You are on page 1of 46

Referat Bedah Onkologi

CARCINOMA TIROID

OLEH:
dr. Azis Aimaduddin.AI
Pembimbing:
Dr. Hengky Agung, Sp.B (K) Onk

Sub BAGIAN BEDAH ONCOLOGY


Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah
FK UNS - RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
1

REFERAT ONCOLOGY II

Carcinoma Thyroid

Oleh :
Dr. Azis Aimaduddin.AI

Surakarta,.
Pembimbing :

Dr. Hengky Agung, SpB, K-Onk

BAB I
2

PENDAHULUAN

Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh di negaranegara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan
tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per
100.000 populasi. American Cancer Society memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru
muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan
kematian. Di Amerika Serikat, karsinoma ini relative jarang ditemukan, mencakup 1% dari
seluruh jenis kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa muda dan
usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak.12
Keganasan pada tiroid merupakan keganasan endokrin yang tersering dijumpai dan
diperkirakan 1,1% dari seluruh keganasan manusia. Keganasan pada tiroid termasuk urutan
kesembilan dari insiden kanker di Indonesia, tetapi diantara kelenjar endokrin, keganasan
tiroid termasuk jenis keganasan yang paling sering ditemukan. Biasanya terjadi 0,85% dan
2,5% dari seluruh keganasan pada laki-laki dan perempuan. Insidennya meliputi 90% dari
keseluruhan kanker endokrin.12
Pada tahun 2004 American Cancer Society memperkirakan terdapat kurang lebih
22.500 kasus baru keganasan pada tiroid di Amerika Serikat. Dimana perbandingan
perempuan dan laki-laki adalah 3:1, dengan estimasi 16.875 kasus pada perempuan dan 5.625
kasus pada laki-laki. Sebagian besar keganasan pada tiroid berasal dari sel epitel folikel,
sedangkan lainnya berasal dari sel parafolikel, jaringan limfoid maupun unsur jaringan
lainnya. Menurut WHO (World Health Organization), tumor epitel maligna tiroid dibagi
menjadi empat, yaitu : karsinoma folikuler tiroid, karsinoma papilar tiroid, karsinoma
medular tiroid, karsinoma berdiferensiasi buruk (anaplastik). Dimana karsinoma papiler
merupakan kasus tersering (75%-85% kasus), karsinoma folikular (10%-29% kasus),
karsinoma meduler (5% kasus), dan karsinoma anaplastik (<5% kasus).12

Sifat keganasan pada tiroid umumnya berupa nodul tunggal, keras, tidak rata,
sedangkan fungsinya kurang baik jika dibandingkan dengan fungsi jaringan tiroid sekitarnya.
Nodul tiroid amat sering ditemukan pada pasien, yang umumnya benigna, kurang dari 5%
bersifat maligna. Tetapi yang bersifat ganas (maligna) dapat menyebar ke seluruh tubuh
secara sporadik dan mengancam nyawa. Nodul lebih jarang terdapat pada usia muda, tetapi
nodul ganas lebih sering pada usia muda dan pria. Keganasan pada tiroid secara umum
termasuk kelompok keganasan dengan prognosis relatif baik 12
Dalam referat ini, akan dibahas mengenai keganasan tiroid dari seluruh aspeknya
mulai dari epidemiologi, etiologi, relevansi anatomi, patofisiologi, diagnosis, sampai
penatalaksanaannya secara umum.

BAB II

A. EMBRIOLOGI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada saat janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir
bulan pertama. Kelenjar tiroid berasal dari penebalan ektoderm dasar faring antara
branchial pourch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut terbentuk divertikulum tiroid
yang dikenal sebagai tuberculum impar yang kemudian membesar dan tumbuh kearah
bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,
terbentuk sebagai duktus tirogosus yang muaranya dari foramen secum di basis lidah.
Pada umumnya duktus ini akan atropi pada minggu ke enam kehidupan intra uterin dan
menghilang sebelum dewasa, tetapi pada pada beberapa keadaan masih menetap atau
terjadi kelenjar sepanjang antara kelenjar yang seharusnya dan basis lidah.
Devertikulum tiroid berkembang cepat membentuk 2 lobus yang tumbuh ke lateral
sehingga terbentuk kelenjar tiroid dengan 2 lobus lateral dan bagian tengahnya disebut
isthmus. Pada minggu ke-7 kelenjar tiroid mencapai posisi terakhirnya di ventral trakea
setinggi C5,C6-Th1 bersaman dengan hilangnya ductus thyroglosus. Perkembangan
selanjutnya kelenjar tiroid akan bergabung dengan ultimobrachial body yang berasal dari
brachial pouch V dan membentuk C-Cell atau cell parafolikuler dari kelenjar thyroid.

Kegagalan desensus ataupun menutupnya duktus akan terjadi kemungkinan terbentuknya


kelenjar tiroid yang letaknya abnormal seperti pada tabel dibawah ini:
Kelainan Kongenital Kelenjar Tiroid
Kelainan kongenital kelenjar tiroid sudah terjadi sejak bayi lahir, tetapi secara klinis
baru tampak setelah penderita tumbuh lebih besar. Kelainan kongenital kelenjar tiroid yang
paling sering dijumpai adalah kista duktus tiroglosus dan tiroid ektoik.
Kista Ductus Thyroglosus
Kista ductus thyroglosus adalah suatu kista pada garis tengah yang muncul akibat
kegagalan obliterasi dari ductus thyroglosus yang terbentang antara foramen cecum lidah
6

kearah itsmus/lobus piramidalis tiroid sehingga bisa terisi sekret dan membentuk suatu kista
yang tidak nyeri. Kista dan duktus penyertanya mempunyai hubungan yang bervariasi dengan
os hyoideum; biasanya terletak dibelakang atau didepan atau kadang kadang bisa melewati
corpus ossis hyoidea dan dapat timbul di tempat manapun dari foramen cecum sampai
incisura jugularis.
Kista ductus thyroglosus timbul pada semua usia tetapi umumnya pada masa anakanak pada saat umur 5 tahun. Biasanya timbul di garis tengah pada daerah os hyoideum,
berbentuk massa kistik yang tidak nyeri dan bergerak saat menelan atau pada saat
menjulurkan lidah sebagai bukti bahwa melekat ke foramen cecum. Kista ini bisa tampil
dengan infeksi didalamnya. Terapi bedah melibatkan eksisi kista dan saluran penyertanya
yang dapat meluas melalui os hyoideum ke basis lingual. Terapi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan kekambuhan kista, infeksi berulang atau dalam perkembangannya dapat
menyebabkan sinus atau fistel eksterna. Kista yang tidak diangkat dilaporkan dapat
berpotensi malignansi seperti pada tabel dibawah ini:

Reported Cases of Thyroglossal Duct-Associated Carcinomaa


Histology:

Papillary carcinoma

99

Adenocarcinoma

Malignant struma

Squamous cells carcinoma

Total (reported cases)


Female/Male

66:42 (1 unknown)

Age

6 to 81 years

History of neck radiation

109

Adapted from LiVolsi VA. Surgical Pathology of the Thyroid. Philadelphia: WB Saunders,
1990.Source: Skandalakis JE, Gray SW (eds). Embryology for Surgeons, 2nd Ed. Baltimore:
Williams & Wilkins, 1994; with permission.

