You are on page 1of 16

DENOSUMAB UNTUK PENCEGAHAN FRAKTUR PADA WANITA

PASCAMENOPAUSE DENGAN OSTEOPOROSIS


Azis Aimaduddin AI
PPDS Ilmu Bedah FK UNS/ RSDM

ABSTRAK
Latar belakang
Denosumab adalah antibodi monoklonal manusia yang melawan
receptor activator of nuclear factor-B ligand (RANKL) yang memblok ikatan
pada RANK, mengurangi penyerapan tulang, dan meningkatkan densitas tulang.
Denosumab mungkin berguna dalam pengobatan osteoporosis.
Metode
Kami mendaftar 7.868 wanita berusia antara 60 dan 90 tahun yang
memiliki densitas mineral tulang T-score kurang dari -2,5 tetapi tidak kurang dari
-4,0 pada tulang belakang lumbal atau tulang pinggul. Subyek secara acak
menerima baik 60 mg denosumab maupun plasebo subkutan setiap 6 bulan selama
36 bulan. Titik akhir primer adalah fraktur tulang belakang baru. Titik akhir
sekunder yaitu termasuk fraktur nonvertebral dan fraktur tulang pinggul.
Hasil
Dibandingkan dengan plasebo, Denosumab mengurangi risiko dari
radiografi baru fraktur vertebral, dengan kejadian kumulatif dari 2,3% pada
kelompok denosumab, dibandingkan 7,2% pada kelompok plasebo (rasio risiko,
0,32; 95% confidence interval [CI], 0,26-0,41; P <0,001) - penurunan relatif 68%.
Denosumab mengurangi risiko fraktur tulang pinggul, dengan kejadian kumulatif
0,7% pada kelompok denosumab, dibandingkan 1,2% di kelompok plasebo (rasio
berbahaya, 0,60; 95% CI, 0,37-0,97; P = 0,04) - penurunan relatif 40%.
Denosumab juga mengurangi risiko patah tulang nonvertebral, dengan kejadian
kumulatif 6,5% pada kelompok denosumab, dibandingkan 8,0% pada kelompok

plasebo (rasio berbahaya, 0,80; 95% CI, 0,67-0,95; P = 0,01) - penurunan relatif
20%. Tidak ada peningkatan risiko kanker, infeksi, penyakit kardiovaskular,
penyembuhan patah tulang yang lambat, atau hipokalsemia, serta tidak ada kasus
osteonekrosis tulang rahang dan tidak ada reaksi negatif terhadap injeksi
denosumab.
Kesimpulan
Denosumab diberikan secara subkutan dua kali setahun selama 36 bulan
dikaitkan dengan pengurangan risiko fraktur tulang belakang, nonvertebral, dan
fraktur tulang pinggul pada wanita dengan osteoporosis.

PENDAHULUAN
Fraktur merupakan penyebab utama kecacatan dan tingginya biaya
pelayanan kesehatan. Denosumab merupakan pendekatan baru untuk pencegahan
fraktur. Hal itu adalah antibodi monoklonal manusia yang melawan receptor
activator of nuclear factor-B ligand (RANKL), sebuah sitokin yang penting
untuk pembentukan, fungsi, dan kelangsungan hidup dari osteoklas. Dengan
mengikat RANKL, denosumab mencegah interaksi RANKL dengan reseptornya,
RANK, pada osteoklas dan prekursor osteoklas dan menghambat penyerapan
tulang yang dimediasi osteoklas secara reversibel. Pada percobaan sebelumnya,
pemberian 60 mg denosumab secara subkutan setiap 6 bulan dapat mengurangi
perubahan penyerapan tulang dan meningkatkan densitas mineral tulang.
Penelitian ini menguji efek dari denosumab menurut risiko fraktur yang terjadi
pada wanita postmenopause dengan osteoporosis.

