You are on page 1of 62

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.


Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas laporan PBL (Problem Based Learning) dengan baik.
Shalawat dan salam marilah senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW karena
beliau telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.
Dalam tugas laporan praktikum PBL kali ini penulis membahas tentang Modul 2
Produksi Kencing Menurun. Tugas ini merupakan salah satu laporan pada Sistem Urogenital
program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Tugas laporan ini dibuat bukan hanya untuk memenuhi syarat tugas saja
melainkan untuk tambahan bacaan teman-teman semuanya.
Dalam proses pembuatan tugas laporan ini tentunya penulis mendapat bimbingan, arahan,
pengetahuan, dan semangat, untuk itu penulis sampaikan terima kasih kepada:

dr.Bambang sebagai tutor kelompok kami

Para dosen dan dokter yang telah memberikan ilmu-ilmunya pada sistem Urogenital yang
tidak bisa disebutkan satu persatu
Pembahasan di dalamnya penulis dapatkan dari buku-buku text book, jurnal, internet,
diskusi, dan lainnya. Penulis sadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaannya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, Insyaa Allah laporan ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman
semua.
Waalaikumsalam Wr. Wb
Jakarta, 20 April 2015

1 | Sistem Urogenital

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1
DAFTAR ISI..2
BAB I : PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang 3

1.2

Tujuan Pembelajaran ..3

1.3

Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya .......4

1.4

Laporan Seven Jump....4

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Jelaskan fisiologi, anatomi , urogenital !
2.2 Jelaskan patomekanisme oliguria!
2.3 Jelaskan penyebab oliguria!
2.4 Jelaskan keseimbangan asam basa di ginjal!
2.5 Jelaskan hubungan oliguria dengan gejala pada skenario!
2.6 Jelaskan pengaruh minum obat analgetik terhadap oliguria!
2.7 Sebutkan dan jelaskan penyakit dengan keluhan utama oliguria!
2.8 Mengapa terjadi lemas dan sakit pada seluruh tubuh terutama lengan dan kaki?
2.9 Jelaskan alur diagnostis untuk scenario!
2.10 Jelaskan DD pada scenario!
a. DD 1 : Gagal Ginjal Akut
b. DD 2 : Gagal Ginjal Kronik
c. DD 3 : Glomerulonefritik Akut
BAB III : KESIMPULAN...61
DAFTAR PUSTAKA.......63

BAB I
PENDAHULUAN
2 | Sistem Urogenital

1.1 Latar Belakang


Pada Semester 4 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan kesehatan
Universitas Muhammadiyah, kami mendapatkan mata kuliah sistem Urogenital . Dalam
Modul pertama pada Sistem Urogenital kami mempelajari konsep dasar penyakit-penyakit
system urogenital yang memberikan gejala bengkak pada wajah dan perut.
Dalam PBL Modul kedua ini yaitu mengenai Produksi kening menurun. kelompok kami
Menjelaskan

konsep

dasar

penyakit-penyakit

sistem

urogenital,

Penyebab

serta

patomekanisme terjadinya penyakit, kelainan jaringan, gambaran klinis, cara diagnosis


dimana dibutuhkan

pemeriksaan lain pada penyakit yang memberikan gejala produksi

kencing menurun sehingga dapat dilakukannya penganan yang adekuat dan melakukan
pencegahan dini agar tidak mengalami penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan produksi
kencing menurun.

1.2 Tujuan Pembelajaran

Mampu menguraikan struktur anatomi, fisiologi dari system uropoietik


Mampu menjelaskan perubahan biokimia urin dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam-

basa
Mampu menjelaskan penyakit-penyakit yang dapat memberikan gejala produksi kencing

menurunbaik pada penderita anak-anak maupun dewasa


Mampu menjelaskan patomekanisme timbulnya gejala produksi kencing menurun
Mampu menjelaskan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk mendiagnosis banding beberapa penyakit yang mempunyai gejala produksi

kencing menurun
Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sedeerhana untuk pemeriksaan penyakit-penyakit

system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun


Mampu menganalisa hasil laboratorium dan pemeriksaan radiologic (BNO-IVP) pada penderita

penyakit system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun
Mampu menjelaskan penatalaksanaan penderita-penderita system urogenital, terutama yang

memberikan gejala produksi kencing menurun


Mampu menjelaskan asupan nutrisi yang sesuai untuk penyakit system urogenital, terutama

penyakit dengan gejala produksi kencing menurun


Mampu menjelaskan epidemiologi dan tindakan-tindakan pencegahan penyakit-penyakit sitem
urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun.

3 | Sistem Urogenital

1.3 Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya


Pada saat melakukan PBL, kelompok kami berdiskusi bersama untuk mempelajari kasus-kasus
yang ada di skenario. Kami melakukan pembelajaran dengan mengikuti tujuh langkah (seven
jumps) utuk dapat menyelesaikan masalah yang kami dapatkan.
1.4 Laporan Seven Jumps
Kelompok kami telah melakukan diskusi pada hari Selasa, 17 Maret 2015 dan kami telah
menyelesaikan 5 langkah dari 7 langkah yang ada. Berikut laporan dari hasil yang telah kami
dapatkan :

LANGKAH 1 (Clarify Unfamiliar)

Skenario
Seorang pria 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing berkurang. Gejala
ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu sebelumnya
penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki, dan penderita
minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.
Kata sulit
Tidak ada
Kata/kalimat kunci

Pria, 68 tahun
K.U : Produksi kencing berkurang (oliguria)
Muntah, Lemas dan malaise
Lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki
Minum obat untuk mengurangi rasa sakit (analgetik)

LANGKAH 2 ( Define Problem)

Mind map

4 | Sistem Urogenital

Pertanyaan
1. Jelaskan fisiologi, anatomi , urogenital !
2. Jelaskan patomekanisme oliguria!
3. Jelaskan penyebab oliguria!
4. Jelaskan keseimbangan asam basa di ginjal!
5. Jelaskan hubungan oliguria dengan gejala pada skenario!
6. Jelaskan pengaruh minum obat analgetik terhadap oliguria!
7. Sebutkan dan jelaskan penyakit dengan keluhan utama oliguria!
8. Mengapa terjadi lemas dan sakit pada seluruh tubuh terutama lengan dan kaki?
9. Jelaskan alur diagnostis untuk scenario!
10. Jelaskan DD pada scenario!
a. DD 1 : Gagal Ginjal Akut
b. DD 2 : Gagal Ginjal Kronik
c. DD 3 : Glomerulonefritik Akut

LANGKAH 3 ( Brainstorme Possible)


Pada saat diskusi kami telah melakukan brain storming dengan cara menjawab pertanyan-

pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Dalam langkah ke-3 ini beberapa pertanyaan yang telah
didapat dari langkah ke-2 telah ditemukan inti jawabannya.

5 | Sistem Urogenital

LANGKAH 4 (Hypotesis)
DD 1
: Gagal Ginjal Akut
DD 2
: Gagal Ginjal Kronik
DD 3
: Glomerulonefritik Akut

LANGKAH 5 ( Sasaran pembelajaran / Learning Objectif)


a. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )
b. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )

LANGKAH 6 ( Belajar Mandiri )


Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar ilmiah,
mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan pemahaman
dan penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya akan dipersentasikan
dan disajikan untuk dibahas bersama

LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada hari Kamis, 21 Maret 2014, dan
kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya. Semua
anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada saat belajar
mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada Bab II.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jelaskan fisiologi, anatomi system urogenital!