Thyroid Ektopik

Kegagalan turunnya prekursor thyroidea dapat menyebabkan perkembangan kelenjar


tiroid dalam senyawa lidah serta perkembangan jaringan tiroid dalam posisi ektopik. Tumor
tiroid dapat timbul dalan jaringan tiroid ektopik. Kelainan kenjar tiroid ektopik yang paling
sering adalah tiroid lingual. Gejala yang umum dikeluhkan penderita adalah pembengkakan
lidah yang menimbulkan kesulitan menelan, kesulitan dalam bernafas atau perubahan
kwalitas bicara. Pada pemeriksaan skintigrafi bisa terdeteksi bahwa kelenjar tiroid terdapat
lingual sedangkan di depan trakea tidak ada. Lokasi lain yang relatif jarang ditemukan pada
tiroid ektopik adalah tiroid substernal aberrant, tiroid prelaryngeal dan tiroid intra trakeal.
Eksisi bedah diperlukan untuk obstruksi simtomatik yang ditimbulkannya. Autotransplantasi
jaringan tiroid yang dieksisi dilakukan untuk mencegah hipotiroidisme.

B. ANATOMI DAN TOPOGRAFI


Kata thyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx
dan trachea.(4)
Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis
1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique lamina cartilage
thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6.(4)

Gambar 1. Kelenjar thyroid (tampak depan)


Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr.(4)
Dengan adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke
cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan
kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/
turunnya kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.(4)
I. Lobus Lateralis(4)
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Apex
2. Basis
3. 3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir
1. Apex(4)
Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus (di lateral)
Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri berada di
superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)Ahli bedah sebaiknya
meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke apex.
9

Gambar 2. Topografi kelenjar thyroid (tampak depan)

2. Basis(4)
Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang berjalan
di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut. Ahli bedah
sebaiknya meligasi arteri thyroidea inferior jauh dari kelenjar.
3.a. Facies Superficial/ Anterolateral(4)
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
3.b. Facies Posteromedial(4)
Bagian ini berhubungan dengan :

10

1. 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx berlanjut menjadi
oesophagus.
2. 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
3. 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
3.c. Facies Posterolateral(4)
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A. Carotis interna,
N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral).
4. Margo Anterior(4)
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial, berhubungan dengan
anastomose A. Thyroidea superior.
5. Margo Posterior(4)
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial, berhubungan dengan
anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus thoracicus terdapat pada sisi
kirinya.
Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo posterior lobus lateralis
kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false capsule. Setentang cartilage cricoidea
dan sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent.

Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3 variasi letaknya :


1. Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A.
Thyroidea inferior.
2. Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior
3. Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus
recurrent.

11

Gambar 3. Topografi kelenjar thyroid (tampak belakang)


II. Isthmus(4)
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan menghubungkan bagian
bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak ditemukan). Diameter
transversa dan vertical 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
1. Kulit dan fascia superficialis
2. V. Jugularis anterior
3. Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
4. Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada margo
superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus pyramidalis dan
Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea
inferior.

12

III. Lobus Pyramidalis(4)


Kadang-kadang dapat ditemui.
Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os hyoidea, atau
bisa juga berasal dari lobus kiri atau kanan.
Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus
pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama levator
glandula thyroidea.
IV. Kapsul Kelenjar Tiroid(2,4)
Kapsul kelenjar thyroidea terdiri dari :
1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda.
2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar thyroidea.
Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea, pembuluh darah
vena yang luas dan banyak.

Gambar 4. Vascularisasi kelenjar thyroid (tampak depan)


V. VASCULARISASI
13

1. Sistem Arteri(4)
A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan
superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule.
A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan
dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.
A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta
atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
A. Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang
masuk ke facies posteromedial.

2. Sistem Vena(4)
V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis
interna (kadang-kadang V. Facialis)
V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V.
Brachiocephalica sin.
V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V.
Jugularis int.

14

3. Aliran Lymphatic(4)
Ascending Lymphatic
a. Bagian media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane
cricothyroidea
b. Bagian lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
Descending Lymphatic
a. Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea
b. Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.

Penerapan Anatomi Klinis


15

1. Selama operasi pengangkatan kelenjar thyroid (thyroidectomy) :


Arteri thyroidea superior diligasi dekat dengan kelenjar untuk mencegah cedera N.
Laryngeus externa yang berjalan bersama-sama dengan arteri tersebut. (4)
Arteri thyroidea inferior diligasi jauh dari kelenjar untuk menghindari cedera N.
Laryngeus recurrent yang berdekatan letaknya bila dekat dengan kelenjar. Syaraf ini
berjalan di depan/ belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut. (4)
Ligasi juga dilakukan pada pembuluh darah yang terletak di antara kedua lapisan capsul
untuk mencegah perdarahan massif. (4)
Saat pengangkatan kelenjar ligamentum Suspensorium Berry harus dipotong agar
kelenjar dapat dimobilisasi dengan mudah. (4)

Gambar 5 Topografi kelenjar thyroid (tampak samping)


2. Kelenjar thyroid bergerak saat menelan, hal ini dikarenakan adanya false capsule (yang
berasal dari lamina pretracheal) yang membentuk lig. Suspensorium Berry menambatkan
kelenjar ini ke cartilage cricoid. Informasi ini penting untuk menunjukkan terdapatnya
pembengkakan pada kelenjar thyroid bila pada proses menelan massa turut bergerak. (4)
3. Pertumbuhan kelenjar thyroid condong kearah belakang sehingga dapat menyebabkan
penekanan pada trachea. (4)
16

4. Selama operasi thyroidectomy partial sebaiknya bagian posterior kelenjar tidak diangkat
untuk menghindari terangkatnya kel. Parathyroid(4).
5. Selama pembesaran thyroid bisa terjadi gangguan pada jantung. Secara anatomi lamina
pretracheal yang membentuk outer false capsule bersambung dengan pericardium fibrosa.
Sehingga jika terjadi pembesaran kelenjar lamina pretracheal akan teregang/ tertarik yang
berakibat tertariknya pericardium fibrosa. (4)
C. FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon
T4 di perifer,dan sebagian kecil langsung di bentuk oleh kelenjar tiroid. Hormon produk
kelenjar tiroid ini merupakan iodinated asam amino yang berupa tyroksin (T4) dan
3,5,3-triiodotyronin (T3) yang dalam kelenjar tiroid terikat oleh tyroglobulin (Tg) dalam
koloid asini, dan diperifer hormon ini terikat oleh protein lainnya. Yodida anorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan
kadarnya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida
anorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnyamenjadi bagian
dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin

sebagai monoyodotirosin (MIT) atau

diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjungasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang
lain akan menghasilkan T3 dan T4, yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang.
Secara ringkas, konsumsi yodium melalui gastrointestinal (makanan) kemudian
melalui transport aktif (pompa yodium) yang didukung oleh Na+K+ATP-ase sehingga
terjadi penyerapan yodium dari gastrointestinal ke dalam sirkulasi darah. Setelah itu
pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah :
1. Trapping : mengambil yodium dari sirkulasi ke dalam kelenjar tiroid
2. Oksidasi : yodium menjadi yodida
3. Pengikatan yodium oleh asam amino precursor menjadi 3-monoiodotirosin (MIT) dan
3-5-diiodotirosin (DIT).

