Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
LUH MADE PURNAMA DEWI
1002105020
Definisi
Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk
batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis (Price, 2005).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam
tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari
paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu: kelenjar limfe, saluran
pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008).
Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan, tuberkulosis paru adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Microbacterium Tuberculosis yang
terutama penyerang bagian paru-paru nyang disebut parenkim.
2.
wanita dibandingkan dengan penyakit menular lainnya. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2-3
juta orang meninggal akibat TBC setiap tahunnya. Sesungguhnya kematian akibat TBC dapat
dihindari. Setiap tahun sebesar 1% dari seluruh penduduk dunia sudah tertular oleh kuman
TBC (walaupun belum terjangkit oleh penyakitnya).
3.
menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi
dari satu orang ke orang lain.
Cara penularan ada dua yaitu :
a. Langsung
Percikan ludah/cairan hidung berpindah sewaktu berbicara berhadapan/bersin.
b. Tidak langsung
Bila pasien meludah disembarang tempat kemudian kering dan kuman
diterbangkan oleh angin bersama debu yang dihirup oleh orang sehat.
4.
Patofisiologi Penyakit
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan,
masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga
secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang,
korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. Massa
jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan
yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di
udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh,
membentuk jaringan parut.
Paru
yang
terinfeksi
menjadi
lebih
membengkak,
mengakibatkan
terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proses tersebut
dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan
kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh
remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang
diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif
(Brunner dan Suddarth, 2002)
5.
Klasifikasi
a.
Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru ini merupakan satu-satunya
bentuk tuberculosis yang paling mudah menular.
2)
b.
Class 1
Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak bermakna
Class 2
Class 3
Class 4
Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan, Rontgent Thorax
(+), test mantoux bermakna.
Class 5
dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan
Klasifikasi III
c.
1)
Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum
pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
2)
d.
Klasifikasi IV
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut:
1) TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a) Dengan atau tanpa gejala klinik
b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
c) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2) TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3) Bekas TB Paru dengan kriteria:
a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
Klasifikasi V
Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita :
1) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
2) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan
BTA positif.
3) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
4) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.
6.
Gejala Klinis
Penyakit tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah
menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental bila
sudah terjadi pengejuan.
Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa sejumlah
besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat peradangan pada
pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses lanjut
akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot, keringat malam.
7.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi
abdomen, batuk dan barrel chest.
b. Palpasi
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor
kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007)
c. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang
cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai
pleura, perkusi memberikan suara pekak.
d. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai
pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali.
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang terdapat
pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal untuk menekankan
diagnosa, tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya infeksi penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks. Koloni
matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya seperti
kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat
dideteksi oleh media biakan ini (Price,2005:857).
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif
untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Tes mantoux adalah dengan menyuntikan
tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara
intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit
dibesihkan dengan lalkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal
diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus
dibaca dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe
reaksi:
1. Indurasi 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Orang dengan HIV positif.
b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB.
c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh.
d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami
penekanan imunitas.
2. Indurasi 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Baru tiba ( 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.
b) Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi.
Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk
pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma
d) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko tinggi.
e) Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang
dewasa kelompok risiko tinggi.
3. Indurasi 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Orang dengan factor risiko TB.
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di anatara
kelompok risiko tinggi.
(Price,2005:855)
Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) :
positif untuk Mycobacterium tuberculosis
Pemeriksaan Darah :
a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan menahun
b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal
pada tahap penyembuhan.
c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru (Needle Biopsi of Lung Tissue): Positif untuk granuloma
TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru
kronis luas.
Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
b. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh simpanan kalsium lesi yang
sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat
dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura,
efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir
paru atau pleura).
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
diagnosis TB.
Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen
positif.
Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
10.
Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan, mencegah
kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI. 2002).
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 kali seminggu.
Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis
harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg
berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ),
berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa
pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir
bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien
baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi
pasien yang mendapat pengobatan ulang (retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu
keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik (Depkes RI,
2002)
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan menggunakan masker)
sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang disediakan dan tertutup, tidak
disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus
Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi
rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu
yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
11.
Pencegahan
Ada vaksin terhadap TB. Namanya BCG, diberikan dengan suntikan di bawah kulit.
Namun vaksin ini tampaknya hanya efektif pada anak yang baru lahir, untuk mencegah
penyakit TB yang berat, termasuk meningitis TB, pada usia kanak-kanak. BCG tidak
mempunyai dampak dalam mengurangi jumlah kasus TB pada orang dewasa. Saat ini belum
ada vaksin terhadap TB yang efektif untuk orang dewasa.
BCG dapat menyebabkan pembacaan palsu-positif pada tes tuberkulin kulit. Jika
diberikan kepada orang dewasa yang HIV positif atau anak-anak dengan sistem kekebalan
sangat lemah, BCG kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit BCG diseminata, yang
sering fatal.
12.
Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru
stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
b. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
13.
Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia, dan
adalah penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat disembuhkan dan dicegah.
Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri TB mengatasi
pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang biak. Pada TB primer 1-5% dari
kasus-penyakit ini terjadi segera setelah infeksi. Pada pasien koinfeksi M. TB dan HIV, risiko
reaktivasi meningkat sampai 10% per tahun. Pasien dengan TB ini disebarluaskan memiliki
tingkat kematian mendekati 100% jika tidak diobati. Namun, Jika diobati, tingkat kematian
berkurang hingga hampir 10%.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan pasien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal pasien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan baik
sebelum atau sesudah sakit. Misalnya : kebiasaan merokok, minum obat,
alkohol, riwayat minum obat-obatan.
2. Nutrisi / Metabolik
perubahan pola ibadah, merasa diabaikan dan diasingkan, menolak interaksi dengan
orang lain, merasa dipisahkan dari lingkungan sosial.
perubahan interaksi dalam keluarga, seperti: perubahan tugas dalam keluarga,
perubahan dukungan emosional, perubahan pola komunikasi dalam keluarga,
perubahan keakraban, perubahan partisipasi dalam menyelesaikan masalah.
8. Peran dan Hubungan
Pasien mengalami gangguan pada peran dan hubungan, hubungan yang ketergantungan
dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama atau ketidakmampuan
membaik.
9. Seksual dan Reproduksi
Pada pasien dengan tbc kemungkinan ditemukan penurunan libido.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pasien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan adaptasi,
ansietas, ketakutan, peka rangsang.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien dengan pada tbc kemungkinan pasien mengalami gangguan dalam
melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat ibadah).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Intervensi:
NIC Label >> Airway Management:
1.
Rasional: bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih
di jalan napas.
2.
3.
Bersihkan
sekret
dari
mulut
dan
trakea;
lakukan
5.
6.
7.
8.
Intervensi :
NIC Label >> Respiratory Monitoring
1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas pasien
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi
pasien.
3. Pantau hasil AGD
Rasional : mengetahui status oksigenasi pasien.
4. Kolaborasi : Berikan O2 sesuai indikasi dengan masker, kanula atau ventilasi
mekanik.
Rasional : Mencegah memperbaiki hipoksemia dan gagal pernapasan.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan adanya sesak, sesak semakin berat apabila stres dan sering timbul
pada malam hari, frekuensi napas >20 x/menit, napas cepat dan dangkal, ekspansi
dada tampak menurun.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan pola napas efektif
dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Respiratory Status: Ventilation
Intervensi
NIC Label >> Restiratory Monitoring
1. Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan
Rasional: Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau penurunan
RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
2. Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada menunjukkan
terjadi gangguan ekspansi paru
NIC Label >> Ventilation Assitance
3. Berikan posisi semifowler
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh untuk
inspirasi dan ekspirasi
4. Pantau status pernapasan dan oksigen
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat menentukan
indikasi terapi
5. Berikan dan pertahankan masukan oksigen sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan
masukan O2 saat mengalami perubahan status respirasi
d. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi
TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh (>37,5C), kulit teraba
hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit tampak kemerahan, menggigil.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan suhu
tubuh normal, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Thermoregulation
Tidak menggigil
Suhu : 36-370,5C
Nadi: 60-100x/menit
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi rate secara berkala.
Rasional: peningkatan suhu menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil
sering mendahului puncak suhu.
2. Berikan kompres hangat.
Rasional: membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu
mengurangi demam.
3. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Rasional: untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang
tinggi.
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap
sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit kepala, nyeri
sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan nyeri dapat
terkontrol dengan kriteria hasil:
NIC Label >> Pain Control
TTV dalam batas normal: Suhu : 36-370,5C, Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20
x/menit, TD: 120/80 mmHg.
Intervensi:
NIC Label >> Pain Management
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor pencetus,
dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri, dapat
mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian analgetik
4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan tidak
mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.
5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi
risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)
6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri timbul.
Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan nyeri sehingga
rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan rasa percaya
terhadap perawat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat infeksi TB ditandai dengan nafsu
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien.
NIC Label >> Weight Gain Assistance
7. Timbang berat badan pasien secara teratur.
Rasional: dengan memantau berat badan pasien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
8. Diskusikan dengan keluarga pasien hal-hal yang menyebabkan penurunan berat
badan.
Rasional: membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan dan penyebab penurunan berat badan.
9. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian pasien disesuaikan dengan
kebutuhan kalori sesuai usia.
10. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi baik.
Sajikan makanan dengan menarik.
11. Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan kualitas yang maksimal.
12. Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu makan.
Rasional: dapat membantu meningkatkan nafsu makan pasien sehingga dapat
meningkatkan masukan nutrisi.
g. Ketidakefektifan
manajemen
regimen
terapeutik
berhubungan
dengan
Intervensi:
1. Jelaskan tanggung jawab individu/keluarga dalam proses pengobatan TBC.
Rasional : Meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif individu dan keluarga
2. Jelaskan kepada pasien pentingnya mengikuti protokol pengobatan dengan baik.
Rasional : Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga efek dari ketidak
patuhan terhadap protocol pengobatan
3. Ceritakan tentang keberhasilan pengobatan pada orang lain dan hindari kesan
pemaksaan serta kesan memberi harapan
Rasional : Dapat meningkatkan rasa percaya dan kekuatan diri
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McCloskey & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Intervention
Classification. USA : Mosby.
Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby
NANDA. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal - Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8,
Volume 3. Jakarta : EGC.
Sylvia A, dkk. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume II. Jakarta: EGC.