You are on page 1of 26

Latihan Aerobik dan Neurokognitif: Suatu Tinjauan Meta Analisis pada

Randomized Controlled Trials

ABSTRAK
Tujuan
Meskipun pengaruh latihan aerobik pada performa neurokognisi telah beberapa
kali menjadi subyek pada beberapa tinjauan dan meta-analisis, akan tetapi
penelitian-penelitian tersebut terhambat karena kekurangan metodologis dan telah
tertinggal karena banyaknya publikasi terbaru dari beberapa randomized
controlled trial (RCT) berskala besar.
Metode
penulis melakukan tinjauan literatur sistematis pada beberapa RCT yang meneliti
hubungan antara latihan aerobik terhadap performa neurokognitif yang dilakukan
antara bulan Januari 1966 hingga Juli 2009. Penelitian-penelitian yang ada
diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi sebagai berikut: alokasi pengobatan
dilakukan secara acak, usia rata-rata subyek 18 tahun, durasi pengobatan > 1
bulan, ada komponen latihan aerobik, pelatihan aerobik dimonitor, adanya
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan latihan aerobik, dan informasi yang
cukup untuk mendapatkan data efek ukuran (ES=effect size).
Hasil
Dua puluh sembilan penelitian memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam
analisis. Penelitian-penelitian ini mewakili data dari 2.049 peserta dan 234 efek
ukuran. Partisipan yang secara acak ditugaskan untuk melakukan latihan aerobik
menunjukkan adanya perbaikan sederhana dalam aspek perhatian dan kecepatan
pemrosesan (g = 0,158 [95% CI: 0,055-0,260], P = 0,003), fungsi eksekutif (g =
0,123 [95% CI : 0,021-0,225], P = 0,018), dan memori (g = 0,128 [95% CI: 0,0150,241], P = 0,026).

Kesimpulan
Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana dalam perhatian dan
kecepatan pemrosesan, fungsi eksekutif, dan memori, meskipun efek latihan pada
memori kerja kurang konsisten. Diperlukan penelitian RCT yang lebih ketat,
dengan sampel yang lebih besar, kontrol yang tepat, dan periode tindak lanjut
yang lebih lama.

PENDAHULUAN
Strategi untuk meningkatkan fungsi neurokognitif memiliki implikasi
penting pada kesehatan masyarakat, karena defisit neurokognitif subklinis
berhubungan dengan peningkatan risiko gangguan neurokognitif, demensia, dan
mortalitas (di luar faktor risiko tradisional). Salah satu strategi yang saat ini
menjadi perhatian adalah penggunaan latihan aerobik untuk meningkatkan fungsi
neurokognitif. Meskipun fungsi olahraga terhadap neurokognitif telah diperiksa
secara kritis dalam beberapa tinjauan klinis dan meta-analisis, masih ada beberapa
perbedaan mengenai besarnya peningkatan fungsi neurokognitif terkait dengan
intervensi aktivitas fisik. Kurangnya konsensus disebabkan karena perbedaan
dalam evaluasi metodologi penelitian, penelitian yang dilibatkan dalam analisis,
pendekatan analisis data, dan perbedaan klasifikasi pengukuran neurokognitif.
Beberapa penelitian cross-sectional telah menunjukkan bahwa orang yang
aktif secara fisik cenderung menunjukkan fungsi neurokognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan orang yang tidak aktif. Penelitian observasional prospektif
telah melaporkan temuan yang sama, menunjukkan bahwa orang yang memiliki
aktivitas fisik yang lebih tinggi menunjukkan perbaikan dalam fungsi
neurokognitif dibandingkan dengan orang yang tidak aktif. Namun, uji acak telah
memberikan hasil yang tidak konsisten, dengan beberapa penelitian yang
melaporkan adanya peningkatan fungsi kognitif, dan penelitian lain dengan
temuan yang masih samar. Tinjauan meta-analisis dari randomized controlled
trials (RCT) juga menunjukkan adanya variasi yang besar dalam besarnya
peningkatan neurokognisi yang terkait dengan latihan aerobik, dengan beberapa