METODE
Desain Studi

Studi kami adalah uji coba acak, dengan kontrol plasebo. Subjek dipilih
secara acak yang menerima injeksi denosumab 60 mg ataupun plasebo setiap 6
bulan selama 36 bulan. Pengacakan dilakukan stratifikasi menurut 5 kelompok
usia.
Subyek
Wanita usia antara 60-90 tahun dengan densitas mineral tulang T score <2,5 pada tulang belakang lumbar atau tulang pinggul yg

memenuhi kriteria

inklusi. Subjek yang tidak diikutsertakan dala kriteria apabila memiliki kondisi
yang mempengaruhi metabolisme tulang atau telah mengkonsumsi secara oral
bifosfonat selama lebih dari 3 tahun lamanya. Bila mereka telah mengkonsumsi
bifosfonat selama kurang dari 3 tahun, mereka dapat masuk kriteria bila setelah 12
bulan tanpa pengobatan. Selain itu, apabila mereka telah menggunakan bifosfonat
intravena, fluorida, atau strontium untuk pengobatan osteoporosis selama 5 tahun;
atau hormon paratiroid dan derivatifnya, kortikosteroid, terapi pengganti hormon
sistemik , modulator reseptor estrogen selektif, atau tibolone, kalsitonin, atau
kalsitriol dalam 6 minggu sebelum dilakukan penelitian.
Meskipun konferensi konsensus belum menentukan risiko spesifik yang
diperbolehkan fraktur untuk kontrol uji coba plasebo, subjek akan dikeluarkan
jika mereka memiliki skor T densiitas minerak tulang score < -4.0 pada tulang
belakang lumbar atau tulang pinggul atau adanya prevalensi fraktur vertebral.
Sebagai bagian dari proses konsensus ini, subjek yang potensial diberitahu tentang
terapi alternatif untuk osteoporosis. Semua wanita menerima suplemen harian
1000 mg kasium. Mereka dikeluarkan dari kriteria apabila memiliki serum level
25-hydroxyvitamin D

kurang dari 12 ng per mililiter. Subjek dengan level

baseline 25-hydroxyvitamin D 12 s/d 20 ng per milliliter diberikan vitamin D 800


IU setiap hari, sedangkan dengan level baseline di atas 20 ng per milliliter
diberikan vitamin 400 IU setiap harinya. Bila densitas mineral tulang pada tulang
pinggul menurun lebih dari 7% selama periode 12 bulan atau 10% atau lebih
selama penelitian, atau skor T yang menurun di bawah -4.0, subjek dianjurkan

oleh klinisi penelitian lokal mengenai penggunaan terapi alternatif sebagai


pengganti untuk tetap berpartisipasi dalam penelitian ini. Proses penelitian dan
persetujuan disetujui oleh oleh institusi peninjau dan komite pengawasan etika
lokasi penelitian di Amerika Serikat dan negara-negara lain; 139 dari 142 tempat
yang protokolnya ditinjau disetujui.

Efikasi Asesmen
Radiografi spinal lateral dilakukan setiap tahun dan dinilai adanya fraktur
vertebral baru dengan skala penilaian semikuantitatif. Prevalensi fraktur berarti
dengan penilaian semikuantitatif

grade 1 atau lebih. Fraktur vertebral baru

apabila terdapat peningkatan minimal 1 grade pada tulang belakang yang normal
pada baseline. Titik akhir sekunder yaitu waktu untuk fraktur nonvertebral
pertama dan waktu untuk fraktur tulang pinggul pertama. Fraktur tulang
tengkorak, wajah, mandibula, metakarpal, tulang jari-jari tangan, atau tulang jarijari kaki tidak diikutsertakan karena tidak berhubungan dengan penurunan
densitas mineral tulang; fraktur patologis dan hal lain yang berhubungan dengan
trauma berat juga tidak termasuk. Gambaran klinis fraktur dikonfirmasi dengan
diagnosis pencitraan atau laporan dari ahli radiologi.
Kepadatan mineral tulang dievaluasi dengan absorptiometry sinar-x dual
energi diukur pada baseline dan kemudian setiap tahun pada tulang pinggul dan
setelah 36 bulan pada tulang belakang lumbal. Kepadatan mineral tulang dari
kedua situs diukur pada baseline dan pada bulan ke-1, 6, 12, 24, dan 36 bulan
pada sebanyak 441 subjek. Konsentrasi kedua penanda perubahan tulang yang
diukur pada 160 subjek dari sampel serum puasa yang dikumpulkan
sebelum injeksi pada hari ke- 1, dan sebelum injek pada bulan ke- 6, 12, 24, dan
36 bulan. Perubahan penanda serum

tulang C-telopeptide kolagen tipe I

dievaluasi dengan menggunakan enzyme linked Immunosorbent Assay (ELISA,


dan intact serum procollagen type I N-terminal propeptide (PinP) dievaluasi
dengan menggunakan radioimmunoassay (Orion Diagnostica Oy).

