Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya
atrofi progresif pada mukosa dan tulang. Secara klinis, mukosa hidung
menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta
yang berbau busuk.1
Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat
diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka
pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan
faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan
secara konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi. Untuk
kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan,
sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya.
Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau,
bilateral, terdapat krusta kuning kehijau-hijauan. Keluhan subjektif yang sering
ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita
anosmia).2
Menurut Boies frekwensi penderita rinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1.
Penyakit ini lebih sering mengenai wanita, usia 1-35 tahun terutama pada usia
pubertas. Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi
rendah dan di lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1...........................................................................................................A
natomi dan Fisiologi Hidung
2.1.1..........................................................................................A
natomi Hidung
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung,
perlu diingat kembali tentang anatomi hidung. Hidung luar
dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung.
Rongga
hidung
atau
kavum
nasi
berbentuk
menyaring
partikel-partikel
besar.
Walaupun
2.2.2..........................................................................................E
pidemiologi
Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi
lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia pubertas.
Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria, dan Jiang dkk
mendapatkan 15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4
penderita wanita dan 3 pria. Menurut Boies frekuensi
penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1. Tetapi dari
segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil yang berbeda.
Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50 tahun, Jiang dkk
berkisar 13-68 tahun, Samiadi mendapatkan umur antara 1549 tahun. Penyakit ini sering ditemukan di kalangan
masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan
lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.5
2.2.3..........................................................................................E
tiologi
Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui sampai
sekarang. Terdapat berbagai teori mengenai penyebab rinitis
atrofik dan penyakit degeneratif sejenis. Beberapa penulis
menekankan faktor herediter. Namun ada beberapa keadaan
yang dianggap berhubungan dengan terjadinya rinitis atrofi
(Ozaena), yaitu :5
Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak
disebabkan oleh Klebsiella Ozaena. Kuman ini
menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa
hidung manusia. Selain golongan Klebsiella, kuman
spesifik penyebab lainnya antara lain Stafilokokus,
Streptokokus,
Pseudomonas
aeuruginosa,
estrogen.
Penyakit kolagen. Penyakit kolagen yang termasuk
penyakit autoimun.
Teori mekanik dari Zaufal.
Ketidakseimbangan otonom. Terjadi perubahan
otonom.
Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome
(RSDS).
Herediter.
Supurasi di hidung dan sinus paranasal.
Golongan darah.
2.2.4..........................................................................................P
atofisiologi
Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel
kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau atrofik, dan
fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan kelenjar
alveolar baik dalam jumlah dan ukuran.5
Atrofi
epitel
bersilia
dan
kelenjar
seromusinus
gepeng berlapis.
Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi
(bentuknya mengecil), atau jumlahnya berkurang.
2.2.5..........................................................................................G
ejala dan Tanda
Keluhan penderita rinitis atrofi (ozaena) biasanya berupa
hidung tersumbat, gangguan penciuman (anosmi), ingus
kental berwarna hijau, adanya krusta (kerak) berwarna hijau,
sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa kering. Keluhan
subjektif lain yang sering ditemukan pada pasien biasanya
napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia)
jadi penderita sendiri (-), orang lain (+) penciumannya.
Pasien mengeluh kehilangan indra pengecap dan tidak bisa
tidur nyenyak ataupun tidak tahan udara dingin. Meskipun
jalan napas jelas menjadi semakin lebar, pasien merasakan
sumbatan yang makin progresif saat bernapas lewat hidung,
terutama karena katup udara yang mengatur perubahan
tekanan hidung dan menghantarkan impuls sensorik dari
mukosa hidung ke sistem saraf pusat telah bergerak semakin
jauh dari gambaran.3,5
2.2.6..........................................................................................D
iagnosis
Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (ozaena) dapat
ditemukan rongga hidung dipenuhi krusta hijau, kadangkadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat, terlihat
rongga hidung sangat lapang, atrofi konka (konka nasi media
dan konka nasi inferior mengalami hipotrofi atau atrofi),
sekret purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan
kering. Bisa juga ditemui ulat/ telur larva (karena bau busuk
yang timbul). Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara
klinik dalam tiga tingkat :5
Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak
Transiluminasi.
Foto Rontgen. Foto sinus paranasalis.
Pemeriksaan mikroorganisme.
Uji resistensi kuman.
Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan Fe serum.
Pemeriksaan histopatologi. Dari
pemeriksaan
mengecil.
Pemeriksaan serologi darah.
iagnosis Banding
Diagnosis rinitis atrofi (ozaena) antara lain :
Rinitis kronik TBC
Rinitis kronik lepra
Rinitis kronik sifilis
Rinitis sika
2.2.8..........................................................................................P
enatalaksanaan
Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik
hanya bersifat paliatif. Termasuk dengan irigasi dan
10
11
kemudian
dan
didapatkan
hasil
yang
12
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
Etiologi penyakit ini belum jelas. Beberapa hal dianggap sebagai penyebab
seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu sepsis klebsiela, yang sering
klebsiela ozaena, kemudian staphylokokus, dan pseudomonas aeruginosa,
defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal dan
penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
13
3.
Gejala klinis adalah berupa keluhan subyektif yang sering ditemukan pada
pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia),
ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala dan
hidung tersumbat. Pada pemeriksaan THT ditentukan rongga hidung sangat
lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau,
dan krusta berwarna hijau.
4.
Terapi belum ada yang baku, ditujukan untuk menghilangkan etiologi dan
gejala dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Universitas Indonesia
Arif, M., dkk. Rinitis Atrofi (Ozaena). Buku Kapita Selekta Kedokteran.
3.
4.
14
5.
15