You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN
Kanker laring adalah kanker pernapasan yang paling umum kedua setelah
kanker paru-paru. Insidennya meningkat dari waktu ke waktu di sebagian besar
belahan dunia dan peningkatan ini berlaku umum berkaitan dengan perubahan
konsumsi tembakau dan alkohol. Kanker ini merupakan kanker yang relatif umum
pada pria, tetapi jarang pada wanita.(1)
Estimasi terbaru dari The American Cancer Society untuk kanker laring di
Amerika Serikat pada 2015; sekitar 13.560 kasus baru kanker laring (10.720
terjadi pada laki-laki dan 2.840 pada perempuan perempuan) dan sekitar 3.640
orang (2.890 laki-laki dan 750 perempuan) akan meninggal akibat kanker laring.(2)
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh
para ahlibahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang
dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Faktor risiko lainnya antara lain
faktor genetik, nutrisi yang buruk, HPV, gastoesophageal refluks disease (GERD),
usia, ras, dan paparan sinar radiasi. (2,3)
Karsinoma laring masih merupakan masalah, karena penaggulangannya
mencakup berbagai segi. Penatalaksanaan karsinoma laring tanpa memperhatikan
bidang rehabilitasi belumlah lengkap. Yang terpenting pada penanggulangan
karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan/tindakan yang tepat dan
kuratif, karena tumornya masih terisolasi, dan dapat diangkat secara radikal.
Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan
memperhatikan fungsi respirasi, finasi, serta fungsi sfingter laring. (3)

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
1. Anatomi Laring4
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu
masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Diatas laring terbuka
kedalam laryngopharynx, dan dibawah laring berlanjut sebagai trachea (Gambar
1)
1

Gambar 1. Anatomi laring dan tampakan laringoskop

Kerangka laring dibentuk oleh beberapa cartilago yang dihubungkan oleh


membran dan ligamentum (gambar 2) dan digerakan oleh otot. Laring dilapisi
oleh membrana mukosa.

Gambar 2. Cartilago larynx, os hyoid, tampakan ventral dan dorsal.

Cartilago thyroidea (Gambar 3) terdiri atas dua lamina cartilago hyalin yang
bertemu di garis tengah pada tonjolam sudut V, yaitu jakun (Adams apple).
Pinggir posterior dari setiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior
dan ke bawah membentuk kornu inferior. Pada permukaan luar setiap lamina
terdapat linea obliqua sebagai tempat lekat m.thyrohyoideus dan m.constrictur
pharyngis inferior.

Gambar 3. Kartilago thyroidea

Cartilago cricoidea berbentuk cincin kartilago yang utuh (Gambar.4).


Bentuknya mirip cinci cap dan terletak dibawah cartilago thyroidea. Cartilago ini
mempunyai arcus anterior yang sempit dan lamina posterior yang lebar. Pada
masing-masing permukaan lateral terdapat facies articularis sirkular untuk
bersendi dengan cornu inferior cartilago thyroidea. Pada pinggir atas masingmasing sisi terdapat facies articularis untuk bersendi dengan basis cartilago
arytenoideae. Semua sendi ini adalah sendi synovialis.

Gambar 4. Cartilago cricoidea

Cartilago arytenoidea merupakan kartigo kecil dua buah, dan berbentuk


piramid (Gambar 5). Keduanya terlatak dibelakang laring pada pinggir atas lamina
cartilago cricoidea. Masing-masing cartilago mempunyai apex di atas dan basis di
bawah. Apex menyangga cartilago corniculata. Basis bersendi dengan cartilago
cricoidea. Dua tonjolan menjorok dari basis. Processus vocalis menonjol
horizontal ke depan dan merupakan tempat lekat dari ligamentum vocale.
Processus

muscularis

menonjol

ke

lateral

menjadi

tempat

lekat

m.cricoarytenoideus lateralis dan posterior.

Gambar 5. Cartilago arytenoidea

Cartilago corniculata (Gambar.5) adalah dua buah nodulus kecil yang besendi
dengan apex cartilaginis arytenoidea dan merupakan tempat lekat plica
aryepiglittica.
Cartilago cuneiformis merupakan dua cartilago kecil berbentuk yang terletak
sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglotica. Cartilagio ini berfungsi menyokong plica tersebut.
Epiglotis adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di
belakang radix linguale (Gambar.2). Di depan berhubungan dengan corpus ossis
hyoidea dan di belakang dengan cartilago thyroidea melalui tangkainya. Sisi
epiglotis berhubungan dengan cartilago arytenoidea melalui plica aryepiglottica.
Pinggir atas epiglittis bebas, dan membrana mukosa yang melapisinya melipat ke
dalam dan melanjutkan diri meliputi permukaan posterior lidah. Di sini, terdapat
plica glossoepiglottica mediana dan plica glossoepiglottica lateralis. Valleculae
adalah cekungan pada membrana mukosa di kanan dan kiri plica glossoepiglottica
MEMBRANA DAN LIGAMENTUM LARING
Membrana thyrohyoidea menghubungkan pinggir atas cartilago thyroidea di
sebelah bawah dengan permukaan posterior corpus dan cornu majus ossis hyoidei
di sebelah atas (Gambar 2). Pada garis tengah membrana ini menebal, membentuk
ligamentum thyrohyoideum mediana; pinggir posterior menebal membentuk
ligamentum thyrohyoideum lateral. Pada kedua sisi, membran ini ditembus oleh
a.v laryngea superior dan n. Larygeus internus.
Ligamentum cricotracheale menghubungkan pinggir bawah kartilago
cricoidea dengan cincin trachea pertama (Gambar 2).
Membran fibroelastica laringis terletak dibawah membran mukosa yang
melapisi laring. Bagian atas membran disebut membrana quadrangularis , yang
terbentang antara epiglotis dan cartilago arytenoidea. Pinggir bawahnya
membentuk ligamnetum vestibulare (Gambar 6). Bagian bawah membran
fibroelastika disebut ligamnetum cricothyroideum. Bagian anterior ligamentum
cricothyroideum tebal dan menghubungkan cartilago cricoidea dengan pinggir
bawah cartilago thyroidea. Bagian lateral ligamentum ini tipis dan melekat di
bawah pada pinggi atas cartilago cricoidea. Pinggir superior ligamentum ini tidak
melekat pada pinggir inferior cartilago thyroidea. Pinggir atas dan kirinya

menebal dan membentuk ligamentum vocale yang penting (Gambar.6). Ujung


anterior masing-masing ligamentum

vocale melekat pada permukaan dalam

cartilago thyroidea. Ujung posterior melekat pada processus vocalis cartilago


arytenoidea.

