Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
I. Definisi
Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia
miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment
elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen
ST (non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak
stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya
berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami
nekrosis. UAP dan
patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil
(UAP) dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah
iskemi
berat
sehingga
dapat
menimbulkan
kerusakan
II. Epidemiologi
Penelitian menunjukkan bahwa penderita yang simtomatis prognosisnya lebih
baik daripada yang penderita yang asimtomatis. Data saat ini menunjukkan bahwa bila
penderita asimtomatis atau dengan simtom ringan, kematian tahunan pada penderita dengan
pada satu dan dua pembuluh darah koroner adalah 1,5 % dan kira-kira 6 % untuk
lesi pada tiga pembuluh darah koroner. Jika pada golongan terakhir ini kemampuan
latihan (exercise capacity) penderita baik, kematian tahunan adalah 4 % dan bila ini
tidak baik kematian tahunannya kira-kira 9 %, karena itu penderita harus dipertimbangkan
untuk revaskularisasi.
2. Jenis kelamin
Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause,
setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum menopause.
dapat
merangsang
proses
aterosklerosis
karena
efek
langsung
menyebabkan
mobilisasi
katekolamin
yang
dapat
2. Hiperlipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal
dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida
adalah dua jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting
sehubungan dengan aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut
dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu;
kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya,
sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida. Kadar protein tertinggi
terdapat pada HDL. Peningkatan
kolesterol
LDL
dihubungkan
dengan
meningkatnya resiko penyakit jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi
3. Hipertensi
Peningkatan
tekanan
darah
sistemik
meningkatkan
resistensi
terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan
tetapi
kemampuan ventrikel
hipertropi
untuk
mempertahankan
curah
jantung
dengan
miokardium
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi akan
di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar menurun,
dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL
yang berikatan dengan dinding vaskuler.
5. Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada
umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.
Faktor Predisposisi
1. Hipertensi
Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak pada
pembuluh darah.
2. Anemia
Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk ke
jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk
Ketidakseimbangan
kebutuhan
dan
suplai
oksigen
IV.
Patogenesis
Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan fibrotik dari plak
arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi dan adhesi platelet,
trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi trombus distal.
Keberadaan
kandungan lipid yang banyak dan tipisnya lapisan fibrotik, menyebabkan tingginya
resiko
ruptur
plak
arteri koronaria.
Pembentukan
trombus
dan
terjadinya
dapat mempengaruhi
system
vaskuler
seluruh
tubuh
sehingga
dapat
menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat
keparahan. Hal tersebut merupakan penyebab utama penyakit arteri koroner.
resistensi
insulin,
teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel dan menyebabkan proliferasi sel otot
polos, aktivasi respon imun dan inflamasi. LDL teroksidasi masuk ke dalam tunika
intima dinding arteri kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung
oksi LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan maka akan
membentuk jejas fatty streak. Pembentukan lesi tersebut dapat ditemukan pada dinding
pembuluh darah sebagian orang termasuk anak-anak. Ketika terbentuk, fatty streak
memproduksi
radikal oksigen
toksik
yang
lebih
banyak
dan
mengakibatkan
perubahan inflamasi dan imunologis sehingga terjadi kerusakan yang lebih progresif.
Kemudian terjadi proliferasi sel otot polos, pembentukan kolagen dan pembentukan plak
fibrosa di atas sel otot polos tersebut. Proses tersebut diperantarai berbagai macam
sitokin inflamasi termasuk growth factor (TGF beta).
Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh darah dan menyumbataliran darah
ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga, sehingga timbul gejala klinis (angina atau
claudication intermitten).Banyak plak yang unstable (cenderung menjadi ruptur) tidak
menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami ruptur. Ruptur plak
terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase
matriks dan cathepsin sehingga menyebabkan perdarahan pada lesi. Plak atherosklerosis
dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan
kerentanan terhadap ruptur. Plak yang menjadi ruptur merupakan plak kompleks. Plak
yang unstable dan cenderung menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak
mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang diliputi oleh fibrous caps yang tipis. Plak
yang robek (ulserasi atau rupture) terjadi karena
dengan
jaringan
yang
terpajan,
inisiasi
kaskade
pembekuan
darah,
dan
pembentukan thrombus yang sangat cepat. Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia dan infark.
gambar 1. proses pembentukan plaque dan trombus pada pembuluh darah koroner
V.
