You are on page 1of 16

GAS HIDRAT, HARAPAN ENERGI MASA DEPAN INDONESIA

Forumhijau.com - Kepala Bidang Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan


Teknologi (BPPT), Udrekh, mengemukakan Indonesia memerlukan penelitian kebencanaan di
laut. "Beberapa waktu lalu BPPT melakukan survei seismik dan ditemukan gas metan hidrat
di laut dalam, dekat daerah gempa," ungkapnya, Senin (1/7).
Daerah gempa yang memiliki potensi gas, antara lain di Simeulue, Nias, Bengkulu, dan
selatan Jawa Barat. Sedangkan, potensi gas metan hidrat banyak di patahan Sumatera dan
selatan Jawa Barat "Gas tersebut bisa dieksplorasi untuk diolah menjadi sumber baru pada
masa mendatang untuk mengganti sumber energi minyak," jelasnya.
Ia juga menambahkan BPPT, memandang perlu pengetahuan terhadap penguasaan
teknologi pengeboran laut dalam yang dinilainya minim.
Sementara itu, dalam tulisannya, Andi Hendra Paluseri, alumni Teknik Tenaga Listrik-ITB,
menyebutkan bahwa Gas Hidrat adalah sumber energi gas yang terbentuk di darat maupun
di laut dalam suhu yang rendah dan tekanan yang tinggi berbentuk es yang bersenyawa
dengan air. Pertama kali gas hidrat ditemukan pada tahun 1811 oleh Sir Humphrey
Davy. adalah senyawa kimia yang terdiri dari Gas alam, O2, N2, Kripton, Xenon, Argon, CO2,
H2S dan lain lain yang bersenyawa dengan air.
Intinya Gas Hidrat adalah gas yang terkurung dalam air dan akan keluar dari kurungan bila
air tersebut mengalami pemanasan. Tak tanggung-tanggung, potensinya di Indonesia
diperkirakan mencapai 3.000 Trillion Cubic Feet (TCF).
Sebagai ilustrasi, bila 3.000 TCF ini dipergunakan sebagai energi, maka kita tidak
memerlukan minyak bumi lagi selama 300 tahun. Potensi tersebut, diperkirakan sebagai
besar berada di perairan Sumatera Utara bagian barat, Selat Sunda, Selat Makassar,
perairan sebelah utara Manado, serta di perairan Maluku dan Papua.
Negara-negara yang saat ini sudah mengembangkan gas hidrat adalah Jepang, Kanada,
Italia, USA, China dan Rusia. Pada Maret 2013 lalu, Jepang telah melakukan percobaan
pertama untuk memproduksi gas hidrat lepas pantai.
Teknologi yang digunakan adalah depressurisation (pengurangan tekanan otomatis) dengan
mengubah hidrat methane menjadi gas methane. Hasil dari penelitian lain di Jepang

memperkirakan bahwa setidaknya 1.1 TCF hidrat methane mengendap di lepas pantai.
Potensi tersebut setara dengan konsumsi gas Jepang selama satu dekade.
Ditargetkan komersialisasi gas hidrat di Jepang sendiri akan dapat dilakukan pada tahun
2016.

Kajian Stratigrafi Dan Batuan Reservoir Gas Hidrat Sebagai Terminasi Reinjeksi CO2 (Carbon Ca
Kegiatan kajian penentuan stratigrafi batuan reservoir untuk lokasi injeksi pada program
Carbon Capture and Storage (CCS) sangat sesuai dengan program Global untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca. Indonesia termasuk negara yang mendukung dan meratifikasi
protocol Kyoto. Kegiatan ini mengkaji kelayakan dari aspek stratigrafi dalam menentukan
lokasi injeksi pada program Carbon Capture and Storage (CCS) dan kajian stratigrafi pada
batuan reservoir, khususnya di lapisan yang diindikasikan mengandung gas metan hidrat
secara geometri dan karakterisasi reservoir yang memberikan data penting untuk injeksi
CO2 pada program CCS.
Secara umum tujuan dari program CCS yaitu dengan program ini harus dapat dengan aman
menyimpan sejumlah besar karbon dioksida (miliar ton) untuk waktu yang lama (ratusan
sampai ribuan tahun). Dalam rangka meredam atmosfer CO2, CCS harus menghindari
secara maksimal emisi CO2.
Kajian stratigrafi dan batuan reservoir gas hidrat metana dilakukan pada tiga wilayah studi
kasus, yaitu Cekungan Bengkulu Lepas Pantai, Cekungan Kutai Laut Dalam termasuk wilayah
Selat Makassar Utara, dan Cekungan Tarakan Lepas Pantai.
Kajian awal penerapan program CCS untuk lapisan reservoar gas hidrat masih minim data,
dibutuhkan studi yang berkelanjutan dan perlu dikaitkan dengan lapangan produksi di laut

