Swasta
Ibu
Ny. N
45 tahun
Kp. Galian RT 001/RW 004
SMP
Ibu Rumah Tangga
A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu dan ayah pasien pada
hari Jumat, 10 Juni 2016 di Ruang Perinatologi RSUD Kota Bekasi.
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan :
minggu, ditolong oleh seorang dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Bayi lahir
dengan berat badan 2000 gram, panjang badan 47 cm, dengan APGAR Score 8/9.
Keluhan saat lahir bayi sesak napas dan belum cukup bulan. Bayi dirujuk ke bagian
NICU dengan sesak nafas, nafas tidak adekuat, tangisan merintih dan tampak retraksi
pada dinding dada , CRT <3 detik, GDS saat lahir 197 mg/dl. Saat lahir keadaan
umum lemah dan merintih. Ketuban kering, mekonium (-), anus (+), cacat (-). Ikterik
(-), demam (-), refleks hisap tidak baik, tonus otot tidak baik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Typhoid
Otitis
Parotis
Umur
-
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Gastritis
Varicela
Asma
Umur
-
Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Radang Paru
Tuberkulosis
Morbili
Umur
-
Morbiditas
Perawatan antenatal
Tidak ada
Periksa rutin ke bidan dan
puskesmas. Pada Trimester III
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
dikatakan BBLR.
RSUD Kota Bekasi
Spesialis Obstetri dan
Ginekologi
Sectio Cesaria
34 minggu (kurang bulan)
BBL : 2000 gram
PBL 47 cm
Langsung menangis
Apgar Score : 8/9
Tidak ada kelainan bawaan.
2
:-
Psikomotor
Tengkurap
:-
Duduk
:-
Riwayat Makanan
Umur (bulan)
ASI/PASI
0-2
+
2-4
4-6
6-7
8-10
10-12
Riwayat Imunisasi
Buah/biscuit
Bubur susu
Nasi tim
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
Kesan : Pasien belum mendapat imunisasi apapun sejak lahir.
Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah pribadi, lingkungan bersih, ventilasi cukup, pencahayaan
baik, sumber air bersih . Ibu pasien mengaku membersihkan rumah setiap hari.
Kesan: Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien baik.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
S
: 107 mg/dl
T
: 37o C
A
: Napas spontan, retraksi +/+, NCH /-, RR 44x/menit
B
: Sianosis -, pallor-, CRT <3, HR : 140x/menit
L
:Data Antropometri
Berat badan
: 2000 gram
Panjang badan
: 47 cm
3
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk dan ukuran
Wajah
: Mongoloid Face
Mata
Hidung
Telinga
Bibir
Mulut
: Bentuk simetris
Leher
: Trakea ditengah
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi
: Gerak napas kedua hemitoraks simetris, Retraksi sela iga (+), areola
dan papilla mammae (+), puting susu datar < 1 mm.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Anggota gerak
Tulang belakang
Kulit
Refleks
Neuromuscular
12
Physical Maturity
13
: 2000 gram
Jumlah minggu
: 34 minggu
Kehamilan)
KB (Kurang Bulan)
Apgar Score
Apgar Score : Sesaat setelah lahir Apgar Score 8 (excellent condition), 5 menit
kemudian Apgar Score menjadi 9 (excellent condition)
Down Score : Tidak dilakukan karena sudah memakai alat bantu nafas.
Hasil
Nilai Rujukan
18,8
52,9
4,87
285
15,5
108,7
38,6
35,5
KIMIA KLINIK
DIABETES
GDS
Tanggal 06 Juni 2016
Pemeriksaan
GDS
Tanggal 07 Juni 2016
197
60-110 mg/dl
Hasil
85
Nilai Rujukan
60-110 mg/dl
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
GDS
108
60-110 mg/dl
D. RESUME
Pasien lahir pada tanggal 01 Juni 2016 pukul 01.30 WIB dengan persalinan
sectio cesaria. Pasien merupakan anak pertama (G4P3A0) hamil 34 minggu dengan
indikasi ketuban pecah dini 4 jam. Berat lahir pasien 2000 gram dengan panjang
badan 47 cm. Pasien tidak memiliki kelainan bawaan, anus (+), APGAR Score 8/9.
Sewaktu lahir pasien tampak, sesak nafas (+), sianosis (-) dan terdapat retraksi (+).
Refleks hisap tidak baik, tonus otot tidak baik, BAB dan BAK normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit berat, nadi 140 x/menit, nafas 44
x/menit, gerakan bayi tidak aktif, sianosis oral (-), retraksi sela iga (+), sianosis
anggota gerak (-) dan tanda prematuritas seperti lanugo (+), daun telinga belum
sempurna (+), puting susu datar. Pada pemeriksaan Ballard Score didapatkan skor 25
yang menunjukkan usia gestasi 34 minggu.