Gambar 6. Larynx, dan 0s hyoideum; median section; Tampak medial.

Ligamentum hyoepiglitticum (Gambar 6) menghubungkan epiglotis denganos


hyoideum. Ligamentum thyroepiglotticum menghubungkan epiglottis dengan
cartilago thyroidea.
ADITUS LARINGIS
Aditus laringis menghadap kebelakang dan atas ke arah laryngopharynx.
Pintu ini dibatasi di depan oleh pinggir atas epiglottis; di lateral oleh plica
aryepiglottica, yaitu lipatan membran mucosa yang menghubungkan epiglottis
dengan cartilago arytenoidea; dan di posterior dan bawah oleh membrana mucosa
yang terbentang antara kedua cartilago arytenoidea. Cartilago corniculata pada
apex cartilaginis arytenoideae dan cartilago corneiformis yang berbentuk batang
kecil, menyebabkan pinggir atas plica aryepiglottica kanan dan kiri sedikit
meninggi.
CAVITAS LARINGIS
Cavitas laringis (Gambar 7) terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah
cartilago cricoidea, dan dapat di bagi menjadi tiga bagian : (1) bagian atas atau
vestibulum; (2) bagian tengah; dan (3) bagian bawah.

Gambar 7. Larynx medial section, tampakan medial

Vestibulum laryngis terbentang dari aditus laryngis sampai ke plica


vestibularis (Gambar.7).
Plica vestibularis yang berwarna merah muda menonjol ke medial. Rima
vestibuli (Gambar 8) adalah celah diantara plica vestibularis. Ligamentum
vestibulare yang terletak di dlaam setiap plica vestibularis merupakan pinggir
bawah membran quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari
cartilago thyroidea sampai cartilago arytenoidea.

Gambar 8. Laringoscopy direct, glottis dan rima glottidis

Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi plica
vocalis. Plica vocalis berwarna putih dan berisi ligamentum vocale (Gambar.7).
Masing-masing ligamentum vocale merupakan penebalan dari pinggir atas
ligamentum cricothyroideum. Ligamentum ini terbentang dari cartilago thyroidea

di depan sampai ke processus vocalis cartilaginis arytenoidea di belakang. Rima


glottidis (Gambar 8) adalah celah di antara plica vocalis di depan dan processus
vocalis cartilaginis arytenoidea di belakang.
Di antara plica vocalis dan plica vestibularis pada masing-masing sisi terdapat
recessus kecil yang disebut sinus laryngis. Sinus ini dilapisi membran mucosa,
dan dari sinus terdapat diverticulum kecil yang berjalan ke atas di atra plica
vestibularis dan cartilago thyroidea yang disebut sacculus laryngis (gaambar.3).
Laring bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah
cartilago cricoidea. Dindingnya dibetuk oleh permukaan dalam ligamentum
cricothyroideum dan cartilago cricoidea.
Membran mucosa laring melapisi cavitas laryngis dan ditutupi oleh epitel
silindris bersilia. Namun pada plica vocalis, tempat membrana mucosa sering
mengalami trauma saat fonasi, maka membrana mucosanya dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng.
OTOT-OTO LARING
Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok: (1) ekstrinsik dan (2)
intrinsik.

a.

b.
Gambar 9. (a) Otot-otot larynx dilihat dari dorsal, (b) otot-otot laring dinding posterior,
dipotong di tengah dan di retraksi ke lateral dengan 2 hook.
.

Otot-Otot Ekstrinsik
Otot-otot ekstrinsik dapat di bagi dalam dua kelompok yang berlawanan,
yaitu kelompok elevator larynx dan depresor larynx. Laring tertarik ke atas selama
proses menelan dan kebawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada
cartilago thyroidea melalui membrana thyroidea, gerakan os hyoideum akan
diikuti oleh gerakan larynx.
Otot elevator larynx meliputi m. digastricus, m. stylohyoideus, m.
mylohyoideus,

dan

m.

Genoihyoideus,

M.

Stylopharyngeus,

m.salphingopharyngeus, dan m. Palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir


posterior lamina cartilaginis thyroidea juga mengangkat larynx.
Otot-oto depresor larynx meliputi m.sternothyroideus, m. Strenohyoideus,
dan m.omohyoideus. kerja otot-oto ini dibantu oleh daya pegas trachea yang
elastis.
Otot Intrisnsik
Otot intrisnsik dapat dibagi menjadi dua kelompok-kelompok yang
mengendalikan aditus laryngis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis.
Otot-otot intrinsik laring, origo, insertio, persarafan, dan fungsinya diringkas
dalam tabel berikut ini.

