You are on page 1of 26

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000).
Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
B. ETIOLOGI
1.

Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor


atau sepeda, dan mobil.)

Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga


4.

Kejatuhan benda

5.

Luka tembak

6.

Cedera akibat kekerasan.

C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala
yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam
menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi
aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul
dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera
kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi
selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.

2. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):


Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang
dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan
atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio
cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
3.

Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi


dua :
a. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada
mekanisme dinamik (acelerasi decelerasi rotasi ) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi

b. Cedera Kepala Sekunder


Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Pada cedera kepala
sekunder akan timbul gejala, seperti :

a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Skala Koma Glasgow
No

RESPON

Membuka Mata :

Total

NILAI

-Spontan

-Terhadap rangsangan suara

-Terhadap nyeri

-Tidak ada

Verbal :
-Orientasi baik

-Orientasi terganggu

-Kata-kata tidak jelas

-Suara tidak jelas

-Tidak ada respon

Motorik :
- Mampu bergerak

-Melokalisasi nyeri

-Fleksi menarik

-Fleksi abnormal

-Ekstensi

-Tidak ada respon

1
3-15

D. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Cedera kepala dibedakan menjadi dua hal, yaitu cedera otak


primer(langsung) dan cedera otak sekunder (tidak langsung).cedera otak primer
bisa terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, trauma pada olah
raga, kejatuhan benda dan luka tembak. Cedera otak primer bisa terjadi karena
cedera primer yang tidak di tangani dengan baik atau bisa terjadi karena respon
biologis. Respon biologis bisa terjadi akibat peningkatan TIK, hipotermia,
kelainan metabolisme. Apabila cedera otak sekunder terjadi, maka akan terjadi
peningkatan kerusakan sel otak. Kerusakan sel otak terjadi juga di akibatkan oleh
kontusio dan juga proses laserasi. Apabila kerusakan sel otak meningkat maka
akan terjadi gangguan autoregulasi, peningkatan gangguan simpatis dan stress.
Apabila terjadi gangguan autoregulasi maka, terjadi penurunan aliran darah ke
otak sehingga perfusi oksigen ke otak menurun. Apabila perfusi oksigen ke otak

menurun, maka akan terjadi gangguan proses


metabolisme, sehingga
mengakibatkan peningkatan asam laktat. Apabila terjadi peningkatan asam laktat
akan mengakibatkan akumulasi co2 yang di tandai dengan oedem otak. Selain itu,
akibat terjadinya kerusakan sel otak maka akan terjadi peningkatan rangsangan
simpatis yang mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler, sistemik dan
peningkatan tekanan darah. Akibat proses tersebut maka akan terjadi penurunan
tekanan pembuluh darah pulmonal yang akan mengakibatkan peningkatan
tekanan hidrostatik sehingga terjadinya kebocoran cairan kapiler. Apabila hal
tersebut tidak segera ditangani maka akan terjadi oedem paru yang pada akhirnya
akan menyebabkan difusi o2 terhambat dan penurunan cardiac output. Selain
gangguan autoregulasi dan peningkatan rangsangan simpatis, cedera otak
sekunder juga akan mengakibatkan stress. Stress mengakibatkan peningkatan
katekolamin dan peningkatan asam lambung yang pada akhirnya akan
menyebabkan kondisi patofisiologis yaitu mual muntah. Apabila kondisi ini tidak
segera ditangani maka akan mengakibatkan kurangnya asupan nutrisi.

E.PROSES FISIOLOGIS ABNORMAL


- Kejang-kejang
- Gangguan saluran nafas
- Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:

edema fokal atau difusi

hematoma epidural

hematoma subdural

hematoma intraserebral

over hidrasi

- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Syok
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cedera otak dan
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:

Epidural hematom:

Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat


pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang
paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil
ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan
nadi, peningkatan suhu.

Subdural hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut
terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2
minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan
edema pupil.