F. DIAGNOSIS
- Berat Badan Lahir Rendah
- Prematuritas
- Respiratoy Distress Syndrome (RDS)
F. PENGELOLAAN
IVFD N5 = 8 cc/jam
8x24x400=115,2 168 x 10 x 3,4 = 52,2 kkal
500
Enteral : Puasa
Cinam 2 x 150 mg
Amikasin 15 mg/24 jam
G. PROGNOSIS
8
Ad vitam
: Ad bonam
Ad fungsional
: Ad bonam
Ad sanationam
: Ad bonam
H. FOLLOW UP
Tanggal 2 Juni 2016, BBS : 2000 gram, UG 34+1, Hari Perawatan 2
Terapi
1)
2)
3)
4)
S
T
A
B
L
E
:: 37 oC
: O2 nasal canul, retraksi (+), NCH (-/-), RR : 56
: sianosis (-), pucat (-), CRT < 3, HR : 160
:::
IVFD N5 6 cc/jam
Ampisilin Sulbaktam (Cinam) 2 x 150 mg
Amikasin 15 mg/12jam
Pemberian nutrisi (susu) 8x50cc.
Terapi
1)
2)
3)
4)
:
IVFD N5 8 cc/jam
Ampisilin Sulbaktam (Cinam) 2 x 150 mg
Amikasin 15 mg/12jam
Pemberian nutrisi (susu) 8x25cc.
BAB II
ANALISIS KASUS
Dari status pasien didapatkan usia kehamilan ibu saat melahirkan 34 minggu yang
merupakan faktor resiko terjadinya RDS karena pada bayi premature terjadi gangguan
sintesis, penyimpanan dan pelepasan surfaktan. Pada pemeriksaan fisik 24-72 jam
pertama pasien ini terdapat gangguan pernapasan antara lain takipnoe (+) dan retraksi
interkostal (+). Nilai down score tidak diketahui karena baru dilakukan pemeriksaan
pada tanggal 10 Juni 2016, namun menurut status pasien, sempat diberikan PTV FiO2
11%, PEEP 6, PIP 20 dikarenakan Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Neonatus preterm
Dari status pasien didapatkan riwayat kelahiran pasien pada usia 34 minggu,
dimana usia kehamilan normal untuk melahirkan adalah 38-42 minggu. Selain itu juga
terdapat tanda-tanda prematuritas yaitu lanugo (+), daun telinga belum sempurna (+),
puting susu datar, garis telapak kaki belum terbentuk sempurna.
Dari status pasin didapatkan berat badan lahir pasien yaitu 2000 gram, dimana
berat badan lahir normal antara 2500 4000 gram.
10
Bayi kurang bulan sangat rentan terhadap infeksi, sehingga pada kasus ini
diberikan Nymiko yang mengandung Nistatin yaitu obat antijamur dengan dosis 3 x
0,5 cc. Pasien juga mendapat sanbe 1 x 0,3 cc untuk kebutuhan vitamin yang penting
bagi proses pertumbuhan badan. Pasien juga mendapat ceptik 3 x 1 yang mengandung
cefixim sephalosporin generasi ketiga, yang merupakan antibiotik spektrum luas,
mencegah terjadinya infeksi pada pasien.
Untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien, pasien diberikan cairan
parenteral menggunakan N5 dikarenakan kandungan N5 yaitu desktrosa 10% dan
Nacl 0,9% kalorinya tinggi, dikarenakan asupan peroral pada pasien masih kurang.
Kebutuhan kalori pada awalnya menggunakan basal metabolic rate dengan rumus
[(konsentrasi O2) (0,39) + (produksi CO2) (1,11) x 1440). Sedangkan kebutuhan
kalori untuk menaikkan berat badan (to induce weigh gain) yaitu 100-200
kkal/kgBB/hari bila dihitung pada pasien ini maka 100 x 2,0 = 200 kkal/hari.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PREMATURITAS DAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
1. Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. 2
Sumber lain mendefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir dibawah
persentil 10 dari perkiraan berat menurut masa gestasi.3
2. Epidemiologi
Angka prevalensi dari BBLR adalah sekitar 10 % dari semua kehamilan.