Saraf sensorik yang mempersarafi membrana mucosa laring di atas plica


vocalis berasal dari n.laryngeus internus, cabang dari n. laryngeus superior
(cabang n.vagus). di bawaha plica vocalis, membrana mucosa dipersarafi oleh
nervus laryngeus reccurens.
Saraf motorik ke otot-otot intrinsik laring bersal dari n.laryngeus recurrens,
kecuali m.cricothyroideus yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dan
n.laryngeus superior (N. vagus).
Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus
superior a.thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus
laryngeus inferior a.thyroidea inferior.
Pembulu limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei cervicales profundi.
2. Fisiologi Laring
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar dan beberapa fungsi lainnya:
1) Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.
Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan
adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring
diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi
laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam
paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat
dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting
dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa
ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.4,5
2) Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek
otot-otot yang bersifat aduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu
menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap

reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis


dan daerah interaritenoid melalui serabut aferen n. laringeus superior
sehingga sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke
depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah.
Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk
ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 4,5
3) Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan m. krikoaritenoideus posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi
oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi
akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO 2 tinggi
akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi
laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan
peningkatan

pO2

arterial

dan

hiperventilasi

akan

menghambat

pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan


dalam mengontrol posisi pita suara. 4,5
4) Sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan
peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return.
Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan
bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya
reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah
baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui n. laringeus
rekurens dan ramus komunikans n. laringeus superior. Bila serabut ini
terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut
jantung. 4,5
5) Fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap
tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan. 4,5
6) Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu :

10

Pada waktu menelan faring bagian bawah (m. konstriktor faringeus


superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus) mengalami
kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta
menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan

terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal.


Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke
saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan

penutupan laring oleh epiglotis.


Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke
lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke

hiatus esofagus. 4
7) Batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup,
sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan
laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang
merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring. 4,5
8) Ekspektorasi
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha
mengeluarkan benda asing tersebut. 4,5
9) Emosi
Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya
pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan. 4,5
BAB III
KARINOMA LARING
1. EPIDEMIOLOGI
Karsinoma laring mencapai sekitar 3,5% dari seluruh keganasan baru yang
didiagnosis setiap tahun di seluruh dunia. Karsinoma ini menyebabkan sekitar
200.000 kematian yaitu sekitar 1% dari semua kematian akibat kanker. Karsinoma
laring jenis SCC, selama bertahun-tahun telah menjadi tumor ganas yang paling
sering pada saluran aerodigestive lebih terutama di Eropa.5
Insiden kanker laring biasanya berkisar 2,5-17,2 per 100.000 per tahun.
Insiden tertinggi karsinoma laring telah dilaporkan dari Basque Country, Spanyol,
dan insiden terendah untuk pria dari Qidong, Cina. Insiden dan angka kematian
11

kanker laring telah menurun di Eropa sejak tahun 1990-an. Negara-negara Eropa
dengan insiden tertinggi pada laki-laki termasuk Spanyol, Kroasia, Perancis, dan
Lithuania. Daerah lain insiden tinggi termasuk Brasil Selatan, Uruguay, Thailand
Utara, dan Asia Barat. Secara keseluruhan, kanker laring merupakan hanya 3%
dari total jumlah kasus baru kanker yang terdaftar di masyarakat Eropa (EC) pada
tahun 1990.5
Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring akan didiagnosis di Amerika
Serikat (1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga dari pasien ini akan
meninggal karena penyakit ini. Saat ini rasio laki-perempuan untuk kanker laring
adalah 4: 1.6
Pada tahun 2008, 12.250 pria dan wanita yang didiagnosis dengan kanker
laring di Amerika Serikat; dari mereka, 3670 pasien meninggal. Faktor risiko
termasuk merokok dan minum alkohol, yang bertindak secara sinergis;
papillomatosis laring; paparan radiasi; imunosupresi; dan pajanan logam, plastik,
dan asbes. Karsinoma laring lebih sering terjadi pada orang kulit h itam
dibandingkan kulit putih, dengan rasio 3,5: 1.7
Estimasi terbaru dari The American Cancer Society untuk kanker laring di
Amerika Serikat pada 2015; sekitar 13.560 kasus baru kanker laring (10.720
terjadi pada laki-laki dan 2.840 pada perempuan perempuan) dan sekitar 3.640
orang (2.890 laki-laki dan 750 perempuan) akan meninggal akibat kanker laring.(2)
Sekitar 60% dari kanker laring dimulai dari glotis (daerah yang mengandung
pita suara sendiri), sementara sekitar 35% berkembang di daerah supraglottic (di
atas pita suara). Sisanya berkembang di salah satu subglottis (di bawah pita suara)
atau saling tumpang tindih lebih dari satu area sehingga sulit untuk mengatakan di
mana mereka mulai. 2
Tingkat kasus baru kanker laring menurun sekitar 2% hingga 3% per tahun,
kemungkinan besar karena semakin sedikit orang yang merokok. The American
Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 15.520 kasus baru kanker faring
akan terjadi pada tahun 2015 (12.380 pada laki-laki dan 3.140 perempuan). Hanya
sekitar 3.400 dari kasus ini akan dimulai di hipofaring (sekitar 2,725 pada pria dan
675 wanita).2

12

2. ETIOLOGI
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring.3
Karsinoma laring adalah penyakit yang dapat dicegah di sebagian besar
kasus, yang disebabkan dari interaksi berbagai faktor etiologi seperti konsumsi
rokok dan / atau alkohol, karsinogen lingkungan, status sosial ekonomi, resiko
pekerjaan, faktor makanan, dan adanya kerentanan genetik.5,7
a. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama pada karsinoma laring dimana pada
rokok terdapat lebih dari 30 bahan karsinogen antara lain polisiklik aromatik
hirdkarbon, nitrosamin, radioaktif polonium-210. Nikotin dari tembakau tidak
bersifat karsinogenik dengan sendirinya tapi pembakaran melepaskan tar yang
berisi banyak karsinogen, terutama methylcholanthrene, benzopyrene, dan
benzanthracene. Karsinogen ini mencapai permukaan sel epitel dalam asap
tembakau atau dilarutkan dalam air liur. Yang selanjutnya dipecah oleh enzim
seluler seperti arylhydrocarbon hydroxylase menjadi epoksida yang mengikat
DNA dan RNA dan menyebabkan kerusakan genetik yang dapat menyebabkan
kanker. Meningkatnya risiko kanker laring bergantung dari jumlah rokok yang di
konsumsi telah dibuktikan oleh beberapa studi case-control. Pasien merokok lebih
dari 40 batang sehari memiliki 13 kali lebih mungkin untuk meninggal akibat
kanker laring dibandingkan bukan perokok. Merokok tanpa menggunakan filter
rokok telah dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi mengalami kanker laring
dikarenakan lebih tinggi paparan karsinogennya. Peran perokok pasif pada kanker
laring belum jelas. Terlepas dari peran etiologi merokok,