Fisiologi Sistem Urogenital

6 | Sistem Urogenital

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring / membersihkan darah. Aliran
darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan
filtrat sebanyak 120 ml/menit atau 170 liter/hari ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam
Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Ginjal
melakukan fungsinya yang paling penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dari
filtrat pada kecepatan yang bervariasi. Ginjal melakukan fungsi yang multiple, antara lain :
a. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit.
Untuk mempertahankan homeostatis ekskresi air dan elektrolit seharusnya sesuai dengan
asupan. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan meningkat. Jika asupan
kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan berkurang.
b. Pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit.
c. Pengaturan keseimbangan asam-basa.
Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah. Ginjal
mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan
hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH
8. Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan
aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi. Kenaikan
atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan air akan segera
dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari dengan umpan
balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan
sekresi air) sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal.
d.
Ekskresi produk sisa metabolic dan bahan kimia asing.
Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak
diperlukan lagi oleh tubuh. Produk ini meliputi urea (metabolisme dari asam amino),
kreatinin(dari kreatin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan
hemoglobin, dan metabolit dari berbagai hormon.
e. Pembentuk urin
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh.urin mempunyai fungsi untuk membuang zat sisa seperti
racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Urin mempunyai komposisi antara lain : air, garam,
asam, basa, sisa metabolism, hasil detoksinasi.

Tahap-tahapan pembentukan urin :

7 | Sistem Urogenital

1.

Penyaringan(filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik
dibuat untuk menahan komponen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam
vascular sistem, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi
air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler.
Pada mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen
yang meninggalkan glomerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel
epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman
disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri
atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epitelium visceral. Endothelium
kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau
fenestrate.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan
onkotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang mediumbesar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi (filtration barrier) bersifat selektif permeable.
Normalnya komponen seluler dan protein plasma tetap didalam darah, sedangkan air dan
larutan akan bebas tersaring.

8 | Sistem Urogenital

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul
2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga
mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban
listirk (electric charged) dari setiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation (positive) lebih
mudah tersaring dari pada anion. Bahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti
glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati
saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat
glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung
protein.
2. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna
seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan
bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari
178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi
beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2%
dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi
pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
3.Augmentasi
Yaitu proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal.
Dari tubulus-tububulus ginjal, urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong
kemih melalui saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong kemih
akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar melalui uretra.
Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa
9 | Sistem Urogenital

substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin. Zat
sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa
ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO 2, H2O, NHS, zat warna
empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran
zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak
berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO 2 berupa zat sisa namun sebagian masih
dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut. Amonia (NH3), hasil
pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini
harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat
tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna
empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan
pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi
warna pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen
(sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena
daya larutnya di dalam air rendah.
Secara sederhana:
Sel darah, air, garam, nutrisi, dan urea yang terdapat pada arteri akan masuk ke ginjal
pada glomerulus dan terjadi penyaringan: sel darah akan tetap berada pada kepiler darah,
sedangkan urea, air, garam, dan nutrisi masuk ke dalam kapsula bowman. hasil penyaringan ini
akan disebut urin primer. Kapsula bowman akan mengalirkan hasil penyaringan ke Tubulus
proksimal untuk menyerap kembali bahan-bahan yang masih dibutuhkan tubuh. Pada tubulus
proksimal air, garam dan nutrisi akan diserap kembali ke dalam tubuh dan diangkut melalui
vena. Setelah melewati tubulus proksimal, proses berlanjut ke tubulus distal untuk penambahan
zat-zat sisa yang tidak dibutuhkan tubuh seperti sisa hasil metabolisme. Setelah itu akan
disalurkan ke Duktus pengumpul kemudian ke ureter dan dibuang keluar dari tubuh.

Anatomi Sistem Urogenital


Sistem urinaria adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan
urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dan uretra.
a.Ginjal
10 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada


kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen. Manusia memiliki
sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan
kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di
belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra
T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat
untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.

Lapisan Ginjal

11 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu
tua, lapisan ginjal terbagi atas :
-

lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)


lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris) )

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.
Unit Fungsional Ginjal

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta
buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
12 | S i s t e m U r o g e n i t a l

terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri dari
sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan
oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang
disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran
darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus
dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat
yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan
meninggalkan ginjal lewat arteri eferen. Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula
Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus
konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus
konvulasi distal. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang
digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang
menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali
glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk
ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus
konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari tubulus penghubung, tubulus
kolektivus kortikal, tubulus kloektivus medularis. Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan
arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel
juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan
menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian
dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

b. Ureter

13 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal
(filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter
yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

Anterior

Syntopi ureter
Ureter kiri
Kolon sigmoid

Ureter kanan
Duodenum pars descendens

a/v. colica sinistra

Ileum terminal

a/v. testicularis/ovarica

a/v. colica dextra


a/v.ileocolica

Posterior

mesostenium
M.psoas major, percabangan a.iliaca communis
Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus
deferens
Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian
atas vagina

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior
di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih.
Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalisureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini
sering terbentuk batu/kalkulus. Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,
a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persrafan ureter
melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus
hipogastricus superior dan inferior.
c. Vesica Urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung


kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk
menampung urine yang berasal dari ginjal melalui
ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan
lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme
relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai
pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
14 | S i s t e m U r o g e n i t a l

seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik
dan saraf.

Vertex
Infero-lateral
Superior

Syntopi vesica urinaria


Lig. umbilical medial
Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani
Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav.

Infero-posterior

vesicouterina (perempuan)
Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum
Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian
yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular).
Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae
merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan
collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam
keadaan kosong. Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan a.vesicalis inferior digntikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada vesica
urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui
n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun
persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik
dan motorik.
d.

Uretra

15 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria
memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan
kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. Selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter),
sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih
dan bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa
dan pars spongiosa. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal
yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis. Pars
prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini
dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya. Pars membranosa (12-19 mm),
merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju
bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter
urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis). Pars spongiosa (15 cm),
merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di
ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Referensi:
Paulsen, Frans. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 23. Jakarta : EGC.
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Malang : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

16 | S i s t e m U r o g e n i t a l

2.2 Jelaskan patomekanisme urogenital!


1. Insufisiensi prerenal
Insufisiensi prerenal merupakan respons fungsional dari ginjal normal terhadap
hipoperfusi. Fase dini dari kompensasi ginjal untuk perfusi yang berkurang adalah
autoregulasi laju filtrasi glomerulus, melalui dilatasi arteriol aferen (yang diinduksi oleh
respons miogenik, umpan balik tubuloglomerulus, dan prostaglandin) dan via konstriksi
arteriol eferen (diperantarai oleh angiotensin II). Fase dini juga mencakup peningkatan
reabsorpsi garam dan air (dirangsang oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem
saraf simpatis).
Stimulasi simpatis dan sistem renin-angiotensin yang berlebihan bisa menyebabkan
vasokonstriksi renal yang hebat dan cedera iskemik terhadap ginjal. Interferensi
autoregulasi ginjal oleh pemberian vasokonstriktor (siklosporin atau takrolimus),
inhibitor sintesis prostaglandin (obat anti-inflamasi nonsteroid atau Penghambat
angiotensin-converting enzyme (ACE) bisa mencetuskan GGA oligurik pada individu
dengan perfusi ginjal yang berkurang.
2.

Gagal ginjal intrinsik disertai oleh kerusakan struktur ginjal. Ini meliputi nekrosis
tubulus akut (akibat iskemia berkepanjangan, obat-obat dan toksin), penyakit glomerulus,
atau lesi pembuluh darah).

