Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Tujuan
Meskipun pengaruh latihan aerobik pada performa neurokognisi telah beberapa
kali menjadi subyek pada beberapa tinjauan dan meta-analisis, akan tetapi
penelitian-penelitian tersebut terhambat karena kekurangan metodologis dan telah
tertinggal karena banyaknya publikasi terbaru dari beberapa randomized
controlled trial (RCT) berskala besar.
Metode
penulis melakukan tinjauan literatur sistematis pada beberapa RCT yang meneliti
hubungan antara latihan aerobik terhadap performa neurokognitif yang dilakukan
antara bulan Januari 1966 hingga Juli 2009. Penelitian-penelitian yang ada
diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi sebagai berikut: alokasi pengobatan
dilakukan secara acak, usia rata-rata subyek 18 tahun, durasi pengobatan > 1
bulan, ada komponen latihan aerobik, pelatihan aerobik dimonitor, adanya
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan latihan aerobik, dan informasi yang
cukup untuk mendapatkan data efek ukuran (ES=effect size).
Hasil
Dua puluh sembilan penelitian memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam
analisis. Penelitian-penelitian ini mewakili data dari 2.049 peserta dan 234 efek
ukuran. Partisipan yang secara acak ditugaskan untuk melakukan latihan aerobik
menunjukkan adanya perbaikan sederhana dalam aspek perhatian dan kecepatan
pemrosesan (g = 0,158 [95% CI: 0,055-0,260], P = 0,003), fungsi eksekutif (g =
0,123 [95% CI : 0,021-0,225], P = 0,018), dan memori (g = 0,128 [95% CI: 0,0150,241], P = 0,026).
Kesimpulan
Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana dalam perhatian dan
kecepatan pemrosesan, fungsi eksekutif, dan memori, meskipun efek latihan pada
memori kerja kurang konsisten. Diperlukan penelitian RCT yang lebih ketat,
dengan sampel yang lebih besar, kontrol yang tepat, dan periode tindak lanjut
yang lebih lama.
PENDAHULUAN
Strategi untuk meningkatkan fungsi neurokognitif memiliki implikasi
penting pada kesehatan masyarakat, karena defisit neurokognitif subklinis
berhubungan dengan peningkatan risiko gangguan neurokognitif, demensia, dan
mortalitas (di luar faktor risiko tradisional). Salah satu strategi yang saat ini
menjadi perhatian adalah penggunaan latihan aerobik untuk meningkatkan fungsi
neurokognitif. Meskipun fungsi olahraga terhadap neurokognitif telah diperiksa
secara kritis dalam beberapa tinjauan klinis dan meta-analisis, masih ada beberapa
perbedaan mengenai besarnya peningkatan fungsi neurokognitif terkait dengan
intervensi aktivitas fisik. Kurangnya konsensus disebabkan karena perbedaan
dalam evaluasi metodologi penelitian, penelitian yang dilibatkan dalam analisis,
pendekatan analisis data, dan perbedaan klasifikasi pengukuran neurokognitif.
Beberapa penelitian cross-sectional telah menunjukkan bahwa orang yang
aktif secara fisik cenderung menunjukkan fungsi neurokognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan orang yang tidak aktif. Penelitian observasional prospektif
telah melaporkan temuan yang sama, menunjukkan bahwa orang yang memiliki
aktivitas fisik yang lebih tinggi menunjukkan perbaikan dalam fungsi
neurokognitif dibandingkan dengan orang yang tidak aktif. Namun, uji acak telah
memberikan hasil yang tidak konsisten, dengan beberapa penelitian yang
melaporkan adanya peningkatan fungsi kognitif, dan penelitian lain dengan
temuan yang masih samar. Tinjauan meta-analisis dari randomized controlled
trials (RCT) juga menunjukkan adanya variasi yang besar dalam besarnya
peningkatan neurokognisi yang terkait dengan latihan aerobik, dengan beberapa
METODE
Untuk menentukan dampak dari intervensi latihan aerobik terhadap
performa neurokognitif, pencarian literatur yang luas dilakukan dengan
menggunakan database penelitian yang dilakukan antara Januari 1966 dan Juli
2009, dari: MEDLINE, Pubmed, EMBASE, Gateway, CENTRAL, PsycINFO,
Disertasi Abstrak Internasional, Educational Research in Completion (ERIC),
Sports Discus, Cochrane Register, PEDRO, Ageline, dan CINAHL. Istilah
pencarian yang digunakan yaitu: gangguan kognitif, kemampuan kognitif, usia,
lanjut usia, kinerja mental, dan neuropsikologi, dikombinasi dengan istilah
kebugaran, aerobik, kardiovaskular, VO2, dan aktivitas fisik. Judul tambahan
diidentifikasi dengan pencarian manual jurnal yang relevan dan dengan
mengidentifikasi referensi yang termasuk dalam meta-analisis sebelumnya.
