Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kanker laring adalah kanker pernapasan yang paling umum kedua setelah
kanker paru-paru. Insidennya meningkat dari waktu ke waktu di sebagian besar
belahan dunia dan peningkatan ini berlaku umum berkaitan dengan perubahan
konsumsi tembakau dan alkohol. Kanker ini merupakan kanker yang relatif umum
pada pria, tetapi jarang pada wanita.(1)
Estimasi terbaru dari The American Cancer Society untuk kanker laring di
Amerika Serikat pada 2015; sekitar 13.560 kasus baru kanker laring (10.720
terjadi pada laki-laki dan 2.840 pada perempuan perempuan) dan sekitar 3.640
orang (2.890 laki-laki dan 750 perempuan) akan meninggal akibat kanker laring.(2)
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh
para ahlibahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang
dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Faktor risiko lainnya antara lain
faktor genetik, nutrisi yang buruk, HPV, gastoesophageal refluks disease (GERD),
usia, ras, dan paparan sinar radiasi. (2,3)
Karsinoma laring masih merupakan masalah, karena penaggulangannya
mencakup berbagai segi. Penatalaksanaan karsinoma laring tanpa memperhatikan
bidang rehabilitasi belumlah lengkap. Yang terpenting pada penanggulangan
karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan/tindakan yang tepat dan
kuratif, karena tumornya masih terisolasi, dan dapat diangkat secara radikal.
Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan
memperhatikan fungsi respirasi, finasi, serta fungsi sfingter laring. (3)
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
1. Anatomi Laring4
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu
masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Diatas laring terbuka
kedalam laryngopharynx, dan dibawah laring berlanjut sebagai trachea (Gambar
1)
1
Cartilago thyroidea (Gambar 3) terdiri atas dua lamina cartilago hyalin yang
bertemu di garis tengah pada tonjolam sudut V, yaitu jakun (Adams apple).
Pinggir posterior dari setiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior
dan ke bawah membentuk kornu inferior. Pada permukaan luar setiap lamina
terdapat linea obliqua sebagai tempat lekat m.thyrohyoideus dan m.constrictur
pharyngis inferior.
muscularis
menonjol
ke
lateral
menjadi
tempat
lekat
Cartilago corniculata (Gambar.5) adalah dua buah nodulus kecil yang besendi
dengan apex cartilaginis arytenoidea dan merupakan tempat lekat plica
aryepiglittica.
Cartilago cuneiformis merupakan dua cartilago kecil berbentuk yang terletak
sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglotica. Cartilagio ini berfungsi menyokong plica tersebut.
Epiglotis adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di
belakang radix linguale (Gambar.2). Di depan berhubungan dengan corpus ossis
hyoidea dan di belakang dengan cartilago thyroidea melalui tangkainya. Sisi
epiglotis berhubungan dengan cartilago arytenoidea melalui plica aryepiglottica.
Pinggir atas epiglittis bebas, dan membrana mukosa yang melapisinya melipat ke
dalam dan melanjutkan diri meliputi permukaan posterior lidah. Di sini, terdapat
plica glossoepiglottica mediana dan plica glossoepiglottica lateralis. Valleculae
adalah cekungan pada membrana mukosa di kanan dan kiri plica glossoepiglottica
MEMBRANA DAN LIGAMENTUM LARING
Membrana thyrohyoidea menghubungkan pinggir atas cartilago thyroidea di
sebelah bawah dengan permukaan posterior corpus dan cornu majus ossis hyoidei
di sebelah atas (Gambar 2). Pada garis tengah membrana ini menebal, membentuk
ligamentum thyrohyoideum mediana; pinggir posterior menebal membentuk
ligamentum thyrohyoideum lateral. Pada kedua sisi, membran ini ditembus oleh
a.v laryngea superior dan n. Larygeus internus.
Ligamentum cricotracheale menghubungkan pinggir bawah kartilago
cricoidea dengan cincin trachea pertama (Gambar 2).