pentingnya dalam

prognosis pasien yang mengalami kanker laring juga berkaitan. Studi case-control
menunjukkan bahwa pasien yang bertahan hidup 3 tahun atau lebih setelah
pengobatan kanker laring dan yang terus merokok, 7 kali lebih mungkin
mengalami kanker primer kedua.5
b. Alkohol
Studi epidemiologi baru-baru ini telah memberikan bukti definitif bahwa
konsumsi alkohol merupakan faktor risiko independen untuk kanker laring. Risiko

13

meningkat dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi . Resiko dua kali lipat telah
diperkirakan pada peminum 50 g alkohol per hari, dan risiko empat kali lipat pada
peminum 100 g alkohol per hari. Sebuah studi dari Italia menunjukkan bahwa
minum anggur dikaitkan dengan risiko yang lebih besar daripada bir atau spirit.
Risiko kanker dari konsumsi alkohol berat yang lebih besar terhadap supraglottis
daripada glotis.5
Alkohol diduga bertindak sebagai cocarcinogen dan bertindak lokal maupun
sistemik melalui berbagai mekanisme.Karsinogenesis juga dipengaruhi oleh gizi
buruk dan berkurangnya vitamin pelindung dan mineral yang menyertai
alkoholisme kronis.5
c. Pola Makan
Studi multicenter case-control dari Eropa telah menunjukkan bahwa asupan
tinggi dan beragam buah, sayuran, minyak sayur, ikan, dan rendahnya asupan
mentega dan daging diawetkan berhubungan dengan penurunan risiko kanker
laring setelah penyesuaian untuk faktor risiko seperti alkohol, tembakau, status
sosial ekonomi, dan gizi. Asupan tinggi vitamin C dan E, riboflavin, zat besi,
zink, dan selenium, dan polyunsaturated / rasio asam lemak jenuh yang tinggi
dalam diet juga ditemukan memiliki efek perlindungan. Mikronutrien bertindak
sebagai antioksidan dan / atau induser diferensiasi dan diduga menghambat
karsinogenesis pada tahapan yang berbeda. Oleh karena itu, makanan seperti
buah, salad, dan sayuran mungkin memiliki efek perlindungan terhadap risiko
kanker laring.
d. Status sosial ekonomi
Kanker laring telah dikaitkan dengan kelas sosial yang lebih rendah karena
perawatan yang buruk kesehatan, merokok, minum, kebiasaan diet, dan paparan
karsinogen lingkungan dan pekerjaan. Hubungan tersebut juga telah ditunjukkan
di barat daya Inggris di mana kejadian karsinoma laring telah menunjukkan
peningkatan secara bertahap dengan meningkatnya deprivasi.
Dampak polusi udara telah menghasilkan dua sampai tiga kali lipat risiko
kanker laring di kota-kota industri berat dibandingkan dengan penduduk
pedesaan. Di negara berkembang, polusi udara dalam ruangan dengan produk
emisi bahan bakar fosil kompor tunggal merupakan faktor risiko utama.
e. Virus

14

Human papillomavirus (HPV) adalah virus DNA yang telah baru-baru ini
telah diakui sebagai faktor etiologi yang penting pada SCC dari orofaring
(47,48). Namun peran HPV pada kanker laring masih kontroversial. HPV baik
berdiri

sebagai

penyebab

papillomatosis

pernapasan

berulang.

HPV

dikatagorikan menjadi risiko tinggi (tipe 16,18), medium (tipe 31,33), risiko
rendah (tipe 6,11). 5,6
f. Pekerjaan
Para pekerja pabrik yang terpapar arsen, asbes, gas mustar, serbuk nikel,
polisiklik hidrokarbon, vinil klorida, kabut asam sulfat, produk tar, serta agen
anorganik dan organik lain mungkin memiliki peningkatan risiko kanker laring.
Meskipun efek karsinogenik dari agen ini mungkin penting secara independen,
tingginya insiden tembakau dan konsumsi alkohol pada kelompok sosial ini harus
dipertimbangkan. Resiko tinggi untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kayu
seperti pembuatan mebel dan kayu telah dilaporkan dalam studi kasus-kontrol dari
Spanyol.5
g. Kerentanan genetik
Telah dihipotesiskan bahwa polimorfisme genetik pada enzim seperti
glutathione S-transferase, yang terlibat dalam detoksifikasi beberapa asap yang
berasal karsinogen tembakau, dan alkohol dehidrogenase (ADH), yang mengubah
etanol ke acetylaldehyde, karsinogen potensial, dapat memodulasi kerentanan
merokok

dan kanker

laring

alcoholinduced.