meta-analisis yang melaporkan adanya perbaikan kognitif tingkat moderat dan


penelitian lain melaporkan adanya perbaikan sederhana.
Dalam beberapa meta-analisis terbaru, termasuk tinjauan dari Cochrane,
disimpulkan bahwa data yang ada saat ini tidak cukup untuk menunjukkan bahwa
ada perbaikan fungsi neurokognitif terkait dengan aktivitas fisik yang disebabkan
oleh peningkatan kebugaran kardiovaskular, sehingga diperlukan penelitian yang
lebih besar. Namun, sejak penerbitan tinjauan ini, telah ada beberapa RCT
berskala besar yang meneliti hubungan ini. Selain itu, meskipun satu tinjauan
sistematis sebelumnya meneliti efek dari berbagai bentuk aktivitas fisik terhedap
peningkatan fungsi kognitif (orientasi umum) pada penderita demensia, belum ada
tinjauan yang menggabungkan data dari uji coba pencegahan demensia pada
populasi yang rentan (yaitu individu dengan gangguan kognitif). Jika meihat dari
aspek tersebut, tinjauan dari Cochrane memiliki keterbatasan, karena individu
yang mengalami gangguan neurokognitif (misalnya, gangguan kognitif ringan
(MCI=mild cognitive impairment) dan depresi) telah dieksklusikan. Selain itu,
beberapa meta-analisis sebelumnya yang memeriksa hubungan ini mungkin telah
dipengaruhi oleh masuknya dua studi besar yang melaporkan efek pengobatan
yang besar tapi tanpa pengacakan, sehingga dapat mempengaruhi efek yang
dilaporkan. Oleh karena itu, penulis melakukan meta-analisis yang meliputi uji
coba intervensi latihan terbaru dan membahas beberapa topik, seperti: (1) efek
latihan olahraga aerobik pada domain kinerja neurokognitif tertentu, termasuk
perhatian dan kecepatan pemrosesan, fungsi eksekutif, memori kerja, dan daya
ingat; (2) pengaruh dimensi khusus dari resep latihan seperti mode, durasi dan
intensitas intervensi latihan; dan (3) perbedaan individu dalam menanggapi latihan
aerobik, dengan fokus pada dasar, tingkat pra-pelaksanaan fungsi kognitif sebagai
moderator potensi efek latihan (penulis membandingkan individu yang mengalami
Mild Cognitive Impairment (MCI)) dengan individu yang fungsi kognitifnya
masih baik), serta usia peserta studi.

METODE
Untuk menentukan dampak dari intervensi latihan aerobik terhadap
performa neurokognitif, pencarian literatur yang luas dilakukan dengan
menggunakan database penelitian yang dilakukan antara Januari 1966 dan Juli
2009, dari: MEDLINE, Pubmed, EMBASE, Gateway, CENTRAL, PsycINFO,
Disertasi Abstrak Internasional, Educational Research in Completion (ERIC),
Sports Discus, Cochrane Register, PEDRO, Ageline, dan CINAHL. Istilah
pencarian yang digunakan yaitu: gangguan kognitif, kemampuan kognitif, usia,
lanjut usia, kinerja mental, dan neuropsikologi, dikombinasi dengan istilah
kebugaran, aerobik, kardiovaskular, VO2, dan aktivitas fisik. Judul tambahan
diidentifikasi dengan pencarian manual jurnal yang relevan dan dengan
mengidentifikasi referensi yang termasuk dalam meta-analisis sebelumnya.
Disertasi yang tidak diterbitkan dan makalah-makalah dari beberapa konferensi
juga digunakan bila memungkinkan.
Penelitian-penelitian yang ada diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi
sebagai berikut: (1) alokasi pengobatan dilakukan secara acak; (2) usia rata-rata
subyek 18 tahun; (3) durasi pengobatan > 1 bulan; (4) melibatkan latihan
aerobik. Batas usia minimal 18 tahun dipilih untuk mengontrol perbedaan
perkembangan ketebalan korteks dan mielinisasi, yang stabil pada dekade kedua
kehidupan. Beberapa penelitian yang meneliti intervensi olahraga non aerobik
tidak dimasukkan (misalnya, berjalan lambat dengan waktu istirahat) untuk
memastikan penelitian yang dilibatkan mencakup beberapa komponen latihan
aerobik. Intervensi latihan yang dikombinasikan dengan komponen latihan
aerobik (misalnya jogging dan yoga) dapat dimasukkan; (5) adanya kelompok
kontrol yang tidak diberi latihan aerobik; dan (6) informasi yang cukup untuk
menurunkan perkiraan efek ukuran (ES).
Setelah identifikasi awal dan penyeleksian, beberapa penelitian ternyata
merupakan studi quasi-randomized atau digunakan metodologi case controlled,
tidak memenuhi durasi pengobatan, bukan penelitian randomisasi, atau tidak
menggunakan kelompok kontrol tanpa latihan aerobik. Percobaan lain dilakukan

di kalangan remaja, sehingga dieksklusikan. Beberapa penelitian menggunakan


intervensi ganda (misalnya berjalan dan berbicara atau keseimbangan dan latihan
kekuatan) sehingga tidak dapat dimasukkan karena tidak bisa dipastikan apakah
intensitas latihan cukup untuk menghasilkan perubahan aerobik. Beberapa
percobaan tidak dimasukkan karena menggunakan intervensi aktivitas fisik
dengan komponen latihan non-aerobik pada penderita demensia. Beberapa
penelitian menggunakan intervensi berjalan yang non-aerobik atau mengijinkan
individu dengan mobilitas terbatas (misalnya, pengguna walker) untuk beristirahat
sesuai kebutuhan, sehingga membatasi generalisasi mereka untuk sampel yang
lebih sehat. Dengan demikian, studi ini dieksklusikan dari analisis saat ini. Untuk
dua penelitian yang metode pengacakannya belum jelas, penulis berusaha untuk
menghubungi masing-masing peneliti dan mampu mengkonfirmasi satu yang
memiliki skema pengacakan yang benar. Hasil tidak berubah ketika penelitian
sisanya dieksklusikan.

