You are on page 1of 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan bahan selain obat yang mengandung zatzat gizi dan atau unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi
zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukan ke dalam tubuh.
Makanan yang baik berasal dari bahan makanan yang berkualitas baik.
(Almatsier, 2001). Dalam kegiatan penyelenggaraan makan, makanan
yang berkualitas baik bisa didapat jika perencanaan kebutuhan bahan
makanan telah dilakukan dengan baik. (Mukrie, 1990).
Manajemen penyelenggaraan institusi adalah serangkaian
kegiatan yang bersatu dari sistem yang terdiri dari beberapa sub
sistem

perencanaan

menu

disamping

evaluasi

dalam

rangka

penyediaan makan untuk kelompok masyarakat di sebuah institusi.


Selain untuk memenuhi kebutuhan gizi, penyelenggaraan makanan
bertujuan untuk menyediakan makanan yang sesuai baik dari segi
mutu, jenis maupun jumlahnya. ( Depkes RI, 2006).
Setiap

proses

dalam

penyelenggaraan

makanan

sangat

mempengaruhi jumlah dan standar porsi yang akan dihasilkan.


Pembelian bahan makanan harus benar, menurut Suyatno (2010),
pembelian bahan makanan harus disesuaikan dengan menu, jumlah
dan standar porsi yang direncanakan. Selain itu, penyimpanan bahan
makanan, proses, persiapan, pemasakan dan penyajian harus benar
agar tidak mengurangi jumlah bahan makanan yang digunakan.
Salah satu hal penting dalam penyelenggaraan makanan yaitu
jumlah bahan makanan dan standar porsi yang dihasilkan, hal ini
dikarenakan jumlah bahan makanan berpengaruh terhadap standar
porsi yang dihasilkan. Jumlah bahan makanan harus ditetapkan secara

teliti

agar

didapat

standar

porsi

sesuai

dengan

yang

telah

direncanakan sebelumnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien


(Mukrie, 1990).
Menurut Muchatob (2001), standar porsi dapat diartikan sebagai
banyaknya makanan yang disajikan dan ukuran porsi untuk setiap
individu. Dalam suatu penyelenggaraan makanan, standar porsi sangat
berkaitan dengan perhitungan kebutuhan bahan makanan dan
perencanaan standar porsi. Pengawasan standar porsi dibutuhkan
untuk mempertahankan kwalitas suatu makanan yang dihasilkan. Hal
ini tentu akan mempengaruhi terpenuhinya kebutuhan gizi seseorang.
Standar porsi juga akan sangat mempengaruhi terhadap nilai gizi
setiap hidangan (Puckett, 2004).
Mabes TNI-AD telah menetapkan angka kecukupan energi bagi
prajurit adalah sebesar 3000 kalori/hari. Angka kecukupan energi ini
jauh lebih besar bila dibandingkan dengan angka kecukupan gizi
mayarakat umumnya. Hal ini dikarenakan prajurit TNI-AD banyak
melakukan kegiatan dilapangan yang membutuhkan tenaga ekstra
yang secara langsung mempengaruhi kebutuhan asupan energi.
Berdasarkan hasil survey awal, pada penyelenggaraan makan
di Pusat pendidikan Artileri Medan (PUSDIK ARMED) dikelola oleh
perwira di bidang kesehatan dan dikepalai oleh seorang baurmak
(kepala dapur). Dalam proses penyelenggaraan makan ditetapkan
siklus menu 7 hari. jumlah konsumen yang dilayani sebanyak 180
siswa dengan anggaran sebesar Rp.24.000/siswa untuk 3x makan
dalam sehari. Pihak institusi menetapkan pelayanan makan sesuai
jumlah siswa yang sedang menjalani masa pendidikan, dalam
pelaksanaannya konsumen termasuk petugas dapur dan pegawai
lainnya mendapat makan yang sama seperti siswa sehingga jumlah
porsi menjadi tidak sesuai dengan perencanaan.
PUSDIK ARMED telah menetapkan standar porsi untuk setiap
hidangan. Alat pemorsian yang digunakan belum distandarisasi sesuai

dengan

standar

porsi

yang

telah

ditentukan.

Hal

ini

dapat

menyebabkan ketidaksesuaian standar porsi yang dihasilkan dengan


standar porsi yang telah direncanakan sehingga konsumsi siswa tidak
terpenuhi sesuai kebutuhan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Aidha (2009) di
SESKO-AU, dari 19 sampel terdapat 7 sampel (36,8%) jumlah bahan
makanan dengan kategori kurang dan penelitian terhadap standar
porsi hidangan 9 sampel (47,4%) hidangan termasuk kategori kurang.
Oleh karena itu peneliti ingin meneliti hubungan antara jumlah
bahan makanan yang diproduksi dengan standar porsi yang dihasilkan
pada penyelenggaraan makan di PUSDIK ARMED Cimahi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik
untuk mengetahui Apakah ada hubungan antara jumlah bahan
makanan yang diproduksi dengan standar porsi yang dihasilkan
pada penyelenggaraan makanan siang di pusat pendidikan artileri
medan (PUSDIK ARMED) Cimahi?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara jumlah bahan makanan yang diproduksi dengan
standar porsi yang dihasilkan pada penyelenggaraan makan
siang di PUSDIK ARMED Cimahi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umum PUSDIK ARMED Cimahi
meliputi