dalam karena berkaitan erat dengan updated data geologi bawah permukaan dan
infrastruktur migas.

Beberapa

pilihan

untuk

tempat

penyimpanan

CO2.

Kemungkinan

tempat

penyimpanan CO2 adalah Depleted oil and gas reservoir, CO2 digunakan untuk
EOR, Reservoir dalam yang tersaturasi air formasi, Coal seam yang tidak dapat
ditambang, Penggunaan CO2 untuk enhanced coal bed methane recovery,
Alternatif lain seperti reservoir gas hidrat, basalt, shale dan lain-lain
Pada cekungan Bengkulu offshore, lapisan gas hidratnya terindikasi dari lapisan BSR pada
penampang seismik multi channel dan telah mampu diprediksi potensi cadangan gas hidrat
yang mencapai 625.4 tcf. Namun belum adanya data sumur pemboran, masih belum
mencerminkan kondisi lapisan batuan reservoar yang sebenarnya (porositas, V-sh dan
tekstur batuan). Lokasi cekungan ini belum dijumpai infrastruktur migas yang telah produksi.
Berkaitan dengan indikasi keterdapatan gas hidrat metana pada umur Mio-Pliosen diprediksi
pada Formasi Lemau bagian atas dan Formasi Simpang Aur. Dari aspek reservoir, kedua
formasi ini, diperkirakan pada kisaran kualitas sedang dikarenakan kecil kemungkinan
dijumpai batu pasir homogen, masif, dan sortasi baik. Diprediksi porositas dan permeabilitas
fluida pada kedua formasi ini masih belum ideal sebagai reservoir gas hidrat dan menjadi
lokasi storage untuk injeksi program CCS. Namun belum adanya data pemboran di wilayah
Bengkulu lepas pantai, masih dimungkinkan peluang keterdepatan reservoir berkualitas baik
sampai excellent.
Pada Cekungan Kutai di bagian laut dalam telah teridentifikasi gas hidrat dari lapisan BSR
penampang seismik yang diprediksi mengandung hampir 67 tcf. Dari aspek lapisan

reservoar hidrat yang berumur Mio-Pliosin telah berkembang sistem sub marine channeling
dengan unit-unit genesanya. Kualitas reservoar termasuk good to excellence.
Di Cekungan Tarakan walaupun belum dijumpai indikasi BSR dari data penampang seismik
yang tersedia namun diprediksi dengan metode kesebandingan dengan cekungan Kutai,
lokasi ini berpotensi mengandung gas hidrat. Lokasi ini sangat strategis karena berada di
wilayah perbatasan dengan Malaysia. Dari pemodelan 3D, luasnya distribusi net-reservoir
dan tingginya kualitas reservoir tercermin dari posisi batas luar intertidal dan pergeseran
pada area luar dari endapan gosong pasir (sand bar deposit) yang lebih ke basinward. Hal ini
mengindikasikan keterdapatan reservoir berkualitas baik pada umur Mio-Pliosen yang
diprediksi dijumpai lapisan gas hidrat metana.

