You are on page 1of 9

Gagal Jantung (Decompensatio Cordis / Heart Failure)

Gagal jantung adalah keadaan ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk
memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
karena gangguan primer otot jantung atau beban jantung yang berlebihan atau kombinasi
keduanya (Corwin, 2000).
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung
sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan
irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-load atau after-load, seringkali
memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada
kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis (Corwin,
2000).
Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis dan
foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester) atau berdasarkan
sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan dominasi gagal jantung
kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF), Left heart backward failure (yang
dominan gagal jantung kiri), dan Right heart backward failure (berhubungan dengan
disfungsi paru dan jantung sebelah kanan) (Abdurachman, 1987).
Berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart Association, gagal
jantung telah diklasifikasikan menjadi beberapa tahap dan juga terapi yang diberikan yaitu
antara lain (Abdurachman, 2007).

Epidemiologi
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan
prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia diatas 65
tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan hidup
setelah infark miokard akut. Di inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah sakit setiap
tahun karena gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan
menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan (Libby, 2007).
Etiologi
Ada banyak kondisi kardiovaskular yang merupakan kausa dari GJA (gagal ginjal akut)
dan faktor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya GJA. Semua faktor ini sangat penting
untuk

diidentifikasi

dan

dihimpun

untuk

mengatur

strategi

pengobatan.Penyakit

kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan GJA. Contok yang sering antara
lain:
-

Peningkatan afterloud pada penderita hipertensi sistemik atau penderita hipertensi

pulmonal.
Peningkatan preloud karena volume overloud atau retensi air
Gagal sirkulasi (circulatory failure) seperti pada keadaan high output states

antaralain pada infeksi dan anemia.


Beberapa kondisi lain yang dapat mencetuskan terjadinya GJA adalah ketidakpatuhan
minum obat-obat gagal jantung atau nasehat medik, pemakaian obat seperti NSAIDs, cyclooxygenace (COX) inhibitor, dan thiazolidinediones. Gagal jantung berat juga dapat sebagai
akibat dari gagal multi organ (Lilly, 2007).

Kausa-kausa dan faktor pencetus timbulnya gagal jantung akut:


Penyakit jantung iskemik

Sindrom koroner akut


Komplikasi mekanik dari infrak akut
Infark ventrikel kanan

Valvular

Stenosis valvular
Regurgitasi valvular
Endokarditis
Diseksi aorta

Miopatia

Post-partum
Kardiomiopati
Miokarditis akut

Gagal sirkulasi
Septikemia
Anemia
Pirai
Emboli paru
Dekompensasi pada gagal jantung kronis

Tidak patuh minum obat


Volume overloud
Infeksi, terutama pneumonia
Operasi
Disfungsi renal
Asma/PPOK
Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan alkohol

Hipertensi / aritmia

Hipertensi
Aritmia akut

Patofisiologi
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload
dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi (Abdurachman, 1987).
Mekanisme Kompensasi

Mekanisme adaptive atau kompensasi jantung dalam merespon keadaan yang


menyebabkan kegagalan jantung tersebut antara lain (Lilly, 2007).
1.Mekanisme Frank-Starling.
Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi
peningkatan volume ventricular end-diastolic. Bila terjadi peningkatan pengisian
diastolik, berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal
pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi
berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari
dua ventrikel (Libby, 2007).
Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac
output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang
sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular enddiastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika
jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan
yang berlebihan (Libby, 2007).
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan
dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan
dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah.
Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan
oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya
gangguan fungsi jantung (Libby, 2007).
2. Aktivasi neurohormonal
Stimulasi sistem saraf simpatetik berperan penting dalam respon kompensasi
menurunkan cardiac output dan patogenesis gagal jantung. Baik cardiac symphatetic
tone dan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) meningkat selama tahap akhir dari
hampir semua bentuk gagal jantung. Stimulasi langsung irama jantung dan
kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf simpatetik
membantu memelihara perfusi berbagai organ, terutama otak dan jantung (Libby,
2007).
Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik melibatkan
peningkatan tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan jantung dalam

memompa. Stimulasi simpatetik yang berlebihan juga menghasilkan penurunan aliran


darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan
perfusi jaringan tetapi juga berkontribusi meningkatkan sistem tahanan vaskular dan
stres berlebihan dari jantung (Libby, 2007).