Efek Samping
Dokter di lokasi penelitian melaporkan efek samping yang diberi kode
istilah sesuai di sistem Medical Dictionary for Regulatory Activities (MedDRA.
Semua kematian dan efek samping yang serius kemungkinan berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular yang diputuskan oleh sebuah komite ahli jantung
menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Sebuah komite ahli yang meninjau
peristiwa yang dilaporkan menemukan Istilah MedDRA yang mungkin mewakili
osteonekrosis tulang rahang, didefinisikan sebagai daerah tulang pada daerah
maksilofasial yang tidak sembuh dalam 8 minggu setelah penegakan diagnosis.
Para peneliti studi klinis menilai penyembuhan dari fraktur nonvertebral dalam
waktu 6 bulan setelah kejadian. Hasil positif pada pengujian hipokalsemia
didefinisikan sebagai tingkat kalsium albumin-disesuaikan kurang dari 8,0 mg per
desiliter (2,0 mmol per liter) pada sampel spesimen puasa yang diambil sebelum
injeksi suatu obat yang digunakan dalam penelitian. Antibodi spesifik denosumab
juga dinilai dalam sampel tersebut.
Pengawasan Penelitian
Sebuah komite pengarah, yang terdiri dari mayoritas peneliti yang tidak
dipekerjakan oleh studi yang mensponsori Amgen, merencanakan analisis naskah
sebelum unblinding data, dan satu anggota menulis draft pertama naskah. Anggota
komite menyetujui naskah untuk publikasi dan menjamin kelengkapan dan
akurasi data. Analisis dilakukan oleh sponsor dan dikonfirmasi oleh seorang analis
di Pusat Koordinasi San Francisco. Para penulis menerima semua analisis yang
mereka minta. Sponsor merancang protokol dengan saran dari peneliti luar dan
bertanggung jawab untuk mengatur dan mengontrol kualitas data yang
dikumpulkan dari situs klinis. Pengawasan data dan keamanan ditinjau oleh
komite yang meninjau unblinded data setidaknya dua kali dalam setahun.

Analisis statistik
Studi ini memiliki kekuatan lebih dari 99% untuk mendeteksi 45%
pengurangan dalam kejadian fraktur vertebral baru dan untuk mendeteksi 40%
penurunan risiko fraktur nonvertebral dan kekuatan 91% untuk mendeteksi
penurunan 40% dalam risiko fraktur tulang pinggul. Perkiraan ini didasarkan pada
asumsi bahwa tingkat fraktur tahunan pada kelompok plasebo selama lebih dari
periode 36 bulan akan terjadi fraktur tulang belakang 4,0%, 3,3% untuk fraktur
nonvertebral, dan 1,0% untuk fraktur tulang pinggul.
Analisis efikasi ini didasarkan pada prinsip rencana untuk mengobati.
Untuk menyesuaikan multiplisitas dan mempertahankan tingkat signifikansi
keseluruhan pada angka 0,05, titik akhir utama dari fraktur tulang belakang baru
diperlukan untuk mencapai signifikansi sebelum titik akhir berikutnya dalam
urutan (fraktur non vertebral dan fraktur

patah tulang pinggul) dapat diuji.

Analisis tentang fraktur tulang belakang termasuk pada semua subjek yang telah
menjalani minimal satu kali follow up radiografi.
Efek pengobatan terhadap risiko fraktur vertebral baru dianalisis dengan
model regresi logistik dengan penyesuaian untuk strata usia. Usia bertingkat
proportional Coz model hazards digunakan untuk membandingkan dua kelompok
penelitian pada titik akhir sekunder. Tes skor yang digunakan untuk menghitung
nilai P di setiap model. Subyek yang hilang dalam follow up atau mengundurkan
diri sebelum terjadi fraktur, mengetahui kapan mereka memiliki status fraktur
terakhir. Radiografi mengartikan fraktur tulang belakang yang dianalisis dengan
kejadian kumulatif dan titik akhir sekunder dengan analisis waktu ke kejadian
dengan menggunakan metode Kaplan-Meier. Pengurangan risiko absolut antara
kelompok penelitian dihitung sebagai perbedaan kejadian selama periode 36
bulan pada titik akhir primer dan perbedaan estimasi pada 36 bulan untuk titik
akhir sekunder dengan menggunakan rata-rata strata usia. Analisis perubahan