Sejumlah

penelitian

telah

menunjukkan peningkatan risiko kanker laring di genotipe nol GSTM1,


khususnya di kalangan perokok ringan-sedang. Telah dilaporkan bahwa varian
genetik tertentu dari alkohol dehidrogenase mungkin memiliki efek perlindungan
terhadap laring dan kanker kepala dan leher lainnya, sedangkan varian lainnya
yang berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi, khususnya di kalangan
peminum moderat; Namun, hal ini masih kontroversial.
h. Radiasi ionisasi5
Penggunaan radiasi ion dalam pengobatan benigna kondisi seperti
tirotoksikosis, TBC, dan kondisi kulit telah dikaitkan dengan kejadian laring
karsinoma dan sarkoma.
i. Leukoplakia dan Erythroleukoplakia5
Ini dianggap di bawah prakanker Lesi.
j. Gastroesofageal Reflux Disease (GERD) kronis

15

GERD telah dikaitkan dengan kanker laring). Namun, setelah penyesuaian


terhadap alkoholisme, Nilsson melaporkan tidak ada peningkatan signifikan risiko
kanker laring pada pasien dengan GERD.5
3. PATOFISIOLOGI8
Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur DNA sel
normal akan terganggu sehingga terjadi diferensiasi dan proliferasi abnormal.
Adanya mutasi serta perubahan pada fungsi dan karakteristik sel berakibat pada
buruknya sistem perbaikan sel dan terjadilah apoptosis serta kematian sel. Proonkogen akan terus meningkat sementara tumor supressor gene menurun, keadaan
ini mengakibatkan proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan
mengambil suply oksigen, darah dan nutrien dari sel normal sehingga penderita
akan mengalami penurunan berat badan. Sealin itu akan terjadi penurunan serta
serta destruksi komponen darah, penurunan trombosit menyebabkan gangguan
perdarahan, penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia dan penurunan
leukosit menyebabkan gangguan status imunologi pasien. Proliferasi sel kanker
yang terus berlanjut hingga membentuk suatu masa mengakibatkan kompresi pada
pembuluh darah sekitar dan saraf sehingga terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri
pada kartilago tiroid. Massa tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan
nafas. Iritasi pada nervus laringeus menyebabkan suara menjadi serak. Jika mutasi
yang terjadi sangat progresif, kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan
kelenjar getah bening.
4. HISTOLOGI LARING9
Potongan frontal melalui laring menampakan kedua pita suara, tulang rawan
penyokong, dan otot (Gambar 10).
Pita suara superior, atau plica ventrikularis laring dibentuk oleh mukosa dan
diteruskan sebagai permukaan posterior epiglotis. Epitel pelapisnya adalah epitel
bertingkat semu siliders bersilia dengan sel goblet. Di bawah epitel, yaitu di dalam
lamina propria, terdapat kelenjar campur yang terutama terdiri atas mukosa.
Duktus ekskretorius yang bermuara di permukaan epitel, terlihat di antara asini
kelenjar. Limfonoduli terletak didalam lamina propria pada sisi ventrikular pita
suara.

16

Ventrikel adalah lekukan yang memisahkan plica ventrikularis dengan plika


vocalis. Mukosa pada dinding lateral ventrikel serupa dengan mukkosa pada plica
ventrikularis. Di daerah ini terdapat lebih banyak limfonodi dan kadang-kadang
disebut tonsilalaring. Lamina propria menyatu dengan perikondrium tulang
rawan tiroid; submukosanya tidak jelas. Dinding bawah ventrikel membuat
peralihan ke plica vokalis.
Mukosa plika vokalis terdiri atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
dan lamina propria padat dan tipis tanpa kelenjar, jaringan limfonodi, maupun
pembuluh darah. Pada apeks plika vokalis terdapat ligamentum vokal yang terdiri
atas serat elastin padat yang menyebar ke dalam lamina propria dan otot rangka
vokal di dekatnya. Otot rangka tiroaritenoid dan kartilago tiroid membentuk sisi
dindingnya.
Epitel laring bagian bawah berubah menjadi epitel bertingkat semu silidris
bersilia, dan lamina propria di bawahnya mengandung kelenjar campur. Kartilago
krikoid adalah kartilago paling bawah laring.

17

Gambar 10. Laring (potongan frontal)


5. HISTOPATOLOGI9
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik
(keratinisasi, jembatan interseluler, nukleus pleomorfik), diferensiasi sedang
(keratinisasi kurang, nukleus atipikal banyak), dan berdiferensiasi buruk
(keratinisasi minimal, jembatan interselular minimal, banyak nukleus atipikal).7
Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma
dan kondrosarkoma.

18

Karsinoma Verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya


jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas laring,
lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor
tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan
lokal yang luas.Tidak terjadi metastase regional atau jauh.Pengobatannya dengan
operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi.Prognosanya
sangat baik.
Adenokarsinoma,

angka

insidennya

1%

dari

seluruh

tumor

ganas

laring.Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari
glottis.Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar.two years survival rate-nya
sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi
kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.
Kondrosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid
70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 60 tahun.Terapi
yang dianjurkan adalah laringektomi total.
6. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,
klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :
1. Supraglotis (30-35%)
2. Glotis (60-65%)
3. Subglotis (1%)
Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang
terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di
bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel.3,4
Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan
komisura posterior.3,4
Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis. 3,4
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan International Union Against
Cancer/American Joint Committee on Cancer (UICC/ AJCC) rules for staging is
mandatory (5,8,9,11,12)
1. Tumor Primer (T)
Tx

Tidak jelas adanya tumor primer

19

T0
Tis

Tidak ada bukti tumor primer


Carsinoma insitu

Supraglotis
T1

Tumor terdapat pada satu sisi supraglotis dengan mobilitas pita

T2

suara normal
Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu subsite yang
bersebelahan dengan supraglottis atau regio di luar supraglottis
(misalnya, mukosa dasar lidah, Vallecula, dinding medial sinus

T3

piriformis) tanpa fiksasi laring


Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan / atau
menyerang salah satu dari berikut: daerah postcricoid, jaringan
preepiglottic, ruang paraglottic, dan / atau erosi kartilago tiroid
minor (misalnya, korteks bagian dalam)

T4a

Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan / atau menyerang


jaringan di luar laring (misalnya, trakea, jaringan lunak leher
termasuk otot yang mendalam ekstrinsik lidah, otot strap, tiroid,

T4b

atau esofagus)
Tumor menginvasi ruang prevertebral, melukai arteri karotis, atau
menyerang struktur mediastinum

Glotis
T1

Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T1b : tumor mengenai kedua pita suara

T2

Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara


masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).