17

4. Coupling,Penggabungan kedua bentuk iodotirosine yang masih inaktif menjadi


bentuk aktif iodotironin yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
5. Penimbunan, pembentukan koloid
6. Deyodinasi
7. Proteolisis dan sekresi hormon.

Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid
(thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyraxine-binding
prealbumin, TBPA). Hormon tiroksin yang aktif adalah yang bebas sehingga mampu
menembus dinding sel untuk menginduksi konsumsi oksigen dan meningkatkan
metabolisme terutama karbohidrat.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Kelenjar yang hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya olah kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback terhadap lobus
anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone (TRH) dari
hipotalamus. Hormon tiroid mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap
jaringan/organ tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme sel.

18

Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin.
Kalsitonin adalah suatu suatu polipeptida yang turut mengatur metabolismekalsium, yaitu
yang menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.

D. PEMBESARAN KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid dianggap membesar jika ukurannya lebih dari 2 kali ukuran normal.
Pembesaran kelnjar tiroid (struma) secara morfologi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Struma diffusa : adalah pembesaran kelenjar tiroid yang mengenai pada seluruh
kelenjar, dengan konsistensi lunak.
2. Struma nodusa : jika manivestasi pembesaran kelenjar tiroid berupa nodul, apabila
hanya satu nodul disebut uninodusa dan bila lebih dari satu nodul baik dalam satu
lobus maupun pada kedua lobus maka disebut sebagai multinodusa.
Etiologi :
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh :

19

1. Hiperplasi dan hipertropi kelenjar; terjadi apabila ada pacuan terhadap kelenjar tiroid
untuk memproduksi hormon tiroid. Hal ini terjadi pada masa pertumbuhan, pubertas,
gravid, atau pada saat sembuh dari sakit berat.
2. Inflamasi kelenjar tiroid ; tiroiditis akut, tiroiditis subakut (de Quervain) dan tiroiditis
kronis ( Hashimoto disease dan Riedels struma)
3. Neoplasma, ada 2 macam:

Neoplasma jinak ( adenoma); bentuk adenoma papiliferum sering dianggap ganas


dan dimasukkan sebagai carsinoma tiroid tipe papiller.

Neoplasma ganas ( adenocarsinoma)

Berdasarkan dari penyebabnya maka nodul tiroid dibagi atas ;


a.

Radang atau gangguan autoimun


Penyakit Graves
Penyakit Hashimoto

b. Hyperplasia dan gangguan metabolik


Struma Koloid
Struma Endemik
c.

Neoplasia
Adenoma
AdenoCarcinoma ( Papiler, Folikuler, Anaplastik, Medular)

Bagan I. Kelainan Kelenjar Tiroid(6)


Etiologi

Jenis

Patofisiologi

Gambaran Klinis

20

Radang atau
Gangguan Imun

Graves Disease

Kelebihan Sekresi hormone


Tiroid

Hipermetabolik

Destruksi folikel tiroid oleh


penyusupan jaringan
limfoid

Struma sedang dan nyeri

De Quervains
Disease

Mengikuti Infeksi virus


ISPA

Nodul tiroid sedang

Riedels Struma

Fibrosis tidak jelas yang


mungkin kelanjutan dari
radang subakut

Nodul Progresive

Struma diffuse, uni atau


multinoduler

Nodul

Hyperplasia diffuse karena


defisiensi yodium

Struma besar

Benjolan

Tunggal

Hashimotos Disease

Hyperplasia dan
gangguan metabolic

Struma Koloid

Struma Endemik

Neoplasia

Adenoma

Struma

Hypotiroid

Self limited disease

Hypotiroid

Eutiroid

Eutiroid

Adenocarcinoma
1

Folikuler

Metastasis ke tulang dan


paru

Pertumbuhan lambat

Papiler

Metastasis kekelenjar limfe

Pertumbuhan lambat

Medulare

Dari sel parafolikuler

Benjolan keras di tiroid

Anaplastik

Penyusupan local cepat,


metastasis hematogen

Sangat agresif dan cepat

Pemeriksaan Klinis
Pasien dengan pembesaran tiroid lebih banyak asimptomatis, kebanyakan kasus ini
diketahui saat pemeriksaan leher karena alasan lain. Saat pertama kali ditemukan maka yang
pertama kali ditentukan oleh seorang klinisi adalah faktor penyebab dari pembesaran tersebut,
apakah dari lokoregional atau dari sistemik, multilokuler atau uninoduler. Dalam menegakkan
diagnosis nodul tiroid diperlukan pemeriksaan yang teliti meliputi :
a. Anamnesis
Penderita perlu ditanyakan mengenai hal hal yang diduga mempunyai hubungan
dengan keganasan kelenjar tiroid, antara lain :

21

1)

Umur < 20 th atau > 50 th

2)

Riwayat terpapar radiasi leher pada waktu kanak kanak

3)

Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat

4)

Penderita struma dengan suara parau

5)

Disertai disfagia

6)

Disertai rasa nyeri

7)

Ada riwayat pada keluarga yang menderita kanker.


8) Penderita struma yang diduga hyperplasia dan diterapi dengan hormon
thyroksin tetap membesar

9)

Struma dengan sesak nafas.


Selain itu perlu juga ditanyakan apakah ada tanda tanda hypertiroidea, seperti tremor,

akral basah dan hangat, takikardi, susah konsentrasi, makan banyak tetapi berat badan tidak
naik/kurus,sering diare, dan juga tanda tanda hipotiroidea seperti apatis, sikap lamban,
wajah sembab, konstipasi, kulit kering sering mengantuk, berat badan bertambah dan non
pitting oedema pada tungkai.
b. Pemeriksaan Fisik
Seperti halnya pemeriksaan fisik pada kasus kasus tumor yang lain, maka kepala,
leher dan dada bagian atas harus terlihat. Pemeriksaan dilakukan dari belakang kepala
penderita sedikit fleksi sehingga musculus sternocleidomastoideus relaksasi sehingga tumor
tiroid lebih mudah untuk dievaluasi dengan palpasi. Digunakan kedua tangan bersamaan
dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita dan keempat jari yang lain dari arah lateral
mengevaluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh
menelan. Secara rutin juga harus dievaluasi keadaan kelenjar getah bening leher.(2)
Pada pemeriksaan nodul tiroid, untuk pembesaran kelenjar tiroid yang jinak dapat
ditemukan di medial musculus sternocleidomastoideus, tetapi apabila didapatkan adanya
pembesaran kelenjar getah bening berada di lateral musculus sternocleidomastoideus harus
dipertimbangkan adanya suatu proses keganasan.(2).
Pada pemeriksaan fisik, apabila dijumpai adanya nodul pada struma harus didiskripsikan :
1. Lokasi : lobus kanan, kiri, ismus.
2. Ukuran.
3. Jumlah nodul : uninodusa, multinodusa.
4. Konsistensinya : kistik, lunak, kenyal, keras.
22

5. Nyeri/tidak.
6. Mobilitas : ada tidak perlengketan dengan musculus sternocleidomastoideus
ataupun trachea.
7. Pembesaran kelenjar getah bening sekitar tiroid.
Dalam melakukan pemeriksaan kelenjar tiroid yang perlu diwaspadai adanya suatu keganasan
adalah :
1. Tumor yang cepat membesar tanpa diikuti rasa nyeri.
2. Pengerasan pada beberapa bagian atau menyeluruh dari suatu struma.
3. Struma yang sudah lama tiba tiba membesar secara progresif.
4. Hilangnya mobilitas dari struma, yang terjadi karena proses infiltrasi tumor ke
jaringan sekitarnya.
5. Pulsasi

arteri

karotis

teraba

dari

arah

tepi

belakang

musculus

sternocleidomastoideus karena terdesak oleh tumor ( tanda dari BERRY ).