3.Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam
gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi
glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke
ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan
pula angiotensin II. Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada
keadaan vasokonstriksi dan menstimulasi produksi aldosteron dari adrenal korteks.
Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dengan meningkatkan retensi air
(Libby, 2007).
Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses
perbaikan karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya menstimulasi produksi
sitokin, adhesi sel inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis;
mengaktivasi makrofag pada sisi kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi
pertumbuhan fibroblas dan sintesis jaringan kolagen (Libby, 2007).
4. Peptida natriuretik
Peptida natriuretik dan substansi vasoaktif yang diproduksi secara local
Ada tiga jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP), brain
natriuretic peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP dihasilkan dari
sel atrial sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial, memproduksi
natriuresis cepat dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium dalam jumlah sedang
dalam urine. BNP dikeluarkan sebagai respon tekanan pengisian ventrikel sedangkan
fungsi CNP masih belum jelas (Libby, 2007).
5. Hipertrofi otot jantung dan remodeling

Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu


mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Keadaan hipertrofi dan
remodeling dapat menyebabkan perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi
chamber) dan fungsi (gangguan fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe hipertrofi,
yaitu pertama Concentric hypertrophy, terjadi penebalan dinding pembuluh darah,
disebabkan oleh hipertensi dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi peningkatan
panjang otot jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy (Libby, 2007).

Manifestasi Klinik
Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi : dyspnea,
orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang hemoptisis,
ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan oliguri beserta gejala-gejala
penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard
akut. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus
alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik (Abdurachman,
2007).
Diagnosis
Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami
gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda yang
penting adalah takikardi (150x/mnt atau lebih saat istirahat), serta takipne (50x/mnt atau lebih
saat istirahat). Pada prekordium dapat teraba aktivitas jantung yang meningkat
(Abdurachman, 2007).
Bising jantung sering ditemukan pada auskultasi, yang tergantung dari kelainan
struktural yang ada. Terdapatnya irama derap merupakan penemuan yang berarti, khususnya
pada neonatus dan bayi kecil. Ronki juga sering ditemukan pada gagal jantung. Bendungan
vena sistemik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular, serta refluks hepatojugular
(Abdurachman, 2007).
Kedua tanda ini sulit diperiksa pada neonatus dan bayi kecil, tampak sianosis perifer
akibat penurunan perfusi di kulit dan peningkatan ekstraksi oksigen jaringan ekstremitas
teraba dingin, pulsasi perifer melemah, tekanan darah sistemik menurun disertai penurunan

capillary refill dan gelisah. Pulsus paradoksus (pirau kiri ke kanan yang besar), pulsus
alternans (penurunan fungsi ventrikel stadium lanjut). Bising jantung menyokong diagnosis
tetapi tidak adanya bising jantung tidak dapat menyingkirkan bahwa bukan gagal jantung
(Abdurachman, 2007).

Foto dada : dengan sedikit perkecualian, biasanya disertai kardiomegali. Paru tampak
bendungan vena pulmonal. (1)

Elektrokardiografi : di samping frekuensi QRS yang cepat atau disritmia, dapat


ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung serta tanda-tanda penyakit miokardium/
pericardium. (1)

Ekokardiografi : M-mode dapat menilai kuantitas ruang jantung dan shortening


fraction yaitu indeks fungsi jantung sebagai pompa. Pemeriksaan Doppler dan
Doppler berwarna dapat menambah informasi secara bermakna.

Penatalaksanaan
Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung : pengobatan
terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan
terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi
retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung
(Abdurachman, 2007).
Pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen,
pemberian cairan dan diet. Selain itu, penatalaksanaa gagal jantung juga berupa:
Medikamentosa :

Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena),

Vasodilator : (arteriolar dilator : hidralazin), (venodilator : nitrat, nitrogliserin),


(mixed dilator: prazosin, kaptopril, nitroprusid)

Diuretik

Pengobatan disritmia

1. Kalim, H. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Departemen


Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI; 2008.
2. Departemen Kesehatan RI. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner. Jakarta: Depkes RI; 2006.
3. Alwi, Idrus. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006
4. Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC; 2000.
5. Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Hal 193 204

You might also like