Disertasi yang tidak diterbitkan dan makalah-makalah dari beberapa konferensi
juga digunakan bila memungkinkan.
Penelitian-penelitian yang ada diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi
sebagai berikut: (1) alokasi pengobatan dilakukan secara acak; (2) usia rata-rata
subyek 18 tahun; (3) durasi pengobatan > 1 bulan; (4) melibatkan latihan
aerobik. Batas usia minimal 18 tahun dipilih untuk mengontrol perbedaan
perkembangan ketebalan korteks dan mielinisasi, yang stabil pada dekade kedua
kehidupan. Beberapa penelitian yang meneliti intervensi olahraga non aerobik
tidak dimasukkan (misalnya, berjalan lambat dengan waktu istirahat) untuk
memastikan penelitian yang dilibatkan mencakup beberapa komponen latihan
aerobik. Intervensi latihan yang dikombinasikan dengan komponen latihan
aerobik (misalnya jogging dan yoga) dapat dimasukkan; (5) adanya kelompok
kontrol yang tidak diberi latihan aerobik; dan (6) informasi yang cukup untuk
menurunkan perkiraan efek ukuran (ES).
Setelah identifikasi awal dan penyeleksian, beberapa penelitian ternyata
merupakan studi quasi-randomized atau digunakan metodologi case controlled,
tidak memenuhi durasi pengobatan, bukan penelitian randomisasi, atau tidak
menggunakan kelompok kontrol tanpa latihan aerobik. Percobaan lain dilakukan
Analisis Data
Hasil tes neuropsikologi diklasifikasikan menurut domain kognitif yang
dipaparkan
oleh
Lezak.
Penulis
menganggap
tes
neurokognitif
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
software
Meta-analisis
menggunakan
statistik
Q.
Tiga
penelitian
mengumpulkan
data
HASIL
Pencarian literatur awal menghasilkan 5.538 studi yang berpotensi relevan,
68 di antaranya diambil untuk diperiksa secara lengkap. Dua puluh sembilan studi
(N = 29) menggabungkan data dari 2.049 peserta yang memenuhi kriteria inklusi
dan dimasukkan dalam analisis ini (Tabel 1), termasuk data untuk 1.024 peserta
eksperimen dan 997 kontrol. Dua ratus tiga puluh empat (n = 234) efek ukuran
tersedia untuk analisis. Durasi penelitian berkisar antara enam minggu hingga 18
bulan. Seperti terlihat pada Tabel 1, modalitas latihan primer adalah jalan cepat
dan/atau jogging dan kelompok kontrol biasanya diminta untuk menunggu,
meskipun peregangan dan toning, pendidikan kesehatan, dan latihan relaksasi juga
digunakan. Tingkat reduksi bervariasi (kisaran 0-41%; berarti reduksi = 12,2%).