struktur

organisasi,

tenaga

pembina

dan

pendidik, jumlah dan golongan umur peserta didik, jenis


kegiatan yang dijalani oleh peserta didik

2. Mengetahui

gambaran

sistem

penyelenggaraan

makanan meliputi perencanaan (biaya makan siswa,


jenis bahan makanan, jumlah konsumen, standar makan,
pola makan, macam menu, pola menu, siklus menu),
proses produksi, , pengadaan (cara pembelian bahan
makanan, standar porsi, format pengadaan bahan
makanan) dan pengolahan (alat memasak dan alat
pemorsian, jumlah sumber daya manusia (SDM) dan juru
masak) serta evaluasi (jumlah porsi) di PUSDIK ARMED
Cimahi
3. Mengetahui jumlah bahan makanan yang diproduksi
pada penyelenggaraan makan siang di PUSDIK ARMED
Cimahi
4. Mengetahui

standar

porsi

yang

dihasilkan

pada

penyelenggaraan makan siang di PUSDIK ARMED


Cimahi
5. Menganalisa hubungan antara jumlah bahan makanan
yang diproduksi dengan standar porsi yang dihasilkan
pada penyelenggaraan makanan di PUSDIK ARMED
Cimahi

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang

lingkup

penelitian

ini

meliputi

manajemen

penyelenggaraan makanan di PUSDIK ARMED Cimahi

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
ilmu peneliti serta sebagai sarana dalam penerapan ilmu
yang diperoleh selama proses pembelajaran. Sehingga
peneliti

mampu

mengembangkan

potensi

diri

dalam

penelitian-penelitian selanjutnya dan juga merupakan bekal


untuk menempuh dunia kerja yang luas.
1.5.2 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
seluas-luasnya mengenai jumlah dan mutu bahan makanan
dan hubungannya dengan jumlah dan standar porsi yang
dihasilkan sehingga menjadi acuan untuk meningkatkan
kualitas makanan yang dihasilkan
1.5.3 Bagi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bandung
Hasil dari penelitian ini sangat diharapakan mampu dijadikan
sumber informasi dan literatur bagi mahasiswa

1.6 Keterbatasan Penelitian


1.6.1 Peneliti tidak dapat melakukan intervensi terhadap apa yang
telah direncanakan oleh institusi
1.6.2 Penilaian

dilakukan

hanya

dari

segi

kuantitas

saja

sedangkan faktor yang mempengaruhi kualitas bahan


makanan tidak dinilai

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaaan Makanan Institusi


Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang
merupakan suatu sistem mencakup kegiatan atau sub sistem
penyusunan

anggaran

belanja

makanan,

perencanaan

menu,

pembuatan taksiran bahan makanan, penyediaan atau pembelian


bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan
makanan, persiapan dan pemasakan bahan makanan, penilaian dan
distribusi makanan, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi yang
dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok
masyarakat di institusi. (Depkes RI,2006).
Tujuan umum penyelenggaraan makanan institusi adalah
tersedianya makanan yang memuaskan bagi klien dengan manfaat
setinggi-tingginya bagi institusi. Secara khusus institusi dituntut untuk :
a. Menghasilkan makanan dengan kualitas baik, dipersiapkan dan
dimasak dengan layak.
b. Pelayanan cepat dan menyenangkan
c. Menu seimbang dan bervariasi
d. Harga layak, serasi dengan pelayanan yang diberikan
e. Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi (Mukrie, 1990)
1. Makanan yang baik
Makanan yang baik berasal dari bahan makanan yang
berkualitas baik. Berarti pembelian bahan makanan harus
benar dan penyimpanan yang tepat
2. Pelayanan cepat dan menyenangkan
3. Menu seimbang dan bervariasi

4. Harga layak
5. Fasilitas cukup
6. Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi
2.2 Klasifikasi Pelayanan Gizi Institusi
Macam pelayanan gizi institusi berdasarkan klasifikasinya dapat
dibagi menjadi :
1. Pelayanan gizi institusi industri (tenaga kerja)
Pelayanan gizi ini lebih dikenal dengan pelayanan gizi untuk
pekerja, termasuk golongan pabrik, perusahaan industri kecil diatas
100 orang karyawan.
2. Pelayanan gizi institusi sosial
Pelayanan gizi institusi sosial adalah pelayanan gizi yang dilakukan
oleh pemerintah atau swasta yang berdasarkan azas sosial dan
bantuan. Seperti, panti asuhan, panti jompo, dll.
3. Pelayanan gizi institusi asrama
Pelayanan gizi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat golongan tertentu yang tinggal di asrama pelajar,
mahasiswa, ABRI, kursus, dan sebagainya.
4. Pelayanan gizi institusi sekolah
Pelayanan gizi yang dipersiapkan untuk memberikan makanan bagi
anak sekolah, selama berada di sekolah, baik sekolah pemerintah
maupun swasta.
5. Pelayanan gizi institusi rumah sakit
Pelayanan gizi institusi rumah sakit diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan gizi dalam keadaan sakit atau sehat selama
mendapat perawatan.