Membran fibroelastica laringis terletak dibawah membran mukosa yang
melapisi laring. Bagian atas membran disebut membrana quadrangularis , yang
terbentang antara epiglotis dan cartilago arytenoidea. Pinggir bawahnya
membentuk ligamnetum vestibulare (Gambar 6). Bagian bawah membran
fibroelastika disebut ligamnetum cricothyroideum. Bagian anterior ligamentum
cricothyroideum tebal dan menghubungkan cartilago cricoidea dengan pinggir
bawah cartilago thyroidea. Bagian lateral ligamentum ini tipis dan melekat di
bawah pada pinggi atas cartilago cricoidea. Pinggir superior ligamentum ini tidak
melekat pada pinggir inferior cartilago thyroidea. Pinggir atas dan kirinya
Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi plica
vocalis. Plica vocalis berwarna putih dan berisi ligamentum vocale (Gambar.7).
Masing-masing ligamentum vocale merupakan penebalan dari pinggir atas
ligamentum cricothyroideum. Ligamentum ini terbentang dari cartilago thyroidea
a.
b.
Gambar 9. (a) Otot-otot larynx dilihat dari dorsal, (b) otot-otot laring dinding posterior,
dipotong di tengah dan di retraksi ke lateral dengan 2 hook.
.
Otot-Otot Ekstrinsik
Otot-otot ekstrinsik dapat di bagi dalam dua kelompok yang berlawanan,
yaitu kelompok elevator larynx dan depresor larynx. Laring tertarik ke atas selama
proses menelan dan kebawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada
cartilago thyroidea melalui membrana thyroidea, gerakan os hyoideum akan
diikuti oleh gerakan larynx.
Otot elevator larynx meliputi m. digastricus, m. stylohyoideus, m.
mylohyoideus,
dan
m.
Genoihyoideus,
M.
Stylopharyngeus,
pO2
arterial
dan
hiperventilasi
akan
menghambat
10
hiatus esofagus. 4
7) Batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup,
sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan
laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang
merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring. 4,5
8) Ekspektorasi
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha
mengeluarkan benda asing tersebut. 4,5
9) Emosi
Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya
pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan. 4,5
BAB III
KARINOMA LARING
1. EPIDEMIOLOGI
Karsinoma laring mencapai sekitar 3,5% dari seluruh keganasan baru yang
didiagnosis setiap tahun di seluruh dunia. Karsinoma ini menyebabkan sekitar
200.000 kematian yaitu sekitar 1% dari semua kematian akibat kanker. Karsinoma
laring jenis SCC, selama bertahun-tahun telah menjadi tumor ganas yang paling
sering pada saluran aerodigestive lebih terutama di Eropa.5
Insiden kanker laring biasanya berkisar 2,5-17,2 per 100.000 per tahun.