6. Adanya obstruksi trachea.
7. Struma dengan horner sindrom (ptosis, miosis,, enophtalmus dengan suara parau).
8. Struma dengan pembesaran kelenjar limfe leher.
9. Struma dengan metastase jauh.
c.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini terbagi menjadi dua:
a) Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan T3, T4, TSH, FT4
b) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi tiroid
Pemeriksaan anti body tiroid dimana antibody ini terdiri atas :

Antibody thyroglobulin.

Antibody mikrosomal.

Antibody CA2

Cell Surface antibody

Tiroid stimulating antibody (TSA)

Selain itu untuk mengetahui keganasan tiroid perlu diperiksa :

23

o Human thyroglobulin, suatu hormon marker untuk ca tiroid jenis yang


berdifferensiasi baik, terutama untuk follow up.
o Kadar calsitonin, untuk pasien yang dicurigai ca meduller (2)

Pemeriksaan Radiologis.
Untuk mempertajam diagnosis suatu keganasan tiroid perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis seperti :
a) Foto polos leher (soft tissue tehnik) anteroposterior dan lateral, untuk melihat
kalsifikasi dan untuk melihat ada tidaknya deviasi trachea.
b) Rontgen thorak, untuk mengetahui adanya metastase ke thorax,
c) Oesophagogram, dilakukan apabila secara klinis terdapat tanda tanda adanya
infiltrasi ke eosophagus.(2).
d) CT-Scan, dapat digunakan untuk mengetahui penyebaran lokal di coli ataupun
untuk mengetahui adanya penyebaran jauh di mediatinum, liver, paru, tulang,
ataupun otak.
e) MRI, memiliki fungsi yang hampir sama dengan CT-SCAN tetapi lebih
sensitif
f) Bone Scaning, untuk mengetahui bone metastasis.(4)
Bone Scanning

24

Pemeriksaan Ultrasonografi
Manfaat pemeriksaan ini untuk mendiagnosis kasus pembesaran kelenjar tiroid
adalah :
a) Dapat menentukan jumlah nodul.
b) Dapat membedakan lesi tiroid tersebut padat atau kistik.
c) Dapat mengukur volume dari kelenjar tiroid
d) Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
yodium yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
e) Pada kehamilan dimana pemeriksaan sidik tiroid adalah kontraindikasi, hal ini
sangat membantu untukmengetahui adanya pembesaran tiroid.
f) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan
biopsi
g) Dapat dipakai untuk pengamatan lebih lanjut hasil pengobatan.(1)

Gambaran USG untuk membedakan nodul jinak atau ganas(2)

25

Jinak

Ganas

Normal Echo / Hyperecho

Hipoecho

Kalsifikasi yang kasar

Mikrokalsifikasi

Tipis dengan halo yang jelas

Tebal, irreguler atau tanpa halo

Batas tegas

Batas tidak tegas

Tidak ada
regional

pembesaran

limfadenopathy Ada pembesaran lymphadenopaty regional

(management of SNG;current)

Pemeriksaan Sidik Tiroid.


Bila nodul menangkap yodium lebih sedikit dari jaringan tiroid normal disebut cold
nodule. Bila afinitasnya sama disebut warm nodule, dan bila afinitasnya lebih disebut hot
nodule. Suatu karsinoma tiroid kebanyakan adalah cold nodule, sekitar 10 17 % struma
dengan nodul dingin adalah suatu keganasan.
Apabila akan dilakukan pemeriksaan ini maka obat obatan yang dapat
mengganggu penangkapan yodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 4 minggu
sebelumnya. (3)

Nodul Panas

Nodul Dingin

Pemeriksaan Sitologi (BAJAH)


Pemeriksaan ini tergantung dari :
a) Kemampuan seorang sitolog dalam pengambilan sampel
b) Ketepatan interpretasi seorang sitolog.
26

Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker anaplastik, medulare dan papilare


mendekati 100 %, tetapi untuk jenis folicular hampir tidak dapat dipakai karena
gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folicular dan adenokarsinoma
folicular adalah sama. Hal ini hanya dapat dibedakan dengan adanya infiltrasi ke
kapsul tiroid dan vaskuler yang hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan
histopatologi (3)
Pemeriksaan Histopatology.
Pemeriksaan ini adalah gold standar dalam menegakkan diagnosis tumor tiroid dan
pemeriksaan ini dapat berupa : Potong beku (Frozen section), Pemeriksaan Paraffin
block.

Tiroiditis Akut
Sering disebut sebagai akut diffus tiroiditis; akut non supuratif tiroiditis atau
pseudotuberkuler tiroiditis. Gejala yang karakteristik adalah demam, kelemahan pada
ekstremitas atau malaise, nyeri pada tiroid dan pembesaran kelenjar tiroid yang biasanya
tidak simetris.
Penyebab pasti tiroiditis akut adalah infeksi virus pada beberapa kasus disebabkan
oleh infeksi bakteri yang berlanjut menjadi infeksi yang supuratif. Bakteri patogen
biasanya adalah staphylococcus dan pneumococcus dan jarang salmonella atau
bacterioides.
Kelanjutan dari suatu proses primer di tiroid menyebabkan terlepasnya tiroglobulin
atau jaringan tiroid yang mengalami denaturasi kedalam sirkulasi dan menimbulkan
proses sensitisasi imunologis yang meproduksi auto-immune antibodies yang pada
gilirannya akan menyebabkan reaksi alergi dan peradangan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan biopsi menunjukkan suatu inflammatory reaction yang karakteristik
dengan adanya gambaran infiltrasi pada stroma tiroid oleh sel mononuklear, proliferasi
jaringan ikat dan giant cell fermation.Pada pemeriksaan yodium radioaktif akan terlihat
penurunan aptake-nya akibat blokade olek proses inflamasi. Pada pemeriksaan Protein
Bound Iodine akan terlihat sedikit peningkatan akibat terlepasnya tiroglobulin dalan
sirkulasi.
27

Pengobatannya adalah dengan pemberian antibiotik yang sesuai kumannya, biasanya


akan mengecil dalam 48 jam dan sembuh dalam 2-4 minngu. Jika terjadi abses harus
dilakukan incisi drainage, dan bila terbetuk sinus piriformis atau trakea maka harus
dieksisi dan ditutup rapat.