Hidrat, Potensi Sumber Daya Energi Baru Pengganti Minyak Bumi


Disusun oleh Fery Andika Cahyo
Pemenuhan kebutuhan energi selalu menjadi hal yang sangat vital untuk mendukung
kemajuan pembangunan dan ekonomi suatu negara. Indonesia di era yang semakin modern
dan penuh dengan dinamika tantangan ini, mengandalkan sumber daya energi yang
dimilikinya tidak hanya untuk semata-mata memenuhi kebutuhan dasar penduduknya,
namun diharapkan juga untuk menjadi katalisator perkembangan negara di berbagai bidang.
Untuk mencapai hal ini dibutuhkan kuantitas dan efektivitas pemanfaatan sumber daya
energi yang memadai. Menilik minyak bumi yang selama ini menjadi andalan sumber daya
energi untuk pemenuhan kebutuhan dan katalis ekonomi, suatu retorika klasik akan
dihadapi. Apakah cadangan minyak Indonesia masih bisa diandalkan untuk jangka waktu
yang panjang? Mengutip pendapat Kurtubi, Pengamat minyak dan gas dari Center for
Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), cadangan minyak Indonesia saat ini
sekitar 3,7 miliar barel atau sekitar 0,2 persen cadangan minyak dunia. Angka ini tentu
bersifat tentatif dimana jika penemuan lapangan minyak baru melalui kegiatan eksplorasi
yang intensif berhasil dilakukan, secara otomatis angka cadangan akan bertambah. Namun
dengan asumsi produksi minyak rata-rata 830 ribu barel per hari dan tanpa menemukan
cadangan baru, maka cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam 12 tahun. Kondisi
ini tentu memacu upaya-upaya untuk melakukan diversivikasi pemenuhan energi. Artikel ini
akan mengangkat salah satu sumber daya energi yang relatif baru dan belum begitu dikenal
khalayak umum, yaitu Gas Hidrat.
Gas hidrat(CH45.75H2O) atau yang dikenal juga sebagai es metan atau gas hidrat natural
adalah

senyawa clathrate solid

yang

mengandung

metan

dengan

jumlah

besar

terperangkap di dalam struktur kristal dari air, yang kemudian membentuk material padat
yang serupa dengan es. Pada awalnya senyawa ini dianggap hanya terdapat pada area di
luar sistem tata surya, dimana temperaturnya rendah dan es sangat banyak dijumpai. Pada
kenyataannya endapan dengan jumlah signifikan dari gas hidrat telah ditemukan di dalam
endapan sedimen pada lantai samudra di Bumi. Gas Hidrat adalah konstituen umum dari
area laut dangkal dan ia juga hadir pada endapan sedimen laut dalam di lantai samudra.
Gas hidrat terbentuk oleh proses migrasi di sepanjang patahan, yang diikuti oleh presipitasi
dan kristalisasi, setelah ia mengalami kontak dengan air laut yang dingin.

Gambar 1.1 Lokasi Gas Hidrat di Dunia(USGS)


Gas hidrat(CH45.75H2O) atau yang dikenal juga sebagai es metan atau gas hidrat natural
adalah

senyawa clathrate solid

yang

mengandung

metan

dengan

jumlah

besar

terperangkap di dalam struktur kristal dari air, yang kemudian membentuk material padat
yang serupa dengan es. Pada awalnya senyawa ini dianggap hanya terdapat pada area di
luar sistem tata surya, dimana temperaturnya rendah dan es sangat banyak dijumpai. Pada
kenyataannya endapan dengan jumlah signifikan dari gas hidrat telah ditemukan di dalam
endapan sedimen pada lantai samudra di Bumi. Gas Hidrat adalah konstituen umum dari
area laut dangkal dan ia juga hadir pada endapan sedimen laut dalam di lantai samudra.
Gas hidrat terbentuk oleh proses migrasi di sepanjang patahan, yang diikuti oleh presipitasi
dan kristalisasi, setelah ia mengalami kontak dengan air laut yang dingin.
Gas Hidrat membutuhkan kondisi tertentu supaya bisa terbentuk, kondisi ini salah satunya
dijumpai pada area litosfer dangkal(kedalaman kurang dari 2,000 meter). Kondisi yang
mendukung pembentukan gas hidrat hanya pada kondisi kontinen area kutub dimana
temperatur permukaan rata-rata kurang dari 0 C, atau pada endapan sedimen laut dengan
kedalaman lebih dari 300 m dimana suhu air bawah permukaannya berkisar pada angka 2
C. Sebagai tambahan, danau air tawar yang dalam juga dapat menjadi tempat pembentukan
gas hidrat, contohnya Danau Baikal di Siberia. Endapan kontinental dari gas hidrat telah
ditemukan di Siberia dan Alaska pada batupasir dan batulanau pada kedalaman kurang dari