Penilaian Kualitas Penelitian


Dua penilai (PJS, BMH) secara terpisah mengekstrak informasi dari tiap
artikel menggunakan tinjauan protokol yang identik, yang termasuk identifikasi
penelitian (misalnya, nama penulis, tahun publikasi, jurnal penerbitan), durasi
pengobatan, intensitas latihan, modalitas latihan, keabsahan penilaian status
pengobatan, selama penilaian, niat untuk mengobati analisis, dan waktu tindak
lanjut penilaian. Efek ukuran dinilai secara independen. Keandalan penilai dinilai
untuk domain hasil tersebut (misalnya, dalam setiap domain kognitif serta untuk
karakteristik studi). Untuk semua bidang, keandalan penilai sangat baik (r>0,90;
Cohen kappa = 75).

Analisis Data
Hasil tes neuropsikologi diklasifikasikan menurut domain kognitif yang
dipaparkan

oleh

Lezak.

Penulis

menganggap

tes

neurokognitif

dapat

diklasifikasikan dalam kategori berikut: perhatian dan kecepatan pemrosesan

(fokus sumber daya kognitif berkelanjutan dengan konsentrasi selektif dan


pengolahan informasi yang cepat), fungsi eksekutif (satu set keterampilan kognitif
yang bertanggung jawab atas perencanaan, inisiasi, pengurutan, dan pemantauan
yang kompleks mengenai perilaku yang diarahkan pada tujuan), memori kerja
(penyimpanan jangka pendek dan manipulasi informasi), dan memori deklaratif
(retensi, ingatan, dan pengakuan dari informasi yang ditemui sebelumnya,
selanjutnya disebut hanya sebagai: "daya ingat"). Penulis mempertimbangkan
untuk memasukkan 'kecepatan pemrosesan kompleks' sebagai ukuran fungsi
eksekutif seperti pada analisis sebelumnya, tetapi hasilnya tidak berubah terlepas
dari klasifikasi tes ini.
Analisis

dilakukan

dengan

menggunakan

software

Meta-analisis

Komprehensif (Englewood, NJ). Data dianalisis menggunakan model tetap dan


acak dan model Cohens G untuk perbedaan antara kelompok. Secara singkat,
analisis efek tetap mengasumsikan bahwa semua penelitian diambil dari populasi
yang sama, sehingga perbedaan efek pengobatan dalam penelitian dikaitkan
dengan pengambilan sampel dan variabilitas metodologis (error variance).
Sebaliknya, analisis efek acak mengasumsikan bahwa penelitian diambil dari
populasi yang berbeda, sehingga perbedaan di studi mungkin karena variasi
sumber tak dikenal dan memberikan perkiraan efek pengobatan yang lebih
konservatif. Namun, karena hasil antara efek tetap dan acak tidak berbeda, dan
karena efek acak umumnya direkomendasikan untuk memeriksa efek pengobatan
pada penelitian meta-analisis, penulis menyajikan efek temuan acak saja. Dalam
beberapa penelitian yang melaporkan beberapa efek ukuran dalam domain
neurokognitif yang sama, data dianalisis dengan merata-rata efek ukuran tiap
domain neurokognitif untuk setiap penelitian, sehingga setiap penelitian tidak
menghasilkan ukuran yang lebih dari satu efek ukuran per domain. Untuk
keperluan studi analisis kualitas, efek pengobatan untuk semua domain
neurokognitif dianalisis untuk setiap penelitian. Dua penelitian dalam pencarian
literatur ini merupakan jenis publikasi jurnal peer-review atau bab dalam buku
yang dikombinasikan untuk keperluan analisis. Homogenitas efek pengobatan
dinilai

menggunakan

statistik

Q.