Insiden tertinggi karsinoma laring telah dilaporkan dari Basque Country, Spanyol,
dan insiden terendah untuk pria dari Qidong, Cina. Insiden dan angka kematian
11
kanker laring telah menurun di Eropa sejak tahun 1990-an. Negara-negara Eropa
dengan insiden tertinggi pada laki-laki termasuk Spanyol, Kroasia, Perancis, dan
Lithuania. Daerah lain insiden tinggi termasuk Brasil Selatan, Uruguay, Thailand
Utara, dan Asia Barat. Secara keseluruhan, kanker laring merupakan hanya 3%
dari total jumlah kasus baru kanker yang terdaftar di masyarakat Eropa (EC) pada
tahun 1990.5
Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring akan didiagnosis di Amerika
Serikat (1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga dari pasien ini akan
meninggal karena penyakit ini. Saat ini rasio laki-perempuan untuk kanker laring
adalah 4: 1.6
Pada tahun 2008, 12.250 pria dan wanita yang didiagnosis dengan kanker
laring di Amerika Serikat; dari mereka, 3670 pasien meninggal. Faktor risiko
termasuk merokok dan minum alkohol, yang bertindak secara sinergis;
papillomatosis laring; paparan radiasi; imunosupresi; dan pajanan logam, plastik,
dan asbes. Karsinoma laring lebih sering terjadi pada orang kulit h itam
dibandingkan kulit putih, dengan rasio 3,5: 1.7
Estimasi terbaru dari The American Cancer Society untuk kanker laring di
Amerika Serikat pada 2015; sekitar 13.560 kasus baru kanker laring (10.720
terjadi pada laki-laki dan 2.840 pada perempuan perempuan) dan sekitar 3.640
orang (2.890 laki-laki dan 750 perempuan) akan meninggal akibat kanker laring.(2)
Sekitar 60% dari kanker laring dimulai dari glotis (daerah yang mengandung
pita suara sendiri), sementara sekitar 35% berkembang di daerah supraglottic (di
atas pita suara). Sisanya berkembang di salah satu subglottis (di bawah pita suara)
atau saling tumpang tindih lebih dari satu area sehingga sulit untuk mengatakan di
mana mereka mulai. 2
Tingkat kasus baru kanker laring menurun sekitar 2% hingga 3% per tahun,
kemungkinan besar karena semakin sedikit orang yang merokok. The American
Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 15.520 kasus baru kanker faring
akan terjadi pada tahun 2015 (12.380 pada laki-laki dan 3.140 perempuan). Hanya
sekitar 3.400 dari kasus ini akan dimulai di hipofaring (sekitar 2,725 pada pria dan
675 wanita).2
12
2. ETIOLOGI
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring.3
Karsinoma laring adalah penyakit yang dapat dicegah di sebagian besar
kasus, yang disebabkan dari interaksi berbagai faktor etiologi seperti konsumsi
rokok dan / atau alkohol, karsinogen lingkungan, status sosial ekonomi, resiko
pekerjaan, faktor makanan, dan adanya kerentanan genetik.5,7
a. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama pada karsinoma laring dimana pada
rokok terdapat lebih dari 30 bahan karsinogen antara lain polisiklik aromatik
hirdkarbon, nitrosamin, radioaktif polonium-210. Nikotin dari tembakau tidak
bersifat karsinogenik dengan sendirinya tapi pembakaran melepaskan tar yang
berisi banyak karsinogen, terutama methylcholanthrene, benzopyrene, dan
benzanthracene. Karsinogen ini mencapai permukaan sel epitel dalam asap
tembakau atau dilarutkan dalam air liur. Yang selanjutnya dipecah oleh enzim
seluler seperti arylhydrocarbon hydroxylase menjadi epoksida yang mengikat
DNA dan RNA dan menyebabkan kerusakan genetik yang dapat menyebabkan
kanker. Meningkatnya risiko kanker laring bergantung dari jumlah rokok yang di
konsumsi telah dibuktikan oleh beberapa studi case-control. Pasien merokok lebih
dari 40 batang sehari memiliki 13 kali lebih mungkin untuk meninggal akibat
kanker laring dibandingkan bukan perokok. Merokok tanpa menggunakan filter
rokok telah dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi mengalami kanker laring
dikarenakan lebih tinggi paparan karsinogennya. Peran perokok pasif pada kanker
laring belum jelas. Terlepas dari peran etiologi merokok,
pentingnya dalam
prognosis pasien yang mengalami kanker laring juga berkaitan. Studi case-control
menunjukkan bahwa pasien yang bertahan hidup 3 tahun atau lebih setelah
pengobatan kanker laring dan yang terus merokok, 7 kali lebih mungkin
mengalami kanker primer kedua.5
b. Alkohol
Studi epidemiologi baru-baru ini telah memberikan bukti definitif bahwa
konsumsi alkohol merupakan faktor risiko independen untuk kanker laring. Risiko
13
meningkat dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi . Resiko dua kali lipat telah
diperkirakan pada peminum 50 g alkohol per hari, dan risiko empat kali lipat pada
peminum 100 g alkohol per hari. Sebuah studi dari Italia menunjukkan bahwa
minum anggur dikaitkan dengan risiko yang lebih besar daripada bir atau spirit.