800 meter. Endapan laut dimana gas hidrat dapat dijumpai sepertinya tersebar pada area
beting benua(continental shelf).
Pada lingkungan oseanik terdapat dua jenis endapan gas hidrat. TIpe yang paling umum
didominasi (>99%) oleh methane(CH4) yang terkandung di dalam strukturclathrate dan
dijumpai pada kedalaman tertentu di dalam endapan sedimen. Pada tipe ini methane secara
isotop bersifat ringan, yang mengindikasikan bahwa gas hidrat tipe ini berasal dari reduksi
microbial

dari CO2.

Teori

dengan methane alami

lain
pada

menyebutkan

bahwa

kombinasi

kedalaman

dan

tekanan

antara

air

tertentu

tawar
dapat

menghasilkan clathrate(gas hidrat bersifat lebih stabil pada air tawar dibandingkan dengan
air asin). Pembentukan gas hidrat yang menyebabkan ekstraksi air tawar dari air formasi
yang bersifat asin, sering menyebabkan penambahan signifikan dari salinitas air formasi.
Pada umumnya sedimen yang mengandung gas hidrat memiliki resistivitas yang lebih tinggi
dibandingkan sedimen yang tidak mengandung gas hidrat.
Gas hidrat tipe pertama ini berlokasi pada area yang disebut sebagai mid-depth zonedengan
ketabalan sekitar 300-500 meter(GHSZ, gas hydrate stability zone), dimana sedimen hadir
bersama gas hidrat yang terlarut di dalam air pori yang bersifat tawar. Di atas zona
ini methane hanya hadir secara terlarut di dalam konsentrasi tertentu yang makin berkurang
ke arah permukaan. Sedangkan di bawah zona ini, methanehadir dalam bentuk gas. Pada
daerah Blake Ridge di continental rise Atlantik, GHSZ dimulai pada kedalaman 190 m dan
berlanjut hingga kedalaman 450 meter, dan mencapai titik keseimbangan dengan fase gas.
Tipe kedua dari gas hidrat yang lebih tidak umum ditemukan pada endapan sedimen
permukaan. Beberapa sampel menunjukkan kandungan hidrokarbon dengan rantai kimia
karbon yang panjang(<99% methane) terkandung dalam struktur clathrate. Karbon pada
tipe clathrate ini menyebabkan gas hidrat secara isotop bersifat lebih berat, sehingga
diperkirakan merupakan hasil migrasi ke arah atas dari endapan sedimen zona dalam, di
mana methane dibentuk oleh dekomposisi termal dari material organik. Contoh dari gas
hidrat tipe ini dapat ditemukan di Teluk Meksiko dan Laut Caspian.
Selain di laut gas hidrat juga ditemukan di darat. Gas hidrat di lingkungan kontinental
diendapkan pada lapisan batupasir atau batulanau pada kedalaman kurang dari 800 meter.
Beberapa sampel menunjukkan jika ia terbentuk sebgai hasil pencampuran proses termal
dan mikrobial yang menghasilkan gas, dan oleh proses tersebut hidrokarbon yang bersifat
lebih berat secara selektif dilepaskan. Gas hidrat tipe ini ditemukan di Alaska, Siberia, dan
Kanada

bagian

utara.

Pada

tahun

2008,

peneliti

Kanada

dan

jepang

berhasil

mengekstraksikan gas hidrat secara konstan dari projek gas hidrat Mallik di delta Sungai
Mackenzie. Ini merupakan pengeboran kedua yang dilakukan di Mallik, yang pertama
dilakukan pada tahun 2002 dan menggunakan panas untuk proses pelepasan methane.