3. Gagal postrenal merupakan akibat dari obstruksi mekanik atau fungsional terhadap aliran
urin.
4. Pada Gagal ginjal akut patomekanisme oliguria adalah:

17 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Referensi :
Setiyohadi, Bambang. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

2.3 Jelaskan penyebab oliguria!


1. Pra-renal
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik,
lainnya), pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
18 | S i s t e m U r o g e n i t a l

penyakit ginjal

d. Disritmia.
e. Emboli paru.
Ketidakcukupan respon fungsional pada struktur normal ginjal yang menyebabkan
hipoperfusi. Penurunan dalam sirkulasi menimbulkan sebuah system respon yang ditargetkan
pada pemulihan volume di intravascular yang memediasi laju filtrasi glomerulus. Baroreceptormediated mengaktivasi system saraf simpatis dan poros rennin angiotensin yang menyebabkan
vasokontriksi pada ginjal dan menyebabkan penurunan pada laju filtrasi glomerulus.
2. Renal
Kelainan glomeroulus
Reaksi imun
Hipertensi maligna
Kelainan tubulus
Kelainan interstisial
Kelainan vaskuler
Gangguan pada intrinsic ginjal berhubungan dengan kerusakan pada struktur ginjal.
Gangguan ini menyertai pada akut tubular nekrosis (dikarenakan iskemia yang berkepanjangan,
obat-obatan, dan toksin), penyakit glomerulus primer, dan penyakit vascular. Pada akut tubular
nekrosis yang menyebabkan oliguria diawali dengan iskemia, yang mengubah tempat
metabolisme sel tubular dan kemudian sel mati dan menghasilkan deskuasi sel, sehingga terjadi
obstruksi pada intra tubular, terjadi kebocoran pada saluran caiaran di tubular, sehingga terjadi
oliguria.
3. Post-renal
1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : struktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal :
a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.
Terjadi obstruksi pada aliran fungsional urin. Ini mengakibatkan oliguria dan kekurangan
fungsi ginjal dalam melepaskan respon pada obstruksi.
Penyebab post renal oliguria bisa disebabkan beberapa keadaan yakni obstruksi saluran urin
(pelvis renal, ureter, vesica urinaria, urethra). Post renal oliguria biasanya bermanifestasi menjadi
anuria. Onset dari anuria terjadi secara tiba-tiba pada saat pengamatan, atau melalui kateter
urinaria untuk dilakukan pengamatannya.
Ketika oliguria pre renal telah berat, atau telah terkombinasi dengan kerusakan lain dari
nephrotoxic, dan intra renal bisa mengakibatkan kemungkinan gangguan ginjal akut. Renal
tubulus menjadi rusak yang mengakibatkan iskemia yang injury dan kehilangan keseimbangan
yang mempertahankan sodium dan air.
19 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Referensi
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

2.4 Jelaskan keseimbangan asam basa di ginjal!


Ginjal mengatur keseinbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang asam atau basa.
Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstrasel, sedangkan
pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstrasel.
Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai berikut.
Sejumlah besar HCO

difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus, dan bila HCO

ini

diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sejumlah besar H juga
disekresikan kedalam lumen tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari
darah. Bila lebih banyak H yang disekresikan daripada HCO

yang difiltrasi, akan terjadi

kehilangan asam dari cairan ekstrasel. Sebaliknya apabila lebih banya HCO

yang difiltrasi

daripada H yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.


Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam non-volatil, terutama dari
metabolisme protein. Asam-asam ini disebut non-volatil karena asam tersebut bukan HCO,
karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru. Mekanisme primer untuk mengeluarkan asam ini
dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan bikarbonat
dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam non-volatil.
Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320 miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L),
dan dalam kondisi normal hampr semuanya direabsorpsi dari tubulus, sehingga mempertahankan
sistem dapar utama cairan ekstrasel.
Reabsorpsi bikarbonat dan ekskresi H, dicapai melalui proses sekresi H oleh tubulus.
Karena HCO harus bereaksi dengan satu H yang disekresikan untuk membentuk HCO
sebelum dapat direabsorpsi, 4320 miliekuivalen H harus disekresikan setiap hari hanya untuk
mereabsorpsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80 miliekuivalen H harus
disekresikan untuk menghilangkan asam non volatil yang diproduksi oleh tubuh setiap hari,
sehingga total 4400 miliekuivalen H disekresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya.

20 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Bila terdapat pengurangan konsentrasi H cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal gagal


mereabsorpsi semua bokarbonat yang difiltrasi, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat.
Karena HCO normalnya mendapat hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan bikarbonat ini
sama saja dengan penambahan satu H kedalam cairan ekstrasel. Oleh karena itu, pada
alkalosis, pengeluaran HCO akan meningkatkan konsentrasi H cairan ekstrasel kembali
menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsorpsi
semua bikarbonat yang difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali
kedalam cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H cairan ekstrasel kembali menuju
normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi H cairan ekstrasel melalui tiga mekanisme dasar
1. Sekresi ion H
2. Reabsorpsi HCO yang difiltrasi
3. Produksi HCO baru.
Semua proses ini dicapai melalui mekanisme dasar yang sama.
Nilai normal :
PCO2 : 35 45 mmHg
PO2

: 75 100 mmHg

pH

: 7.35 7.45

HCO3 : 22 26 mEq/L
2.5 Jelaskan hubungan oliguria dengan gejala pada scenario!

Mekanisme keluhan disertai muntah, lemas dan malaise pada skenario

21 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Muntah : adalah cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dan isinya ketika
hamper semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas. Distensi / iritasi yang
berlebihan dari duodenum menyebabkan rangsangan yang kuat untuk muntah.
Sinyal sensoris dari faring, esophagus, lambung dan bagian atas usus halus lalu ditransmisikan
oleh saraf Aferen Vagal maupun aferen simpatis keberbagai nucleus (pusat muntah) lalu impuls
saraf motorik di transmisikan keberbegai saraf cranial, V, VII, IX, X dan XII atau dari pusat
muntah ke saraf vagus dan simpatis ketraktus lebih bawah. Atau dari pusat munta ke spinalis lalu
ke diafragma.
Iritasi gastrointestinal atiperistaltik (gerakan kearah atas traktus pencernaan) ileum
mundur naik ke usus halus mendorong isi usus halus keduodenum duodenum
meregang muntah.

Aksi muntahnya berupa :


1. Bernapas dalam
2. Naik tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas yang terbuka
3. Penutupan glottis untuk mencegah masuknya muntah ke dalam paru
4. Pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior
Zona Pencetus Kemoresptor untuk muntah :
Pemakaian obat-obatan apomorfin, morfin dan derifat digitalis merangsang zona pencetus

kemoreseptor muntah
Hubungan Muntah dengan oliguria
Oliguria zat-zat yang seharusnya dibuang jadi di simpan dalam darah menumpuk

didarah Azotemia merangsang Kemoreseptor Trigger Zone reflex muntah.


Malaise
Pada keadan malaise akan terjadi hipoksia yang akan menyebabkan ATP menurun, dan
menyebabkan aktivitas ATP ase terganggu menurunnya cadangan energy sel lemas dan
malaise.

Hubungan oliguria dengan muntah, lemasn dan malaise


Gangguan pada ginjal menyebabkan produksi urin menurun, maka akan terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, lalu tubuh kehilangan elektrolit, terjadinya dehidrasi, lemas,
cepat lelah dan malaise. Apabila tubuh mengalami ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

22 | S i s t e m U r o g e n i t a l

maka akan terjadi ketidak seimbangan asam dan basa. Apabila kadar asam meningkat maka asam
pada lambung juga akan meningkat yang akhirnya akan mengakibatkan terjadinya muntah.

Referensi:
Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson, editor; Alih Bahasa, dr. Brahm U. Pendit, dkk. Patofisiologi Volume II.
Edisi 6. Jakarta : EGC; 2003.
Corwin, EJ, editor. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2001.

