You are on page 1of 11

Pemodelan Untuk Pembangkitan Sistem Pergerakan Dalam Wilayah

Administrasi Kota dan Kabupaten Baru Dengan Ciri Geografis


Kepulauan
Dr. Ir. R Didin Kusdian, MT. Ir. Triwidodo, MSc.
Fakultas Teknik Pusat Kajian Sistem Transportasi
Universitas Sangga Buana YPKP Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Jl. PHH. Mustopa 68 Bandung 40124 Jl. MH Tamrin
Telepon 62-22-7275489 Fax 62-22-7201756 Jakarta
Email : kusdian@yahoo.com

Abstrak

Setelah diterapkan beberapa regulasi baru di Indonesia pada era reformasi, banyak
bermuculan pemekaran wilayah administrasi baru dalam tingkat provinsi, kota, dan
kabupaten. Sistem otonomi bergulir cepat secara langsung mencakup program
perencanaan dan pengembangan berbasis wilayah baru hasil pemekaran. Batasan spasial
system transportasi mejadi dituntut berubah mengikuti batasan spasial wilayah
pengembangan yang baru, dengn diawali rencana tata ruang untuk sistem wilayah spasial
baru tersebut.

Banyak persoalan yang dihadapi dalam menyusun tataran transportasi berbasis system
untuk wilayah administrasi kota dan kabupaten baru. Penerapan metode empat tahap
sebagai suatu cara yang tepat untuk analisis perencanaan berbasis system, bisa diterapkan
setelah disesuaikan dengan kondisi ketersediaan data, dan diperlukan sedikit keberanian
dalam menerapkan model berkonotasi skenario. Persolanan lebih menarik lagi jika yang
dihadapi adalah penyusunan tataran transportasi wilayah kota atau kabupaten dengan cirri
geografis berupa kepulauan.

Tulisan ini disusun berdasarkan pengalaman penulis dalam proses pemodelan untuk
penyusunan tataran transportasi wilayah kota dan kabupaten di Provinsi Maluku Utara,
Indonesia. Keterbatasan data historis dan tidak tersedianya data matrik pergerakan prior
diatasi dengan penentuan awal kebutuhan pergerakan berdasarkan skenario
perkembangan yang diharapkan sebagai turunan dari hasil analisis studi penyusunan
rencana tata ruang untuk wilayah baru tersebut. Entitas yang mendasari titik awal
pengembangan skenario adalah adanya penghunian sub wilayah dan rencana ke depan
dari peruntukan wilayah tersebut menurut rencana tata ruang. Infrastruktur transportasi di
plot tidak terlalu terkait pada dasar alasan besaran kebutuhan pergerakan yang diestimasi
dari adanya data histories, tetapi dengan mengingat syarat harus ’ ada’ dari sebelumnya
yang ‘belum ada’. Alasan harus ada timbul karena sub wilayah yang telah didefinisikan
peruntukan tata ruang nya, tentu memerlukan akses transportasi walaupun dari sisi
kuantitas belum sampai pada tingkat layak untuk pelayanan transportasi berbasis
ekonomi atau bisnis.

Kata kunci : tataran transportasi wilayah baru, kepulauan, akses


1. Pendahuluan

Dimulai tahun 1999 di Indonesia terjadi perubahan tataran politis yang signifikan,
yaitu dimulainya era reformasi yang diikuti perubahan-perubahan kebijakan aspek
pemerintahan dengan lebih mengedepankan otonomi di daerah, khususnya di
daerah tigkat II, yaitu Kota dan Kabupaten. Di masa reformasi ini di tahun 2000
an terjadi pula desakan aspirasi kemandirian di daerah-daerah yang berlanjut
dengan pemekaran baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota,
dengan demikian terbentuk provinsi, kota, dan kabupaten baru.

Setelah terbentuknya pemerintahan baru, kemudian berlanjut dengan


berlangsungnya aktivitas yang sejenis (tipikal) seperti di kabupaten atau kota yang
telah lama ada. Pemerintah daerah baru kemudian menyusun visi, misi, tujuan
dari kota atau kabupaten yang menjadi tanggung jawabnya, dan dirunkan
kemudian dengan program perencanaan dalam berbagai sector dan aspek.

Sebagai bagian pengawal dari perencanaan adalah disusun dan dibuatnya rencana
tata ruang, kemudian hamper bersamaan dengan itu dibuat pula tataran
transportasi untuk wilayah administratif baru bersangkutan.

Wilayah baru ini tentu sebelumnya merupakan bagian ruang dari ruang wilayah
lama sebelum dimekarkan, sehingga terdapat infrastruktur yang telah dibangun
tetapi secara system perencanaannya semula mengikuti system ruang wilayah
lama sebelum dimekarkan.