Hanya 13 studi (44,8%) yang menggunakan blinding assesment dan hanya tujuh
studi (24,1%) menggunakan analisis intention-to-treat (ITT). Efek dari latihan
Tabel 1. Randomized Controlled Trials yang mengamati efek latihan aerobik pada
fungsi neurokognitifTabel 3
***
**
p < .001
p < .01
p < .05
p < .10
*COWAT = Controlled Oral Word Association Test (Uji asosisasi kata lisan
terkontrol)
Gambar 1. Perhatian dan Kecepatan Pemrosesan
Pengaruh latihan aerobik pada perhatian dan kecepatan pemrosesan (n = 24). Tampak peningkatan
perhatian dan kecepatan pemrosesan relatif pada Individu yang secara acak diberikan intervensi
latihan aerobik (g = 0,158 [95% CI: 0,055-0,260], P = 0,003). Setiap penelitian ditandai dengan
lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih besar ditandai dengan lingkaran yang lebih besar
juga.
Fungsi Eksekutif
Sembilan belas penelitian menilai pengaruh olahraga aerobik pada fungsi
eksekutif. Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana dalam fungsi
eksekutif (g = 0,123 [95% CI: 0,021-0,225], P = 0,018) (Gambar 2), dengan efek
yang besarnya sama di seluruh penelitian (Q18 = 13,418, P = 0,766). Baik durasi
latihan (r = -.436, Q1 = 3,627, P = 0,057) atau intensitas latihan (r = -.203, Q1 =
0,413, P = 0,520) berhubungan dengan peningkatan fungsi eksekutif. Perbaikan
dalam fungsi eksekutif pada individu dengan MCI sedikit lebih rendah (g = -.004,
p = 0,973) dibandingkan dengan sampel lainnya (g = 0,153, P = 0,008) (Q1 =
1,377, P = 0,241), dan tidak didapatkan perbedaan antara penelitian dengan
intervensi latihan aerobik saja (g = 0,109, P = 0,074) atau intervensi gabungan
latihan aerobik dengan latihan lain (misalnya, latihan kekuatan) (g = 0,163, P =
0,106) (Q1 = 0,214 , P = 0,644). Tidak didapatkan hubungan antara usia rata-rata
partisipan dengan perbaikan dalam fungsi eksekutif (r = -.348, P = 0,130).
Gambar 2. Fungsi Eksekutif
Pengaruh latihan aerobik pada fungsi eksekutif (n = 19). Tampak peningkatan fungsi eksekutif
pada individu yang secara acak menerima intervensi latihan aerobik (g = 0,123 [95% CI: 0,021-
0,225], P = 0,018). Setiap penelitian ditandai dengan lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih
besar ditandai dengan lingkaran yang lebih besar juga.
Memori Kerja
Dua belas penelitian menilai pengaruh latihan aerobik pada memori kerja.
Latihan aerobik tampaknya tidak meningkatkan kinerja memori kerja (g = 0,032
[95% CI: -.103 ke 0,166], P = 0,642) (Gambar 3) dan efek ini relatif konsisten di
seluruh percobaan (Q11 = 12,241, P = 0,346). Mirip dengan domain kognitif
lainnya, baik durasi intervensi (r = 0,346, Q1 = 1,438, P = 0,230) maupun
intensitas latihan (r = 0,109, Q1 = 0,123, P = 0,725) tampaknya mengurangi efek.
Hanya satu penelitian yang menilai pengaruh aerobik terhadap memori kerja pada
individu dengan MCI sehingga tidak diperiksa. Intervensi gabungan (n = 2) dapat
meningkatkan memori kerja (Q1 = 4,817, P = 0,028) (g = 0,288 [95% CI: 0,0300,546], P = 0,028) dibandingkan dengan latihan aerobik saja ( g = -.042 [95% CI:
-.184 ke 0,101], P = 0,567). Selain itu, terdapat hubungan yang nyata antara usia
rata-rata partisipan dan perbaikan dalam memori kerja, dengan sampel yang lebih
tua menunjukkan perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan sampel yang
lebih muda (r = 0,564, P = 0,051).