2.6 Jelaskan pengaruh minum obat analgetik terhadap oliguria!


Hubungan obat nyeri dengan oliguria
AINS merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengontrol nyeri tingkat sedang pada
beberapa gangguan muskoloskeletal, aktivitas AINS menghambat biosintesis prostaglandin, yang
bekerja menghibisi enzim siklooksigenase (COX). Salah satu fungsi prostaglandin ialah bekerja
pada messengial sel dalam glomerulus dari ginjal untuk meningkatkan laju filtrasi glomerulus,
apabila pasien ini mengonsumsi AINS dalam waktu yang lama maka laju filtrasi glomerulus
akan menurun yang dapat menyebabkan oliguria.
Referensi :
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC

2.7 Sebutkan dan jelaskan penyakit dengan keluhan utama oliguria!


1. GAGAL GINJAL AKUT
Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak
(dalam beberapa jam sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan
penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan kreatinin). GGA biasanya tidak menimbulkan
gejala dan dapat dilihat dengan pemeriksaan laboratorium darah, yaitu adanya peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dalam darah. GGA biasanya dapat sembuh seperti sediakala, hal ini
dikarenakan keunikan organ ginjal yang dapat sembuh sendiri bila terjadi gangguan fungsi.
Etiologi
23 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Gagal ginjal akut bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan yang menyebabkan:
1) Berkurangnya aliran darah ke ginjal
Kekurangan darah akibat perdarahan, dehidrasi atau cedera fisik yg menyebabkan tersumbatnya
pembuluh darah
Daya pompa jantung menurun (kegagalan jantung)
Tekanan darah yg sangat rendah (syok)
Kegagalan hati (sindroma hepatorenalis)
2) Penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal
Pembesaran prostat
Tumor yg menekan saluran kemih
3) Trauma pada ginjal.
Reaksi alergi (misalnya alergi terhadap zat radioopak yg digunakan pada pemeriksaan rontgen)
Zat-zat racun
Keadaan yg mempengaruhi unit penyaringan ginjal (nefron)
Penyumbatan arteri atau vena di ginjal
Kristal, protein atau bahan lainnya dalam ginjal

Gejala
Gejala-gejala yang dtemukan pada gagal ginjal akut:

Berkurangnya produksi air kemih (oliguria=volume air kemih berkurang atau anuria=sama sekali
tidak terbentuk air kemih)
Nokturia (berkemih di malam hari)
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki
Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
Perubahan mental atau suasana hati
Tremor tangan dan kejang
Mual, muntah

2. GAGAL GINJAL KRONIK


Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinisyang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu
derajatyang

memerlukan

terapi

pengganti

ginjal

yang

tetap,

berupa

dialisis

atau

transplantasiginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen
lainnyadalam darah).fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya.
Etiologi
24 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2
(44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh
seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi
merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan
menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Kondisi lain yang dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain:
Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan
pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik
Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan pembesaran kista di ginjal
dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu. Contohnya,
penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan
infeksi dan kerusakan pada ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran glandula prostat pada pria
danrefluks ureter.
Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.

Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak
ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :

Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

3. GLOMERULONEFRITIS AKUT
Definisi

25 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terjadap bakteri atau virus
tertentu yang sering terjadi akibat infeksi Streptococcus.
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau
eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai). Hospes (ginjal)
mengenal antigen sebagai suatu benda asing dan mulai membentuk antibody untuk
menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi,
termasuk menurunnya perubahan laju filtrasi glomerulus (LFG), peningkatan permiabilitas dari
dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma (terutama albumin) dan SDM, dan retensi
abnormal Na dan H2O yang menekan produksi rennin dan aldosterone.
Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe
1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari
setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar
10-15%.Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis
akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:
a. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
b. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
c. Parasit
: malaria dan toksoplasma

Gejala Klinis

Edema pada kelopak mata atau tungkai

Hematuria

Demam

Oligouria atau anuria

Hipertensi

Gejala penyerta dapat disertai muntah, anoreksia, konstipasi atau diare

4. BATU UREMIA
26 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Definisi
Merupakan batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (Nefrolitiasis), ureter
(ureterolitiasis), kantung kemih (Vesikolitiasis) dan uretra (Uretrolitiasis).
Batu saluran kemih sering dikaitkan dengan retensi urine. Pasien yang mengalami BSK sebagian
besar akan mengalami resistensi urine hal ini disebabkan apabila batu pada saluran kemih
tersebut sudah menyebabkan obtruksi pada saluran kemih sehingga terjadi penimbunan urine
didalam vesika urinaria. Hal inilah yang menyebabkan rasa ingin berkemih tapi tidak dapat
terlaksana ( resistensi urine).
Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.
2. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti
pembentukan batu.
3. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
4. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan
cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin
menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.
5. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya
batu saluran kemih.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi
dan edema.
27 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan

hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.


Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari
iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara

perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.


Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
a) Batu di ginjal
Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
Hematuri dan piuria.
Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah mendekati

b)

c)

kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.


Mual dan muntah.
Diare.
Batu di ureter
Nyeri menyebar ke paha dan genitalia.
Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
Hematuri akibat aksi abrasi batu.
Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diametr batu 0,5-1 cm.
Batu di kandung kemih
Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan

hematuri.
Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.

5. SINDROMA HEMOLITIK UREMIK

Definisi
Hemolytic uremic syndrome adalah salah satu bentuk anemia hemolitik mikro angiopatik.
Sindrom ini pertama kali digunakan Gasser et al pada tahun 1955 untuk mendeksripsikan
hubungan antara anemia hemolitik intravascular akut dan gagal ginjal pada bayi dan anak-anak.
Sindrom ini merupakan mikroangiopati renal yang melibatkan arteriole kecil dan kapiler
glomerulus, dan destruksi trombosit yang menyebabkan trombositopenia dalam berbagai derajat.

Etiologi
Sindrom ini terjadi secara predominan terjadi pada bayi-bayi yang sehat dan didahului oleh diare
berdarah yang disebabkan oleh berbagai serotype Escherichia coli atau Shigelladysenteri aesero
type I. Organisme-organisme tersebut menyediakan kapasitas untuk menghasilkan bentuk yang
28 | S i s t e m U r o g e n i t a l

serupa dengan exotoxin, prototype dari toxin Shiga yang dihasilkan olehS. Dysenteriae dan
disandikan pada DNA tersebut. Shigalike toxins 1 (SLT-1) dan 2 (SLT-2) berhubungan erat
dengan exotoxin yang disandikan pada DNA dari bakteriofag pada beberapa serotype E.coli,
yang paling banyak yaitu serotype 0157:H7. SLT-1 bereaksi dengan toksin Shiga secara antigen
dan dibedakan dengan satu asam amino pada subunit A. SLT-2 secara antigen tidak bereaksi
dengan SLT- 1 dan toksin Shiga, dan memperlihatkan sedikit homologi struktur dengan toksin
terakhir. Entero hemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menghasilkan SLT-1, SLT-2, atau keduanya.
EHEC terdapat pada sapi dan bias anya ditularkan melalui daging mentah, susu yang tidak
terpasteurisasi, atau makanan dan air yang
Tanda dan Gejala
1. Diare berdarah
2. Muntah
3.Sakit perut
4.Kelelahan dan lekas marah
5.Demam, biasanya tidak tinggi
6.Memar atau pendarahan dari hidung dan mulut
7.Penurunan kencing atau darah dalam urin
8.Pembengkakan wajah, tangan, kaki atau seluruh tubuh
9. Kebingungan
Referensi
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.Sudoyo, Aru W, dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi V. Jakarta : Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

2.8 Mengapa terjadi lemas dan sakit pada seluruh tubuh terutama lengan dan kaki!
Beberapa jaringan seperti otak dan eritrosit selalu membutuhkan pemasukan
glukosa.Pengaturan aliran darah balik ginjalAliran darah ginjal harus ttetap adekuat agar
ginjal dapat bertahan serta untuk mengontrolvolume plasma dan elektrolit. Perubahan
tekanan darah ginjal dapat menyebabkan meningkatatau menurunkan tekanan hidrostatik
glomerulus yang memengaruhi GFR.Terdapat 2 mekanisme aliran darah ginjal :
1. Intrarenal : pembuluh darah aferen dan eferen (otoregulasi)
2. Ekstrarenal : efek langsung penurunan dan peningkatan arteri dan efek
susunan saraf