Jumlah ini bervariasi pada tiap populasi. Sejumlah 3 - 5 % dari kejadian BBLR
terjadi pada keadaan ibu yang sehat, dan lebih dari 25 % kejadian terjadi pada
keadan ibu dengan kehamilan resiko tinggi.4
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15 % dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 % - 38 % dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90
% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9 % - 30 %,
hasil studi di 7 daerah multisenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1 % 17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7 %.1
3. Klasifikasi
BBLR dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Prematuritas murni
Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan.
Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit dan komplikasi akibat
kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang.
b. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya. Hal ini disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi
plasenta, kurang baiknya keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan
pertumbuhan dari bayinya sendiri.
12
4. Etiologi
Etiologi BBLR ada yang berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Berikut akan dikelompokkan etiologi BBLR berdasarkan 3 faktor di atas.
Faktor Ibu :
Toxemia
Hipertensi dan/atau penyakit ginjal
Hipoksemia (misalnya: menderita penyakit jantung atau paru)
Malnutrisi (mikro dan makro)
Menderita penyakit kronis
Anemia sel sabit
Konsumsi obat-obatan,alkohol, rokok.
dsb.
Faktor Janin :
5. Patofisiologi
Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR
adalah sebagai berikut :
Plasenta
13
Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta dan
luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer
oksigan juga transfer oksifen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada
berbagai penyakit vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang
terjadi sering berakibat gangguan pertumbuhan janin. Dua puluh lima
sampai tiga puluh persen kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap
sebagai hasil penurunan aliran darah uteroplasenta pada kehamilan
dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan klinis yang meliputi
aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda, penyalahgunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau
kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta
umbilikus yang abnormal, dan tumor vaskular.
Malnutrisi
Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan
janin, yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama
hamil. Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang
berukuran lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal
atau berlebihan. Selama embriogenesis status nutrisi ibu memiliki efek
kecil terhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena kebanyakan wanita
memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh lambat.
Meskipun demikian, pada fase pertunbuhan trimester ketiga saat
hipertrofi seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi
persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan
kelahiran BBLR dengan pemberian tambahan makanan kepada populasi
berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk) menunjukkan bahwa kaloi
tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat janin dibanding
pernmbahan protein.
Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin.
Wanita-wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan
bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping
memiliki insidensi infeksi perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang
menderita infeksi rubella kongenital dan sitomegalovirus (CMV)
umumnya terjadi gangguan pertumbuhan janin, tidak tergantung pada
umur kehamilan saat mereka dilahirkan.
Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan
kontribusi genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki
kecendrungan untuk berulang kali melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah atau keil untuk masa kahamilan (tingkat pengulangan 25%-50%),
14
Umur ibu
Riwayat hari pertama haid terakir
Riwayat persalinan sebelumnya
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil
2) Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara
lain :
Berat badan
Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
Tulang rawan telinga belum terbentuk.
Masih terdapat lanugo.
Refleks masih lemah.
Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum menutup
labium minus; laki-laki: belum terjadi penurunan testis & kulit
testis rata.
Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan).
Tidak dijumpai tanda prematuritas.
Kulit keriput.
Kuku lebih panjang
3) Pemeriksaan penunjang
Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih.5
7. Tatalaksana
1) Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
o Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
o Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 310 hari, dan umur 4-6 minggu).(1)
2) Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan
dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau
pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk
menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau
selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama :
o Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
o Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan
keadaan bayi adalah sebagai berikut :
Berat lahir 1750 2500 gram
Bayi Sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih
mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering
(contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
o
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
o
16
Bayi Sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.
o
Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi
stabil.
Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh;
gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :
Bayi Sehat
Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan
tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi
aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa
lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila
bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2
hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
o
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum.
o
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
o
Bayi Sakit
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan IV secara perlahan.
o
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum.
o
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila
kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
o
o
Bayi Sehat
o Beri ASI peras melalui pipa lambung
o Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok,
coba untuk menyusui langsung.
Bayi Sakit
Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan intravena secara perlahan.
o
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum
o
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
o
o
19
o Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
o Hitung umur koreksi.
o Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
o Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).
o Awasi adanya kelainan bawaan.
