Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Caecum
Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke bawah
pada regio iliaca kanan, di bawah junctura ileocaecalis. Appendiks vermiformis
berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus besar. Panjang caecum
sekitar 6 cm dan berjalan ke caudal. 1
Caecum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus vermiformis
(apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm. 1
2.
Colon ascendens
Colon asenden berjalan ke atas dari caecum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah sampai ke hati,
colon asenden membelok ke kiri, membentuk fleksura coli dekstra (fleksura
hepatik). Colon ascendens ini terletak pada regio illiaca kanan dengan panjang
sekitar 13 cm. 1
3.
Colon transversum
Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura
coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon transversum membentuk
lengkungan seperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian bawah U dapat turun sampai
2
Colon descendens
Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang sekitar 25
cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari fleksura lienalis sampai pinggir
pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut sebagai colon sigmoideum. 2
5.
Colon sigmoideum
Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon sigmoideum
merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke bawah dalam rongga pelvis
dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu dengan rectum di depan
sakrum. 2
6.
Rectum
Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum merupakan
lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan caecum, meninggalkan
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu rektum berlanjut sebagai anus
dalam perineum. Menurut Pearce (1999), rektum merupakan bagian 10 cm terbawah
dari usus besar, dimulai pada colon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang
dijaga oleh otot internal dan eksternal. 2
Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Appendiks
Caecum
Persambungan ileosekal
Apendises epiploika
Colon ascendens
Fleksura hepatika
Colon transversal
Fleksura lienalis
Haustra
Colon descendens
Taenia koli
Colon sigmoid
Canalis Ani
Rectum
Anus
Gambaran Radiologis
Prinsip dasar dalam mendiagnosis obstruksi pada usus besar adalah
mendeteksi dilatasi usus hingga satu level di atas usus yang mengalami kolaps. Lokasi
titik transisi ini tidak selalu mudah diidentifikasi. Usus besar mengalami distensi
dengan penyebaran ke perifer disertai gambaran haustrae yang jelas. Batas cairan
yang terlihat pada posisi tegak cenderung panjang, jika dibandingkan dengan letaknya
yang pendek pada obstruksi usus halus. 3
Gambar 2. Obstruksi usus besar dengan kolon yang mengalami distensi hingga
flexura splenikus (tanda panah).
2. Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif, suatu penyakit inflamasi pada usus besar, ditandai oleh
kerusakan mukosa difus yang disertai ulserasi. Reaksi inflamasi terbatas pada mukosa
dan submukosa. Keadaan autoimun tampaknya merupakan faktor penyebab, namun
etiologi pasti dari penyakit ini tetap belum diketahui. 3
Pemeriksaan Penunjang Radiologis
Suatu film polos abdomen kadang-kadang menunjukkan segmen yang
abnormal pada usus besar, terutama jika terdapat komplikasi megakolon toksik.
Kolonoskopi lebih akurat untuk menilai penyakit, namun evaluasi dengan barium
enema tetap banyak dilakukan. 3
Gambaran Radiologis
Kolon yang terkena, hamper selalu melibatkan rectum dan sigmoid,
memperlihatkan pengaburan batas yang pada keadaan normalnya tampak tegas.
Mukosa tampak granular disertai ulserasi yang dangkal dan berlanjut dari rectum
hingga kejauhan yang bervariasi dari kolon proksimal, dan mungkin melibatkan
6
Kolon : 3
- Megakolon
toksik
suatu
film
polos
abdomen
dapat
Terapi 3
o Medis : steroid, pemberian secara sistemik dan local pada usus besar;
sulfasalazine dan obat-obat yang terkait.
o Pembedahan : proktokolektomi total dengan anastomosis ileoanal pada
penyakit yang parah yang disertai gejala berulang.