Risiko kanker dari konsumsi alkohol berat yang lebih besar terhadap supraglottis
daripada glotis.5
Alkohol diduga bertindak sebagai cocarcinogen dan bertindak lokal maupun
sistemik melalui berbagai mekanisme.Karsinogenesis juga dipengaruhi oleh gizi
buruk dan berkurangnya vitamin pelindung dan mineral yang menyertai
alkoholisme kronis.5
c. Pola Makan
Studi multicenter case-control dari Eropa telah menunjukkan bahwa asupan
tinggi dan beragam buah, sayuran, minyak sayur, ikan, dan rendahnya asupan
mentega dan daging diawetkan berhubungan dengan penurunan risiko kanker
laring setelah penyesuaian untuk faktor risiko seperti alkohol, tembakau, status
sosial ekonomi, dan gizi. Asupan tinggi vitamin C dan E, riboflavin, zat besi,
zink, dan selenium, dan polyunsaturated / rasio asam lemak jenuh yang tinggi
dalam diet juga ditemukan memiliki efek perlindungan. Mikronutrien bertindak
sebagai antioksidan dan / atau induser diferensiasi dan diduga menghambat
karsinogenesis pada tahapan yang berbeda. Oleh karena itu, makanan seperti
buah, salad, dan sayuran mungkin memiliki efek perlindungan terhadap risiko
kanker laring.
d. Status sosial ekonomi
Kanker laring telah dikaitkan dengan kelas sosial yang lebih rendah karena
perawatan yang buruk kesehatan, merokok, minum, kebiasaan diet, dan paparan
karsinogen lingkungan dan pekerjaan. Hubungan tersebut juga telah ditunjukkan
di barat daya Inggris di mana kejadian karsinoma laring telah menunjukkan
peningkatan secara bertahap dengan meningkatnya deprivasi.
Dampak polusi udara telah menghasilkan dua sampai tiga kali lipat risiko
kanker laring di kota-kota industri berat dibandingkan dengan penduduk
pedesaan. Di negara berkembang, polusi udara dalam ruangan dengan produk
emisi bahan bakar fosil kompor tunggal merupakan faktor risiko utama.
e. Virus
14
Human papillomavirus (HPV) adalah virus DNA yang telah baru-baru ini
telah diakui sebagai faktor etiologi yang penting pada SCC dari orofaring
(47,48). Namun peran HPV pada kanker laring masih kontroversial. HPV baik
berdiri
sebagai
penyebab
papillomatosis
pernapasan
berulang.
HPV
dikatagorikan menjadi risiko tinggi (tipe 16,18), medium (tipe 31,33), risiko
rendah (tipe 6,11). 5,6
f. Pekerjaan
Para pekerja pabrik yang terpapar arsen, asbes, gas mustar, serbuk nikel,
polisiklik hidrokarbon, vinil klorida, kabut asam sulfat, produk tar, serta agen
anorganik dan organik lain mungkin memiliki peningkatan risiko kanker laring.
Meskipun efek karsinogenik dari agen ini mungkin penting secara independen,
tingginya insiden tembakau dan konsumsi alkohol pada kelompok sosial ini harus
dipertimbangkan. Resiko tinggi untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kayu
seperti pembuatan mebel dan kayu telah dilaporkan dalam studi kasus-kontrol dari
Spanyol.5
g. Kerentanan genetik
Telah dihipotesiskan bahwa polimorfisme genetik pada enzim seperti
glutathione S-transferase, yang terlibat dalam detoksifikasi beberapa asap yang
berasal karsinogen tembakau, dan alkohol dehidrogenase (ADH), yang mengubah
etanol ke acetylaldehyde, karsinogen potensial, dapat memodulasi kerentanan
merokok
dan kanker
laring
alcoholinduced.