Adanya batas wilayah administrative baru memerlukan kajian system baru untuk
tata ruang sekaligus tataran transportasinya. Kajian system untuk tataran
transportasi diawali dengan estimasi kebutuhan transportasi yang didapat melalui
pemodelan. Permasalahan ditemui dalam pemodelan sistem untuk tataran
transportasi wilayah baru dalam terbatasnya bahkan belum adanya data agregat
dengan batasan wilayah baru (kota, kabupaten) dan sub wilayahnya (kecamatan,
kelurahan). Disamping itu aktivitas di sub wilayah dari wilayah baru ini baru
dalam tahap perencanaan sesuai rencana tata ruang, sehingga umumnya data
pergerakan historis belum tercatat reguler.

Disisi lain walaupun catatan data reguler yang persis agregasinya sesuai dengan
wilayah baru tersebut belum ada, analisa tetap perlu dilakukan sebagai dasar bagi
penyusunan tataran transportasinya.

Tulisan ini diturunkan dari hasil pengalaman penulis dalam menganalisa dan
menyusun tataran transportasi untuk wilayah hasil pemekaran di provinsi Maluku
Utara, Indonesia.
2. Kondisi Wilayah Studi
Secara geografis wilayah studi di tingkat propinsi maupun kabupaten adalah
merupakan kepulauan, jadi batas antar kota dan kabupaten, demikian juga batas
antar kecamatan bahkan batas kelurahan atau desa di dalam satu kota atau
kabupaten terpetakan di atas perairan atau laut.

Dari sisi sejarah sebenarnya wilayah studi telah berkembang sejak abad 16,
dengan adanya kerajaan Ternate dan Tidore, bahkan tempat ini telah tercatat
sebagai awal kunjungan bangsa-bangsa Eropa. Kemudian perkembangannya
sampai sebelum era reformasi dan otonomi, atau sampai sebelum diresmikan
pemekaran, tertinggal dari daerah-daerah lain di wilayah Indonesia.

Kota termaju di wilayah ini adalah Kota Ternate yang justru terletak di Pulau
Ternate yang hanya berdiameter sekitar 12 km, jauh lebih kecil dibanding Pulau
Halmahera. Setelah pemekaran Pulau Halmahera yang daratannya lebih luas
menjadi harapan pengembangan di masa depan.

Selain Kota Ternate di daerah lain umumnya pusat pemukiman masih


terkonsentrasi di daerah pesisir, perhubungan antar pusat permukiman dan pusat
kegiatan masih banyak yang bercirikan tradisional dengan menggunakan perahu
dalam beberapa ukuran kapasitas.

Ciri geografis berupa kepulauan ini menjadi perhatian khusus dalam penerapan
model, dimana dalam studi ini diterapkan Model Perencanaan Transportasi Empat
Tahap. Terdapat empat jenis, dimana tiap jenis dibedakan dari pada tahap mana
pemisahan moda dilakukan, yaitu untuk jenis pertama dilakukan di tahap pertama
bersamaan dengan bangkitan, pada jenis kedua di tahap kedua yaitu terpisah
sesudah bangkitan sebelum sebaran pergerakan, pada jenis ketiga dilakukan di
tahap kedua setelah bangkitan dan bersamaan dengan sebaran pergerakan,
sedangkan untuk jenis keempat pemisahan moda dilakukan pada tahap ketiga
setelah bangkitan dan sebaran yang dilakukan terpisah. Semua jenis diakhiri
dengan pembebanan pergerakan pada jaringan, dimana tahap pembebanan ini
selalu terpisah dari tahap lain. Sesuai dengan ciri geografis diatas untuk wilayah
studi cenderung digunakan model jenis pertama.

3. Metodologi Pemodelan dan Perencanaan

Transportasi sebagai urat nadi perekonomian mempunyai dua fungsi utama


dikaitkan dengan potensi ekonomi wilayah yaitu fungsi pelayanan dan fungsii
promosi. Dalam proses pengembangan jaringan transportasi perlu
mempertimbangkan kondisi dan potensi daerah studi. Dalam pengembangan
sistem transportasi wilayah kota dan kabupaten langkah-langkah awal yang
dilakukan adalah survey lapangan, identifikasi simpul-simpul produksi, pusat-
pusat keramaian (pusat perdagangan, pusat bisnis, perkantoran), bersamaan
dengan itu diidentifikasi pula sebaran serta konsentrasi pemukiman).
Kondisi tersebut diperlukan untuk mengetahui awal perkiraan pola pergerakan
orang dan barang. Apabila pola pergerakan eksisting telah diketahui akan lebih
mudah untuk melakukan prediksi perkembangan kebutuhan guna pengembangan
sistem transportasi ke depan.