3. Polip Kolon
Polip kolon merupakan lesi massa terlokalisasi yang berasal dari mukosa
kolon dan menonjol ke dalam lumen. Polip ini dapat memiliki dasar yang luas (sesile)
atau bertangkai (pedunculated) dan dapat terjadi di mana saja pada kolon. Mayoritas
polip merupakan adenoma jinak, terutama yang memiliki tangkai yang kurus dan
panjang. 3
Gambaran Radiologis
Sediaan usus metikulosa diperlukan karena sisa feses dan mucus sangat
mempengaruhi diagnosis yang tepat dari lesi-lesi kolon. Pemeriksaan dengan barium
7
enema kontras ganda dapat memperlihatkan polip sebagai defek pengisian pada
proyeksi daerah yang terisi barium, atau polip dapat dibatasi oleh barium pada
proyeksi bagian yang terisi udara. 3
Komplikasi
Keganasan pada kasus polip harus selalu dipikirkan jika terdapat : 3
Iregularitas pada bagian dasar atau perifer
Lesi yang datar dengan dasar yang lebih luas dibandingkan tingginya
Bertumbuh pada pemeriksaan serial
Ukuran polip > 10 mm
Terapi
Polip yang kecil dapat dipotong dan diangkat saat kolonoskopi; perforasi dan
perdarahan merupakan komplikasi yang jarang dari prosedur ini; lesi yang lebih besar
membutuhkan reseksi pembedahan formal. 3
Komplikasi3
o Obstruksi : kadang-kadang merupakan gejala yang dikeluhkan pasien. Film
polos abdomen dapat melokalisasi ketinggian obstruksi. Pada kasus yang tidak
jelas, enema dengan kontras yang larut air dapat menunjukkan obstruksi
sebelum dilakukan pembedahan.
o Perforasi : sekunder akibat distensi usus yang disebabkan oleh obstruksi
tumor; dapat disertai peritonitis.
o Pembentukan fistula : akibat infiltrasi keganasan dari struktur didekatnya.
Diagnosis Banding 3
Penyakit diverticular : biasanya pada kolon sigmoid
Penyakit Crohn : striktur dapat tunggal atau multiple
Kolitis ulseratif ; striktur yang jinak atau ganas berkembang setelah terdapat
keterlibatan usus dalam waktu yang lama
Ekstrinsik : infiltrasi inflamasi atau neoplastic
Radioterapi
Tuberculosis
Iskemia
paling sering terkena (> 90%) namun dapat terbentuk diverticula dari setiap bagian
kolon. Diet rendah serat tampaknya merupakan penyebab dari keadaan ini. 3
Pemeriksaan Penunjang Radiologis3
Barium enema
Ultrasonografi, CT, dan angiografi mesentrika untuk mengetahui komplikasi
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan barium enema akan memperlihatkan kantung yang keluar seperti
penonjolan bulat yang rata dari dinding usus. Divertikula memiliki ukuran yang
bervariasi, dari mulai hanya terlihat hingga berupa kantung oval atau bulat
berdiameter beberapa sentimeter. Barium dapat menetap pada diverticula untuk
beberapa minggu karena tidak adanya mekanisme pengosongan. Kolon sigmoid dapat
sempit dan irregular, dan kadang-kadang penampakannya sangat sulit dibedakan dari
karsinoma.3
Komplikasi 3
dan demam.
Abses perikolik : perforasi pada diverticulum sering menyebabkan abses
perikolik terlokalisasi. Barium enema dapat menunjukkan jalur sinus yang
berasal dari sigmoid hingga ke abses. Ultrasonografi atau CT dapat
menunjukkan pengumpulan cairan terlokalisasi, yang dapat didrainase secara
perkutan.
Perforasi : perforasi bebas pada diverticulum atau abses ke dalam rongga
atau kulit.
Perdarahan : kemungkinan akibat erosi pada arteri dinding usus halus, sering
dari diverticulum sebelah kanan.