Tiroiditis Sub-akut (de Quervains)


Sering timbul sebagai self limited disease, dan sembuh dengan pengobatan
simtomatik. Penyebab pasti tidak diketahui tetapi sering mengikuti infeksi virus pada
pernafasan bagian atas. Gejala klinis biasanya nyeri pada daerah tiroid, dan kadang
menjalar pada persendian rahang bawah serta telinga, nyeri menelan dan pembesaran
kelenjar tiroid. Pada gejala awal biasanya timbul sedikit hipertiroid karena pelepasan
hormon tiroksin ke sirkulasi akibat kerusakan jaringan dan setelah beberapa minggu atau
bulan akan normal kembali.
Perubahan laboratorium menunjukkan peningkatan laju enap darah, peningkatan
immunoglobulin, lekositosis neutrofil atau limfosit. Graves disease dan tiroiditis subakut
dapat dibedakan dengan pemeriksaan sidik tiroid; pada graves disease terjadi
peningkatan uptake yang diffus pada kelenjar tiroid sedangkan pada tiroiditis sub akut
justru terjadi penurunan yang diffus dari uptake I131.
Perubahan yang terjadi biasanya pembesaran kelenjar tiroid akibat peradangan, bisa
asimetris dan bisa terjadi perlekatan apada kapsul dan jaringan sekitar. Pada pemeriksaan
mikroskopis tampak sebukan sel polimorfonuklear, limfosit dan giant cell yang
dikelilingi fokus-fokus degeneratif dari folikel tiroid.
Pada tiroiditis sub-akut sering remisi spontan, akan tetapi bisa kambuh setelah
beberapa waktu. Pemberian analgetika dan kortikosteroid berguna untuk mengantisipasi
gejala.

Tiroiditis Kronis
Dibedakan menjadi 2 yaitu
28

1. Hashimotos disease
2. Riedels Struma
Hashimotos disease
Dilaporkan pertama kali oleh Hawkin Hashimoto pad tahun 1912. Sering
menyebabkan hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Laki-laki : Wanita = 1: 15 dan
sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Antitiroid antibodi pada pasien dapat mendeteksi
adanya kelainan tersebut dan berlangsung selama sakit serta berhubungan erat dengan
peran T-Cell mediated factor.
Klinis didapati struma multinodusa dengan batas nodul tidak jelas, bejolan benjolan
yang terjadi biasanya pada pole bawah, tidak nyeri, tidak febris dan terdapat penurunan
berat badan. Pad struma yang besar sering terjadi penekanan pada vena kava suprior.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya hipotiroidisme, pada pemeriksaan
didapatkan TSH yang normal dan sedikit penurunan pada T3 dan T4. Pada pemerikssan
sidik tiroid didapatkan gambaran yang normal, tetapi pada fase lanjut didapatkan
penurunnan up-take I131. Tes rutin tiroglobulin dan mikrosomal antibodi dapat
memastikan diagnosa Hashimotos disease, sesuai dengan titer antibodi dan beratnya
prosesautoimmune.
Tidak ada pengobatan yang spesifik dari penyakit ini, biasanya berupa simtomatik dan
pemberian hormon tiroksin sebagai replesmen. Biopsi atau FNAB diperlukan untuk
membedakan dengan proses keganasan.
Riedels Struma
Merupakan penyakit peradangan tiroid yang sangat jarang ditemukan, biasanya
menyerang usia 30-60 tahun, wanita lebih sering daripada pria. Etiologi terjadinya
fibrosis tidak jelas, sering dihubungkan dengan kelanjutan tiroiditis sub-akut.
Penderita sering mengeluh adanya pembesaran yang cepat dari kelenjar tiroid disertai
gangguan pada trakea atau esofagus. Konsistensi keras, bentuk irreguler, tidak terasa
nyeri sehingga sering rancu dengan karsinoma tiroid. Pada pemeriksaan sering tidak ada
kelainan, tetapi pada fase akir sering dijumpai adanya hipotiroidisme. Diagnosa pasti
adalah dengan biosi. Pada pemeriksaan patologi didapati adanya fibrosis yang
29

menyeluruh pada kelenjar tiroid, padat dan melibatkan jaringan sekitar sehingga kapsul
tiroid sering tidak tampak.

Pengobatan ditujukan pada suplemen hormonal jika keadaan hipotiroidi. Pembedahan


diindikasikan jika terjadi penekanan atau jeratan pada trakea dan atau esofagus. Fibrosis
yang terjadi dapat melibatkan struktur sekitar antara lain a. Karotis, dan n.rekuren
laringius.

Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan yang terjadi pada kelenjar tiroid.
Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik yaitu
bentuk papiler, folikuler atau campuran keduanya yaitu meduler yang berasal dari sel
parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin, dan karsinoma yang berdiferensiasi buruk
atau anaplastik.
Karsinoma tiroid terjadi dari 2 jenis sel yang terdapat dalam kelenjar tiroid. Sel
folikel berasal endodermal menimbulkan karsinoma papiler, karsinoma folikuler, dan
mungkin karsinoma anaplastik, sedangkan sel C dari neuroendokrin calsitonin dapat
menimbulkan karsinoma medular.

Etiologi yang menyebabkan keganasan : (2,4,6)


a. Radiasi
Radiasi intensitas rendah jangka panjang dimana masa laten akibat radioaktif ini
mencapai 10 20 tahun. Paparan radiasi secara signifikan meningkatkan risiko untuk
keganasan tiroid, karsinoma tiroid khususnya papiler. Temuan ini diamati pada anakanak yang terpapar radiasi setelah bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki saat Perang
Dunia II. Bukti tambahan dikumpulkan setelah bom atom diuji di Kepulauan
Marshall, setelah kecelakaan di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl, dan pada
pasien yang menerima terapi radiasi dosis rendah untuk kelainan jinak (misalnya,
jerawat, hipertrofi adenotonsillar). Paparan radiasi dosis rendah dari pencitraan belum
ditemukan memiliki efek tumorigenik. Radiasi dengan menargetkan kelenjar tiroid
30

(misalnya, yodium-131 ablasi tiroid) atau eksternal terapi radiasi dosis tinggi
tampaknya tidak meningkatkan risiko karsinoma tiroid papiler karena diduga proses
pembunuhan sel meningkat dengan dosis ini.
b. Iodine excess
Pada studi epidemiologi yodium tidak semuanya menunjukkan korelasi nyata
dengan insiden kanker tiroid, tetapi beberapa kesimpulan menyatakan bahwa daerah
gondok endemik menunjukkan adanya peningkatan terjadinya well differentiated
tiroid karsinoma terutama type folicular.
Pada daerah dengan gondok endemik, penambahan kandungan yodium pada
dietnya dapat meningkatkan proporsi karsinoma papiler dibanding dengan karsinoma
follikular, tetapi bagaimanapun, tumor ini jarang agresif dan mempunyai prognosis
yang lebih bagus dan mempunyai angka harapan hidup yang lebih tinggi.(8)
Asupan makanan rendah yodium tidak meningkatkan kejadian kanker tiroid
secara keseluruhan. Namun, populasi dengan asupan yodium diet rendah memiliki
proporsi yang tinggi dari karsinoma folikuler.
c. Aktivasi dari reseptor tyrosine kinase (TRK), apakah karena rearrangement atau gen
amplifikasi menghasilkan transformasi yang spesifik dimana sel sel folikular tiroid
karsinoma menjadi sel sel papillar karsinoma.
Kira kira 40 % orang dewasa dengan sporadic papillary karsinoma memiliki RET
gen rearrangement dan sekitar 15 % memiliki TRK1 rearrangement. Rearrangement
tersebut paling tinggi pada anak anak ( 60 %).
Korelasi antra karsinoma tiroid papillar dengan Human Lekosit Antigen (HLA)-DR7
masih diselidiki dan juga terjadinya karsinoma tiroid pada kembar monozygotik juga
masih diselidiki.(6)

Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO :


Tumor epitel maligna

Karsinoma Folikulare

Karsinoma Papilare
31

Campuran Karsinomafolikulare-papilare

Karsinoma Anaplastik ( Undifferentiated )