Pada percobaan di tahun 2008, peneliti berhasil mengekstaksikan gas dengan menurunkan
tekanan, tanpa menggunakan panas, dan membutuhkan kuantitas energi yang lebih kecil.
Aspek Komersial Gas Hidrat
Reservoir sedimen gas hidrat diperkirakan mengandung cadangan 2-10 kali cadangan gas
alam kontinental yang dikethaui saat ini. Konsensus ini merepresentasikan potensi sumber
daya energi di masa depan. Kendati demikian, beberapa lokasi konsentrasi gas hidrat
diperkirakan bersifat terlalu menyebar untuk bisa dilakukan ekstraksi secara ekonomis.
Permasalahan lain yang harus dipecahkan adalah pengembangan teknologi yang mumpuni
untu melakukan eksploitasi secara ekonomis dan tentu saja usaha ekplorasi yang lebih
intensif untuk membuktikan keterdapatan dan besaran cadangan gas hidrat dengan
probabilitas yang besar.
Gas hidrat telah banyak dilirik banyak negara maju yang berusaha mencari alternatif
sumber daya energi di samping minyak bumi. Jepang merupakan salah satu negara yang
sudah cukup memiliki atensi besar dalam pengembangan gas hidrat, salah satunya dapat
dilihat dengan rencana ekstraksi dengan skala komersil pada instalasi gas hidrat di dekat
perfektur Aichi pada tahun 2016. Pada Agustus 2006, China telah mengumumkan rencana
untuk menggunakan dana 800 milyar yuan(sekitar 100 juta USD) untuk sepuluh tahun ke
depan untuk mempelajari secara mendalam mengenai gas hidrat. Cadangan dengan potensi
ekonomi

besar

meter(3.510

12

di

Teluk

Meksiko

cu ft)

gas.

Peneiliti

diperkirakan
dari

institut

mengandung
Fisika

100

milyar

kubik

Universitas

Bergen

telah

mengembangkan metode injeksi CO2 ke dalam hidrat kemudian membalik prosesnya,


sehingga menghasilkan CH4 melalui pertukaran langsung. Metode yang dikembangkan oleh
Universitas Bergen ini telah diuji di lapangan oleh Conoco Philips dan JOGMEC(Japan Oil, Gas
and Metal National Corporation), dan secara parsial didanai oleh Departemen Energi
Amerika Serikat.
Di Indonesia sendiri potensi gas hidrat telah mulai dilirik oleh berbagai intansi terkait.
Beberapa sumber menyatakan bahwa survey seismik yang dilakukan oleh Pertamina telah
menunjukkan indikasi adanya gas hidrat di sejumlah perairan Indonesia, dengan potensi
mencapai 3.000 TCF. Namun tentu saja prediksi harus dikaji terus hingga sampai pada
identisikasi cadangan gas yang benar-benar terukur. Potensi gas hidrat ditengarai tersebar
di pelosok Nusantara antara lain di perairan Sumatra Utara bagian barat, Selat Sunda, Selat
Makasar, perairan sebelah utara Manado, serta perairan Maluku dan Papua(mengutip
pernyataan Specialist Fosil Energy Upstream Technology Centre (UTC) PT Pertamina
(Persero), Alfian Usman). Jika Indonesia dapat memanfaatkan potensi gas hidrat yang
dimiliknya ini, niscaya pemenuhan kebutuhan energi secara mandiri tidak lagi hanya
menjadi isapan jempol semata.

Sumber:
US Geological Survey, Gas hydrate: What is it?, accessed 27 September 2014.
Geological Survey of Canada, Mallik 2002. Natural Resources Canada. 2007-12-20.
Retrieved 2013-03-21.
http://www.dunia-energi.com/indonesia-miliki-potensi-gas-hidrat-3-000-miliar-kaki-kubik/ ,
accesed 28 September 2014
Matsumoto, R.; Watanabe, Y., Satoh, M., Okada, H., Hiroki, Y., Kawasaki, M., and ODP Leg 164
Shipboard Scientific Party (1996). Distribution and occurrence of marine gas hydrates
preliminary results of ODP Leg 164: Blake Ridge Drilling. J. Geol. Soc. Japan 102 (11): 932
944. doi:10.5575/geosoc.102.932.