kepadatan mineral tulang mengikutsertakan semua subjek yang mengikuti


setidaknya satu kali pengukuran pada saat follow up pada atau sebelum waktu
dilakukan pertimbangan. Nilai-nilai yang hilang yang diperhitungkan dengan
membawa maju pengamatan terakhir.
Analisis keamanan mencantumkan semua subjek yang menerima
setidaknya satu dosis obat yang digunakan dalam penelitian. Analisis dari efek
samping yang merugikan dan kejadian kanker, infeksi, kejadian kardiovaskular
tertentu, dan efek samping potensial dari terapi antiresorptif poten (termasuk
osteonekrosis tulang rahang, penyembuhan fraktur yang lambat, fraktur shaft
femur, hipokalsemia dan atrium fibrilasi) yang ditentukan terlebih dahulu. Istilah
yang digunakan mirip dengan eksema, yang dikombinasikan dengan eksema, dan
erisipelas termasuk selulitis.
HASIL
Total subjek sebanyak 7.868 wanita yang terdaftar dalam penelitian ini,
3933 pada kelompok denosumab dan 3935 pada kelompok plasebo. Dari subjek
tersebut, 60 (31 pada kelompok denosumab dan 29 pada kelompok plasebo) yang
dikeluarkan dari semua analisis karena partisipasi mereka dihentikan oleh karena
masalah yang berkaitan dengan prosedur dan reliabilitas data. Karakteristik
baseline adalah serupa antara dua kelompok penelitian (Tabel 1). Rata-rata
kepadatan mineral tulang pada skor T adalah -2,8 pada tulang lumbal, -1,9 pada
tulang pinggul, dan -2,2 pada neck femoralis. Sekitar 24% wanita mengalami
fraktur tulang belakang pada awalnya. Dari 7868 subyek, 6478 (82%)
menyelesaikan 36 bulan masa penelitian dan 5979 (76%) menerima semua
injeksi.
Fraktur, Kepadatan Tulang, dan Marker Turnover Tulang
Penghitungan presentase dari fraktur multipel baru berdasarkan pada
jumlah subjek yang menjalani radiografi spinal pada baseline

dan selama

minimal satu kali visit setelah baseline. Kejadian pada 36 bulan dari radiografi
fraktur vertebral baru yaitu 2,3% pada kelompok Denosumab dan 7,2% pada

kelompok plasebo, yg menunjukkan 68% penurunan risiko relatif (P<0,001).


Penurunan yg sama juga terjadi ditinjau dari diagnosis klinis pada fraktur
vertebral (69%) dan fraktur vertebral multipel baru (61%, P<0,001 utk kedua
perbandingan).
Penghitungan kejadian kumulatif pada fraktur nonvertebral, tulang
pinggul, dan klinis baru fraktur vertebral didasarkan pada estimasi Kaplan-Meier
pada 36 bulan kejadian kumulatif yang dialami 3902 subjek dalam kelompok
denosumab dan 3906 subjek dalam kelompok plasebo. Denosumab mengurangi
resiko fraktur nonvertebral, dengan kejadian kumulatif 6,5% pada kelompok
denosumab, sementara pada kelompok plasebo yaitu sebesar 8,0% (rasio hazard,
0.80; CI 95% 0.67 to 0.95; P = 0.01) pengurangan relatif 20%. Denosumab juga
mengurangi resiko fraktur tulang pinggul dengan kejadian kumulatif 0,7% pada
kelompok denosumab, versus 1,2% pada kelompok plasebo (rasio hazard, 0.60;
CI 95%, 0.37 to 0.97; P = 0.04)- pengurangan relatif 40%.
Setelah 36 bulan, denosumab dikaitkan dgn peningkatan relatif dari
kepadatan mineral tulang yaitu sebesar 9,2% pada tulang belakang lumbal, dan
6,0% pada tulang pinggul, dibandingkan dengan plasebo. Dibandingkan dengan
plasebo, denosumab menurunkan level serum C-telopeptide hingga 86% pada
bulan pertama, dgn 72% sebelum pengobatan diberikan pada saat 6 bulan, dan
72% pada saat 36 bulan. Level PINP, marker formasi tulang, yaitu sebesar 18%,
50%, dan 76% di bawah kelompok plasebo pada titik waktu yang sama.
Efek Samping
Tidak ada perbedaan yg signifikan diantara subjek yg mendapat
denosumab dengan yg mendapat plasebo pada total kejadian munculnya efek
samping, atau penghentian dari tindakan penelitian karena efek samping yang ada.
Demikian pula, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian
keseluruhan kanker, penyakit jantung (1,8%) meninggal pada kelompok
denosumab dan 90 (2,3%) pada kelompok plasebo (P = 0,08).