Pada studi ini metoda yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan


pergerakan adalah sebagai berikut :

• Mengingat wilayah studi yang terdiri dari Kota Ternate, Kota Tidore,
Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan Kabupaten
Halmahera Tengah, dan Kabupaten Kepulauan Sula merupakan wilayah
dengan batas administrasi baru hasil pemekaran dan dalam tahap
berkembang, untuk memperkiraan permintaan transportasinya
menggunakan metode skenario.
• Perhitungan pola pergerakan perjalanan berdasarkan Asal-Tujuan
disesuaikan dengan analisis skenario pengembangan wilayah, yang
merupakan hasil studi penyusunan rencana tata ruang untuk masing-
masing kota yang telah disesuaikan dengan rencana tata ruang system
soasial yang lebih besar yaitu provinsi.
• Pengertian dari perhitungan permintaan transportasi adalah model yang
dikembangkan berdasarkan skenario-skenario yang dibuat.
• Entitas yang menjadi pertimbangan untuk dihubungkan dengan
perhitungan kebutuhan pergerakan adalah antara lain jumlah penduduk,
simpul-simpul produksi, sektor unggulan, sarana transportasi, aksesbilitas,
sumber penghasilan utama penduduk.
• Data yang digunakan adalah data agregat berdasarkan pola wilayah
administrasi lama dalam tingkat data potensi desa, terutama data statistik
populasi penduduk berdasarkan usia (khususnya untuk usia kerja 15 – 60
th).
• Pembentukan tarikan perjalanan orang dihitung berdasarkan variabel-
variabel yang mempengaruhi tarikan perjalanan tersebut. Tarikan
perjalanan dihitung dengan menggunakan faktor pengali pembobotan
(scoring) untuk setiap variabel. Adapun variabel-variabel yang digunakan
adalah : hirarki kota, sarana transportasi, aksesbilitas, sumber penghasilan
utama (produk utama), populasi penduduk.
• Pembentukan bangkitan perjalanan barang dengan menggunakan asumsi
bahwa barang yang dihitung adalah barang kebutuhan pokok yaitu : beras,
gula, garam dan tepung.
• Pola aliran barang dimulai dari hirarki yang tertinggi menuju ke hirarki
yang dibawahnya, sehingga pola distribusi barang mengikuti pola yang
telah ditentukan tersebut.
• Sistem zona yang digunakan mengacu pada batas-batas administratif
wilayah. Selain itu pembagian zona ini didasarkan pada kedekatan secara
fisik, dan homogonitas (kesamaan tingkat kehidupan, kesamaan mata
pencaharian).
• Dalam menentukan kondisi yang akan datang untuk sistem transportasi maka
digunakan metode Furness. Metode Furness atau disebut sebagai metode analogi
dimana sebaran pergerakan pada masa yang akan datang didapatkan dengan
mengalikan sebaran pergerakan pada saat ini dengan tingkat pertumbuhan zona
asal atau zona tujuan yang dilakukan secara bergantian.
Adapun metode Furness tersebut adalah sebagai berikut :
Tij = tij x E
dimana :
Tij = Perjalanan dari zona i ke zona j masa yang akan dating
tij = Perjalanan dari zona i ke zona j masa sekarang
E = Faktor Pertumbuhan

Garis besar metodologi dari studi dapat digambarkan seperi pada Gambar 3.1.

DATA
DEMOGRAFI
SISTEM ZONA

BANGKITAN PERJALANAN
DATA KONDISI
WILAYAH (SOSIO ANALISIS TATA
EKONOMI, GUNA LAHAN
TRANSPORTASI)

DISTRIBUSI PERJALANAN

MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT)


SINTETIK (EKSISTING)
SKENARIO
PENGEMBANGAN FAKTOR
WILAYAH PERTUMBUHAN

MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT)


SINTETIK (PROYEKSI)

Gambar 3.1 Diagram Alir Garis Besar Metodologi


4. Hasil
Metoda yang secara garis besar telah diuraikan diatas kemudian digunakan untuk
menghitung model distribusi perjalanan dan proyeksinya untuk beberapa Kota
dan Kabupaten di Maluku Utara, dengan maksud agar didapatkan dasar bagi
pengawalan perencanaan tataran transportasi lokal untuk masing-masing wilayah
kota dan kabupaten.