Tiga

penelitian

mengumpulkan

data

neurokognitif pada beberapa titik waktu di mana partisipan terus menerima


perawatan. Namun, hanya ada satu penelitian yang efek pengobatannya tidak
terkontaminasi oleh persilangan antara kelompok. Untuk penelitian ini saja,
penulis memilih data dari penilaian tindak lanjut dengan durasi paling lama untuk
dimasukkan dalam analisis, meskipun hasilnya tidak berubah ketika titik waktu
lainnya diperiksa.
Analisis Sensitivitas Eksplorasi dilakukan untuk menyelidiki karakteristik
sampel yang mungkin dapat mengurangi efek-efek pengobatan pada hasil
neurokognitif. Secara khusus, tiga karakteristik penelirian diperiksa: Durasi,
Intensitas dan Mode intervensi latihan. Penulis juga memeriksa dua karakteristik
metodologis penting yang terkait dengan kualitas metodologi: keabsahan penilai
hasil neurokognitif dan penggunaan analisis intention-to-treat (ITT). Sebagai
analisis tambahan, penulis memeriksa apakah efek pengobatan bervariasi menurut
status kognitif peserta di awal ('non-gangguan' atau gangguan kognitif ringan
[MCI]; pasien dengan demensia [penyakit Alzheimer] dieksklusikan) dan usia
partisipan.

HASIL
Pencarian literatur awal menghasilkan 5.538 studi yang berpotensi relevan,
68 di antaranya diambil untuk diperiksa secara lengkap. Dua puluh sembilan studi
(N = 29) menggabungkan data dari 2.049 peserta yang memenuhi kriteria inklusi
dan dimasukkan dalam analisis ini (Tabel 1), termasuk data untuk 1.024 peserta
eksperimen dan 997 kontrol. Dua ratus tiga puluh empat (n = 234) efek ukuran
tersedia untuk analisis. Durasi penelitian berkisar antara enam minggu hingga 18
bulan. Seperti terlihat pada Tabel 1, modalitas latihan primer adalah jalan cepat
dan/atau jogging dan kelompok kontrol biasanya diminta untuk menunggu,
meskipun peregangan dan toning, pendidikan kesehatan, dan latihan relaksasi juga
digunakan. Tingkat reduksi bervariasi (kisaran 0-41%; berarti reduksi = 12,2%).
Hanya 13 studi (44,8%) yang menggunakan blinding assesment dan hanya tujuh
studi (24,1%) menggunakan analisis intention-to-treat (ITT). Efek dari latihan

pada pengukuran neurokognitif individu disajikan pada Tabel 3. Karena jumlah


dan heterogenitas tes neurokognitif yang besar, hanya tes yang digunakan di lebih
dari satu studi yang disajikan.

Perhatian dan Pengolahan Kecepatan


Dua puluh empat studi meneliti efek latihan aerobik terhadap perhatian dan
kecepatan pemrosesan. Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana
dalam perhatian dan kecepatan pemrosesan (g = 0,158 [95% CI: 0,055-0,260], P =
0,003) (Gambar 1) dan efek ini konsisten di seluruh studi (Q23 = 26,249, P =
0,289). Moderator analisis menunjukkan bahwa penelitian dengan durasi latihan
yang lebih panjang tidak meningkatkan perhatian dan kecepatan pemrosesan ke
tingkat yang lebih besar jika dibandingkan dengan intervensi singkat (r = 0,17, Q1
= 3,555, P = 0,399). Intensitas latihan juga tidak berhubungan dengan variasi
dalam perhatian dan hasil kecepatan pemrosesan (r = -.375, Q1 = 1,41, P = 0,235).
Hasil antara individu dengan MCI (g = 0,028, P <.001) dan sampel lainnya (g =
0,181, P = 0,825) (Q1 = 1,228, P = 0,268) tidak berbeda. Intervensi gabungan
meningkatkan perhatian dan kecepatan pemrosesan ke tingkat yang lebih besar (g
= 0,250 [95% CI: 0,042-0,658], P = 0,026) dibandingkan intervensi aerobik saja
(g = 0,098 [95% CI: -.012 untuk 0,208], P = 0,152) (Q1 = 4,373, P = 0,037). Tidak
didapatkan hubungan antara usia rata-rata partisipan dengan perbaikan dalam
perhatian dan kecepatan pemrosesan (r = -.047, P = 0,817).

Tabel 1. Randomized Controlled Trials yang mengamati efek latihan aerobik pada
fungsi neurokognitifTabel 3

***
**

p < .001

p < .01

p < .05

p < .10

AT = attention and processing


speed; EX = executive function;
MET = metabolic equivalent,
WM = working memory; MCI =
Mild Cognitive Impairment, ME
= memory; HRR = Heart Rate
Reserve; MHR = maximum
heart rate; RPE = Ratings of
Perceived Exertion

mengindikasikan beberapa titik

waktu pada data.