Sejumlah
penelitian
telah
15
16
17
18
angka
insidennya
1%
dari
seluruh
tumor
ganas
laring.Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari
glottis.Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar.two years survival rate-nya
sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi
kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.
Kondrosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid
70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 60 tahun.Terapi
yang dianjurkan adalah laringektomi total.
6. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,
klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :
1. Supraglotis (30-35%)
2. Glotis (60-65%)
3. Subglotis (1%)
Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang
terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di
bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel.3,4
Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan
komisura posterior.3,4
Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis. 3,4
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan International Union Against
Cancer/American Joint Committee on Cancer (UICC/ AJCC) rules for staging is
mandatory (5,8,9,11,12)
1. Tumor Primer (T)
Tx
19
T0
Tis
Supraglotis
T1
T2
suara normal
Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu subsite yang
bersebelahan dengan supraglottis atau regio di luar supraglottis
(misalnya, mukosa dasar lidah, Vallecula, dinding medial sinus
T3
T4a
T4b
atau esofagus)
Tumor menginvasi ruang prevertebral, melukai arteri karotis, atau
menyerang struktur mediastinum
Glotis
T1
Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T1b : tumor mengenai kedua pita suara
T2
T3
Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara, dan / atau
menyerang ruang paraglottic, dan / atau erosi kartilago tiroid minor
(misalnya, korteks bagian dalam)
20
T4a
T4b
atau esofagus)Subglotis
Tumor menginvasi ruang prevertebral, melukai arteri karotis, atau
menyerang struktur mediastinum
Subglotis
T1
T2
T3
T4a
sudah terfiksir.
Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara
Tumor menginvasi krikoid atau tiroid tulang rawan dan / atau
jaringan luar laring (misalnya, trakea, jaringan lunak leher
termasuk otot yang mendalam ekstrinsik lidah, otot strap, tiroid,
T4b
atau esofagus)
Tumor menginvasi ruang prevertebral, melukai arteri karotis, atau
menyerang struktur mediastinum
N1
N2
N3
dari 6cm
Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.
Tidak terdapat/terdeteksi.
Tidak ada metastasis jauh.
21
M1
4. Stadium
STADIUM
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
TUMOR PRIMER
T1
T2
T3
T1/T2/T3
T4
T1/T2/T3/T4
T1/T2//T3/T4
KEL.LIMFA
N0
N0
N0
N1
N0/N1
N2/N3
N1/N2/N3
METASTASIS
N0
N0
M0
M0
M0
M1
7. MANIFESTASI KLINIK3,13,14
Manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah :
a. Suara serak
Gejala utama karsinoma laring. Merupakan gejala paling dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas
nada sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.
Pada tumor ganas laring, pita suaragagal berfungsi secara baik disebabkan
ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan
kadang-kadang menyerang saraf.
Keluhan bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
d. Disfagia dan odinofagia
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring,
hipofaring, dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang
paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Adanya odinofagi
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra
laring.
e. Batuk dan hemoptisis
Batuk jarang pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya
hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Sedangkan
haemoptisis sering pada tumor ganas glotik dan supraglotik.
Nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan serta
pembesaran kelenjar getah bening ddipertimbangkan sebagai perluasan
tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
f. Nyeri tekan daerah laring
Gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang
menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.
8. DIAGNOSIS BANDING9.13
Diagnosis diferensial meliputi papiloma, polip dan nodul vokal, fibromas, dan
granuloma, laringocele, manifestasi penyakit laring sistemik, infeksi, atau
penyakit autoimun.
Papiloma umumnya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda dan
suara serak.
Granuloma pita suara biasanya terjadi sebagai akibat dari intubasi dan terletak
di atau dekat komisura posterior. Removal Endoskopi adalah pengobatan
definitif.