Kawah ini menjadi topik hangat di kalangan pengguna internet sejak kemunculannya di
Daerah Otonom Yamalo-Nenets (YNAO). Namun para ilmuwan menilai kawah itu terbentuk
akibat terjadinya degradasi serius pada permafrost (tanah beku).
Hingga saat ini, baru dasar Laut Arktik yang bisa dianalogikan menyerupai kawah misterius
itu. Namun, Doktor Teknik Geofisika dari Lembaga penelitian negara Oil and Gas Research
Institute Russian Academy of Sciences (OGRI RAS) Vasiliy Bogoyavlenkiy menjelaskan bahwa
hal itu perlu diteliti lebih dalam. Selama belum ada penelitian fundamental terkait fenomena
tersebut, maka para ilmuwan pun tak bisa menjelaskan penyebab terciptanya kawah
tersebut dan di mana kawah itu bisa muncul kembali.
Jika benar kawah misterius itu serupa dengan kawah-kawah di dasar Laut Kara, Pechora,
Barents dan laut lain (dalam ilmu geologi dinamakanpockmarks), kawah itu kemungkinan
terbentuk akibat erupsi gas bumi dan merupakan ancaman yang berbahaya.

Gua es Kungur adalah salah satu gua karst terbesar di Rusia yang terletak di desa
Filippovka, 100 kilometer di luar kota Perm. Sumber: Igor Kataev/RIA Novosti
Pockmarks di laut dapat menyebabkan karamnya kapal, dan itu sudah terjadi berkali-kali di
seluruh dunia. Pada 1995, kapal Rusia Bavenit hampir saja karam di Laut Pechora akibat
letusan

gelembung

gas

bumi

saat

melakukan

pemboran

survei

dangkal,

kata

Bogoyavlenskiy.
Dasar laut tersebut memiliki struktur geologi yang sama dengan Semenanjung Yamal,
namun bedanya Semenanjung Yamal ditutupi oleh lapisan tebal permafrost yang tidak ada
di laut-laut utara.
Sekitar 10-15 ribu tahun lalu, sebagian besar dasar Laut Arktik saat ini adalah dataran
batuan permafrost. Hamparan laut tersebut dulunya tertutup oleh gletser tebal dan sampai
sekarang masih dapat diamati di Greenland, terang Goroyavlenskiy.
Goroyavlenskiy menjelaskan, kini sebagian besar zona paleopermafrost di Laut Barents dan
Kara sudah mencair. Permafrost yang tidak mencair berada di sekitar pesisir pantai. Masih
ada hamparan permafrost di Laut Kara, namun hamparan tersebut sudah mulai mengalami
degradasi, kata Goroyavlenskiy.

Fenomena munculnya ratusan dan ribuan pockmarks di dasar-dasar laut menandakan


bahwa proses degradasi permafrost lebih lanjut dapat menyebabkan munculnya kawahkawah baru di muka bumi.
Permafrost, Penutup Seperempat Dataran Dunia
Permafrost adalah lapisan tanah atau batuan yang berada pada suhu di bawah 0 o Celcius
dalam waktu lama, mulai dari dua tahun hingga beberapa ribu tahun. Air bawah tanah di
zona permafrost berbentuk es dan terkadang terdapat di kedalaman lebih dari 1.000 meter.

Kawah Misterius di Yamal, Pemanasan Global atau Markas Alien? Berdasarkan data
dari berbagai sumber,permafrost menutupi seperempat dataran tanah dunia. Menurut data
dari

lembaga

penelitian

Institut

Kriosfer

Bumi Russian

Academy

of

Sciences, permafrostmenutupi 70 persen wilayah Rusia atau sekitar 12 juta kilometer


persegi. Dalam sepuluh tahun terakhir, luas wilayah tersebut tidak berubah.
Permafrost merupakan tempat penyimpanan raksasa gas rumah kaca, khususnya metan
yang sebenarnya merupakan komponen gas utama yang menyebabkan pemanasan global
atmosfer bumi, bukannya CO2 seperti yang diketahui orang-orang selama ini.
Selain Rusia, permafrostterdapat di bagian utara Alaska, Kanada, Eropa, Asia, pulau-pulau
Samudera Arktik, dan Antartika. Permafrost juga ada di daerah pegunungan Afrika. Hanya
Benua Australia yang tidak memiliki permafrost.
Permafrost menempati dataran yang luas di bumi ini, maka proses pencairan, degradasi,
serta proses lain akan memberikan dampak langsung yang besar pada iklim dunia.
Berdasarkan prediksi para ahli PBB, fenomena ini dapat membuat permukaan laut dunia
naik sebesar satu meter di abad ini.