T3

Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara, dan / atau
menyerang ruang paraglottic, dan / atau erosi kartilago tiroid minor
(misalnya, korteks bagian dalam)

20

T4a

Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan / atau menyerang


jaringan di luar laring (misalnya, trakea, jaringan lunak leher
termasuk otot yang mendalam ekstrinsik lidah, otot strap, tiroid,

T4b

atau esofagus)Subglotis
Tumor menginvasi ruang prevertebral, melukai arteri karotis, atau
menyerang struktur mediastinum

Subglotis
T1
T2

Tumor terbatas pada daerah subglotis


Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau

T3
T4a

sudah terfiksir.
Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara
Tumor menginvasi krikoid atau tiroid tulang rawan dan / atau
jaringan luar laring (misalnya, trakea, jaringan lunak leher
termasuk otot yang mendalam ekstrinsik lidah, otot strap, tiroid,

T4b

atau esofagus)
Tumor menginvasi ruang prevertebral, melukai arteri karotis, atau
menyerang struktur mediastinum

2. Penjalaran ke Kelenjar Limfa (N)


Nx
N0

Kelenjar limfa tidak teraba


Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1

Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3


cm homolateral.

N2

Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral, ukuran diameter 3-6 cm.


N2a : satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi
tidak lebih dari 6cm
N2b : multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari
6cm
N2c : metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih

N3

dari 6cm
Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.

3. Metastasis Jauh (M)


Mx
M0

Tidak terdapat/terdeteksi.
Tidak ada metastasis jauh.

21

M1
4. Stadium
STADIUM
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4

Terdapat metastasis jauh.

TUMOR PRIMER
T1
T2
T3
T1/T2/T3
T4
T1/T2/T3/T4
T1/T2//T3/T4

KEL.LIMFA
N0
N0
N0
N1
N0/N1
N2/N3
N1/N2/N3

METASTASIS
N0
N0
M0
M0
M0
M1

7. MANIFESTASI KLINIK3,13,14
Manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah :
a. Suara serak
Gejala utama karsinoma laring. Merupakan gejala paling dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas
nada sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.
Pada tumor ganas laring, pita suaragagal berfungsi secara baik disebabkan
ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan
kadang-kadang menyerang saraf.

Serak menyebabkan kualitas suara

menjadi kasar, menganggu, sumbang, dan nadanya lebih rendah dari


biasanya. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau
paralisis komplit.
Hubungan antara suara serak dengan tumor laring tergantung dari letak
tumornya. Apabila tumbuh di pita suara asli, maka serak merupakan gejala
dini dan menetap. Pada tumor subglotik dan supraglotik, serak dapat
merupakan gejala akhir atau tidak muncul sama sekali.

b. Sesak nafas dan stridor


Terjadi karena adanya sumbatan jalan nafas oleh massa tumor,
penumpukan kotoran atau sekret, maupun fiksasi pita suara. Adanya
stridor dan dispnea adalah tanda prognosis kurang baik.
c. Rasa nyeri di tenggorok
22

Keluhan bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
d. Disfagia dan odinofagia
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring,
hipofaring, dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang
paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Adanya odinofagi
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra
laring.
e. Batuk dan hemoptisis
Batuk jarang pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya
hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Sedangkan
haemoptisis sering pada tumor ganas glotik dan supraglotik.
Nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan serta
pembesaran kelenjar getah bening ddipertimbangkan sebagai perluasan
tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
f. Nyeri tekan daerah laring
Gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang
menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.
8. DIAGNOSIS BANDING9.13
Diagnosis diferensial meliputi papiloma, polip dan nodul vokal, fibromas, dan
granuloma, laringocele, manifestasi penyakit laring sistemik, infeksi, atau
penyakit autoimun.
Papiloma umumnya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda dan

dapat bertahan hingga dewasa.


Polip dan nodul vokal terjadi di persimpangan tengah dan anterior sepertiga
dari pita suara sejati. Biasanya ada riwayat penyalahgunaan suara diikuti oleh

suara serak.
Granuloma pita suara biasanya terjadi sebagai akibat dari intubasi dan terletak
di atau dekat komisura posterior. Removal Endoskopi adalah pengobatan

definitif.
Tuberkulosis jarang. Umumnya, lesi destruktif dan terjadi pada komisura
posterior; mungkin melibatkan epiglotis dan pita palsu. TB paru biasanya
hadir.

23

BAB IV
DIAGNOSIS KARSINOMA LARING
1. ANAMNESIS
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah
cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens
makin lama menjadi berat. Gejala lain termasuk sensasi benda asing di laring dan
batuk kronis. Pasien awalnya akan datang pada dokter umum dan mungkin
menerima pengobatan antibiotik sebagai radang tenggorokan akut yang disertai
dengan nyeri tenggorokan. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat,
peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif,
misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadangkadang
didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru,
sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah. 7,11
2. PEMERIKSAAN FISIS6,8,13
Pemeriksaan fisik menyeluruh secara sistematis untuk menilai kondisi umum
dan untuk mencari adanya tanda-tanda kondisi terkait dan metastasis harus di
lakukan. Termasuk juga penilaian status gizi pasien harus di nilai. Dimulai dari
inspeksi, palpasi serta auskultasi.
a. Inspeksi, di fokuskan pada kepala dan leher dapat dimulai dengan inspeksi
adanya benjolan, atau massa, pembesaran kelenjar getah bening, perubahan
kondisi kulit di sekitar leher, serta kondisi mukosa mulut.
Untuk inspeksi lebih spesifik di daerah laring dapat digunakan laringoskopi.
Laringoskopi (atau visualisasi laring) dilakukan baik menggunakan cermin
laring (laringoskopi indirect) atau endoskopi fiberoptik (laringoskopy direct).
Perubahan pada kontur, warna, karakteristik getaran, dan mobilitas pita suara
dicatat. Lesi laring ganas dapat tampak sebagai fungating, rapuh, nodular,
atau ulseratif, atau hanya sebagai perubahan warna mukosa. Video
laringoskopi yang stroboskopik dapat menyoroti penyimpangan halus dalam
24

getaran mukosa, periodisitas, dan penutupan pita suara. Perhatian khusus


harus diberikan pada status jalan napas. Beberapa, lesi besar memerlukan
intervensi jika telah mendesak jalan napas baik dengan intubasi, debulking
tumor, atau tracheostomy. Laringoskopi direct dilakukan di bawah anestesi
umum dan memberikan pemeriksaan definitif batas tumor (Gambar 11).