Tabel 2. Klasifikasi Uji Neurokognitif berdasarkan domain

Tabel 3. Pengaruh intervensi latihan aerobik vs kontrol terhadap kinerja


neurokognitif untuk berbagai indeks kognitif

*COWAT = Controlled Oral Word Association Test (Uji asosisasi kata lisan
terkontrol)
Gambar 1. Perhatian dan Kecepatan Pemrosesan

Pengaruh latihan aerobik pada perhatian dan kecepatan pemrosesan (n = 24). Tampak peningkatan
perhatian dan kecepatan pemrosesan relatif pada Individu yang secara acak diberikan intervensi
latihan aerobik (g = 0,158 [95% CI: 0,055-0,260], P = 0,003). Setiap penelitian ditandai dengan

lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih besar ditandai dengan lingkaran yang lebih besar
juga.

Fungsi Eksekutif
Sembilan belas penelitian menilai pengaruh olahraga aerobik pada fungsi
eksekutif. Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana dalam fungsi
eksekutif (g = 0,123 [95% CI: 0,021-0,225], P = 0,018) (Gambar 2), dengan efek
yang besarnya sama di seluruh penelitian (Q18 = 13,418, P = 0,766). Baik durasi
latihan (r = -.436, Q1 = 3,627, P = 0,057) atau intensitas latihan (r = -.203, Q1 =
0,413, P = 0,520) berhubungan dengan peningkatan fungsi eksekutif. Perbaikan
dalam fungsi eksekutif pada individu dengan MCI sedikit lebih rendah (g = -.004,
p = 0,973) dibandingkan dengan sampel lainnya (g = 0,153, P = 0,008) (Q1 =
1,377, P = 0,241), dan tidak didapatkan perbedaan antara penelitian dengan
intervensi latihan aerobik saja (g = 0,109, P = 0,074) atau intervensi gabungan
latihan aerobik dengan latihan lain (misalnya, latihan kekuatan) (g = 0,163, P =
0,106) (Q1 = 0,214 , P = 0,644). Tidak didapatkan hubungan antara usia rata-rata
partisipan dengan perbaikan dalam fungsi eksekutif (r = -.348, P = 0,130).
Gambar 2. Fungsi Eksekutif

Pengaruh latihan aerobik pada fungsi eksekutif (n = 19). Tampak peningkatan fungsi eksekutif
pada individu yang secara acak menerima intervensi latihan aerobik (g = 0,123 [95% CI: 0,021-

0,225], P = 0,018). Setiap penelitian ditandai dengan lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih
besar ditandai dengan lingkaran yang lebih besar juga.

Memori Kerja
Dua belas penelitian menilai pengaruh latihan aerobik pada memori kerja.
Latihan aerobik tampaknya tidak meningkatkan kinerja memori kerja (g = 0,032
[95% CI: -.103 ke 0,166], P = 0,642) (Gambar 3) dan efek ini relatif konsisten di
seluruh percobaan (Q11 = 12,241, P = 0,346). Mirip dengan domain kognitif
lainnya, baik durasi intervensi (r = 0,346, Q1 = 1,438, P = 0,230) maupun
intensitas latihan (r = 0,109, Q1 = 0,123, P = 0,725) tampaknya mengurangi efek.
Hanya satu penelitian yang menilai pengaruh aerobik terhadap memori kerja pada
individu dengan MCI sehingga tidak diperiksa. Intervensi gabungan (n = 2) dapat
meningkatkan memori kerja (Q1 = 4,817, P = 0,028) (g = 0,288 [95% CI: 0,0300,546], P = 0,028) dibandingkan dengan latihan aerobik saja ( g = -.042 [95% CI:
-.184 ke 0,101], P = 0,567). Selain itu, terdapat hubungan yang nyata antara usia
rata-rata partisipan dan perbaikan dalam memori kerja, dengan sampel yang lebih
tua menunjukkan perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan sampel yang
lebih muda (r = 0,564, P = 0,051).
Gambar 3. Memori Kerja

Pengaruh latihan aerobik pada memori kerja (n = 12). Tidak tampak peningkatan memori kerja
pada individu yang secara acak menerima intervensi latihan aerobik (g = 0,032 [95% CI: -.103 ke

0,166], P = 0,642). Setiap penelitian ditandai dengan lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih
besar ditandai dengan lingkaran yang lebih besar juga.