Gambar 3. Memori Kerja
Pengaruh latihan aerobik pada memori kerja (n = 12). Tidak tampak peningkatan memori kerja
pada individu yang secara acak menerima intervensi latihan aerobik (g = 0,032 [95% CI: -.103 ke
0,166], P = 0,642). Setiap penelitian ditandai dengan lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih
besar ditandai dengan lingkaran yang lebih besar juga.
Daya Ingat
Enam belas penelitian menilai pengaruh latihan aerobik pada fungsi
memori. Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana dalam memori
relatif terhadap kontrol (g = 0,128 [95% CI: 0,015-0,241], P = 0,026) (Gambar 4)
dengan efek yang besarnya sama di seluruh penelitian (Q15 = 9.030 , P = 0,876).
Baik intensitas latihan (r = -.051, Q1 = 0.026, P = 0,871) atau durasi intervensi (r
= 0,373, Q1 = 1,381, P = 0,240) tampaknya mengurangi efek yang diamati pada
memori. Sensitivitas analisis menunjukkan bahwa efek latihan aerobik lebih kuat
pada individu dengan MCI (g = 0,237 [95% CI: 0,000-0,474], P = 0,050)
dibandingkan dengan individu tanpa gangguan kognitif (g = 0,096 [95 % CI: -.032
ke 0,224], P = 0,143), meskipun uji statistik untuk moderasi tidak mencapai
signifikansi (Q1 = 1,055, P = 0,304). Hanya satu studi yang menilai efek
intervensi gabungan terhadap fungsi memori, sehingga tidak digunakan sebagai
moderator potensial. Tidak didapatkan hubungan antara usia rata-rata partisipan
dan perbaikan dalam memori (r = -.222, P = 0,175).
Gambar 4. Daya Ingat
Pengaruh latihan aerobik pada memori (n = 16). Tampak peningkatan fungsi memori pada individu
yang secara acak menerima intervensi latihan aerobik (g = 0,128 [95% CI: 0,015-0,241], P =
0,026). Setiap penelitian ditandai dengan lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih besar
ditandai dengan lingkaran yang lebih besar juga.
Kualitas studi
Penulis menganalisis mengenai kualitas metodologi dengan mengobservasi
pola hasil penelitian, penulis memeriksa apakah efek pengobatan bervariasi pada
1) blinding pada penilai dan 2) penggunaan analisis ITT. Tidak didapatkan
perbedaan pengaruh intervensi terhadap fungsi neurokognitif baik pada blinded
assesment (g = 0,143, P = 0,013) maupun tidak (g = 0,185, P = 0,012) (Q2 =
0,204, P = 0,651). Demikian pula, efek pengobatan terhadap performa
neurokognitif tidak berbeda antara penelitian yang menggunakan analisis ITT (g =
0,161, P = 0,004) atau tidak (g = 0,166, P = 0,087) (Q2 = .002 , P = 0,964).
DISKUSI
Hasil diatas menunjukkan bahwa latihan aerobik memberikan perbaikan
sederhana dalam fungsi neurokognitif pada orang dewasa sehat dengan usia yang
lebih tua, termasuk perbaikan dalam perhatian dan kecepatan pemrosesan, fungsi
eksekutif, dan memori. Namun, latihan aerobik tampaknya tidak memberikan
perbaikan pada memori kerja. Analisis moderator menunjukkan bahwa penelitian
yang menggunakan intervensi gabungan latihan aerobik dan latihan kekuatan
meningkatkan perhatian dan kecepatan pemrosesan dan memori kerja lebih besar
jika dibandingkan latihan aerobik saja. Selain itu, penulis menemukan bukti awal
bahwa penelitian pada individu dengan MCI mungkin berhubungan dengan
perbaikan besar dalam memori relatif dibandingkan pada individu dengan fungsi
kognitif yang terganggu. Sebaliknya, karakteristik latihan, seperti durasi penelitian
dan intensitas intervensi, atau kualitas metodologis berkaitan dengan perbaikan
diferensial pada neurokognisi.