29 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Saat terjadi penurunan tekanan darah, maka sel JG melepaskan rennin, yang
padagilirannya menyebabkan peningkatan AII. AII menyebabkan konstriksi arteriol di
seluruh tubuh, termasuk arteriol aferen dan eferen. Konstriksi yang ditimbulkan oleh AII
menigkatkan resitensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ke tingkat normal. Aliran
darah ginjal berkurang menyebabkan produksi urin berkurang.
Pada gagal ginjal kronis, saat fungsi ginjal sangat meurun terdapat pembentukan
anion dari asam lemah dalam cairan tubuh yang tidak di eksresikan oleh ginjal. Selain itu
penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi
jumlah bikarbonat yang ditambahkan kembali ke dalam cairan tubuh, jadi gagal ginjal
kronis dpaat dihubungkan dengan asidosis metabolic berat.
JIKA, memuntahkan isi lambung dapat menyebabkan alkalosis metabolic.
Sintesis baru glukosa berlangsung terutama di dalam hati , SEL TUBULUS
GINJAL juga mempunyai aktivitas glukoneogenesis yang tinggi, karena massa dari selsel nya lebih kecilmaka pembentukan baru glukosa di dalam ginjal hanya kurang lebih 10
% dari keseluruhan sintesis. Prekusor yang penting dalam proses glukoneogenesis (asam
amino dari jaringan otot dan laktat yang terbentuk dalam eritrosit dan dalam keadaan
kekurangan O di otot. Melalui glukoneogenesis, Manusia dapat membentuk beberapa
ratus glukosa setiap harinya .
Homeostasis darah menjaga persediaan air didalam sistem pembuluh darah, selsel (ruang intraselular) dan daerah ekstraselular agar selalu berada dalam seimbang.
Keseimbangan asam basa diatur juga oleh darah. , bekerja sama dengan paru, hati dan
ginjal.
Ginjal juga menghasilkan hormone polipeptida yaitu eritropoetin . disamping juga
olehhati. Hormon ini bekerja sama dengan faktor lain. Yang terkenal sebagai faktor yang
menstimulasi koloni (colony stimulating factor/CSF). Mengatur differensiasi sel-sel
induk sumsum tulang. Sekresi eritropoetin distimulasi melalui hipoksi (pO menurun).
Dalam waktu beberapa jam, eritropoetin kemudian mengurus suatu perubaha di dalam
sumsum tulang dari selawal eritrosit menjadi eritrosit. Sehingga konsentrasi eritrosit
dalam darh meningkat. Kerusakan ginjal menyebabkan suatu sekresi eritropoetin
berkurang sehingga terjadi anemia.
Urin mempunyai ph asam (kira-kira 5,8) , bersamaan dengan urin juga
dieksresikan air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air. Di urin terkandung kreatin
merupakan metabolisme otot, urea dari protein dan asam amino, hipurat yaitu derivate
asam amino, asam urat hasil katabolisme purin, kreatinin dari keratin.
Asam amino terutama dipecahkan didalam hati. Hasil ddari proses tersebut adalah
pelepasan amoniak, pemecahan purin dan pirimidin juga menghasilkan amoniak.
30 | S i s t e m U r o g e n i t a l

AMONIAK suatu basa berkekuatan sedang adalah suatu racun sel (mitokondria). Dalam
konsentrasi yang lebih tinggi lagi, amoniak terutama merusak sel saraf. untuk
menginaktivasi dan meneksresikan amoniak pada manusia hal ini terjadi terutama melalui
pembentukan urea. Juga hanya sedikit dikeluarkan melalui urin. Bagian terbesar amoniak
sebelum di eksresikan diubah menjadi urea.
Referensi :
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC

2.9 Jelaskan alur diagnosis untuk scenario!

2.10 Jelaskan DD pada scenario !


GAGAL GINJAL AKUT

Definisi dan Faktor Risiko

Gangguan Ginjal Akut (GGA) adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin).
GGA merupakan suatu sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan
dengan patofisiologi yang berbeda-beda.
1. Umur dan jenis kelamin
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia dapat terkena
penyakit ini. Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA,
51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat
mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk
kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri.

31 | S i s t e m U r o g e n i t a l

3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri
dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik.
Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah
yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang
mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan kesehatan.
4. Riwayat penyakit sebelumnya

Klasifikasi Gangguan Ginjal Akut (GGA)

Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :


a. GGA Prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya

penurunan aliran darah ginjal

(renal hypoperfusion) yang

mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel
apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada

GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun

berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel
tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA (Nekrosis
Tubular Akut). GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik
atau morfologi pada nefron.
b.

GGA Renal

GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tibatiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.

32 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami
kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang
disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
c. GGA Postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam
saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan
mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.

Etiologi

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu :


a) Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal

lainnya), pernafasan, pembedahan.


Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.

2.

Vasodilatasi sistemik :
Sepsis.
Sirosis hati.
Anestesia/ blokade ganglion.
Reaksi anafilaksis.
Vasodilatasi oleh obat.

3.

Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :


Renjatan kardiogenik, infark jantung.
Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
Tamponade jantung.
Disritmia.
Emboli paru.

33 | S i s t e m U r o g e n i t a l

b) Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :


1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya disebabkan oleh
kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi satu
sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan
oleh jenis tertentu dari streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan
streptokokal, tonsilitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna

2. Kelainan Tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia. Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA
prarenal yang tidak teratasi.
Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat
menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai menyebabkan
penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus
ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat
terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron,
sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh
sering gagal mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal, selama
tubulus masih baik.
Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu :
1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan pada luka bakar, atau
asites.

34 | S i s t e m U r o g e n i t a l

2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya syok, payah jantung yang berat, aritmi jantung, dan
tamponade.
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi akibat menelan
zat-zat nefrotoksik. Zat-zat yang bersifat nefrotoksik yang khas terhadap sel epitel tubulus ginjal
menyebabkan kematian pada banyak sel. Sebagai akibatnya sel-sel epitel hancur terlepas dari
membran basal dan menempel menutupi atau menyumbat tubulus. Beberapa keadaan membran
basal juga rusak, tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh sepanjang permukaan membran
sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh sampai dua puluh hari.
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain :
1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung akibat sembab. Khas pada
daerah perbatasan kortiko medular tampak daerah yang pucat.
2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik dan lesi iskemik.

3. Kelainan interstisial
a. Nefritis interstisial akut Nefritis interstisial akut merupakan salah satu penyebab GGA renal,
yang merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis interstisial akut dapat terjadi akibat infeksi
yang berat dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan.
b. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya mulai di dalam
pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari
kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
4. Kelainan vaskular
a. Trombosis arteri atau vena renalis
b. Vaskulitis.
35 | S i s t e m U r o g e n i t a l

c) Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :


1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.

2. Obstruksi ekstra renal :


a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.

3. Agent
Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi akibat menelan
zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan
menyebabkan GGA, yaitu seperti :
a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lainlainnya.
b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan kalsium
natrium adetat.
c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil alkohol.
d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.

36 | S i s t e m U r o g e n i t a l

e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.