Perdarahan intraserebral

Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,
kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

hemiplegi

Perdarahan subarachnoid:

Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan


permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk.
Penatalaksanaan Cedera Kepala

Konservatif

Bedrest total

Pemberian obat-obatan

Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive
yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala
karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan
oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali
proyektil.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan laboratorium
2.X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
3.CT scan
4.Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervica
H. KOMPLIKASI
a.Perdarahan intra cranial
-Epidural
-Subdural
-Sub arachnoid
-Intraventrikuler
Malformasi faskuler
-Fstula karotiko-kavernosa
-Fistula cairan cerebrospinal
-Epilepsi

-Parese saraf cranial


-Meningitis atau abses otak
-Sinrom pasca trauma
b.Tindakan :
-infeksi
-Perdarahan ulang
-Edema cerebri
-Pembengkakan otak
I. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a.Pemantauan TIK dengan ketat.
b.Oksigenasi adekuat
c.Pemberian manitol
d.Penggunaan steroid
e.Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f.Bedah neuro
2. Tindakan pendukung lain
a.Dukung ventilasi
b.Pencegahan kejang
c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d.Terapi antikonvulsan
e.CPZ untuk menenangkan pasien

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CIDERA KEPALA
A. PENGKAJIAN
Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Blood:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan
otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,


pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan


sebagian lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus


menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah


satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan
(disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada
spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan
persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS).

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral;
penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi


motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi :
1. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan
otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya
setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
intensif.
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar GCS.
Rasional : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan
SSP.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap
cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
Rasional : Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik
(nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti
oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada
hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi
(terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan TIK.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi
dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau
pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang

tenang.
Rasional : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Rasional : Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen
yang dapat meningkatkan TIK.
8. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
9. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral,
meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
10. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik.
Rasional : Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak,
menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang
selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan
mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri .
Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik
menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh
meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap
oksigen.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan
persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:

mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:

bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi:
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau
menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea
dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Rasional : Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk
pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan
perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Rasional : Mencegah/menurunkan atelektasis.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
Rasional : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan
imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan
pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal
tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi
jaringan.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis,
kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral
dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Rasional : Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan
kebutuhan akan terapi.
8. Lakukan ronsen thoraks ulang.

Rasional : Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang


berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
9. Berikan oksigen.
Rasional : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Rasional : Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan
TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi
untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi :
1.
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan
yang baik.
Rasional : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
2.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang
alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis
dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya
memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

4.
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru
secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Rasional : Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk
menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.
5.

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.

ASUHAN KEPERAWATAN NY. P DENGAN CEDERA OTAK SEDANG


DI RUANG UGD RSUD SIDOARJO

1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama
Umur
Suku/Bangsa
Agama
Alamat
No. Register
Pekerjaan
Pendidikan
Tgl.MRS
Tgl. Pengkajian
Diagnosa Medik

: Ny. P
: 30 tahun.
: Jawa/Indonesia.
: Islam
: Sidokare-Sidoarjo
: 6111003
: Ibu Rumah Tangga
: SMA
: 19 Oktober 2011 jam: 10.10
: 19 Oktober 2011 jam: 10.20
: Cedera Otak Sedang.

1.2 Alasan dirawat

: Tidak sadar setelah jatuh dari tangga.

1.3 Keluhan Utama

: Tidak bisa dikaji karena klien masih belum sadar, belum


ada kontak maupun respon
1.4 Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Menurut anaknya, pasien belum pernah sakit dan belum pernah MRS
sebelumnya
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pukul 08.00 wib pasien menjemur baju dilantai 2 rumahnya.
Kemudian anak pasien menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar
dibawah tangga dalam kondisi kepala penuh darah. Setelah itu anak
pasien langsung membawa pasien di RSUD Sidoarjo pada pukul 10.10
wib pasien tiba di UGD.
1.5 Observasi dan pemeriksaan fisik:
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum jelek, Kesadaran Coma, GCS 234 .
b.

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
RR

= 160/70 mmHg
= 122 x/menit
= 37,7 0C
= 20 x/menit.

c.
B1

B2

Body System
(Breathing/Pernapasan)
tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing (-), Ronchi (+),snoring (+),
produksi sputum banyak (4-5 menit sekali keluar sputum), RR 20 x/menit.
(Bleeding/Kardiovaskuler/sirkulasi)
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus
122 x/menit, tekanan darah: 160/70, suhu: 37,7 0C.

B3.