Daya Ingat
Enam belas penelitian menilai pengaruh latihan aerobik pada fungsi
memori. Latihan aerobik berhubungan dengan perbaikan sederhana dalam memori
relatif terhadap kontrol (g = 0,128 [95% CI: 0,015-0,241], P = 0,026) (Gambar 4)
dengan efek yang besarnya sama di seluruh penelitian (Q15 = 9.030 , P = 0,876).
Baik intensitas latihan (r = -.051, Q1 = 0.026, P = 0,871) atau durasi intervensi (r
= 0,373, Q1 = 1,381, P = 0,240) tampaknya mengurangi efek yang diamati pada
memori. Sensitivitas analisis menunjukkan bahwa efek latihan aerobik lebih kuat
pada individu dengan MCI (g = 0,237 [95% CI: 0,000-0,474], P = 0,050)
dibandingkan dengan individu tanpa gangguan kognitif (g = 0,096 [95 % CI: -.032
ke 0,224], P = 0,143), meskipun uji statistik untuk moderasi tidak mencapai
signifikansi (Q1 = 1,055, P = 0,304). Hanya satu studi yang menilai efek
intervensi gabungan terhadap fungsi memori, sehingga tidak digunakan sebagai
moderator potensial. Tidak didapatkan hubungan antara usia rata-rata partisipan
dan perbaikan dalam memori (r = -.222, P = 0,175).
Gambar 4. Daya Ingat

Pengaruh latihan aerobik pada memori (n = 16). Tampak peningkatan fungsi memori pada individu
yang secara acak menerima intervensi latihan aerobik (g = 0,128 [95% CI: 0,015-0,241], P =

0,026). Setiap penelitian ditandai dengan lingkaran, dengan ukuran sampel yang lebih besar
ditandai dengan lingkaran yang lebih besar juga.

Kualitas studi
Penulis menganalisis mengenai kualitas metodologi dengan mengobservasi
pola hasil penelitian, penulis memeriksa apakah efek pengobatan bervariasi pada
1) blinding pada penilai dan 2) penggunaan analisis ITT. Tidak didapatkan
perbedaan pengaruh intervensi terhadap fungsi neurokognitif baik pada blinded
assesment (g = 0,143, P = 0,013) maupun tidak (g = 0,185, P = 0,012) (Q2 =
0,204, P = 0,651). Demikian pula, efek pengobatan terhadap performa
neurokognitif tidak berbeda antara penelitian yang menggunakan analisis ITT (g =
0,161, P = 0,004) atau tidak (g = 0,166, P = 0,087) (Q2 = .002 , P = 0,964).

DISKUSI
Hasil diatas menunjukkan bahwa latihan aerobik memberikan perbaikan
sederhana dalam fungsi neurokognitif pada orang dewasa sehat dengan usia yang
lebih tua, termasuk perbaikan dalam perhatian dan kecepatan pemrosesan, fungsi
eksekutif, dan memori. Namun, latihan aerobik tampaknya tidak memberikan
perbaikan pada memori kerja. Analisis moderator menunjukkan bahwa penelitian
yang menggunakan intervensi gabungan latihan aerobik dan latihan kekuatan
meningkatkan perhatian dan kecepatan pemrosesan dan memori kerja lebih besar
jika dibandingkan latihan aerobik saja. Selain itu, penulis menemukan bukti awal
bahwa penelitian pada individu dengan MCI mungkin berhubungan dengan
perbaikan besar dalam memori relatif dibandingkan pada individu dengan fungsi
kognitif yang terganggu. Sebaliknya, karakteristik latihan, seperti durasi penelitian
dan intensitas intervensi, atau kualitas metodologis berkaitan dengan perbaikan
diferensial pada neurokognisi.
Meskipun tinjauan meta-analisis sebelumnya telah melaporkan bahwa
olahraga dapat meningkatkan kinerja neurokognitif, Tinjauan ini adalah salah satu
tinjauan terbesar yang menunjukkan bahwa latihan aerobik meningkatkan Fungsi
neurokognitif pada individu non-demensia dan tinjauan pertama yang

menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan kinerja memori pada


individu dengan MCI, sebuah kelompok risiko tinggi penyakit Alzheimer.
Beberapa penelitian meta-analisis sebelumnya telah meneliti hubungan antara
aktivitas fisik dan fungsi kognitif. Colcombe dan Kramer melaporkan randomized
controlled trial yang menunjukkan perbaikan klinis bermakna dalam fungsi
eksekutif, kecepatan pemrosesan, memori, dan fungsi motorik. Tinjauan ini
menunjukkan efek nyata yang relatif lebih lemah dibandingkan penelitian
tersebut, kemungkinan karena tidak dilibatkannya dua penelitian yang jelas positif
yang termasuk dalam meta-analisis Colcombe dan Kramer, karena setelah
pemeriksaan lebih lanjut, dua penelitian tersebut tidak benar-benar RCT. Dalam
review Cochrane, Angevaren et al. menyimpulkan bahwa, meskipun RCT
mengenai latihan aerobik pada individu-individu tanpa gangguan kognitif
dikaitkan dengan perbaikan sederhana dalam proses atensi, kecepatan kognitif,
dan fungsi motorik, data yang ada tidak cukup untuk menunjukkan bahwa
perbaikan