Tidak ada kasus osteonekrosis tulang rahang yang terjadi dalam


kelompok keduanya. Penyembuhan fraktur lambat dilaporkan terjadi pada dua
subjek pada kelompok denosumab dan empat subjek pada kelompok plasebo, dan
satu kasus nonunion dari fraktur humerus dilaporkan
pada kelompok plasebo. Tidak ada fraktur shaft femur pada kelompok
denosumab
dan tiga jenis fraktur ditemukan pada kelompok plasebo (0,1%). Tidak
ada laporan adanya hipokalsemia di kelompok denosumab dan terdapat tiga kasus
(0,1%) di kelompok plasebo. Penurunan kalsium serum untuk di bawah 8,0 mg
per desiliter terjadi di empat subyek dalam kelompok denosumab dan lima di
kelompok plasebo. Reaksi lokal setelah injeksi dari obat terjadi pada 33 subyek
(0,8%) di kelompok denosumab dan 26 subyek (0,7%) di kelompok plasebo.
Antibodi untuk menetralisir denosumab tidak bekerja pada subjek.
Eksema ditemukan sebanyak 3,0% dari subyek dalam kelompok
denosumab dan 1,7% pada kelompok plasebo (P <0,001). Jatuh yang tidak terkait
dengan fraktur dilaporkan di 4,5% dari subyek dalam kelompok denosumab dan
5,7% pada kelompok plasebo (P = 0,02). Perut kembung dilaporkan lebih sering
terjadi pada kelompok denosumab (2,2%) dibandingkan pada kelompok plasebo
(1,4%, P = 0,008). Dua belas subyek (0,3%) pada kelompok denosumab
dilaporkan mengalami selulitis, dibandingkan dengan satu subjek (<0,1%) pada
kelompok plasebo (P = 0,002). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
kejadian keseluruhan efek samping dari selulitis, dengan 47 (1,2%) pada
kelompok denosumab dan 36 (0,9%) di kelompok plasebo.
DISKUSI
Pada wanita postmenopause dengan osteoporosis, pemberian 60 mg
denosumab secara subkutan setiap 6 bulan selama 36 bulan secara signifikan
mengurangi risiko fraktur tulang belakang dan fraktur nonvertebral serta risiko
fraktur tulang pinggul. Penurunan risiko fraktur tulang belakang adalah serupa
pada tahun pertama dan selanjutnya dan untuk kedua klinis didiagnosis dan

beberapa patah tulang belakang. Denosumab mencegah interaksi RANKL dengan


RANK, reseptor, pada osteoklas dan prekursornya, sehingga menghalangi
pembentukan, fungsi, dan kelangsungan hidup osteoclasts. Sebaliknya, bifosfonat
mengikat kimia untuk kalsium hidroksiapatit dalam tulang; mereka menurunkan
resorpsi tulang dengan cara memblokir fungsi dan kelangsungan hidup, tetapi
bukan pembentukan dari osteoklas.
Besarnya pengurangan risiko fraktur vertebral dengan denosumab mirip
dengan yang dilaporkan untuk pemberian asam zoledronic intravena dan
tampaknya lebih besar dari pengurangan yang dilaporkan untuk agen osteoporosis
oral. Untuk fraktur non vertebral, pengurangan risiko dengan denosumab adalah
sama dengan yang dilaporkan untuk alendronate, risedronate, dan asam
zoledronic. Namun, perbandingan efikasi terbatas karena belum ada percobaan
head-to-head

yang

membandingkan

tingkat

pengurangan

fraktur

yang

berhubungan dengan denosumab dan bifosfonat. Selain itu, uji coba telah
memasukkan berbagai kelompok dari fraktur nonvertebral,