11
Torsi
Torsi menunjukkan adanya segmen yang terpuntir tanpa disertai obstruksi. 3
Volvulus lambung
Rotasi pada lambung terjadi baik pada bidang vertical atau organoaksial (dari pylorus
sampai ke kardia). 3
Volvulus usus halus
Berbagai keadaan mesentrika dengan usus yang bergerak memungkinkan rotasi dan
puntiran yang abnormal, menyebabkan obstruksi mekanis dengan kemungkinan
terjadi gangguan vascular. 3
Volvulus caecal
Caecum terpuntir pada aksis panjangnya. Caecum yang terdistensi dan terisi gas
secara khas berubah posisi ke arah atas dan ke kuadran atas kiri, dengan fossa iliaka
kanan yang kosong. Kolon distal yang sama sekali tidak terisi udara dan dilatasi
caecal dapat menimbulkan ancaman perforasi. 3
Volvulus sigmoid
12
Volvulus sigmoid terjadi ketika terdapat rotasi pada sigmoid di sekitar aksisnya,
terutama pada lingkar (loop) yang sangat panjang, yang menyebabkan obstruksi
lingkar tertutup. Obstruksi yang tidak dibebskan dapat menyebabkan gangguan
vascular, infark usus, atau perforasi. Pasien langka dan psikistrik jangka panjang
sangat rentan terhadap keadaan ini. 3
Gambaran Radiologis
Lingkar (loop) sigmoid dapat menjadi sangat melebar hingga mengisi seluruh
abdomen. Sigmoid terlihat sebagai U terbalik dengan tiga garis yang tampak jelas,
dua garis di dinding lateral dan sebuah garis di bagian tengah yang dihasilkan oleh
dua dinding dalam yang ada di dekatnya, semua berkumpul ke dalam akar mesentrika
usus besar di pelvis. Barium enema menunjukkan adanya obstruksi setinggi volvulus,
dengan lumen usus yang semakin mengecil dan memeberikan gambaran birds
beak. 3
Terapi
Dekompresi melalui tuba rektal melewati segmen yang terpuntir. Angka
rekuirensi yang tinggi hingga 80% sering membutuhkan reseksi pembedahan pada
lingkar usus yang berlebihan. 3
13
BAB III
PEMERIKSAAN COLON
C.
Definisi
Pemeriksaan radiografi dari usus besar ( colon ) dengan menggunakan
bahan kontras yang dimasukkan per anal. Pemeriksaan ini termasuk barium
enema.dan memerlukan persiapan pasien.4
D.
Tujuan
Untuk menggambarkan usus besar yang berisi kontras media,sehingga
dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang terjadi baik pada
mucosanya maupun yang terdapat pada lumen khusus. 4
E.
Persiapan Pemeriksaan
Persiapan Pasien4
- 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
-
serat
18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax
4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak
kapsul per anus selanjutnya dilavement
14
Persiapan Alat 4
- Pesawat sinar x yang dilengkapi fluoroscopy
- Kaset dan film sesuai kebutuhan
- Marker
- Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal tube
- Sarung tangan
- Penjepit atau klem
- Spuit
- Kain pembersih
- Apron
- Tempat mengaduk media kontras
- Kantong barium disposable
Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan colon ini
menggunakan barium sulfat dan air sebagai pelarut, dengan perbandingan
antara barium sulfat yang digunakan adalah 1 : 8 dengan jumlah larutan
sebanyak 800 ml. Pada pemeriksaan ini menggunakan metode kontras ganda
dua tahap.5
15
F.