Tanda kecukupan pemberian ASI:
o
o
o
o
8. Komplikasi
Masalah yang sering dijumpai pada BBLR kurang bulan antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan suhu
2. Kesulitan pernapasan
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
4. Imaturitas hati,ginjal
5. Imaturitas imunologis
6. Kelainan neurologis,kardiovaskular, hematologis
7. Metabolisme2
9. Prognosis
Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi
normal. Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian
sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi,
pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai
kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.7
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)
1. Definisi
Penyakit Membran Hialin (PMH) adalah nama lain untuk Sindrom Gangguan
Pernafasan (SGP) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) dalam bahasa
Inggeris. Ini adalah diagnosis klinis pada bayi baru lahir prematur dengan
kesulitan pernapasan, termasuk takipnea (> 60 napas/menit), retraksi dada, dan
sianosis di ruangan biasa yang menetap atau berlangsung selama 48-96 jam
pertama kehidupan, dan gambaran foto rontgen dada yang karakteristik (pola
retikulogranular seragam dan bronkogram udara perifer).9
2. Epidemiologi
Kejadian PMH ini berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat
lahir. Di Amerika Serikat, PMH telah diperkirakan terjadi pada 20,000-30,000
20
bayi baru lahir setiap tahun dan merupakan komplikasi pada sekitar 1%
kehamilan. Sekitar 50% dari neonatus yang lahir pada usia kehamilan 26-28
minggu terjadi PMH, sedangkan kurang dari 30% dari neonatus prematur lahir
pada usia kehamilan 30-31 minggu terjadi kondisi tersebut.10
Dalam satu laporan, tingkat kejadian PMH adalah 42% pada bayi dengan
berat 501-1500 g, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat 501-750 g, 54%
dilaporkan pada bayi dengan berat 751-1000 g, 36% dilaporkan pada bayi dengan
berat 1001 - 1250g, dan 22% dilaporkan pada bayi dengan berat 1251-1500g, di
antara 12 rumah sakit universitas yang berpartisipasi dalam National Institute of
Child Health and Human Development (NICHD) Neonatal Research Network.
PMH terjadi pada ~ 50% dari bayi dengan berat lahir antara 501 dan 1500 g
(Lemon et al, 2001).9,10
Resiko terjadi PMH meningkat pada ibu dengan diabetes, kelahiran
kembar, persalinan secara sectio caesar, persalinan terjal, asfiksia, stres dingin,
dan riwayat bayi prematur sebelumnya. Di sisi lain, risiko PMH berkurang pada
ibu dengan hipertensi kronis atau terkait-kehamilan dan rupture membran yang
berkepanjangan, dan profilaksis kortikosteroid antenatal. Kelangsungan hidup
telah meningkat secara signifikan, terutama setelah adanya surfaktan eksogen dan
sekarang angka kelangsungan hidup menjadi > 90%. Saat ini, PMH menyumbang
<6% dari semua kematian neonatus.9
3. Etiologi
Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab
utama dari PMH. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin
(lesitin), phosphatidylglycerol, apoprotein (protein surfaktan SP-A,-B,-C,-D), dan
kolesterol. Dengan pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis
21
meningkat dan disimpan dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif-permukaan ini
akan dilepaskan ke dalam alveoli, di mana mereka akan mengurangi tegangan
permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan mencegah
runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau
dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasca kelahiran
karena immaturitas. Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin
mengalami homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai
permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di
antara 28 dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi
setelah 35 minggu.11
Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi untuk terjadinya
gangguan pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah
gen bertanggung jawab untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC
transporter 3 [ABCA3]) berhubungan dengan penyakit pernapasan berat dan
sering mematikan yang diturunkan.Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada
pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya
terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin, dapat menekan sintesis
surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh konsentrasi oksigen
yang tinggi dan efek dari manajemen respirator, sehingga mengakibatkan
pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.10
4. Patofisiologi
Kegagalan untuk mencapai kapasitas residu fungsional (Fungsional
Residual Capacity [FRC]) yang memadai dan kecenderungan paru-paru yang
terkena untuk menjadi atelektatik berkorelasi dengan tegangan permukaan yang
tinggi dan tidak adanya surfaktan paru. Atelektasis alveolar, pembentukan
membran hialin, dan edema interstisial membuat paru-paru kurang komplians,