Hal tersebut akan mengaibatkan banyak negara-negara pulau atau kepulauan yang
tenggelam. Beberapa wilayah negara Eropa, tempat peristirahatan musim dingin di Swiss,
Prancis dan Italia bisa menghilang akibat pencairan salju global.
Kemunculan Danau
Marina Leybman, Doktor Teknik Geologi Mineralogi Institut Kriosfer Bumi Russian Academy of
Sciences Siberia mendukung pendapat yang menyatakan bahwa kawah terbentuk akibat gas
alam. Peneliti permafrostdengan pengalaman lebih dari 40 tahun ini merupakan salah satu
orang yang pertama kali datang mendekati kawah misterius dekat Bovakenkovo, salah satu
lapangan gas raksasa di Rusia.
Saya sangat terkejut tempat tersebut sama sekali belum tersentuh oleh aktivitas manusia.
Awalnya saya pikir kawah tersebut merupakan hasil kecelakaan saat kegiatan eksplorasi
lapangan gas bumi, ujar Leybman pada RBTH.
Para ilmuwan tidak mau mengambil risiko untuk masuk ke dalam kawah tersebut, karena
risiko runtuhnya kawah terlalu tinggi. Namun, mereka menurunkan sebuah video kamera ke
dasar kawah itu.
Kawah misterius di Semenanjung Yamal, Rusia. Sumber: Siberian Times/YouTube
Di dasar kawah terdapat danau kecil dari air keruh. Suhu sekitar kawah cukup hangat,
sedangkan dinding di dalam kawah masih membeku, sehingga air tercampur lempung
merambat turun melalui dinding dan terakumulasi di dasar.
Leybam memperkirakan kawah itu dapat terisi penuh dan berubah menjadi danau dalam
waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Ia berpendapat lokasi kemunculan kawah
berhubungan dengan jenis batuan yang berada dekat permukaan, tergantung dari litologi
geologi, kandungan gas di pori batuan dan jumlah kandungan es. Menurut sang ilmuwan,
tingginya kandungan es yang berat jenisnya dua kali lebih ringan dari berat jenis batuan
tersebut menyebabkan terjadinya proses daur ulang batuan di kerak atau permukaan bumi.
Perlu es dalam jumlah yang sangat banyak hingga proses tersebut terjadi di zona yang
berpotensi mengakumulasi gas, tempat gelombang panas dapat merambat sampai ke sana.
Gelombang panas menembus masuk batuan seiring berjalannya waktu. Proses pemanasan
hingga kedalaman 100 meter dapat berlangsung selama puluhan tahun, kata Leybam.

Menurut Leybam, menjelang tahun 2012 perambatan panas sudah mencapai 20 meter di
bawah tanah. Di lokasi terbentuknya kawah di permukaan bumi, telah terjadi pencairan
sebesar 73 sentimeter, kata Leybam.
Kawah serupa juga muncul di Semenanjung Taymyr dan ada teori yang memprediksi
fenomena itu akan terjadi di Chukotka. Leybam memprediksi kawah-kawah baru tidak akan
muncul di daerah yang lebih selatan dari lokasi kawah di Yamal. Puluhan ribu tahun lalu
suhu

udara

lebih

hangat

dibanding

sekarang,

oleh

sebab

itu

di

daerah

selatanpermafrost sudah mencair, tidak berbentuk hamparan dataran melainkan pulau dan
berujung di lembah-lembah sungai dan di bawah danau dalam. Gas metan sudah terlepas
jauh sebelumnya, sehingga gas tidak butuh menembuspermafrost lagi karena gas dapat
keluar melalui batuan di luar permafrost, terang Leybam.