4. Environment
Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit GGA. Jika seseorang bekerja di dalam
ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi
adalah berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan
zat-zat yang diperlukan oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan.
Patofisiologi
GGA Pra Renal
Pada AKI pra renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi,
akan terjadi penurunan tekanan darah yang mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang
selanjutnya mengaktivasi sistim saraf simpatis, sistim renin-angiotensin serta merangsang
pelepasan vasopresin dan endothelin-1 (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi ginjal. Pada keadaan ini
mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferen yang dipengaruhi oleh refleks miogenik,
prostaglandin, dan nitrit oxide (NO), serta vasokontriksi arteriol efferen yang terutama
dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri ratarata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferen mengalami vasokontriksi, terjadi
kontraksi mesangial dan peningkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut pre renal
atau acute kidney injury fungsional belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. Penanganan
terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostatis intrarenal menjadi normal kembali.
Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACE inhibitor, NSAID
terutama pada pasien-pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2mg/dL
sehingga dapat terjadi acute kidney injury pre renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretik, sirosis hati, dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa
pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan-keadaan yang merupakan resiko GGA pra renal;

37 | S i s t e m U r o g e n i t a l

seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskular), penyakit ginjal polikistik,
dan nefrosklerosis intrarenal.
GGA Renal
Pada GGA renal, terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut
(NTA), dimana pada NTA terjadi kelainan vaskular dan tubular

Kelainan vaskular
Pada kelainan vaskular terjadi:
1.
Peningkatan Ca2+ sitosolik dan arteriol afferen glomerulus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
2. Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal yang mengakibatkan peningkatan angiotensin II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitrit oxide yang berasal dari
endotelial NO-sintase.
3.
Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor (TNF) dan
interleukin-18 (IL-18), yang selanjutnya meningkatkan ekspresi dari intraseluler
adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan
perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan radikal bebas oksigen. Keseluruhan proses di atas secara bersamasama menyebabkan vasokontriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan

GFR.
Kelainan Tubular
Pada kelainan tubular terjadi:
1. Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sostolik
phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan
sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+ATPase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus
proksimalis serta terjadi pelepasan NaCl ke makula densa. Hal tersebut
mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomerular.
2. Peningkatan NO yang berasal dari inducable NO sintase, caspases, dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis
dan apoptosis sel.
3. Obstruksi tubulus, mikrovili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris
seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalm hal ini pada

38 | S i s t e m U r o g e n i t a l

thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan


ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi
polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya natrium yang
konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP bersama sel
epitel tubulus yang terlepas, baik sel yang sehat, nekrotik, maupun yang
apoptopik, mikrovili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan
membentuk silinder-silinder yang akan menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
4. Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali (backleak) dari cairan
intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler.
Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan menyebabkan
penurunan LFG.
GGA Post Renal
Merupakan 10% dari kejadian keseluruhan GGA. GGA post renal disebabkan

oleh obstruksi intrarenal dan ekstra renal.


Obstruksi intrarenal
Terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein (mioglobin

dan hemoglobin)
Obstruksi ekstrarenal
Dapat terjadi pada pelvus ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis
papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta
pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/keganasan prostat) dan uretra
(striktura).
GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi. Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan
aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal
ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2
jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. T e k a n a n p e l v i s ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik,ditandai oleh aliran
ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal
dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah
50%dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini

39 | S i s t e m U r o g e n i t a l

mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang


menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.

Perjalanan Klinis GGA

Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :

Stadium Oliguria

Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada
ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan
produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari
100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan
keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang
seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan
kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum
urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).

Stadium Diuresis

Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam
masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini
diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat
mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi
sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.

Stadium Penyembuhan

40 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin
perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap
menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.

Gejala Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :


a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena
terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis
sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu
gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal
berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
41 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Pencegahan

Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA,
antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada traumatrauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring fungsi ginjal
yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA.

42 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti
glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi.
GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu
jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera
diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah
kecenderungan untuk terkena GGA renal.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria
lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah
terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal
buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan
metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan.
Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus
dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin.
Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling
sering pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya
besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan
memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan
pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan
pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati.

Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :


Penatalaksanaan Medika-Mentosa (Diuretik, Manitol dan Dopamin)
Dalam pengelolaan GGA, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan selama
berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontroversial. Obat-obatan
tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+43 | S i s t e m U r o g e n i t a l

ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa Henle. Selain
itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien GGA non-oligourik lebih baik
dibandingkan dengan pasien GGA oligourik. Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi yang
berusaha mengubah keadaan GGA oligourik menjadi non-oligourik, sebagai upaya
mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan dialisis.
Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada
pasien GGA dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penggunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana GGA adalah:
a.

Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan

dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan pemberian
cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi
terlebih dahulu.
b. Tentukan etiologi dan tahap GGA. Pemberian diuretik tidak berguna pada GGA pascarenal.
Pemberian diuretik masih dapat berguna pada GGA tahap awal (keadaan oligouria kurang dari 12
jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis dapat
digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan lambat 1020 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi cairan ke
intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus
dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan toksisitas.
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga dapat
digunakan untuk tata laksana GGA khususnya pada tahap oligouria. Namun kegunaan manitol
ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat
nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek
negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain
menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol tidak
memperbaiki prognosis pasien.
Dopamin dosis rendah (0,5-3 g/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata laksana
GGA, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin dosis rendah
44 | S i s t e m U r o g e n i t a l

dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase dengan


efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis tinggi
dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu terdapat
perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat korelasi yang
baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons dopamin juga sangat
tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status volume pasien serta
abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis), sehingga
beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak ada dopamin dosis renal
seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti bermanfaat
bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard, takiaritmia, iskemia mukosa
saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin
dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis,
dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk menghindari toksisitas. Dopamin tetap
dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk
memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal.
Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Nutrisi
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan
jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan.
Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram
karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan
pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein
per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti
telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori
per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat
(pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
45 | S i s t e m U r o g e n i t a l

b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit


1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi (diare, muntah).
Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kirakira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran
selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang
banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.

c. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan dialisis,
baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi
tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pertimbanganpertimbangan indivual penderita.

d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan
dialisis terlebih dahulu.

Prognosis

Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri.
Prognosis buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab kematian
tersering adalah infeksi (30%-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (1046 | S i s t e m U r o g e n i t a l

20%), gagal napas 10%, dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan
sebagainya.
Referensi :
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta : Interna
Publishing.

GAGAL GINJAL KRONIK


Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan yang lain. Tabel 1
menunjukan penyebab utama dan insiden penyakit gunjal kronik di Amerika serikat. Sedangkan
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 2.
Penyebab

Insiden

Glomerulonefritis

46,39%

Diabetes Melitus

18,65%

Obstruksi dan Infeksi

12,85%

Hipertensi

8,46%

Sebab Lain

13,65%

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di


Indonesia pada tahun 2000

Dikelompokan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat,
penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyakit ginjal yang tidak diketahui.
47 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Tabel 1. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-

Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 1

Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan


LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal >90ml/menit

Stadium 2

Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89


ml/menit

Stadium 3

Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit

Stadium 4

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit

Stadium 5

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15 ml/menit

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal
ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
kasus perjuta penduduk pertahun
Patomekanisme
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya
telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder
yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik.
Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik
ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal
terminal. Secara skematis penurunan fungsi ginjal bisa menyebabkan beberapa keadaan berikut

48 | S i s t e m U r o g e n i t a l

GFR

Fungsi
ginjal
Gangguan
absorbsi
calsium
(osteodistrofi)
Gangguan
reproduksi

Ganggguan
fungsi
ekskretori

Gangguan
fungsi non
ekskretori

(infertil)

Gangguan
imun
(infeksi)

Produksi
eritropoetin
(anemia)

absorbsi
natrium

Edema

Ekskresi
sisa
metabolik

Uremia :
kejang

Ekskresi
kalium
Ekskresi
H+
Ekskresi
fosfat

hiperkalemi
a
Asidosis
metabolik
hiperfosfate
mia

Pendekatan Diagnostik
Manifestasi klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hepertensi, hiperurikemi, Lupus Eritematosus Sistemik,
dan lain sebagainya
b) Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
pericarditis, kejang, sampai koma.
c) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
Gambaran radiologis
Gambaran radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi fikerjakan bila ada indikasi
Gambaran laboratoris
49 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Gambaran laboratorium Penyakit Ginjal Kronik meliputi:


a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hypokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfisfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic
d) Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isistenuria
Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
50 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau
serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

51 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin
> 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anakanak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri),
dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali.
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama.

52 | S i s t e m U r o g e n i t a l

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat


imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Terapi non farmakologi

Kontrol Hipertensi

pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia

penghentian merokok

peningkatan aktivitas fisik

pengendalian berat badan

Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada
stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat
dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah
tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak
darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan
(National Kidney Foundation, 2009).
Prognosis
Pada usia lanjut prognosis kurang baik dibandingkan pada usia muda
Komplikasi

anemia

osteodistrofi ginjal

hiperfosfatemia

Edema

Hiperkalemia

Referensi
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.