Meskipun tinjauan meta-analisis sebelumnya telah melaporkan bahwa
olahraga dapat meningkatkan kinerja neurokognitif, Tinjauan ini adalah salah satu
tinjauan terbesar yang menunjukkan bahwa latihan aerobik meningkatkan Fungsi
neurokognitif pada individu non-demensia dan tinjauan pertama yang
dalam
kognisi
ini
diakibatkan
oleh
perubahan
kebugaran
keterbatasan jumlah studi berkualitas tinggi. Analisis ini mengamati banyak aspek
yang diangkat oleh ulasan sebelumnya dengan memasukkan beberapa RCT
berskala besar dan berkualitas tinggi yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam
literatur sistematis.
Temuan bahwa latihan aerobik dapat memberikan perbaikan yang lebih
besar dalam fungsi memori pada individu dengan MCI dibandingkan kelompok
pasien lainnya merupakan temuan baru dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Meskipun Heyn et al. menunjukkan bahwa aktivitas fisik berkaitan dengan
peningkatan status mental pada individu dengan demensia, sebagian besar
penelitian ini dilakukan pada orang dewasa yang dirawat dengan demensia.
Temuan bahwa latihan aerobik meningkatkan memori konsisten dengan beberapa
penelitian pada hewan, yang telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
meningkatkan faktor neurotropik (BDNF) pada hippocampus dan struktur perihippocampus. Dalam pemeriksaan mediator, Periera et al. menunjukkan bahwa
peningkatan BDNF dalam gyrus dentate, suatu area cerebri di proksimal
hippocampus, berkaitan dengan peningkatan kinerja dosis-respons memori pada
dewasa muda yang berpartisipasi dalam intervensi latihan. Selain kemungkinan
adanya mediator neurotropik, tidak tertutup kemungkinan bahwa perbedaan
individu mempengaruhi temuan ini. Sebagai contoh, kemungkinan sampel MCI
dalam penelitian ini terdiri dari sejumlah besar individu dengan apolipoprotein E
tipe 4 alel genotipe (APOE-4), yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
MCI dan Alzheimer. Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa individu
dengan genotipe ini mungkin menunjukkan perbaikan neurokognitif yang relatif
lebih besar pada intervensi aktivitas fisik dibandingkan dengan yang individu
sehat yang berusia lebih tua.
Temuan bahwa latihan aerobik saja tidak meningkatkan kinerja memori
kerja merupakan suatu temuan menarik dan tidak diprediksi. Meskipun tidak jelas
mengapa latihan aerobik meningkatkan fungsi kognitif lain tetapi tampaknya tidak
menguntungkan memori kerja, temuan ini konsisten dengan studi pencitraan
cerebri pada latihan aerobik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
perubahan cerebri yang terkait dengan olahraga berada di area peri-hippocampal,
substansia alba anterior, dan cingulate anterior. Meskipun ada tumpang tindih
substansi dalam sirkuit cerebri dalam pelaksanaan proses kognitif yang kompleks,
seperti memori kerja, tidak ada studi pencitraan yang menunjukkan adanya
perubahan volumetrik di korteks prefrontal dorsolateral, yang terutama dibantu
oleh proyeksi substansia alba dari corpus callosum dan paling konsisten terkait
kinerja memori kerja. Temuan yang menyatakan kombinasi intervensi aerobik dan
latihan kekuatan meningkatkan perhatian dan memori kerja lebih besar dibanding
latihan aerobik saja konsisten dengan tinjauan sebelumnya. Studi mekanistik
menunjukkan bahwa latihan kekuatan dapat meningkatkan fungsi neurokognitif
dengan meningkatkan faktor pertumbuhan insulin, yang terlibat sebagai mediator
hubungan antara latihan dan fungsi neurokognitif. Hal mungkin juga dikarenakan
intervensi gabungan lebih efektif dalam mengurangi faktor risiko serebrovaskular
(misalnya tekanan darah tinggi) dan meningkatkan kebugaran aerobik relatif
dibandingkan latihan aerobik saja. Perbaikan fungsi kardiovaskular ini dapat
mengurangi degradasi substansia alba dan iskemia otak. Tidak tertutup
kemungkinan bahwa intervensi gabungan dapat menghasilkan perbaikan besar
dalam kesehatan vaskular dan tingkat basal inflamasi, meskipun hubungan ini
belum diselidiki.