http://indonesia.rbth.com/discover_russia/2014/08/06/kawah_misterius_di_rusia_mirip_kawah
_dasar_laut_arktik_24651.html

http://ipa.arcticportal.org/resources/what-is-permafrost.html

PERMAFROST DISTRIBUTION

Permafrost is defined as ground (soil or rock and included ice


or organic material) that remains at or below 0C for at least two consecutive years. Lowland
permafrost regions are traditionally divided into several zones based on estimated
geographic continuity in the landscape. A typical classification recognizes continuous
permafrost (underlying 90-100% of the landscape); discontinuous permafrost (50-90%); and
sporadic permafrost (0-50%). In the Northern Hemisphere, regions in which permafrost
occurs occupy approximately 25% (23 million km) of the land area. In the discontinuous and
sporadic zones permafrost distribution is complex and patchy, and permafrost-free terrain is
common. The thickness of permafrost varies from less than one meter to more than 1500
meters.
Most of the permafrost existing today formed during cold glacial periods, and has persisted
through warmer interglacial periods, including the Holocene (last 10,000 years). Some
relatively shallow permafrost (30 to 70 meters) formed during the second part of the
Holocene (last 6,000 years) and some during the Little Ice Age (from 400 to 150 years ago).
In continental interiors permafrost temperatures at the boundaries between continuous and
discontinuous are generally about -5C corresponding roughly with the -8C mean annual air
temperature. Permafrost in mid- and low- latitude mountains is warm and its distribution is
closely related to characteristics of the land surface, such slope gradient and orientation,
vegetation

patterns,

and

snow

cover.

Subsea permafrost occurs close to 0C over large areas of the Arctic continental shelf, where

it formed during the last glacial period on the exposed shelf landscapes. Permafrost is
geographically continuous beneath the ice-free regions of the Antarctic continent and also
occurs beneath areas in which the ice sheet is frozen to its bed.
RECENT CHANGES
Permafrost can be used as a paleothermometerfluctuations of air temperature from the
late 19th and 20th centuries can be obtained by measuring temperature in deep
permafrost boreholes. Warming since the late 1960s has been observed in permafrost
temperature profiles from many locations. Over the past several decades, permafrost
temperature have generally warmed in lowlands and mountains; exceptions are in some
newly exposed drained lake basins and aggrading shorelines where permafrost is forming.
Thawing of permafrost has been observed in many lowland and mountain locations in recent
decadesmuch of the evidence is indirect, and is based on changes in forest and tundra
vegetation, differential subsidence of the ground surface, and loss of lakes. Increases
in active-layer thickness have been observed in warm summers (for western North America;
1989, 1998, 2004), resulting in increased slope failures, ground subsidence in ice-rich
terrain, increased lake drainage. At regional and global scales, changes in permafrost zonal
boundaries are difficult to identify due to 3-dimensional irregularities in permafrost
distribution. Degradation of permafrost and changes in its distribution are associated with
increased formation of taliks. Open taliks penetrate through the permafrost and closed
taliks or thawed depressions occur under deep lakes and rivers.
21TH CENTURY CHANGES
Changes in zonal permafrost boundaries modeled using climate-change scenarios are
usually based on predictions of increased active-layer thickness and temperature changes at
relatively shallow permafrost depths, not on the complete disappearance of permafrost.
Warm permafrost degrades from both the top and bottom, increasing the extent of talik
formation. The southern limit of permafrost moves northward in an irregular pattern, and is
governed by localized factors that include peatland distribution, soil moisture, vegetation
patterns, and snow cover. Movements of the boundary between the sporadic and
discontinuous permafrost zones are largely governed by the development and extent of
open taliks. In areas of ice-rich permafrost, the southern boundary of the continuous
permafrost zone remains relatively stable as complete disappearance of permafrost may
take centuries to millennia, making it difficult to determine geographic changes except
where permafrost is thin. Rapid coastal erosion, although sustained by storms and related
wave intensity, is highly dependent on the amount and type of ground ice. Changes in

permafrost distribution predicted by models require extensive field- or remote-sensed based


verification over extended time periods (snapshots of permafrost temperature over decadal
intervals). Monitoring of the thermal state of permafrost (TSP) at the global scale is required
to understand hydrologic connections, future changes in permafrost distribution, and to
serve as validation global and regional models. The International Polar Year (IPY) can leave a
legacy for the understanding of permafrost dynamics through the IPA international
observational networks (see www.ipy.org and projects 33, 50 and 90).

You might also like