GLOMERULONEFRITIS AKUT
53 | S i s t e m U r o g e n i t a l

I.

Definisi :

Glomerulonepritis (GN) adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari
dan merupakan penyebab penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) berdasarkan sumber terjadinya
kelainan GN dibedakan primer dan sekunder. GN primer apabila penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri, sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sitemil(LES), myeloma multiple, atau
amyloidosis. Di Indonesia GN merupakan penyebab utama PGTA yang menjalani terapi
pengganti dialisis walaupun data US Renal data system menunjukkan bahwa diabetes merupakan
penyebab PGTA yang tersering. Manifestasi klinik GN sangat bervariasi mulai dari kelainan
urine seperti : proteinurea atau hematuria saja sampai dengan GN progresif cepat.
II.

Epidemiologi

Data epidemiologi GN yang bersifat nasional belum ada dan laporan dari berbagai pusat
ginjal dan hipertensi masih terbatas.Hal ini disebabkan biopsy ginjal tidak selalu dapat dilakukan
dalam menegakkan diagnosis etiologi GN. Data perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
menunjukkan bahwa GN sebagai oenyebab PGTA(penyakit ginjal tahap akhir) yang menjalani
hemodialysis mencapai 39% pada tahun 2000.Data mengenai GN masih terbatas dan merupakan
laoran dari masing-masing pusat ginjal dan hipertensi. Sidabutar RP dan kawan melaporkan 177
kasus GN yang lengkap dengan biopsy ginjal dari 459 kasus rawat inap yang dikumpulkan dari 5
rumah sakit selama 5 tahun.Dari 177 yang dilakuakn biopsy ginjal didapatkan 35,6%
menunjukkan manifestasi klinik sindrom nefrotik,19,2% sindrom nefrotik akut,3,9% GN
progresif cepat,15,3% dengan hematuria,19,3% proteinuria,dan 6,8% hipertensi.
III.

Etiologi

Sebagian besar etiologi GN tidak diketahui kecuali yang disebabkan oleh infeksi beta
streptokokus pada GN paska infeksi streptokokus atau akibat virus hepatitis C.Faktor presipitasi
misalnya infeksi dan pengaruh obat atau pajanan toksin dapat menginsisi terjadinya respon imun
serupa yang menyebabkan GN dengan mekanisme sama.GN akut pascastreptokokus(APSGN)
paling sering menyerang anak usia3-7 tahun,meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat
juga terserang.perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1
IV.

Patogenesis

Kerusakan yang terjadi pada glomerulus tidak hanya tergantung respon imunologik awal tetapi
juga ditentukan oleh seberapa besar pengaruhnya terhadap timbulnya kelainan.Inflamasi juga
berpengaruh terhadap terjadinya kelainan pada glomerulus.Kelainan yang terjadi dapat berupa

54 | S i s t e m U r o g e n i t a l

fibrosis,kelainan destruktif atau mungkin berkembang menjadi glomerulosklerosis dan fibrosis


interstisialis.
V.

Imunopatogenesis GN :

Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya sejenis tertentu saja yang
secara pasti telah diketahui etiologinya. Proses imunologik diatur oleh berbagai factor :
imunogenetik yang menentukan bagaimana individu merespon suatu kejadian. Secara garis besar
dua mekanisme terjadinya GN yaitu : circulating immune kompleks dan terbentuknya deposit
immune kompleks secara in-situ. Antigen (AG) yang berperan pada pembentukan proses in-situ
dapat berasal dari komponen membrane basal glomerulus (MBG) sendiri atau (fiksed antigen)
atau substansi dari luar yang terjebak pada glomerulus (plantid antigen)
Mekanisme pertama apabila Ag dari luar memicu terbentuknya antibody spesifik, kemudia
membentuk kompleks immune Ag-AB yang ikut salam sirkulasi. Kompleks immune akan
mengaktifasi system komplemen yang kemudian berkaitan dengan kompleks Ag-AB compleks
immune yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak pada glomerulus dan mengendap di subendotel dan masangium.
Aktifasi system komplemen akan terus berjalan setelah terjadi pengendapan kompleks immune.
Mekanisme kedua apabila AB berkaitan secara langsung dengan Ag yang merupakan komponen
glomerulus. Alternative lain apabila Ag non glomerulus yang bersifat kation terjebak pada bagian
anionic glomerulus, diikuti pengdapan AB dan aktifasi komponen secara local.
Selain kedua mekanisme tersebut GN dapat dimediasi oleh imunitas selular (cell-mediated
imunnity). Study eksperimental membuktikan bahwa sel T dapat berperan langsng timbulnya
proteinurea dan terbentuknya kresen pada GN kresenik.
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
Klasifikasi GN primer secara histopatologik sangat bervariasi tetapi secara umum dapat dibagi
menjadi GN proliferatif dan non-proliferatif. Termasuk GN non-proliferatif adalah GN lesi
minimal, glomeruloklerosis fokal dan segmental, serta GN membranosa.

GLOMERULONEFRITIS LESI MINIMAL (GNLM)

55 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Glomerulonefritis lesi minimal merupakan salah satu jenis yang dikaitkan dengan sindrom
nefrotik dan disebut pula sebagai nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF
menunjukkan gambaran glomerulus yang normal. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
menunjukkan hilangnya foot processes sel epitel viseral glomerulus.

GLOMERULOSKLEROSIS FOKAL DAN SEGMENTAL (GSFS)

Secara klinis memberikan gambaran sindrom nefrotik dengan gejala proteinuria masif,
hipertensi, hematuri, dan disertai dengan gangguan fungsi ginjal. Pemeriksaan mikroskop cahaya
menunjukkan sklerosis glomerulus yang mengenai bagian atau segmen tertentu. Obliterasi
kapiler glomerulus terjadi pada segmen glomerulus dan dinding kapiler mengalami kolaps.
Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan komponen C3. Glomerulus yang lain
dapat normal atau membesar dan pada sebagian kasus ditemukan penambahan sel.

GLOMERULONEFRITIS MEMBRANOSA (GNMN)

Glomerulonefritis membranosa atau nefropati membranosa sering merupakan penyebab sindrom


nefrotik. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui sedangkan yang lain dikaitkan
dengan LES, infeksi hepatitis virus B atau C, tumor ganas, atau akibat obat misalnya preparat
emas, penisilinamin, obat anti-inflamasi non-steroid. Pemeriksaan mikroskop cahaya tidak
menunjukkan kelainan berarti sedangkan pada pemeriksaan mikroskop IF ditemukan deposit IgG
dan komplemen C3 berbentuk granular pada dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan
khusus tampak konfigurasi spike-like pada MBG. Gambaran histopatologi pada mikroskop
cahaya, IF dan mikroskop elektron sangat tergantung pada stadium penyakitnya.
GLOMERULONEFRITIS PROLIFERATIF
Tergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibedakan menjadi GN
membranoproliferatif (GNMP), GN mesangioproliferatif (GNMsP), dan GN kresentik. Nefropati
IgA dan nefropati IgM juga dikelompokkan dalam GN proliferatif. Pemeriksaan cahaya GNMP
memperlihatkan proliferasi sel mesangial dan infiltrasi leukosit serta akumulasi matrik
ekstraseluler. Infiltrasi makrofag ditemukan pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta
double contour. Pada mikroskop IF ditemukan endapan IgG, IgM, dan C3 pada dinding kapiler
yang berbentuk granular.
56 | S i s t e m U r o g e n i t a l

VI.

VII.