dalam

kognisi

ini

diakibatkan

oleh

perubahan

kebugaran

kardiovaskular. Demikian pula, Etnier et al. telah menunjukkan, dalam penelitian


cross sectional, bahwa meskipun tingkat kebugaran yang lebih tinggi berkaitan
dengan kinerja neurokognitif yang lebih baik, penelitian yang membandingkan
atara pre dan post menemukan bahwa keuntungan yang lebih besar dalam
kebugaran aerobik berkaitan dengan peningkatan kinerja kognitif yang lebih
rendah. Etnier et al. juga telah mencatat bahwa keterbatasan metodologis
berkontribusi terhadap variabilitas signifikansi pada efek pengobatan, dengan
kualitas penelitian yang lebih tinggi cenderung menunjukkan efek yang lebih
kecil, dan penelitian dengan kualitas tertinggi menunjukkan tidak ada efek latihan
terhadap fungsi neurokognitif.
Baru-baru ini, van Uffelen et al. melaporkan bahwa intervensi aktivitas fisik
pada individu tanpa penurunan kognitif, rata-rata, cenderung meningkatkan fungsi
neurokognitif. Namun, van Uffelen et al tidak berusaha untuk menggabungkan
statistik ukuran efek pengobatan di penelitian ini, dan melaporkan bahwa sebagian
besar uji coba mengenai topik ini telah gagal untuk menunjukkan manfaat
pengobatan, dan menemukan bahwa literatur yang ada masih kurang karena

keterbatasan jumlah studi berkualitas tinggi. Analisis ini mengamati banyak aspek
yang diangkat oleh ulasan sebelumnya dengan memasukkan beberapa RCT
berskala besar dan berkualitas tinggi yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam
literatur sistematis.
Temuan bahwa latihan aerobik dapat memberikan perbaikan yang lebih
besar dalam fungsi memori pada individu dengan MCI dibandingkan kelompok
pasien lainnya merupakan temuan baru dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Meskipun Heyn et al. menunjukkan bahwa aktivitas fisik berkaitan dengan
peningkatan status mental pada individu dengan demensia, sebagian besar
penelitian ini dilakukan pada orang dewasa yang dirawat dengan demensia.
Temuan bahwa latihan aerobik meningkatkan memori konsisten dengan beberapa
penelitian pada hewan, yang telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
meningkatkan faktor neurotropik (BDNF) pada hippocampus dan struktur perihippocampus. Dalam pemeriksaan mediator, Periera et al. menunjukkan bahwa
peningkatan BDNF dalam gyrus dentate, suatu area cerebri di proksimal
hippocampus, berkaitan dengan peningkatan kinerja dosis-respons memori pada
dewasa muda yang berpartisipasi dalam intervensi latihan. Selain kemungkinan
adanya mediator neurotropik, tidak tertutup kemungkinan bahwa perbedaan
individu mempengaruhi temuan ini. Sebagai contoh, kemungkinan sampel MCI
dalam penelitian ini terdiri dari sejumlah besar individu dengan apolipoprotein E
tipe 4 alel genotipe (APOE-4), yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
MCI dan Alzheimer. Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa individu
dengan genotipe ini mungkin menunjukkan perbaikan neurokognitif yang relatif
lebih besar pada intervensi aktivitas fisik dibandingkan dengan yang individu
sehat yang berusia lebih tua.
Temuan bahwa latihan aerobik saja tidak meningkatkan kinerja memori
kerja merupakan suatu temuan menarik dan tidak diprediksi. Meskipun tidak jelas
mengapa latihan aerobik meningkatkan fungsi kognitif lain tetapi tampaknya tidak
menguntungkan memori kerja, temuan ini konsisten dengan studi pencitraan
cerebri pada latihan aerobik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
perubahan cerebri yang terkait dengan olahraga berada di area peri-hippocampal,