sehingga tekanan lebih besar diperlukan untuk mengembangkan alveoli dan
saluran-saluran napas yang kecil. Pada bayi yang sudah terkena PMH, bagian
bawah dinding dada ditarik ke dalam apabila diafragma menurun, dan tekanan
intratoraks menjadi negatif, sehingga membatasi jumlah tekanan intratoraks yang
dapat diproduksi, hasilnya akan terjadi atelektasis. Dinding dada yang sangat
komplians pada bayi prematur memberikan ketahanan lebih rendah dari bayi yang
matur dengan kecenderungan paru-paru untuk kolaps. Dengan demikian, pada
akhir ekspirasi, volume toraks dan paru-paru cenderung untuk mendekati volume
residu, dan atelektasis dapat terjadi.9,10,11
Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan, bersama-sama dengan unit
pernapasan kecil dan dinding dada yang komplians, menghasilkan atelektasis dan
menghasilkan alveoli yang diperfusi tetapi tidak berventilasi, yang menyebabkan
hipoksia. Penurunan komplians paru-paru, volume tidal yang kecil, peningkatan
ruang mati fisiologis, peningkatan kerja pernapasan, dan ventilasi alveolar yang
tidak memadai pada akhirnya menyebabkan hiperkapnia. Kombinasi hiperkapnia,
hipoksia, dan asidosis mengakibatkan vasokonstriksi arteri pulmonari dengan
peningkatan shunting kanan-ke-kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus
22
dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan cedera iskemik
pada sel-sel yang memproduksi surfaktan dan pembuluh darah yang akan
mengakibatkan terjadi efusi bahan protein ke dalam ruang alveolar dan terjadi
pembentukan membran hialin (Gambar 1).9,10,11
5. Manifestasi klinis
Temuan fisik konsisten dengan maturitas bayi yang dinilai dengan
menggunakan pemeriksaan Dubowitz atau modifikasi dengan Ballard. Tandatanda gangguan pernafasan progresif dicatat segera setelah lahir dan termasuk
yang berikut:
Takipnea
Ekspirasi merintih (dari penutupan sebagian glotis)
Retraksi subcostal dan interkostal
Sianosis
Napas cuping hidung
Pada neonatus yang sangat immatur dapat terjadi apnea dan/atau hipotermia10
Tanda-tanda PMH biasanya muncul dalam beberapa menit selepas lahir,
meskipun mereka mungkin tidak disadari untuk beberapa jam pada bayi prematur
lebih besar sampai pernapasan yang cepat dan dangkal telah meningkat menjadi
60 kali/menit atau lebih. Sebuah onset terlambat dari takipnea harus menunjukkan
kondisi lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi pada saat lahir karena
asfiksia intrapartum atau gangguan pernapasan yang parah terdahulu (terutama
dengan berat lahir < 1.000 g). Secara karakteristik, takipnea, menonjol (sering
terdengar) merintih, retraksi interkostalis dan subcostal, napas cuping hidung, dan
kepucatan dicatat. Sianosis meningkat dan relatif sering tidak responsif terhadap
pemberian oksigen. Bunyi nafas mungkin normal atau berkurang dengan kualitas
tubular yang keras dan, pada inspirasi dalam, ronki halus dapat didengar, terutama
pada bagian posterior basal paru-paru.11
Perjalanan alami PMH yang tidak diobati ditandai dengan memburuknya
sianosis secara progresif dan dyspnea. Jika kondisi ini tidak diobati, tekanan darah
bisa turun, kelelahan, sianosis, dan kepucatan meningkat, dan rintihan berkurang
atau hilang seiring dengan kondisi yang memburuk. Apnea dan respirasi tidak
teratur terjadi karena bayi kelelahan dan merupakan tanda buruk yang
memerlukan intervensi segera. Pasien juga mungkin memiliki asidosis metabolikrespiratorik campuran, edema, ileus, dan oliguria. Kegagalan pernapasan dapat
terjadi pada bayi dengan perkembangan penyakit yang cepat. Dalam kebanyakan
kasus, gejala dan tanda-tanda mencapai puncaknya dalam waktu 3 hari, setelah itu
membaik secara bertahap. Perbaikan sering dikatakan oleh diuresis spontan dan
kemampuan untuk mengoksigenisasi bayi pada kadar oksigen inspirasi yang
rendah atau ventilator dengan tekanan rendah. Kematian jarang pada hari pertama
penyakit, biasanya terjadi antara hari ke 2 dan 7, dan berhubungan dengan
kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru,
atau intraventricular hemorrhage (IVH). Kematian mungkin tertunda beberapa
minggu atau bulan jika BPD berkembang pada bayi dengan PMH yang parah yang
dipasang ventilasi mekanik.11
24
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Pengambilan sampel gas darah penting dalam pengelolaan PMH.
Biasanya, pengambilan sampel arteri secara intermiten dilakukan.
Meskipun tidak ada konsensus, sebagian besar ahli neonatologi setuju
bahwa tekanan oksigen arteri 50-70 mm Hg dan tekanan karbon dioksida
arteri 45-60 mm Hg dapat diterima. Sebagian besar akan mempertahankan
pH pada atau di atas 7,25 dan saturasi oksigen arteri pada 88 - 95%. Selain
itu, oksigen transkutaneus secara kontinu dan pemantauan karbon dioksida
atau pemantauan saturasi oksigen, atau keduanya, yang membuktikan
sangat membantu dalam pemantauan menit-ke-menit bayi-bayi ini.