(Brain/Persarafan/neurosensori)
Kesadaran coma, GCS: 1 1 1, sklera mata putih, conjunctiva merah
muda, pupil isokor, reaksi cahaya ,Lidah jatuh disalah satu sisi. Defisit
persepsi sensori, klien tampak gelisah, disorientasi lingkungan.
B4.
(Bladder/Perkemihan Eliminasi uri)
Belum terpasang dower kateter.Akan dipasang dower kateter setelah
pengkajian. Terjadi inkontinensia urine 500 cc/jam.
B5.
(Bowel/Pencernaan Eliminasi alvi
Tidak ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (3kali/menit).
B6.
(Bone)
Pada kepala ada luka, dalam keadaan belum dibersihkan, tampak adanya
perdarahan, Kulit wajah tampak lecet-lecet, kelopak mata odem dan
hematoma, Pada kulit daerah punggung lecet, kemerahan.
1.6 Pemeriksaan Penunjang: Belum dilaksanakan CT Scan
1.7 Terapi: Belum diberikan teraphy .

2.ANALISA DATA
DATA PENUNJANG
DS:. anak pasien menemukan
pasien dalam keadaan tidak
sadar
DO:
Klien
tampak
gelisah,
Kesadaran me , GCS: 2,3,4
TD
=160/70 mmHg
Nadi
= 122 x/menit
Suhu
= 37,7 0C
RR
= 20 x/menit.
DS: DO:
Wheezing (-), Ronchi (+),
RR 20 x/menit , snoring ,
lidah jatuh ke belakang.

DS: DO: Pada kepala ada luka,


dalam
keadaan
belum
dibersihkan, tampak adanya
perdarahan, Kulit wajah
tampak lecet-lecet,

ETIOLOGI
Trauma kepala

fractur temporal kiri

Odema otak

TIK

ADO

O2
TIK

rangsangan simpatis

tahanan vaskuler
sistemik

terjadi pe tek. pada


sist. pemb. darah
pulmonal.

Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan
kapiler

Pe hambatan difusi
O2 - CO2

Hipoksemia

MASALAH
Gangguan perfusi jaringan
cerebral

Trauma jaringan, kulit


rusak, prosedur invasif.

Resiko
infeksi

Gangguan pola napas

tinggi

terhadap

3.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/
hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit
rusak, prosedur invasif.
4.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/
hematoma; edema cerebral.
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran membaik
INTERVENSI
RASIONAL
1.Pantau /catat status neurologis 1.Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
secara teratur dan bandingkan peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
dengan nilai standar GCS.
menentukan
lokasi,
perluasan
dan
perkembangan kerusakan SSP.
2.Evaluasi
keadaan
pupil, 2.Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
ukuran, kesamaan antara kiri dan okulomotor (III) berguna untuk menentukan
kanan, reaksi terhadap cahaya.
apakah batang otak masih baik. Ukuran/
kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis.
Respon terhadap cahaya mencerminkan
fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial
optikus (II) dan okulomotor (III).
3.Pantau tanda-tanda vital: TD, 3.Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
nadi, frekuensi nafas, suhu.
penurunan TD diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral.
Demam dapat mencerminkan kerusakan pada
hipotalamus.
Peningkatan
kebutuhan
metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi
(terutama saat demam dan menggigil) yang

4.Pantau intake dan out put,


turgor kulit dan membran
mukosa.

5.Turunkan stimulasi eksternal


dan berikan kenyamanan, seperti
lingkungan yang tenang.
6.Bantu
pasien
untuk
menghindari /membatasi batuk,
muntah, mengejan.

selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.


4.Bermanfaat sebagai indikator dari cairan
total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat
mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan
ini dapat mengarahkan pada masalah
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif
terhadap tekanan serebral.
5.Memberikan efek ketenangan, menurunkan
reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
istirahat
untuk
mempertahankan
atau
menurunkan TIK.
6.Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.

7.Tinggikan kepala pasien 15-45 7.Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
derajad.
sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan
8.Batasi pemberian cairan sesuai TIK.
indikasi.
8.Pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan edema serebral, meminimalkan
9.Berikan oksigen tambahan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
sesuai indikasi.
9.Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
10.Berikan obat:
Infus RD 5% 1500 cc/24 jam
Antrain 3 X 1 Amp
Manitol 4 X 100 cc/24 jam
Voltarin 2 X 1 mg
Dilantin 2 X 1 Amp
Phenitoin 3 X 1 amp IV
Rantin 2 X 1 Amp

10.Manitol digunakan untuk menurunkan air


dari sel otak, menurunkan edema otak dan
TIK. Analgesik untuk menghilangkan nyeri .
Sedatif digunakan untuk mengendalikan
kegelisahan, agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler


(cedera pada pusat pernapasan otak).
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif
Kriteria evaluasi:
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
1.Pantau frekuensi, irama, 1.Perubahan
dapat
menandakan
awitan
kedalaman pernapasan setiap komplikasi
pulmonal
atau
menandakan
1 jam. Catat ketidakteraturan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
pernapasan.
2.Siapkan ambu bag tetap 2.Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
berada didekat pasien
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.
3.Lakukan
penghisapan 3.Membantu memberikan ventilasi yang adekuat
dengan
ekstra
hati-hati, bila ada gangguan pada ventilator.
jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan
kekeruhan dari sekret.
Lakukan fisioterapi dada .
4.Auskultasi suara napas,
perhatikan
daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak
normal
misal:
ronkhi,
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
5.Lakukan
ulang.

ronsen

4.Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan


atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

thoraks 5.Walaupun merupakan kontraindikasi pada


pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi
tindakan ini seringkali berguna pada fase akut
rehabilitasi
untuk
memobilisasi
dan
membersihkan jalan napas dan menurunkan
resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak,
prosedur invasif.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
INTERVENSI
RASIONAL
Berikan
perawatan
aseptik
dan Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan tehnik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan infeksi
kerusakan, daerah yang terpasang alat memungkinkan
untuk
melakukan
invasi, catat karakteristik dari drainase tindakan dengan segera dan pencegahan
dan adanya inflamasi.
terhadap komplikasi selanjutnya.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat Dapat mengindikasikan perkembangan
adanya demam, menggigil, diaforesis.
sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
Berikan antibiotik sesuai program Terapi profilatik dapat digunakan pada
dokter.
pasien yang mengalami trauma, atau
Cefthriaxon 1 X 2 gr IV
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi.

TINDAKAN KEPERAWATAN
TANG
DIAGN
TINDAKAN KEPERAWATAN
GAL
OSA
19-101
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda11
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 234 pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 160/870, nadi 122 x/menit, RR:
20x/menit, suhu 37,7 0C.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberian cairan infus RD5% 20 tetes/menit.
- Memberikan obat:
Manitol 4 x 100 cc/drip
Ceftriaxon 1 x 2 gr iv
Dilantin
2 X 1 Amp
Rantin
2 X 1 Amp
Voltarin
2 X 1 mg
Antrain3 X 1 Amp iv
Phenitoin 3 x 1 amp iv
2

Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan


sekret setiap 1 jam (jam 10.00 11.00), mencatat karakter
warna lendir putih kental.
.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
Melakukan perawatan luka secara aseptik.

EVALUASI
TGL
DIAGNOSA
19-10-11
1.
Perubahan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan
dengan hemoragi/
hematoma; edema
cerebral.

19-10-11

19-10-11

EVALUASI

S: O:
Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil
isokor reaksi cahaya +/+
TTV stabil TD berkisar antara 120/80 160/70, nadi:122x/menit, RR: 22 x/menit,
suhu : 37,7 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
2. Pola napas tidak S: efektif
O:
berhubungan
TTV stabil TD berkisar 160/70, nadi: 100 dengan kerusakan
120 x/menit, RR: 22 x/menit. klien napas
neurovaskuler
spontan, tidak tampak sianosis.
(cedera pada pusat A: Masalah belum teratasi
pernapasan otak).
P: Rencana keperawatan dilanjutkan.
3. Resiko tinggi
S:
terhadap infeksi
O:
berhubungan
TTV stabil TD berkisar antara 160/70, nadi:
dengan trauma
72 - 80 x/menit, RR: 22 x/menit. suhu :37,7 C.
jaringan, kulit
Luka kepala sudah dibersihkan.
rusak, prosedur
A: masalah teratasi sebagian.
invasif.
P: rencana tindakan dilanjutkan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan,


Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.
Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada
Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang
bedah. Tidak dipublikasikan.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Bandung.
Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan
Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa
Aksara.
Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta :
EGC.
Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS CIDERA OTAK SEDANG
DI RSUD SIDOARJO

Kelompok 1 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Masngut
Peni Karuniawati
Suharni
Ariyani Irawan
Dias Rizky
Muhibbul Ariq
Taufik Hidayat

P27820209014
P27820309020
P27820309034
P27820309044
P27820309050
P27820309062
P278203090

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI KAMPUS SUTOPO SURABAYA
TAHUN AJARAN 2011

You might also like