Karsinoma Sel Squamosa

Karsinoma Tiroid Medulare

Tumor non epitel maligna

Fibrosarcoma

Lain - lain

Tumor maligna lainnya

Sarcoma

Limfoma maligna

Teratoma maligna

Tumor sekunder dan unclassified tumors

Dan untuk menyederhanakan penatalaksanaan maka Mc Kenzie membedakan kanker


tiroid atas 4 type :
a) Karsinoma Papilare
b) Karsinoma Folikulare
c) Karsinoma medulare
d) Karsinoma Anaplastik
a. Karsinoma Papiler
Karsinoma papiler merupakan keganasan tiroid berdiferensiasi baik yang
paling sering ditemukan. Sering disertai pembesaran kelenjar limfonodi regional di
leher. Karsinoma papiler bersifat kronik, tumbuh lambat, dan mempunyai prognosis
paling baik diantara jenis karsinoma tiroid yang lain. Faktor yang mempengaruhi
prognosis baik ialah usia di bawah 40 tahun, wanita dan jenis histologik papiler.
Faktor prognosis kurang baik adalah usia di atas 45 tahun dan tumor tingkat T3 dan
T4. Karsinoma ini jarang bermetastasis secara hematogen, namun dapat metastasis
jauh.

32

Tumor dapat tumbuh secara langsung melalui kapsul tiroid untuk menyerang
struktur sekitarnya. Infiltrasi ke trakea dapat terjadi dan keterlibatan yang ekstensif
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Nervus laringeus rekuren dapat terkena
karena dekat dengan alur trakeoesofagus. Pasien datang dengan keluhan suara serak
dan kadang-kadang disfagia.
b. Karsinoma Folikuler
Karsinoma folikuler meliputi sekitar 25% dari keganasan tiroid dan didapat
pada wanita setengah baya. Adenokarsinoma folikuler yang kecil dan tidak bergejala
dapat bermetastase jauh sampai ke tulang tengkorak ataupun tulang humerus dalam
bentuk tumor soliter besar .
Karsinoma folikuler dibedakan dari adenoma folikuler jinak dengan invasi
kapsul dan atau invasi vascular, karena membedakan karsinoma folikuler dari
adenoma folikuler jinak sangat sulit dengan sitologi FNAB dan analisis frozen
section. Tumor dibagi menjadi minimal invasif dan invasif luas lesi tergantung pada
bukti histologis invasi kapsul dan vaskular. Imunohistokimia untuk thyroglobulin dan
cytokeratins hampir selalu positif.
c. Karsinoma Medular
Karsinoma medular meliputi 10-15% keganasan tiroid yang berasal dari sel
parafolikuler, atau sel C yang memproduksi tirokalsitonin, kadang dihasilkan pula
carcinoembryonic antigen (CEA). Karsinoma medular berbatas tegas dan keras pada
perabaan. Karsinoma ini didapat pada usia lebih dari 40 tahun, namun pada usia lebih
muda dan bahkan anak anak juga dapat ditemukan, serta biasanya disertai dengan
gangguan endokrin yang lain.
Sel karsinoma medular memproduksi kalsitonin, maka jumlah kalsitonin
serum tinggi dapat digunakan sebagai sarana diagnostik. Meskipun pengukuran rutin
kalsitonin serum memiliki potensi hasil rendah dalam pengelolaan nodul tiroid
soliter.
d. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik merupakan karsinoma yang paling ganas dari karsinoma
lainnya, terdapat pada usia tua dan lebih banyak pada wanita. Karsinoma anaplastik
sebagian terjadi pada struma nodusa lama yang kemudian membesar dengan cepat.
33

Rasa nyeri dan nyeri alih ke daerah telinga dan suara serak akibat infiltrasi ke nervus
rekurens sering menyertai karsinoma ini. Prognosis penyakit menjadi lebih buruk
apabila telah terjadi metastase ke jaringan sekitar seperti laring, faring dan esophagus.
Karsinoma anaplastik merupakan massa tiroid berkembang pesat berbeda
dengan karsinoma berdiferensiasi baik, yang tumbuh relatif lambat. Pasien biasanya
datang dengan gejala karena invasi lokal. Suara serak dan dispnea akibat terkenanya
nervus laringeus rekuren dan jalan nafas terjadi sebanyak 50% dari pasien.
Pemeriksaan fisik menunjukkan perubahan massa tiroid yang paling sering
lebih besar dari 5 cm. Sekitar 30% dari pasien mengalami kelumpuhan pita suara.
Setidaknya satu setengah dari pasien telah memiliki metastasis jauh pada saat
diagnosis. Organ yang paling sering terkena adalah paru-paru, tulang, dan otak.
e. Keganasan lain
Limfoma maligna yang merupakan keganasan system limfatik jarang dijumpai
pada tiroid. Diagnosis tumor non Hodgkin dilakukan dengan biopsy dengan cara
terbuka maupun FNAB. Terapi limfoma maligna berupa kemoterapi intensif dengan
kombinasi sitostatika selama beberapa bulan.
Karsinoma epidermodi dan sarcoma jarang ditemukan pada kelenjar tiroid.
Tumor sekunder jarang dijumpai pada kelenjar pada kelenjar tiroid. Karsinoma ginjal,
ovarium dan payudara dapat bermetastase ke kelenjar tiroid.

Klasifikasi Stadium klinik :


T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : tidak didapat tumor primer
T1 : Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang dan masih terbatas pada tiroid.
T2 : Tumor dengan ukuran 2 4 cm dan masih terbatas pada tiroid
T3 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm dan masih terbatas pada tiroid atau
tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal ( misalnya ke otot
sternotiroid atau jaringan lunak paratiroid)
T4a

: Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke Jaringan


lunak subcutan, laryng, trachea, oesophagus, Nervus laringeus recurent.

T4b
karotis

: Tumor menginvasi fascia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri

34

T4a*
tiroid*

: (karsinoma Anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada

T4b*

: (karsinoma Anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar


Kapsul tiroid*

: Kelenjar getah bening regional

Nx

: Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0

:Tidak didapatkan metastase ke kelenjar getah bening

N1

: Terdapat metastase ke kelenjar getah bening

N1a

: Metastase pada kelenjar getah bening cervical level VI (pretrachea dan


paratrachea, termasuk prelaryngeal dan delphian)

N1b

: Metastase pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau


kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior.

: Metastasis

Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai


M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh

Stadium klinis :
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare umur < 45 tahun
Stadium I

Tiap T

Tiap N

M0

Stadium II

Tiap T

Tiap N

M1

Karsinoma tiroid papilare atau folikulare umur 45 tahun dan medulare


Stadium 1

T1

N0

M0

Stadium II

T2

N0

M0

Stadium III

T3

N0

M0

T1,T2,T3

N1a

M0

T1,T2,T3

N1b

M0

T4a

N0,N1

M0

T4b

Tiap N

M1

Stadium IVa

Stadium IVb

35

Anaplastik/Undifferentiated (semua kasus stadium IV)


Stadium IVa

T4a

Tiap N

M0

Stadium Ivb

T4b

Tiap N

M0

Stadium Ivc

Tiap T

Tiap N

M1

Table 1-5. Incidence of Metastasis in Thyroid Carcinoma


Nodal Metastasis

Distant Metastasis

Papillary

61%

10%

Follicular

30%

22%

Hurthle cell

21%

33%

Source: Data from Shaha AR, Shah JP, Loree TR. Patterns of nodal and distant
metastasis based on histologic varieties in differentiated carcinoma of the thyroid. Am J
Surg 172:692-694, 1996.
2. Penatalaksanaan
Secara klinis harus ditentukan, apakah nodul tiroid tersebut kemungkinan
jinak atau ganas. Bila nodul tiroid suspek ganas, juga harus dibedakan apakah nodul
tersebut operabel ataukan inoperabel. Jika inoperabel, maka bisa dilakukan biopsi
incisi yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Setelah
hasil ada dan ternyata ganas dilakukan tindakan debulking dan radiasi eksterna dan
kemoterapi. Tetapi apabila nodul tersebut operabel, maka dilakukan itsmolobektomi
dan dilanjutkan dengan pemeriksaan Frozen section durante operasi.
Ada beberapa kemungkinan hasil yang didapat dari pemeriksaan Frozen
Section :
1.