Cara Pemeriksaan
16
B. Proyeksi Radiograf
1). Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)
Posisi pasien
Posisi objek
Central point
Central ray
Eksposi
FFD
: 100 cm. 6
seluruh
colon
terlihat,
termasuk
Gambar 2. Posisi pasien AP dan PA dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
2). Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)
Posisi pasien
Posisi objek
Cenral Point
: Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik
tengah kedua crista illiaca. 6
Central ray
Eksposi
FFD
: 100 cm. 6
Kriteria
18
Gambar 3. Posisi pasien RAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
3). Proyeksi LAO
Posisi pasien
Posisi objek
Central point
Central ray
Eksposi
FFD
: 100 cm. 6
Kriteria
19
Gambar 4. Posisi pasien LAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
Posisi objek
Central ray
Central point
Eksposi
FFD
: 100 cm. 6
20
Gambar 5. Posisi pasien LPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
5). Proyeksi RPO
Posisi pasien
Posisi objek
Central point
: Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik
tengah kedua crista illiaca. 6
Central ray
Eksosi
FFD
: 100 cm. 6
Kriteria
21
Gambar 6. Posisi pasien RPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
6). Proyeksi Lateral
Posisi pasien
Posisi Objek
Cenral Ray
Central Point
Eksposi
FFD
: 100cm. 6
Kriteria
Gambar 7. Posisi pasien Lateral dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
22
Posisi objek
Cenral point
Central ray
Eksposi
FFD
: 100 cm. 6
Kriteria
Gambar 8. Posisi pasien LLD dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
Posisi pasien
Posisi objek
Central Point
Central ray
Eksposi
FFD
: 100cm. 6
Kriteria
juga kolon
transversum. 6
Gambar 9. Posisi pasien AP Aksial dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In Loop
Posisi pasien
Posisi objek
Cenral point
Cenral ray
Eksposi
FFD
: 100cm. 6
Kriteria
Tampak
rektosigmoid
rektosigmoid
terlihat
ditengah
lebih
film,
sedikit
daerah
mengalami
Gambar 10. Posisi pasien PA Aksial dan hasil radiograf pada pemeriksaan Colon In
Loop
25
Gambaran Normal
Pada radiografi akan terlihat bangunan haustrae sepanjang kolon. Mulai dari
distal kolon desenden sampai sigmoid, haustrae semakin tampak berkurang. Dalam
keadaan normal garis-garis haustrae haruslah dapat diikuti dengan jelas dan
berkesinambungan
26
28
Pemeriksaan enema barium tidak perlu diteruskan kearah proksimal bila tanda-tanda
penyakit hirschsprung yang khas seperti diatas sudah terlihat. Apabila tanda-tanda yang khas
tersebut tidak dijumpai pemeriksaan enema barium diteruskan untuk mengetahui gambaran
kolon proksimal. Pada pemeriksaan foto enema barium yang tidak jelas dapat dilakukan foto
retensi barium. Foto dapat dibuat 24 sampai 48 jam setelah foto enema barium pertama.
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran
seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi
zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. Segmen aganglion biasanya
berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi
sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus
memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir.
Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil
dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari
lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari
barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik.
Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai
dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem,
spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan
barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel
ganglion ada.
Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan
biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long
segmen , sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon
mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin
berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak
dapat dijelaska.Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan
pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau
semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.
29
30
G.
Indikasi
Pemeriksaan Colon In Loop diperlukan pada kasus-kasus yang secara
klinis diduga terdapat kelainan pada kolon, yaitu pasien dengan:
1. Diare kronis
2. Hematokezia
3. Umum: obstipasi kronis, perubahan pola defekasi.
Indikasi menurut klinis yaitu untuk mendiagnosis penyakit pada kolon
baik itu karena infeksi, kongenital, trauma, neoplasia, maupun metabolic, yang
meliputi kolitis, neoplasma benigna (adenoma, lipoma), neoplasma maligna
(karsinoma), divertikel, polip, invaginasi, ileus obstruksi letak rendah,
(misalnya volvulus), tumor intraabdominal di luar kolon (tumor ekstralumen),
dll.
Kontraindikasi
Kontra-indikasi, tidak boleh dilakukan saat:4
4. Perforasi
5. Kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis dan
ditakutkan dapat terjadi perforasi, NEC, tipus, dll.
6. Ileus paralitik
BAB IV
31
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Snell, R.S, 1998, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Bagian ke-2, Edisi
ke-3, Alih Bahasa : Pharma (dkk), Editor : Oswari, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta
2. Sloane, Ethel, 2004, Anatomi dan Fisiologi, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
3. Patel, Pradip.R., 2005, Lecture Notes Radiologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
4. Malueka, Rusdy.G., 2007, Radiologi Diagnostik, Pustaka Cendekia Press Yogyakarta,
Yogyakarta.
5. Rasad, S., 1992, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Bontrager, 2001., Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Edisi
ke-5, Mosby Inc, St. Louis, Amerika.
33