Untuk Kota Ternate pembagian zona adalah seperti terbambar pada Gambar 4.1,
dengan faktor pertumbuhan masing-masing zona seperti tercantum dalam Tabel
4.1. Dari pendekatan skenario dan penggunaan suatu perkiraan berdasarkan
tingkat perjalanan yang sebanding dengan data demografi dan guna lahan masing-
masing zona serta antar zona, didapat pola distribusi perjalanan orang di tahun
sekarang (2007) secara matrik seperti pada Tabel 4.2. Penggunaan model Furness
untuk memperkirakan pola pergerakan orang di masa datang menghasilkan matrik
perjalanan orang untuk tahun 2017 seperti pada Tabel 4.3, sedangkan gambaran
spasialnya dijelaskan oleh garis keinginan pergerakan orang seperti pada Gambar
4.3 untuk tahun 2017.

S IS T E M Z O N A K O T A TE R N A T E

ZO N A 1
ZO NA 2
ZO NA 3
ZO NA 4

Gambar 4.1 Pembagian Zona Kota


Ternate

Tabel 4.1 Pertumbuhan Penduduk Kota Ternate


FAKTOR
NO KABUPATEN
PERTUMBUHAN

Kota Ternate
1 Ternate Utara 1.35
2 Ternate Selatan 1.33
3 Pulau Ternate 1.91
4 Moti 1.19
Sumber : Hasil Olahan
Tabel 4.2 MAT Sintetik Eksisting (2007) Kab. Kota Ternate
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4
Zona 1 94,057 5,821 5,821 132
Zona 2 14,100 227,842 14,100 320
Zona 3 15,331 15,331 247,738 348
Zona 4 935 935 935 14,198
Sumber : Hasil Olahan

Tabel 4.3 : Proyeksi MAT orangTahun 2017


1 2 3 4
1 369,332 14,385 14,313 309
2 41,363 420,794 25,753 562
3 44,084 27,748 443,496 599
4 2,228 1,402 1,387 20,299

Gambar 4.4 Garis Keinginan Perjalanan


Orang Kota Ternate Tahun 2017

Pemodelan dan perhitungan dilakukan pula untuk Kota Tidore, Kabupaten Halmahera
Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten
Halmahera Tengah, dan Kabupaten Kepulauan Sula, dengan menggunakan metoda
yang sama. Rangkuman berupa hasil akhir yang ditampilkan dalam bentuk garis
keinginan perjalanan orang proyeksi untuk tahun 2027 terlihat pada Gambar 4.6. dan
Gambar 4.7.
Kota Ternate Tahun 2027
Kota Tidore Tahun 2027

Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2027 Kabupaten Halmahera Selatan 2027

Gambar 4.6 Rangkuman Hasil Akhir Proyeksi Kebutuhan Perjalanan Orang Tahun 2007
Dalam Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten Halmahera Utara, dan Kabupaten
Halmahera Selatan
Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2027
Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2027

Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2007

Gambar 4.7 Rangkuman Hasil Akhir Proyeksi Kebutuhan Perjalanan Orang Tahun 2007
Dalam Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, dan Kabupaten
Kepulauan Sula
5. Kesimpulan

Daftar Pustaka

Transport System Generation Modeling In New Administrative Area of


City and County Which Have Geographic Nature as Islands
Dr. Ir. R Didin Kusdian, MT. Ir. Triwidodo, MSc.
Fakultas Teknik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Universitas Sangga Buana YPKP Jl, MH Tamrin
Jl PHH. Mustopa 68 Bandung 40124 Jakarta
Telepon 62-22-7275489 Fax 62-22-7201756
Email : kusdian@yahoo.com
Abstract

After any new regulations are applied in Indonesia in reformation era, there are appear
open up of new administrative area in the level of province, city, and county. Autonomy
system then running quickly and straightly including planning and development programs
with base on new area as a result of administrative area open up. Transport system spatial
boundary then need to be changed and follow new spatial area development boundary,
with precede with spatial plan for it new area.

There are many problems will face in arrange system base for transport system in new
administrative area of city and county. The application of For Step Transportation
Planning Method as most used method for system base analysis, could be applied after
adjusted according to data availability condition, and it will need a little of brave in apply
models with scenario connotation. The problems will be more interesting if it face with
arrangement of transport System for city or county which have geographical nature as
islands.

This paper is based on authors experience in modeling process for arrange transport
system in cities and counties area at province of North Maluku, Indonesia. The lack of
historical data and unavailability of prior O-D matrix was handled with initialization
transportation demand based on the scenario of perceived improvement and development
which derived from spatial plan study result for it new administrative area that just has
done before. Entities that will referred as initial point of scenario development are the
existence of residence on each sub area and it future land use plan according to the spatial
plan. The transportation infrastructure are placed not too accorded with the amount of
transport demand that estimated from historical data as base argument, but with
remember the requisite ‘ must be there’ from ‘its not there’ before. ‘Must be there’
argument is appear because the sub area which it land use already defined, of course need
transportation access although form quantity side is not already reach feasible level for
economic and business based transportation supply.

Key words: new administrative area transportation system, islands, access

You might also like