Meta-analisis ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kurangnya
penelitian berkualitas tinggi yang menguji efek olahraga aerobik terhadap fungsi
kognitif. Penelitian yang diinklusikan dalam analisis ini berbeda secara
substansial dalam penggunaan blinding evakuation, analisis intention-to-treat, dan
alat penilaian kognitif yang secara klinis divalidase. Kedua, randomized
controlled trial dibatasi oleh kendala logistik untuk mempertahankan intervensi
selama jangka waktu yang lama. Dengan demikian, sebagian besar durasi
penelitian yang mengamati fungsi kognitif berlangsung selama beberapa bulan
pelatihan aerobik, atau, dalam beberapa kasus, tindak lanjut yang dimasukkan
adalah tindak lanjut beberapa tahun kemudian. Ada sedikit data mengenai
bagaimana
aktivitas
fisik
berkelanjutan
selama
beberapa
tahun
dapat
mempengaruhi kesehatan otak. Selain itu, RCT yang telah meneliti efek
neurokognitif dari latihan aerobik selama jangka waktu yang panjang telah
menunjukkan perbaikan besar dalam memori selama masa tindak lanjut lebih
lama. Ketiga, sebagian besar penelitian yang ada menggunakan intervensi dengan
frekuensi dan intensitas yang ditentukan sesuai dengan rekomendasi American
Heart Association untuk rehabilitasi jantung (misalnya, detak jantung pada 70%
puncak VO2 3 kali per minggu). Karena itu, mungkin kisaran latihan tidak cukup
untuk mengamati efek pada fungsi neurokognitif. Terakhir adalah kurangnya
konsensus mengenai pengukuran neurokognitif yang paling tepat untuk
memeriksa perubahan fungsi neurokognitif yang terkait dengan olahraga. Seperti
terlihat pada Tabel 3, ada perbedaan besar dalam efek pengobatan pada
pengukuran neurokognitif. Oleh karena itu, penelitian-penelitian lain di masa
depan akan mendapat manfaat dari identifikasi pengukuran neurokognitif
terstandarisasi dengan karakteristik psikometri yang tepat untuk memeriksa
langkah-langkah neurokognitif yang terkait dengan latihan aerobik.
Pada kesimpulannya, latihan aerobik memberikan perbaikan sederhana
dalam kinerja kognitif pada orang dewasa non-demensia. Penelitian yang
memberikan intervensi dalam jangka waktu lebih lama dikaitkan dengan
keuntungan yang lebih besar dalam perhatian dan kecepatan pemrosesan,
sedangkan
penelitian
pada
individu
yang
mengalami
MCI
cenderung
menunjukkan perbaikan besar dalam memori dibandingkan dengan sampel nonMCI. Percobaan acak tambahan dengan sampel yang lebih besar, periode tindak
lanjut yang lebih luas, kontrol yang tepat, dan pengukuran mediator potensial dari
perubahan kognitif yang lebih luas, masih diperlukan. Oleh karena itu, penelitianpenelitian di masa mendatang akan mendapat manfaat dari penilaian kesehatan
vaskular sebagai mediator potensial dari hubungan olahraga dan fungsi
neurokognitif, karena hal ini berkaitan dengan peningkatan kapasitas aerobik dan
kinerja neurokognitif dalam sampel lainnya. Penelitian-penelitian di masa
mendatang juga perlu mengumpulkan pencitraan resonansi magnetik fungsional
(fMRI) atau diffusion tensor imaging (DTI) untuk melacak perubahan cerebri
setelah latihan, karena beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa
olahraga dan peningkatan kebugaran dapat meningkatkan aliran darah otak dan
mengubah
tingkat
oksigen
darah
terhadap
tugas-tugas
kognitif,
serta