Tuberkulosis jarang. Umumnya, lesi destruktif dan terjadi pada komisura
posterior; mungkin melibatkan epiglotis dan pita palsu. TB paru biasanya
hadir.
23
BAB IV
DIAGNOSIS KARSINOMA LARING
1. ANAMNESIS
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah
cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens
makin lama menjadi berat. Gejala lain termasuk sensasi benda asing di laring dan
batuk kronis. Pasien awalnya akan datang pada dokter umum dan mungkin
menerima pengobatan antibiotik sebagai radang tenggorokan akut yang disertai
dengan nyeri tenggorokan. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat,
peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif,
misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadangkadang
didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru,
sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah. 7,11
2. PEMERIKSAAN FISIS6,8,13
Pemeriksaan fisik menyeluruh secara sistematis untuk menilai kondisi umum
dan untuk mencari adanya tanda-tanda kondisi terkait dan metastasis harus di
lakukan. Termasuk juga penilaian status gizi pasien harus di nilai. Dimulai dari
inspeksi, palpasi serta auskultasi.
a. Inspeksi, di fokuskan pada kepala dan leher dapat dimulai dengan inspeksi
adanya benjolan, atau massa, pembesaran kelenjar getah bening, perubahan
kondisi kulit di sekitar leher, serta kondisi mukosa mulut.
Untuk inspeksi lebih spesifik di daerah laring dapat digunakan laringoskopi.
Laringoskopi (atau visualisasi laring) dilakukan baik menggunakan cermin
laring (laringoskopi indirect) atau endoskopi fiberoptik (laringoskopy direct).
Perubahan pada kontur, warna, karakteristik getaran, dan mobilitas pita suara
dicatat. Lesi laring ganas dapat tampak sebagai fungating, rapuh, nodular,
atau ulseratif, atau hanya sebagai perubahan warna mukosa. Video
laringoskopi yang stroboskopik dapat menyoroti penyimpangan halus dalam
24
T1
T3
T2
T4
25
bening di leher. Hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel
skuamosa.
a. Pemeriksaan laboratorium
Meskipun tidak ada tes darah khusus yang mendeteksi kanker laring,
beberapa tes laboratorium, termasuk tes darah dan urine, dapat dilakukan
untuk membantu menentukan diagnosis dan mempelajari lebih lanjut tentang
penyakit ini.
Pemeriksaan antibodi HPV dapat di lakukan untuk menentukan faktor risiko.
Meskipun hingga saat ini HPV masih kontroversial sebagai penyebab kanker
laring .
b. Radiologi
Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik .Udara
digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumen laring
dan trakea. Ketebalan jaringan retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan
lipatan aryepiglottic dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki
peran dalam manajemen kanker laring saat ini.
Foto torakx diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses
spesifik dan metastasis di paru.
Computed Tomography CT Scan
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa
transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke
ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian
dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar
korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat
bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar
tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan
b) sulit diidentifikasikan hanya dengan pemeriksaan klinis saja, karena
sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi.
Pencitraan secara Cross-sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen
anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor. Untuk mendapatkan
26
gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak boleh lebih dari 3 mm dan
laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan dengan artefak minimal
akibat gerakan.6
a.
b.
Gambar 12. a) Laring yang normal. Axial CT scan menunjukkan penampilan normal laring
selama respirasi tenang. Pita suara sejati abduksi. b) Karsinoma sel skuamosa sisi kanan
glotis. Axial CT scan yang diperoleh selama respirasi tenang menunjukkan tumor dari
komisura anterior (panah).