Manifestasi Klinis
Hematuria
Proteinuria
Oliguria
Edema(pada wajah terutama periorbitadi bagian bawah)
Hipertensi
Silinder RBC
Azotemia
Gejala umum:Lelah,anoreksia,kadang-kadang demam,sakit kepala,mual muntah
Pemeriksaan Penunjang :

1.Pemeriksaan lab

Proteinuri/albuminuria
Sedimen urin mengandung:leukosit,eritrosit(RBC),silinderRBC/granular

2.Pemeriksaan Khusus

VIII.

Imunofluoresens:Pengendapan IgG,C3
Mikroskop electron:humps(pengendapan subepitelial)
Pengobatan

Pengobatan spesifik GN ditujukan pada penyebab sedangkan nonspesifik untuk menghambat


progresivitas penyakit.Pemantauan klinik reguler,control tekanan darah dan proteinuria dengan
penghambat enzim konversi angiotensin(angiotensin coverting enzyme inhibitors-ACE-I) atau
antagonis reseptor angiotensin II(Angiotensin II receptor antagonists,AIIRA) bermanfaat sebagai
pengobatan konservatif.Pengaturan asupan protein dan control kadar lemak darah dapat
membantu menghambat progresivitas GN.
Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat sitokin pro
inflamasi.Siklofosfamid,klorambusil,dan azatioprin mempunyai efek antiproliferasi dan dapat
menekan inflamasi glomerulus.Siklosporin walau 20 tahun digunakan pada transplantasi ginjal
tapi belum ditetapkan secara penuh untuk pengobatan GN.Imunosupresif lain seperrti mofetil
mikofenolat,takrolimus,dan sirolimus juga belum diindikasikan secara penuh untuk pengobatan
GN.Pengobatan
yang
terbukti
memberi
keuntungan
pada
GN
kresentrik,GSFS,GNLM,GNMN,dan pada nefropati igA. Pada GNLM prednison dosis 0,5-1
mg/kg berat badan/hari selama 6-8 minggu kemudian diturunkan secara bertahap dapat
digunakan untuk pengobatan pertama.pada GSFS kortikosteroid dapat diberikan dengan dosis
yang sama sampai 6 bulan dan dosis diturunkan setelah 3 bulan pengobatan.Prednisolon
diturunkan setengah dosis satu minggu setelah remisi untuk 4-6 minggu kemudian dosis
57 | S i s t e m U r o g e n i t a l

siturunkan bertahap selama 4-6 minggu agar pengobatan steroid mencapai 4 bulan.Pada GN
yang resisten terhadap steroid atau relaps berulang,siklofosfamid atau siklosproin merupakan
pilihan terapi. Mofetil mikofenolat dapat digunakan sebagai alternative terapi pada GN resisten
steroid dan relaps berulang.Pada GNMN monoterapi kortikosteroid tidak efektif dan kombinasi
dengan siklofosfamid atau klorambusil mencapai remisi 50%.Kortikosteroid masih efektif untuk
pengobatan GNMP aak tetapi tidak pada pasien dewasa.Pada nefropati IgA prednisone efektif
menghambat progresivitas penyakit tetapi kombinasi ACE-I dan AIIRA merupakan pilihan
pertama.
Pengobatan GN akut pascastreptokokus biasanya penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi
streptokokus,tirah baring selama stadium akut,makanan bebeas natrium bila terjadi edema atau
gagal jantung,dan anti hihpertensi bila perlu.Obat kortikosteroid tidak mempunyai efek yang
berguna pada GN akut ini.
Pengobatan GN dimasa depan bisa dengan melakukan terapi genetic.Terapi genetic merupakan
salah satu upaya pengobatan GN dan penyakit ginjal lainnya di masa depan.Dengan melakuakn
transfer genetic ke dalam sel somatic diharapkan dapat memperbaiki kelainan genetic.Sel
glomerulus meruakan target utama transfer gen untuk memodifikasi proses inflamasi.Transfer
gen in vivo ke dalam glomerulus dapat dilakuakan dengan perantara virus dan liposom.Pada
model GN anti-Thy.1,transfer ODN antisens dapat mencegah efek prosklerotik TGF- dan
terjadinya glomerulosklerosis.Transfer gen pada tubulus lebih sulit karena setiap segmen tubulus
mempunyai fungsi dan jenis sel yang berbeda.
IX.

Komplikasi

Pada GN dengan gejala SN yang disertai proteinuria massif sehingga menyebabkan


hipoalbuminemia dan kadar kolestrol yang tinggi dalam darah merupakan factor penyebab
timbulnya komplikasi.Hiperkoagulasi dengan berbagai akibatnya dapat juga ditemukan pada SN
yang disebabkan oleh GN tertentu.Gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada GN yang disertai
SN berat.Pengobatan imunosupresi yang tidak berhasil mencegah progresivitas GN dapat
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal.Gangguan fungsi ginjal jarang terjadi pada GNLM dan
lebih sering ditemukan pada GSFS dan GNMN yang dapat berkembang menuju
PGTA.Kerentanan terhadap timbulnya infeksi sebagai komplikasi akibat penggunaan
imunosupresi pada pengobatan GN perlu diperhatikan.
X.

Prognosis

Jejas glomerulus yang terjadi pada GN sering tidak dapat pulih kembali sehingga
menyebabkan fibrosis glomerulus akibat proses inflamasi.Pada GN bentuk akut biasanya
membaik dengan sedikit atau tanpa kerusakan ginjal yang permanen.Kekambuhan sering terjadi
pada GNLM walaupun tidak sesering pada anak-anak walaupun biasanya fungsi ginjal masih
dalam keadaan normal.Pada GSFS dalam waktu 5-20 tahun dapat terjadi progresivitas penyakit
menuju PGTA.Suatu laporan menyebutkan 50% kasus GSFS berkembang menjadi PGTA dalam
58 | S i s t e m U r o g e n i t a l

waktu 5 tahun.Perbaikan spontan dapat terjadi pada sebagian GNMN walaupun sebagian yang
lain mempunyai prognosis buruk.
Referensi
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Gagal ginjal akut

Gagal ginjal kronik

Glomerulonefritis akut

Oliguria

anak usia 6-8 tahun (40,6%)

Muntah

Lemas

Malaise

Pria, 68 th

59 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Anamnesa
tambahan

1.Operasi
2.Kardiovaskular
3.Riwayat infeksi
4.Riwayat bengkak

berhubungan dengan 1.Imunisasi lengkap/tidak?


retensi

atau

akumulasi

toksin

etiologi 3. Pernah mengidap ISPA?

azotemia,
GGK,

2.Pernah demam/tidak?

perjalanan

penyakit

termasuk

5.Riwayat 6.kencing semua faktor yang


batu
7.Anemia
Pemeriksaan 1.Pernapasan
fisik

kussmaul
3.Tanda-tanda
dehidrasi
4.Edema
5.Takikardi

dapat memperburuk
faal ginjal (LFG).
1. Anemia

1. Edema

2. Edema

2. Hematuria

3. Oliguria

3. Febris

4.Tanda-tanda

4. Edema

dehidrasi

(bila

terjadi pengeluaran
cairan&elektrolit
yang berlebihan)

Pemeriksaan 1.Kadar ureum

1)Pemeriksaan faal

penunjang

ginjal (LFG)

2.Kreatinin
Volume urin
4.GFR
5.USG
6.CT Scan abdomen
7.Biopsi ginjal

2)Etiologi

gagal

ginjal kronik (GGK)

60 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Proteinuria
ringan
(pemeriksaan urine rebus)
Hematuria
makroskopis/mikroskopis
Torak
granular,
torak
eritrosit
Darah
BUN naik pada fase akut,
lalu normal kembali
ASTO >100 Kesatuan Todd
Komplemen C3 < 50 mg/dl
pada 4 minggu pertama
Hipergamaglobulinemia,

terutama IgG
Anti DNA-ase beta dan
properdin meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ, editor. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2001.


Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC
Paulsen, Frans. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 23. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Malang : EGC.


Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

61 | S i s t e m U r o g e n i t a l

Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

62 | S i s t e m U r o g e n i t a l

You might also like