T1

T3

T2

T4

Gambar 11. Karsinoma laring

b. Palpasi, Palpasi laring dapat memberikan tambahan informasi mengenai


metastasis ke extralaring dan servikal. Hal ini di lakukan untuk menilai
adanya krepitus laring (gerakan "klik" dari sisi ke sisi seberang faring dan
fascia prevertebral) hal ini dapat mengindikasikan adanya invasi postcricoid
atau bahkan retropharyngeal.
Leher diperiksa dengan palpasi pembesaran kelenjar getah bening dan dengan
mencatat lokasi, ukuran, ketegasan, dan mobilitasnya.
c. Auskultasi, Auskultasi servikal menggunakan stetoskop pada laring untuk
mendeteksi suara menelan dan kondisi respiration. Untuk menentukan adanya
sumbatan atau obstruksi pada laring.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium
darah, juga pemeriksaan radiologik.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik dari
bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah

25

bening di leher. Hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel
skuamosa.

a. Pemeriksaan laboratorium
Meskipun tidak ada tes darah khusus yang mendeteksi kanker laring,
beberapa tes laboratorium, termasuk tes darah dan urine, dapat dilakukan
untuk membantu menentukan diagnosis dan mempelajari lebih lanjut tentang
penyakit ini.
Pemeriksaan antibodi HPV dapat di lakukan untuk menentukan faktor risiko.
Meskipun hingga saat ini HPV masih kontroversial sebagai penyebab kanker
laring .
b. Radiologi
Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik .Udara
digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumen laring
dan trakea. Ketebalan jaringan retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan
lipatan aryepiglottic dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki
peran dalam manajemen kanker laring saat ini.
Foto torakx diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses
spesifik dan metastasis di paru.
Computed Tomography CT Scan
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa
transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke
ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian
dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar
korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat
bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar
tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan
b) sulit diidentifikasikan hanya dengan pemeriksaan klinis saja, karena
sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi.
Pencitraan secara Cross-sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen
anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor. Untuk mendapatkan

26

gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak boleh lebih dari 3 mm dan
laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan dengan artefak minimal
akibat gerakan.6

a.
b.
Gambar 12. a) Laring yang normal. Axial CT scan menunjukkan penampilan normal laring
selama respirasi tenang. Pita suara sejati abduksi. b) Karsinoma sel skuamosa sisi kanan
glotis. Axial CT scan yang diperoleh selama respirasi tenang menunjukkan tumor dari
komisura anterior (panah).

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu
dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam
menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran transglottic.
Pencitraan Midsagittal membantu untuk memperlihatkan hubungan antara
tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul daripada CT untuk
karakterisasi jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat
menyebabkan degradasi gambar akibat pergerakan.6

27

Gambar 13. MRI laring normal

Gambar 14. MRI laring abnormal

Positron emission tomography (PET) scan


Positron emission tomography (PET) scan

menggunakan

fluoresensi

tagged glukosa dan tingkat metabolisme meningkat dari jaringan ganas untuk
mengidentifikasi kanker. Aplikasi PET di kepala dan leher telah difokuskan
pada (1) mengidentifikasi metastasis nodus okultisme, (2) membedakan
kekambuhan pertumbuhan ganas dari radionecrosis dan gejala sisa lain dari
perawatan sebelumnya, dan (3) mengidentifikasi lokasi dari setiap kanker
primer yang tidak diketahui. Peran PET / CT dalam mendiagnosis dan
pementasan pasien dengan kanker kepala dan leher telah berkembang. PET /
CT menggabungkan informasi anatomi rinci CT dengan kemampuan PET
scan untuk mendeteksi lesi halus. PET / CT dapat memainkan peran penting
dalam periode pretreatment dengan mendeteksi lesi sinkron atau metastasis

28

yang dapat menyebabkan perubahan dalam prosedur yang direncanakan atau


rekomendasi pengobatan. Dalam periode pasca-pengobatan, PET / CT
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi
kekambuhan dan karena itu sangat berguna dalam pengawasan kanker.
Jika ada kecurigaan metastasis jauh, maka scan tulang mungkin
digunakan.
USG leher
Dapat berguna dalam diagnosis kanker laring. Di Eropa, pencitraan ini
merupakan modalitas non-invasif yang digunakan untuk mengidentifikasi
metastasis serviks dan bahkan untuk mengkarakterisasi kelainan laring, tetapi
tidak digunakan di Amerika Utara untuk tujuan ini.
c. Biopsi
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik dari
bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah
bening di leher. Hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel
skuamosa.
Ada dua jenis biopsi yang sering di lakukan untuk mendiagnosis kanker
kepala dan leher :
- Insisi biopsi

dengan

microdirect

laringoskop

atau

suspention

microlaryngoscopy dengan blade (Gambar 15) : potongan kecil jaringan


dipotong dari area yang abnormal. Karena laring jauh di dalam leher,
pengambilan sampel melibatkan prosedur yang rumit dengan bantuan
suspention microlaryngoscopy. Oleh karena itu, biopsi di daerah ini
biasanya dilakukan di ruang operasi, dengan anestesi umum dan atau
neurolep analgetik.

29

Gambar 15. Microdirect laringoskop atau suspention microlaryngoscopy


dengan blade

Aspirasi jarum halus (FNA): Di sini, jarum yang sangat tipis yang
melekat pada jarum suntik yang digunakan untuk mengekstrak (aspirasi)
sel-sel dari tumor atau benjolan. Pendekatan ini dapat sangat berguna
untuk beberapa situasi yang dapat terjadi dengan kanker laring.

4. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasien dengan kanker laring, sama halnya dengan pasien yang
menderita kanker lainnya, harus memberikan peluang terbaik untuk penyembuhan
dan meminimalkan dampak negatif pada fungsi normal laring dalam hal fonasi,
perlindungan jalan napas, dan pernapasan. Efek psikososial akibat hilangnya
fungsi laring yang normal, dan perencanaan pengobatan yang optimal harus
disesuaikan secara individual berdasarkan berbagai faktor yang saling terkait.
Usia pasien, pekerjaan, kemampuan untuk membaca dan menulis, kesehatan
umum dan kondisi komorbid, masalah gaya hidup seperti penolakan untuk
berhenti merokok, jarak dari rumah sakit, dan status keluarga perlu
diperhitungkan ketika merencanakan pengobatan. Pendapat pasien dan pilihan
untuk pengobatan tertentu harus diperhitungkan dalam proses pengambilan
keputusan.
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium
penyakit dan keadaan umum pasien.
a. Pembedahan

30

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:


1) Laringektomi1-3

Laringektomi parsial. Laringektomi parsial diindikasikan untuk


karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan
radiasi, dan tumor stadium II. Tumor yang terbatas pada pengangkatan
hanya satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk
mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara

pasien akan parau.


Hemilaringektomi atau vertikal. Diindikasikan pada kanker laring T1
dan T2 awal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu
benar dan satu salah. Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid
dan setengah kartilago tiroid. Trakeostomi sementara dilakukan dan

suara pasien akan parau setelah pembedahan.


Laringektomi supraglotis atau horisontal. Diindikasikan untuk
karsinoma supraglotis stadium dini (T1-T2). Bila tumor berada pada
epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal
dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal. Karena
epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral

meningkat.
Laringektomi total. Diindikasikan untuk kanker tahap lanjut (T3-T4)
yang melibatkan sebagian besar laring , memerlukan pengangkatan
laring, tulang hihoid, kartilago krikoid, 2-3 cincin trakea, dan otot
penghubung ke laring. Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah
lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada
bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi
berhubungan dengan saluran udara pencernaan. Suatu sayatan
radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini
meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot
sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius,
kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis
(Sawyer, 1990). Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat
bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi

31

dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus


(Esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita
berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan berbicara
dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.
2) Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut (T3-T4) sering kali mengadakan
metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.
Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh. 5

b. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan
T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara
ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis
yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad.5
c. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.
Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000
mg/m2.7
c. Rehabilitasi Suara
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan
bernafas melalui stoma permanent di leher.7
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni
agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus
yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara
(bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan
dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di
daerah submandibula yang dikenal juga sebagai electrolaryngeal speech (gambar
16), ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (eso-phageal speech)
melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses

32

rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah
faktor fisik dan faktor psiko-sosial.3

Gambar 16. Alat electro laryngeal speech yang ditempelkan di submandibula.

Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah perkumpulan


guna menghimpun pasien-pasien tuna-laring guna menyokong aspek psikis dalam
lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi.7
5. PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli.Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma
laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium
IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5
year survival rate sebesar 50%.7

33

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. MS, Cattaruzza., P, Maisonneuve., P, Boyel.

Epidemiology of laryngeal

cancer. National Center for Biotechnology Information, U.S. National


Library of Medicine [internet] . U.S: 2013. Diakses dari : http:// www. ncbi.
nlm. nih. gov/pubmed/8944832
2. Laryngeal and Hypopharyngeal

Cancers. American cancer Society

[internet]. U.S ; 2014. Diakses dari : http://www.cancer. org/cancer/


laryngealandhypopharyngealcancer/
3. Hermani B., Abduchrachman H., Tumor laring dalam Buku ajar Ilmu
Kesehatan THT-KL edisi 6. FKUI, Jakarta : 2007
4. Richard SS. Anatomi Laring dalam Anatomi Klinik, 6th ed. Jakarta: EGC;
2006.
5. Paul QM, Peter HR, Patrick JG. Tumor of the larynx dalam Principles and
Practice of Head and Neck Surgery and Oncology, 2nd ed. London: Informa
Health Care; 2009.
6. Anil KL. Malignant Laryngeal Lesions dalam Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery, 3rd ed. New York:
McGraw-Hill; 2012.
7. Kirtane, M., de Souza, CE. Laryngeal cancer dalam LaringologyOtolaryngology, Head &

Neck Surgery Series. Thieme Medical and

Scientific Publishers Private Limited, New York :2014

34

8. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Larynx dalam Cancer Principles &
Practice of Oncology 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2001
9. Lee KJ, Yvonne C, Subinoy D. Tumor of the Larynx dalam Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery, 10th ed. New York: McGraw-Hill;
2012.
10. Cummings, CW,. Et al. Malignant tumor of the larynx dalam Cummings:
Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed.

Elsevier Mosby,

Philadelphia; 2005
11. John CW, Ralph WG. Larynx dalam Stell & Marans Textbook of Head and
Neck Surgery and Oncology, 5th ed. London: Hodder Arnold; 2012.
12. Michael G, George GB, Martin JB, Ray C, John H, Nicholas SJ, Valerie JL,
Linda

ML,

John

CW.

Laryngeal

Cancer

dalam

Scott-Browns

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th ed. London: Hodder


Arnold; 2008.
13. David G, Bradley JG. Handbook of Otolaryngology Head and Neck Surgery.
New York: Thieme Medical Publishers Inc; 2011.
14. Abraham, Jame.,Gulley, James L., Allegra, Carmen J., Laryngeal cancer
dalam Bethesda Handbook of Clinical Oncology, 2nd Edition. Lippincott
Williams & Wilkins; 2005

35

You might also like