2. Pemeriksaan Sepsis. Sebuah pemeriksaan sepsis parsial, termasuk hitung
sel darah lengkap dan kultur darah, harus dipertimbangkan untuk setiap
bayi dengan diagnosis PMH, karena sepsis yang berlangsung awal
(Misalnya, infeksi streptokokus grup B atau Haemophilus influenzae)
sudah dapat dibedakan dari PMH atas dasar klinis saja.
3. Kadar glukosa serum dapat menjadi tinggi atau rendah pada awalnya dan
harus dipantau secara ketat untuk menilai kecukupan infus dekstrosa.
Hipoglikemia saja dapat menyebabkan takipnea dan gangguan pernapasan.
4. Kadar elektrolit serum termasuk kalsium harus dipantau setiap 12-24 jam
untuk pengelolaan cairan parenteral. Hipokalsemia dapat berkontribusi
lebih banyak pada gejala pernafasan dan sering pada bayi sakit, asupan
gizi kurang, bayi prematur, atau bayi yang asfiksia.
Pemeriksaan Radiologi
Sebuah foto rontgen dada AP harus diperoleh untuk semua bayi dengan
gangguan pernapasan dengan durasi apa pun. Temuan radiografi khas pada
PMH adalah pola retikulogranular yang seragam, disebut sebagai gambaran
ground-glass, disertai dengan bronkogram udara perifer. Selama perjalanan
klinis penyakit, gambaran foto dada sekuensial dapat mengungkapkan
kebocoran udara sekunder yang disebabkan intervensi ventilasi mekanik serta
timbulnya perubahan yang sesuai dengan BPD. Dalam PMH, temuan
radiografi dada klasik terdiri dari hypoaerasi yang jelas, opasitas
reticulogranular yang menyebar secara bilateral pada parenkim paru, dan
bronkogram udara yang meluas ke perifer. Retikulogranularitas ini terjadi
karena superimposisi beberapa nodul asinar yang disebabkan oleh alveoli yang
atelektatik. Perkembangan bronkogram udara tergantung pada koalesensi
daerah atelektasis asinar sekitar bronkus dan bronkiolus yang teraerasi. Pada
bayi yang tidak diintubasi, didapatkan kubah sefalika dari diafragma dan
hypoekspansi. Fitur radiografi klasik PMH terlihat pada gambar 1.
25
karena bronkus utama terletak pada bagian yang lebih anterior dari paru-paru dan
karena atelektasis alveolus cenderung untuk melibatkan daerah paru-paru yang
dependen, di mana merupakan bagian posterior pada bayi yang terlentang. Namun,
gambaran gelembung, yang mewakili distensi berlebihan dari bronkiolus dan saluran
alveolar dapat diamati.
Sewaktu PMH berlangsung, pola retikulogranular menjadi menonjol karena
koalesensi daerah atelektatik yang kecil. Koalesensi ini mengarah kepada peningkatan
opasitas daerah paru-paru yang lebih besar. Sewaktu bagian anterior dari paru-paru
terjadi microatelectasis, distribusi granularitas menjadi merata, dan bronkogram udara
dapat dilihat. Dengan peningkatan keparahan penyakit, opasifikasi yang progresif dari
bagian anterior paru-paru menyebabkan bayang-bayang jantung tidak kelihatan dan
pembentukan bronkogram udara menjadi lebih menonjol. Pada penyakit yang lebih
berat, paru-paru muncul opak dan bronkograms udara menjadi jelas, dengan bayangbayang cardiomediastinal tidak kelihatan sama sekali.
Pada bayi dengan PMH ringan sampai sedang, hipoaerasi dan opasitas
retikulogranular menetap selama 3-5 hari. Penurunan opasitas terjadi dari perifer ke
daerah medial dan dari lobus superior ke lobus inferior dimulai pada akhir minggu
pertama. Bayi dengan PMH berat tmengalami hipoaerasi progresif dan opasitas
bilateral yang difus. Perdarahan parenkim yang jelas juga didapatkan. Jenis PMH
yang parah dan progresif sering menyebabkan kematian, biasanya dalam waktu 72
jam. Temuan radiografi dari PMH tergantung waktu pemberian surfaktan. Jika awal,
meskipun pencegahan dengan surfaktan, paru-paru sudah mengalami hipoaerasi dan
memiliki pola retikulogranular karena cairan interstitial dan alveoli yang atelectatik.
Administrasi surfaktan biasanya menghasilkan sedikit perbaikan, yang mungkin
simetris atau asimetris; yang asimetri biasanya menghilang dalam 2-5 hari.