substansia alba anterior, dan cingulate anterior. Meskipun ada tumpang tindih
substansi dalam sirkuit cerebri dalam pelaksanaan proses kognitif yang kompleks,
seperti memori kerja, tidak ada studi pencitraan yang menunjukkan adanya
perubahan volumetrik di korteks prefrontal dorsolateral, yang terutama dibantu
oleh proyeksi substansia alba dari corpus callosum dan paling konsisten terkait
kinerja memori kerja. Temuan yang menyatakan kombinasi intervensi aerobik dan
latihan kekuatan meningkatkan perhatian dan memori kerja lebih besar dibanding
latihan aerobik saja konsisten dengan tinjauan sebelumnya. Studi mekanistik
menunjukkan bahwa latihan kekuatan dapat meningkatkan fungsi neurokognitif
dengan meningkatkan faktor pertumbuhan insulin, yang terlibat sebagai mediator
hubungan antara latihan dan fungsi neurokognitif. Hal mungkin juga dikarenakan
intervensi gabungan lebih efektif dalam mengurangi faktor risiko serebrovaskular
(misalnya tekanan darah tinggi) dan meningkatkan kebugaran aerobik relatif
dibandingkan latihan aerobik saja. Perbaikan fungsi kardiovaskular ini dapat
mengurangi degradasi substansia alba dan iskemia otak. Tidak tertutup
kemungkinan bahwa intervensi gabungan dapat menghasilkan perbaikan besar
dalam kesehatan vaskular dan tingkat basal inflamasi, meskipun hubungan ini
belum diselidiki.
Meta-analisis ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kurangnya
penelitian berkualitas tinggi yang menguji efek olahraga aerobik terhadap fungsi
kognitif. Penelitian yang diinklusikan dalam analisis ini berbeda secara
substansial dalam penggunaan blinding evakuation, analisis intention-to-treat, dan
alat penilaian kognitif yang secara klinis divalidase. Kedua, randomized
controlled trial dibatasi oleh kendala logistik untuk mempertahankan intervensi
selama jangka waktu yang lama. Dengan demikian, sebagian besar durasi
penelitian yang mengamati fungsi kognitif berlangsung selama beberapa bulan
pelatihan aerobik, atau, dalam beberapa kasus, tindak lanjut yang dimasukkan
adalah tindak lanjut beberapa tahun kemudian. Ada sedikit data mengenai
bagaimana

aktivitas

fisik

berkelanjutan

selama

beberapa

tahun

dapat

mempengaruhi fungsi kognitif, meskipun data pengamatan menunjukkan bahwa


aktivitas fisik dan kesehatan jantung perlu waktu bertahun-tahun untuk

mempengaruhi kesehatan otak. Selain itu, RCT yang telah meneliti efek
neurokognitif dari latihan aerobik selama jangka waktu yang panjang telah
menunjukkan perbaikan besar dalam memori selama masa tindak lanjut lebih
lama. Ketiga, sebagian besar penelitian yang ada menggunakan intervensi dengan
frekuensi dan intensitas yang ditentukan sesuai dengan rekomendasi American
Heart Association untuk rehabilitasi jantung (misalnya, detak jantung pada 70%
puncak VO2 3 kali per minggu). Karena itu, mungkin kisaran latihan tidak cukup
untuk mengamati efek pada fungsi neurokognitif. Terakhir adalah kurangnya
konsensus mengenai pengukuran neurokognitif yang paling tepat untuk
memeriksa perubahan fungsi neurokognitif yang terkait dengan olahraga. Seperti
terlihat pada Tabel 3, ada perbedaan besar dalam efek pengobatan pada
pengukuran neurokognitif. Oleh karena itu, penelitian-penelitian lain di masa
depan akan mendapat manfaat dari identifikasi pengukuran neurokognitif
terstandarisasi dengan karakteristik psikometri yang tepat untuk memeriksa
langkah-langkah neurokognitif yang terkait dengan latihan aerobik.
Pada kesimpulannya, latihan aerobik memberikan perbaikan sederhana
dalam kinerja kognitif pada orang dewasa non-demensia. Penelitian yang
memberikan intervensi dalam jangka waktu lebih lama dikaitkan dengan
keuntungan yang lebih besar dalam perhatian dan kecepatan pemrosesan,
sedangkan

penelitian

pada

individu

yang

mengalami

MCI

cenderung

menunjukkan perbaikan besar dalam memori dibandingkan dengan sampel nonMCI. Percobaan acak tambahan dengan sampel yang lebih besar, periode tindak
lanjut yang lebih luas, kontrol yang tepat, dan pengukuran mediator potensial dari
perubahan kognitif yang lebih luas, masih diperlukan. Oleh karena itu, penelitianpenelitian di masa mendatang akan mendapat manfaat dari penilaian kesehatan
vaskular sebagai mediator potensial dari hubungan olahraga dan fungsi
neurokognitif, karena hal ini berkaitan dengan peningkatan kapasitas aerobik dan
kinerja neurokognitif dalam sampel lainnya. Penelitian-penelitian di masa
mendatang juga perlu mengumpulkan pencitraan resonansi magnetik fungsional
(fMRI) atau diffusion tensor imaging (DTI) untuk melacak perubahan cerebri
setelah latihan, karena beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa

olahraga dan peningkatan kebugaran dapat meningkatkan aliran darah otak dan
mengubah

tingkat

oksigen

darah

terhadap

tugas-tugas

kognitif,

serta

meningkatkan kesehatan struktur cerebri, seperti dengan meningkatkan integritas


substansia alba dan nigra dan volume otak. Penelitian yang lebih ketat perlu
dilakukan untuk memeriksa efek dari latihan aerobik pada individu dengan MCI
untuk menentukan apakah langkah ini merupakan strategi yang dapat
diaplikasikan untuk menunda atau mencegah kejadian demensia.

You might also like