Lesi Jinak.
36

Maka tindakan operasi selesai dan dilanjutkan dengan observasi.


2.

Karsinoma papilare
Dibedakan atas 2 hal :
a) Resiko Rendah : Maka tindakan operasi selesai dan dilanjutkan dengan
observasi.
b) Resiko Tinggi

3.

: dilakukan total tiroidektomi.

Karsinoma Folikulare
Dilakukan Total tiroidektomi

4.

Karsinoma medulare
Dilakukan Total tiroidektomi

5.

Karsinoma Anaplastik.
Bila memungkinkan dilakukan tindakan total tiroidektomi
Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan debulking dilanjutkan dengan radiasi
eksterna atau kemoterapi.
Bila nodul tiroid tersebut kemungkinan benigna maka dilakukan tindakan FNAB. Ada
beberapa kemungkinan hasil yang didapat dari FNAB :
1. Hasil suspek maligna, folliculare pattern, Hurthle cell
Dilakukan tindakan itsmolobektomi dengan pemeriksaan Frozen section seperti
diatas

2.

Hasil FNAB Benigna.


Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi. Bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan itsmolobectomi dengan Frozen section.

37

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Apabila pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas Frozen section maupun
FNAB maka penatalaksanaan nodul tiroid mengikuti bagan di bawah ini ;

38

E. PEMBEDAHAN KELENJAR TIROID


Indikasi :
1. Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :

Gangguan menelan

Gangguan pernafasan

Suara parau

2. Keganasan kelenjar thyroid


3. Struma nodus dan diffusa toxica
4. Kosmetik
Macam Teknik Operasi :
39

1. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus dan satu lobus kelenjar tiroid.


2. Lobectomy, mengangkat satu lobus.
3. Tiroidectomi Total; semua kelenjar tiroid diangkat
4. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian besar tiroid lobus kanan dan
sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram dibagian posterior untuk mencegah kerusakan
parathyroid atau syaraf reccurent laryngeus. Biasanya dilakukan pemeriksaan Frosen
section
5. Near Total tiroidectomi : isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan
sebaliknya, sisa jaringan tiroid 1-2 gram dengan mengangkat semua nodi yang terlibat.
Diseksi Leher
Diseksi leher profilaksis pada karsinoma papiller dianjurkan berupa diseksi sentral pada saat
total tiroidektomi. Kelenjar getah bening yang positif mengandung metastase ditemukan pada
30-80% pasien yang dilakukan diseksi profilaksis. Pada karsinoma folikuler tidak dianjurkan
diseksi profilaksis karena insidensi metastaseke kelenjar getah bening rendah. Bila secara
klinis teraba kelenjar getah bening di leher pada karsinoma papilare atau folikuler, dilakukan
RND modifikasi ipsilateral. RND (Diseksi Neck Radikal) : mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. assesorius, v. jugularis
eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus dan kelenjar ludah
submandibularis dan tail parotis.

Ada 3 modifikasi :
Modifikasi 1 : mempertahankan n. Ascessorius
Modifikasi 2 : mempertahankan n.Acessorius dan v.Jugularis interna
Fungsional : mempertahankan n. acessorius, vena jugularis interna,
m.sterrnocleidomastoideus

40

Tehnik Operasi Thyroidektomi


1. Insisi kolar pada leher bagian depan 4 cm di atas suprasternal notch sedikit melengkung
dengan konkavitas ke atas
2. Memperdalam incise sampai m. plastyma, flap atas dibebaskan dari jaringan di
bawahnya dengan cara tajam kemudian dengan cara tumpul sampai setinggi incisura
thyroidea. Merawat perdarahan yang terjadi. Flap bawah dibebaskan dengan cara seperti
di atas sampai setinggi suprasternal notch, pembebasan bagian medial lebih penting dari
pada bagian lateral
3. Membuat insisi vertical di garis tengah leher pada fascia colli dari cartilage thyroid
sampai supra sternal notch.
4. Memisahkan M. Sternothyroideis secara longitudinal dengan struktur di bawahnya
dengan jari telunjuk dan kemudian disisihkan ke lateral. Tampak Kapsula chirrugis
glandula thyroid dan M. Sternothyroid.
5. Membuat insisi pada kapsula chirrugis, memisahkan dari stuktur di bawahnya secara
tumpul dengan jari-jari kemudian ditarik ke lateral. Untuk dissectie sebelah lateral dan
posterior di bawah fascia ini harus hati-hati adanya kemungkinan perlukaan pada V.
thyroid media. Maka tampaklah Gld . thyroidea
6. Dengan jari-jari lobus lateralis kanan kelenjar thyroid ditarik ke medial dan V. Thyroidea
media diklem dan diligasi barulah dipotong
7. Lobus lateralis kanan kelenjar thyroid ditarik kekiri bawah dan M. Sterno hyoideus dan
M. Sternothyroideus kanan ditarik kekanan atas untuk mengexpose pol. Superior lob.
Lateralis kanan kel. Thyroid ini. Kemudian vascular pedicle superior kel. Thyroid
sebelah kanan dimobilisir dengan cara tajam pada sebelah medialnya dengan klem,
tajam pada sebelah profundusnya yg relative lekat dengan struktur dibawahnya.
Kemudian masukkan jari telunjuk tangan kiri kedalam ruangan profundus polus superior
tersebut yang dibatasi sebelah profundus oleh Vert. cervicalis, sebelah lateral A. Carotis.
Dengam jari-jari polus superior ini dibebaskan seluruhnya dari jaringan sekitarnya.