27
menggunakan
fluoresensi
tagged glukosa dan tingkat metabolisme meningkat dari jaringan ganas untuk
mengidentifikasi kanker. Aplikasi PET di kepala dan leher telah difokuskan
pada (1) mengidentifikasi metastasis nodus okultisme, (2) membedakan
kekambuhan pertumbuhan ganas dari radionecrosis dan gejala sisa lain dari
perawatan sebelumnya, dan (3) mengidentifikasi lokasi dari setiap kanker
primer yang tidak diketahui. Peran PET / CT dalam mendiagnosis dan
pementasan pasien dengan kanker kepala dan leher telah berkembang. PET /
CT menggabungkan informasi anatomi rinci CT dengan kemampuan PET
scan untuk mendeteksi lesi halus. PET / CT dapat memainkan peran penting
dalam periode pretreatment dengan mendeteksi lesi sinkron atau metastasis
28
dengan
microdirect
laringoskop
atau
suspention
29
Aspirasi jarum halus (FNA): Di sini, jarum yang sangat tipis yang
melekat pada jarum suntik yang digunakan untuk mengekstrak (aspirasi)
sel-sel dari tumor atau benjolan. Pendekatan ini dapat sangat berguna
untuk beberapa situasi yang dapat terjadi dengan kanker laring.
4. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasien dengan kanker laring, sama halnya dengan pasien yang
menderita kanker lainnya, harus memberikan peluang terbaik untuk penyembuhan
dan meminimalkan dampak negatif pada fungsi normal laring dalam hal fonasi,
perlindungan jalan napas, dan pernapasan. Efek psikososial akibat hilangnya
fungsi laring yang normal, dan perencanaan pengobatan yang optimal harus
disesuaikan secara individual berdasarkan berbagai faktor yang saling terkait.
Usia pasien, pekerjaan, kemampuan untuk membaca dan menulis, kesehatan
umum dan kondisi komorbid, masalah gaya hidup seperti penolakan untuk
berhenti merokok, jarak dari rumah sakit, dan status keluarga perlu
diperhitungkan ketika merencanakan pengobatan. Pendapat pasien dan pilihan
untuk pengobatan tertentu harus diperhitungkan dalam proses pengambilan
keputusan.
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium
penyakit dan keadaan umum pasien.
a. Pembedahan
30
meningkat.
Laringektomi total. Diindikasikan untuk kanker tahap lanjut (T3-T4)
yang melibatkan sebagian besar laring , memerlukan pengangkatan
laring, tulang hihoid, kartilago krikoid, 2-3 cincin trakea, dan otot
penghubung ke laring. Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah
lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada
bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi
berhubungan dengan saluran udara pencernaan. Suatu sayatan
radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini
meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot
sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius,
kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis
(Sawyer, 1990). Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat
bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi
31
b. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan
T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara
ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis
yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad.5
c. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.
Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000
mg/m2.7
c. Rehabilitasi Suara
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan
bernafas melalui stoma permanent di leher.7
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni
agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus
yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara
(bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan
dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di
daerah submandibula yang dikenal juga sebagai electrolaryngeal speech (gambar
16), ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (eso-phageal speech)
melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses
32
rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah
faktor fisik dan faktor psiko-sosial.3
33
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. MS, Cattaruzza., P, Maisonneuve., P, Boyel.
Epidemiology of laryngeal
34
8. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Larynx dalam Cancer Principles &
Practice of Oncology 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2001
9. Lee KJ, Yvonne C, Subinoy D. Tumor of the Larynx dalam Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery, 10th ed. New York: McGraw-Hill;
2012.
10. Cummings, CW,. Et al. Malignant tumor of the larynx dalam Cummings:
Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed.
Elsevier Mosby,
Philadelphia; 2005
11. John CW, Ralph WG. Larynx dalam Stell & Marans Textbook of Head and
Neck Surgery and Oncology, 5th ed. London: Hodder Arnold; 2012.
12. Michael G, George GB, Martin JB, Ray C, John H, Nicholas SJ, Valerie JL,
Linda
ML,
John
CW.
Laryngeal
Cancer
dalam
Scott-Browns
35