Bayi yang sedang diberikan ventilasi dengan tekanan positif intermiten dengan
tekanan akhir-ekspirasi positif mungkin memiliki paru-paru yang mempunyai aerasi
baik tanpa bronkogram udara. Bayi dengan penyakit yang berat mungkin tidak
dapatmengembangkan paru-paru mereka, mereka memiliki radiograf yang opak total.
Pada akhir perjalanan penyakit, edema paru, kebocoran udara, atau perdarahan paru
dapat mempengaruhi gambaran radiografik. Dengan ventilasi tekanan-positif, opasitas
paru-paru menurun, dan timbul perbaik secara radiografik. Namun, tekanan positif
diperlukan untuk mengaerasi paru-paru dapat mengganggu epitelium, menghasilkan
edema interstisial dan alveolar. Hal ini juga dapat menyebabkan diseksi udara ke
septae interlobar dan saluran limfatik, menghasilkan emfisema interstisial opasitas
(pulmonary interstitial emphysema [PIE]), yang memiliki gambaran berliku-liku, 1 untuk 4-mm linier lusen yang berukuran relatif seragam. Ini memancar keluar dari
daerah hilus.Setelah mendapat dukungan ventilasi selama berhari-hari, fibrosis
interstisial terjadi akibat dari efek kumulatif dari beban terapeutik pada parenkim
paru. Fibrosis ini sering disertai dengan nekrosis eksudatif dan gambaran sarang lebah
dari paru-paru pada radiografi dada. Kondisi ini disebut sebagai displasia
bronkopulmonalis (bronchopulmonary dysplasia [BPD]). Penampilan sarang lebah
27
menunjukkan kelompok alveolar yang mengalami distensi secara fokal pada paruparu terluka dan immatur.
Pada bayi dengan PMH biasanya mengalami hipoksia karena duktus arteriosus
mungkin masih tetap paten. Pada peringkat awal penyakit, shunting adalah dari kanan
ke kiri. Pada akhir minggu pertama, shunting menjadi kiri ke kanan disebabkan
tekanan arteri pulmonalis yang menurun karena peningkatan komplians dari paru-paru
sedang dalam fase penyembuhan. Edema paru interstisial dapat berkembang. Karena
itu, ketika pola granular dari penyakit membran hialin berubah ke gambaran opak
yang homogen, edema paru terjadi akibat duktus arteriosus yang paten (patent ductus
arteriosus [PDA]) atau awal dari perubahan paru kronis harus dicurigai. Jika foto
dada pada bayi prematur menunjukkan opasitas retikulogranular, PMH boleh
didiagnosa dengan keyakinan sehingga 90 %.9,10
Ultrasonografi
Opaksifikasi yang homogen pada paru-paru adalah karena konsolidasi lobus
inferior yang boleh dilihat pada ultrasonografi abdominal bagian atas. Selain itu,
ultrasonografi sangat berguna dalam mendiagnosa atau menyingkirkan efusi pleura
yang timbul bersamaan atau sebagai komplikasi.10
Ekokardiografi
Merupakan alat diagnostik yang berharga dalam evaluasi bayi dengan
hipoksemia
dan gangguan pernapasan. Hal ini digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis PDA
serta merekod respon terhadap terapi. Penyakit jantung kongenital yang signifikan
dapat disingkirkan dengan teknik ini juga.9
7. Diagnosis
Diagnosis gangguan napas dapat ditegakkan secara klinis maupun dengan
analisa gas darah (blood gas analysis). Perhitungan indeks oksigenisasi akan
menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi bayi dengan gangguan
napas harus hati-hati atau waspada karena dapat terjadi bayi dengan gejala pernapasan
yang menonjol, tetapi tidak menderita gangguan napas (misalnya asidosis metabolic,
DKA = diabetic ketoasidosis) dan sebaliknya gangguan napas berat dapat juga terjadi
pada bayi tanpa gejala distress respirasi (hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obat
atau infeksi). Penilaian yang hati-hati berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang
lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat menjelaskan tentang diagnosis. Penilaian
secara serial tentang kesadaran, gejala respirasi, Analisis Gas Darah dan respons
terhadap terapi merupakan kunci berarti untuk menentukan perlunya intervensi
selanjutnya.
1. Langkah awal untuk mencari penyebab:
a. Anamnesis yang teliti
28
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis gas darah (AGD):
Dilakukan untuk untuk menentukan adanya gagal napas akut yang ditandai
dengan: PaCO2 > 50 mmHg, PaO2 < 60mmHg, atau saturasi oksigen
arterial < 90%.
Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih dari 20
menit. darah arterial lebih dianjurkan.
Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah dari
arteri umbilikalis atau pungsi arteri.
Menggambarkan gambaran asidosis metabolic atau asidosi respiratorik dan
keadaan hipoksia.
Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar dan/atau
overdistensi saluran napas bawah.
Asidosis metabolik, biasanya diakibatkan asidosis laktat primer, yang
merupakan hasil dari perfusi jaringan yang buruk dan metabolisme
anaerobic.hipoksi terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh
darah pulmonal, PDA dan/atau persisten foramen ovale.
Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invasif untuk memantau
saturasi oksigen yang dipertahankan pada 90-95%.
b. Elektrolit:
Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi metabolic
untuk hiperkapnea kronik.
Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan hipoglikemia.
Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh karena kondisi
kelemahan tubuh; hipokalemia dan hipofosfatemia dapat mengakibatkan
gangguan kontraksi otot.
c. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena hipoksemia
kronik.
2. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologi toraks pada bayi dengan PMH, menunjukkan
gambaran retikulogranular yang difus bilateral atau gambaran bronkogram
udara (air bronchogram) dan paru tidak berkembang.
30
Tabel 2. Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada PMH menurut kriteria Bomsel
terdiri dari 4 stadium.
Derajat Berat/ringan
Temuan pada pemeriksan radiologik toraks
I
Ringan
II
Ringan-Sedang
Seperti tersebut
bronchogram
III
Sedang-Berat
IV
Berat
di
atas
ditambah
gambaran
31
air
dengan atau tanpa gejala sisa neurologis pernapasan dan sangat tergantung pada
berat badan lahir dan usia kehamilan. Kematian meningkat dengan menurunnya
usia kehamilan. Meskipun 85-90% dari semua bayi dengan PMH yang masih
hidup setelah membutuhkan dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal,
prognosis jauh lebih baik bagi mereka dengan berat lebih dari 1.500 g. Prognosis
jangka panjang untuk fungsi paru yang normal pada bayi yang masih hidup
dengan PMH sangat baik. Korban kegagalan pernafasan neonatal yang parah
mungkin memiliki gangguan paru-paru dan perkembangan saraf yang signifikan.
Morbiditas utama (BPD, NEC, dan IVH berat) dan pertumbuhan postnatal yang
kurang tetap tinggi untuk bayi yang terkecil.
Bayi dengan PMH, 80 sampai 90% bertahan hidup, dan sebagian besar
korban memiliki paru-paru normal pada usia 1 bulan. Beberapa terjadi gangguan
pernapasan yang menetap, bagaimanapun mungkin memerlukan konsentrasi
oksigen inspirasi tinggi selama berminggu-minggu. Mereka dengan perjalanan
penyakit yang berkepanjangan memiliki insiden tinggi untuk memiliki penyakit
pernafasan dengan mengi pada tahun-tahun pertama kehidupan. Meskipun
sebagian bayi fungsi paru-paru menjadi normal, mereka cenderung mengalami
laju aliran ekspirasi yang berkurang dan di masa kanak-kanak akhir sering
memiliki bronkospasme yang diinduksi aktifitas atau metakolin. Bayi prematur
dengan gangguan pernapasan neonatal lebih cenderung memiliki gangguan
perkembangan dibandingkan bayi yang lahir prematur tanpa gangguan pernapasan
neonatal.10,11
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim, Sholeh. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012
2. Dalmanik Sylvia M. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi.
Dalam : Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI 2008 ; 11-30.
3. Stoll Barbara, Chapman. The High-Risk Infant, In : Kliegman RM, Behrman
RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelsons Textbook of Pediatrics. 18th Ed.
Philadelphia : Saunders, 2007 ; p 701-10.
4. Dogra
VS.
Intrauterine
Growth
Retardation.
Available
at:
th
www.emedicine.com. Accessed on June 30 , 2015.
5. Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Avaliable from :
http://www.emedicine.com. Accessed on June 30th, 2015.
6. Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi.
Avaliable from : http://www.IDAI.or.id. Accessed on June 30th, 2015.
7. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson
Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8.
8. Prawiroharjo, sarwono. Buku Acuan Nasional .Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Balai Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2002
9. Mohamed FB. Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome).
Dalam: Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE, editors. Neonatology: Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. Edisi ke-5. New York:
The McGraw-Hill Companies; 2004.
10. Lubis HNU. Penyakit Membran Hialin. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PenyakitMembranHialin121.pdf/08Pe
nyakitMembranHialin121.html. Accessed June 30th,2015.
11. Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane
Disease). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders;
2007.
36