41

8. Setelah r. externus n. laryngeus superior diindentifikasi dan diselamatkan, maka arteri


thyroidea superior dipegang dengan klem pada 2 tempat dan diligasi sebelah luar dari
klem tersebut dengan zide atau catgut yg kuat, kemudian dipotong diantara kedua klem
diatas. Untuk lebih safe maka buat ligasi lagi pada sebelah proximal dari ligasi proximal
a. thyroidea superior.
9. Melakukan dissectie jaringan ikat kendor yang dibatasi oleh kelenjar thyroid sebelah
medial dari a. carotis disebelah lateral untuk mencari a. thyroidea inferior. Setelah
didapat maka lingkari dengan zyde atau catgut yang kuat yang masih dilonggarkan lebih
dulu. Kemudian vascular pedicle inferior dibebaskan dari jaringan sekitarnya secara
tumpul.
10. Setelah bebas vascular pedicle inferior ini dipegang dengan klem kemudian diligasi lalu
dipotong seperti vasculair pedicle superior diatas.
11. Polus superior dan polus inferior lateralis kanan kelenjar thyroid yang telah bebas ini
disatukan kemudian lobus lateralis kanan ditarik ke medial. Jalan n. laryngeus inferior
kanan dan hubungannya dengan kelenjar parathyroidea superior dapat dilihat
12. Jaringan ikat kendor yang mengikat kelenjar thyroid kee lig. Cricothyroid yang disebut
suspensorium dipegang dengan dengan dua klem dan dipotong di antara di kedua klem
tersebut
13. Kemudian kelenjar thyroid dapat dipotong (subtotal/partial resecti). Pada subtotal
thyroidectomy bilateral/ unilateral sisa lobus kelenjar thyoid dijahitkan fascia
prethracealis dengan zyde.
14. Operasi pada lobus lateralis kanan untuk total thyroidektomy dilanjutkan, bila terdapat a.
thyroidea inferior dipegang dengan dua klem diligasi kemudian dipotong. Isthmus
kelenjar thyroid dipisahkan dengan permukaan anterior trachea secara tumpul yatu
masukkan klem arteri yang bengkok diantara isthmus dan trachea dari bawah keatas
kemudian dibuka ditutup secara berganti. Lalu isthmus dipegang dengan dua klem
diligasi dan dipotong
15. Lobus lateralis kanan kel. Thyroid kemudian dibebaskan seluruhnya dari jaringan yang
masih melekat padanya.
42

16. Bila kedua lobus lateralis kel. Thyroid akan dipotong maka prosedur ini diulangi pada
sisi kiri.
17. M. sternothyroid kanan dan kiri dijahit kembali juga m. sternohyoid dijahit kembali. Bila
perlu dipasang drain.
18. Jahit fascia colli, m. platysma dan kulit
19. Operasi selesai

Komplikasi Operasi :
a. Perdarahan
Perdarahan paska operasi merupakan komplikasi operasi tiroid paling serius.
Insidensinya sekitar 0,3-1% dan dapat terjadi segera (immidiete) maupun belakangan
(deleyed). Perdarahn / hematoma yang membesar atau mengancam jalan nafas diterapi
dengan membuka luka operasi, evakuasi hematoma dan kontrol perdarahan.
b. Obstruksi Jalan nafas
43

Obstruksi jalan nafas terjadi karena perdarahan, edema larynx dan paralisis vokal cords.
Edema larynx, vocal cords dan uvula mengakibatkan jalan napas inadekuat umumnya
disebabkan oleh hipotiroidisme berat yang tidak terapi, namun bisa juga disebabkan
intubasi anastesiologis yang tidak tepat.Terapinya adalah trakeostomi sampai edema
reda.
c. Cedera nervus laringeus
Cedera nervus laringeus superior mempengaruhi keterangan vocal cord yang
mengakibatkan fatigued voice, perubahan timbre sehingga penderita kesulitan bernyanyi
atau bicara lama. Paralisis nervus laringeus superior bilateral (jarang) mengakibatkan
suara lemah, berat dan low-pitched voice.Bila cabang sensoris dari nervus laringeus
superior cedera akan terjadi inspirasi oleh karena anastesia mukosa larynk.
Cedera nervus laringeus recurrent merupakan komplikasi yang lebih serius karena
mengakibatkan paralisis vocal cord. Paralisis ipsileteral mengakibatkan suara lemah dan
berat (serak). Paralisis bilateral mengakibatkan obstruksi jalan napas. Paralisis ini dapat
sementara (sembuh dalam 6 minggu) atau permanen.
Paralisis vocal cords bilateral memerlukan trakeostomi. Paralisis permanen dikoreksi
setelah 6 bulan. Koreksi untuk unilateral paralisis adalah medialisasi atau reinnervasi.
Medialisasi dapat dilakukan dengan injeksi teflon atau gelatin sponge.
d. Hipoparatiroid
Hipoparatiroid terjadi karena terangkatnya atau devaskularisasi kelenjar paratiroid.
Hipoparatiroid ini mengakibatkan hipokalsemia dengan berbagai tanda dan gejala klinis.
Hipokalsemia umumnya terajadi sampai 48 sampai 72 jam setelah operasi tapi terkadang
terjadi lebih lambat. Gejala dini dari hipoparatiroid adalah parastesia di wajah bibir atau
ujung jari sedangkan gejala berat dapat berupa tetani (sindrom carpo-pedal : kejang fokal
pada tangan dan kaki). Terapi untuk pasien dengan tetani atau simptom yang berat
lainnya adalah injeksi kalsium glukosa1 ampul iv, 5- 10 menit. Untuk simptom moderate
atau calcium kurang dari 7 mg/dl berikan calcium glukonas 4 ampuldalam 250 ml
dextrose infus drips dalam 4 8 jam. Infus ini dapat di ulang jika diperlukan. Bila
simptom ringan calcium oral diberikan 2 gram perhari. Jika pasien masih hipokalsemik

44

berikan rocatrol dimulai 0,25 mg dua kali perhari, dosis dapat ditingkatkan jika
diperlukan.
e. Krisis tiroid; terjadi 8 24 jam pasca operasi. Tanda-tanda krisis tiroid adalah : gelisah,
gangguan saluran gastrointestinal, kulit hangat & basah, suhu > 38 C, nadi > 160
x/menit, atau tekanan darah yang meningkat.
f. Mortalitas pasca operasi
Kematian pasca operasi amat jarang terjadi setelah tiroidektomi. Insidennya di bawah 1
persen.

45

DAFTAR PUSTAKA
1. Suryanto dan Emir T.P, Bedah Onkologi, Sogung Seto, Jakarta, 2010, hal: 1-31
2. N.C.Chakrabarty, D. Chakrabarty, Fundamentals of Human Anatomy, New Central Book
Agency (P) LTD, Calcutta, 1997. Page 162-167.
3. Masjhur. J.S. Nodul Tiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV. Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, Jakarta, 2006. hal: 1953-1958.
4. Yoga. R. Wijayahadi et. al. Kelenjar Tiroid Kelainan, Diagnosis dan penatalaksanaan.
Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo,2000. hal 44-59.
5. Lukkito Pissi et al. Protokol penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid. Protokol
PERABOI, 2003. hal 17-32.
6. Hanks. Jhon B. Thyroid. Sabiston textbook of Surgery, 16th ed, 2001. Pg 288.
7. Attie JN: Modified neck dissection in treatment of thyroid cancer: A safe procedure.
1988. Eur J Cancer Clin Oncol 24:315-324.
8. Lal G and Clark O.H. Thyroid, Parathyroid and Adrenal in Schwartz. Principles of
Surgery ninth edition.2010, pp: 1343-1408.
9. Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku ajar ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta 2004. Hal 683
94
10. Adedayo A. Onitilo et. al. Simplifying the TNM System for Clinical Use in Differentiated
Thyroid Cancer. 2008. Journal of Clinical Oncology.
11. David G. Pfister et. al. Refractory Thyroid Cancer : A Paradigm shift in treatment is not
so far. Journal of Clinical Oncology Vol 29, 2008. Pg 4701 04.
12. Djokomoeljanto, 2009. Buku Ajar Tiroidologi Klinik. Semarang: Badan Penerbit Undip

46

You might also like