Patofisiologi
Proses progresifitas dari plak atherosklerotik dapat terjadi perlahan-lahan.
Namun, apabila terjadi obstruksi koroner tiba-tiba karena pembentukan thrombus
akibat plak aterosklerotik yang rupture atau mengalami ulserasi, maka terjadi sindrom
koroner akut.
1. Unstable angina : adalah akibat dari iskemi miokard reversibel dan dapat
mencetuskan terjadinya infark.
2. Infark miokard : terjadi apabila iskemia yang berkepanjangan menyebabkan
kerusakan ireversibel dari otot jantung
VI.
Diagnosis
Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa
perubahan EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi
yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim
biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak
stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.
berusia > 35 tahun atau wanita terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian
khusus dan evaluasi lebih lanjut tentang sifat, onset, lamanya, perubahan dengan
posisi, penekanan, pengaruh makanan, reaksi terhadap obat-obatan, dan adanya
faktor resiko. Wanita sering mengeluh nyeri dada atipik dan gejala tidak khas,
penderita diabetes mungkin tidak menunjukkan gejala khas karena gangguan
saraf otonom. Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik,
ditekan, diremas, ditikam, ditinju, dan rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di
blakang sternum, dibagian tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada,
tidak dapat ditunjuk dengan satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang,
bahu, punggung, lengan kiri atau kedua lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak
hilang setelah 5 menit istirahat atau pemberian nitrat.
Keluhan pasien umumnya berupa :
a. Resting angina
b. New onset angina : baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik sehari-hari,
aktifitas ringan/ istirahat
c. Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih lama, sering,
nyeri atau dicetuskan aktivitas lebih ringan.
Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di daerah epigastrium
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan dapat disertai gejala otonom sesak napas,
mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas.
Elektrokardiografi (ECG)
Pemeriksaan
ECG
sangat
penting
baik
untuk
diagnosis
maupun
stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukan kemungkinan adanya iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang
ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan
gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal,
dan pada NSTEMI 1-6% ECG juga normal.
Exercise test
Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya
mitral insuffisiensi dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung, menandakan
prognosis kurang baik. Stress ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan
adanya iskemi miokardium.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European
Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T
atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CKMB kurang spesifik karena juga
ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan
meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Elektrokardiogram (ECG)
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan
hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in
Myocardial Ischemia Trial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0.05mV merupakan predictor outcome yang buruk. Outocme yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST dan baik
enzim
pemeriksaan
Anamnesis
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal
dari jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta
riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.Pada hampir setengah kasus, terdapat
faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi
atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari
atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah
bangun tidur.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA.
Harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan
nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan
pasien IMA.
dan lemas.
Gambar 2. pola nyeri pada pasien infark miokard akut
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak
selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes melitus dan usia lanjut
Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyaimanifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien
infark
posterior
menunjukkan
hiperaktivitas
parasimpatis
(bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4
dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 380 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .
Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di UGD. PemEriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti
kuat menunjukkan
gambaran
yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
EKG serial dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu
harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal
elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosa infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark
miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen
ST dan biasanya megalami UA atau NSTEMI.
Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau menghilangnya gelombang R dan infark miokard
nontransmural
jika
EKG
gelombang T. Namun tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi
infark (mural atau transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q atau non Q
menggantikan infark mural atau nontransmural
Gambar 4. ST-elevasi pada leads II, III dan aVF; ST depresi pada V1 - V4 gambaran
pada infak miokard akut inferior atau inferior AMI.
pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan
gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard)
a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat pada operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
a. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
b. Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
c. Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Komplikasi STEMI
a. Disfungsi ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark,
ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infark.
Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen non infark, mengakibatan penipisan yang
disproporsional dan elongasi zona
infark.
Pembesaran
ruang
jantung
secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark dengan dilatasi
pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik
yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dengan prognosis yang buruk.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit karena
STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada roentgen sering dijumpai kongesti paru.
c. Syok kardiogenik
Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk, sedangkan 90%
ditemukan selama perawatan. Biasanya pasien
sepertiga
pasien
dengan
infark
posteroposterior
menunjukkan
terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis
menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda
Kussmauls, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada
sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R sering dijumpai pada 24 jam pertama
pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dariekspansi
mempertahankan
preload
ventrikel
kanan
yang
adekuat
volume
dan
untuk
upaya untuk
f. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadik yang tidak sering terjadi pada hampir semua
pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Penyekat beta efektif dalam mencegah
aktifitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan
harus diberikan rutin
hipomagnesemia
kecuali
merupakan
terdapat
kontraindikasi.
Hipokalemia
dan
mmol/liter.
h. Komplikasi mekanik
Ruptur muskularpapilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventikel.
Penatalaksaan dengan operasi.
Prognosis STEMI
Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan pronosis pasien pasca IMA
VII.
Penatalaksanaan
b. Beta-blocker
Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Meta-analisis dari 4700
pasien dengan UA menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark
sebesar 13% (p<0.04). Semua pasien UA harus diberi penyekat beta kecuali ada
kontraindikasi seperti asam bronkiale dan pasien dengan bradiaritmia. Beta-bloker
seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien UA, yang
menunjukkan effektivitas yang serupa.
c. Antagonis Kalsium
Antagonis
kalsium
dibagi
dalam
golongan
besar:
golongan
lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan
efek inotropik negatif juga lebih kecil. Verapamil dan diltiazem memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan
fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload
memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada pasien SKE
dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium pada pasien yang
ada kontraindikasi dengan beta-bloker.
d. Aspirin
Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian
jantung dan mengurangi infark fatal pada pasien UA. Oleh karena itu aspirin
dianjurkan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya
80-325 mg per hari.
e. Klopidogrel
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang menghambat agregasi
platelet. Klopidogrel
juga
terbukti
dapat
mengurangi
strok,
infark dan
kematian kardiovaskular dan dianjurkan pada pasien yang tidak tahan aspirin.
AHA menganjurkan pemberian klopidogrel bersama aspirin paling sedikit 1 bulan
sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg
per hari
f. Unfractionated Heparin
Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai
rantai
terikat
dengan
heparin,
akan
bekerja
menghambat trombin dan faktor Xa. Kelemahan heparin adalah efek terhadap
trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet faktor 4.
Stratifikasi Risiko
Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain adalah :
a. pasien yang tidak pernah memiliki angina sebelumnya, dan sudah tidak ada
serangan
b. sebelumnya tidak memakai obat anti angina
c. ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya.
d. Enzim jantung tidak meningkat termasuk troponin dan biasanya usia lebih
muda.
Terapi antiiskemia
Terapi antiplatelet/antikoagulan
Terapi antiiskemia
Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan untuk menghilangkan
nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan penyekat beta
oral antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia
refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.
a. Nitrat
Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitat
sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasi pemberian nitrogliserin
intravena (mulai 5-10ug/menit).
b. Penyekat Beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 5060kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung
seperti
c. Terapi antitrombotik
Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam
patogenesis NSTEMI
dan
keduanya
mulai
dari
agregasi
d. Terapi antiplatelet
Aspirin
platelet
dan
aktivasi
platelet.
e. Terapi antikoagulan
2. Nitrogliserin (NTG)
NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan
dapat
diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dadaterus berlansung dapat diberikan NTG
intravena (iv). NTG juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru.Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Pasien
yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor sildanefil dalam 24 jam
karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Morfin
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 24mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit sampai dosis total 320mg.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit A2
dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di ruangan
EMG. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta Blocker
Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR
<0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48jam, dan
dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.
DAFTAR PUSTAKA