dan populasi

penelitian bervariasi. Setidaknya 50% dari pasien berhenti dari pengobatan


bifosfonat dalam waktu 1 tahun setelah menerima resep untuk agen oral. Setiap
dua tahunan injeksi mungkin dapat meningkatkan kepatuhan.
Selama 36 bulan pengobatan, denosumab meningkatkan kepadatan
mineral tulang pada tulang belakang lumbal sekitar 9% dan pada tulang pinggul
sekitar 6%. Sebuah percobaan 12 bulan terpisah menunjukkan bahwa denosumab
peningkatan kepadatan mineral tulang secara signifikan lebih besar dari
alendronate pada tulang pinggul dan tulang belakang.
Denosumab mengurangi resorpsi tulang dengan median 86% dalam 1
bulan, yang lebih besar dari pengurangan terlihat obat antiresoptif lainnya. Dalam
analisis retrospektif dari percobaan obat antiresorptif, besarnya penurunan marker
turnover tulang itu terbukti berhubungan dengan pengurangan risiko fraktur.
Apakah temuan ini juga berlaku untuk denosumab membutuhkan penelitian lebih
lanjut. Penyembuhan patah tulang yang lambat dan osteonekrosis tulang rahang

telah dilaporkan pada terapi bifosfonat dalam laporan kasus postmarketing,


menimbulkan kekhawatiran bahwa kondisi ini mungkin disebabkan oleh resorpsi
tulang yang menurun. Tidak ada efek samping buruk yang signifikan pada
penyembuhan fraktur dan tidak ada kasus osteonekrosis tulang rahang yang terjadi
pada penelitian kami. Ada juga laporan kasus fraktur yang tidak biasa dari shaft
femur terkait dengan pemberian jangka panjang alendronate. Tidak ada fraktur
shaft

femur yang ditemukan pada kelompok denosumab selama 36 bulan

pengobatan. Pasien dalam uji coba terus menerima denosumab, untuk menilai
potensi dampak jangka panjang pengobatan, termasuk patah tulang, penyembuhan
patah tulang, infeksi, dan kanker.
RANKL dan RANK adalah anggota tumor necrosis factor superfamili
yang diekspresikan oleh berbagai sel-sel limfoid. Sesuai dengan teori bahwa
penghambatan RANKL dapat meningkatkan risiko kanker atau infeksi. Dalam
percobaan ini, ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian kanker atau dalam
kejadian keseluruhan infeksi, efek samping serius dari infeksi, atau infeksi
oportunistik selama 36 bulan pengobatan; follow up yang berlangsung lebih lama.
Peningkatan insiden rawat inap untuk selulitis diamati dalam subjek yang diobati
dengan denosumab; namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
keseluruhan kejadian selulitis antara kedua kelompok.
Sebelum pengobatan baru untuk osteoporosis bisa disetujui, the Food
and Drug Administration and the European Committee for Medicinal Products
menyatakan bahwa perlu dilakukan uji kontrol plasebo selama 3 tahun pada
subjek dengan osteoporosis. Beberapa pengamat telah bertambah khawatir tentang
keiikutsertaan subjek dengan osteoporosis dalam uji coba kontrol plasebo,
meskipun tidak ada konsensus tentang risiko yang diijinkan untuk ikut dalam
inklusi. Untuk mengurangi risiko kontrol, percobaan yang melibatkan subyek
pada penurunan risiko untuk osteoporosis mungkin dapat dipertimbangkan.
Namun, efek pengobatan terhadap risiko fraktur nonvertebral pada wanita dengan
kepadatan mineral tulang rata-rata skor T di atas -2.5 mungkin lebih lemah dan
tidak berlaku pada wanita dengan osteoporosis. Selain itu, meskipun percobaan

lebih singkat telah dipertimbangkan, hasilnya mungkin menyesatkan karena


pengobatan yang ada mungkin memiliki efikasi yang lebih baik untuk fraktur
tulang belakang pada tahun pertama daripada pada tahun-tahun berikutnya.
Sebagai kesimpulan, denosumab menawarkan pendekatan alternatif
dalam hal pengobatan osteoporosis dengan cara menurunkan resorpsi tulang dan
meningkatkan kepadatan mineral tulang melalui inhibisi dari RANKL.
Denosumab berhubungan dgn pengurangan risiko yg signifikan pada fraktur
vertebral, fraktur tulang pinggul, dan fraktur nonvertebral pada wanita
postmenopause dengan osteoporosis.

You might also like