6. Pelayanan gizi institusi komersial


Pelayanan gizi institusi komersial dipersiapkan untuk melayani
kebutuhan

masyarakat

yang

makan

diluar

rumah,

dengan

mempertimbangkan aspek pelayanan dan kebutuhan konsumen.


7. Pelayanan gizi institusi khusus
Bentuk atau macam pelayanan gizi bagi kelompok khusus adalah
pelayanan gizi yang diberikan bagi masyarakat di pusat latihan
olahraga, asrama haji, narapidana, dan lain-lain.
8. Pelayanan gizi untuk keadaan darurat
Dalam keadaan darurat, bila diperlukan diselenggarakan makanan
massal untuk korban bencana alam. Makanan matang dipersiapkan
untuk jangka waktu relatif singkat, selanjutnya pemberian makanan
mentah hingga saat bencana tidak membahayakan lagi.

2.2.1 Pelayanan Gizi Institusi Asrama


Asrama dalam pelayanan gizi ini adalah tempat atau
wadah yang diorganisir sekelompok masyarakat tertentu, yang
mendapat pelayanan makanan secara kontinyu. Pendirian
asrama dan penyediaan pelayanan makanan bagi penghuni
asrama, didasarkan atas kebutuhan masyarakat yang oleh
sesuatu kepentingan harus berada ditempat lain dalam rangka
tugasnya.
Asrama pada umumnya menampung masyarakat dari
berbagai golongan usia yang memerlukan perlindungan baik
bagi mereka yang termasuk golongan lemah ataupun yang
membutuhkan tempat yang praktis untuk kegiatannya.
Makanan untuk asrama memiliki ciri khusus seperti :
1. Dikelola oleh pemerintah ataupun peran serta masyarakat.
2. Standar gizi disesuaikan menurut kebutuhan golongan yang
diasramakan serta disesuaikan dengan sumber daya yang
ada

3. Melayani berbagai golongan umur ataupun sekelompok usia


tertentu
4. Dapat
institusi,

bersifat
bila

komersial,
dipandang

memeperhitungkan
perlu

dan

terletak

laba-rugi
ditengah

perdagangan atau kota.


5. Frekwensi makan 2-3 kali sehari, dengan atau tanpa maknan
selingan
6. Jumlah yang dilayani tetap
7. Macam pelayanan makanan tergantung peraturan asrama
8. Tujuan

penyediaan

makanan

lebih

diarahkan

untuk

pencapaian status kesehatan penghuni


Dalam pelayanan makanan asrama, adanya kontinyuitas
pelaksanaan merupakan faktor yang penting. Standar makanan
tergantung dari kelompok masyarakat yang berada di asrama
tersebut (Mukrie, 1990).

2.2.2 Penyelenggaraan Makanan Asrama Di Institusi Militer


Khusus untuk asrama atlit, angkatan bersenjata, dimana
kegiatan mereka dikategorikan sebagai pekerjaan ringan,
sedang ataupun berat, maka dibutuhkan pengaturan menu
yang tepat agar dapat diciptakan makanan dalam volume kecil
tetapi memenuhi kecukupan gizi mereka (Mukrie, 1990).
Penyelenggaraan makanan asrama di institusi militer
dilaksanakan dengan tujuan agar seluruh prajurit anggota
satuan mendapatkan konsumsi makanan yang mencukupi
kebutuhan gizi dan terhindar dari bahaya keracunan makanan
maupun

penularan

penyakit

melalui

makanan

serta

meningkatkan

moril

prajurit

dengan

dampak

akhir

meningkatnya

kinerja

prajurit

kesatuan,

sehingga

tugas

10

pokonya dapat dilaksanakn dengan baik dan sempurna (Mabes


TNI AD Direktorat Kesehatan, 2003).

2.3 Kegiatan Pengadaan Bahan Makanan


Kegiatan pengadaan bahan makanan adalah suatu proses
kegiatan

yang

mencakup

perencanaan

belanja

makanan,

perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,


penyediaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan
makanan, persiapan, pengolahan, penyaluran makanan serta
pencatatan dan pelaporan (Depkes RI, 2006).
Tujuan dari kegiatan pengadaan bahan makanan adalah
untuk menyediakan makanan yang sesuai dengan rencana
kebutuhan baik mutu, jenis maupun jumlahnya (Depkes RI, 2006).
2.3.1 Perencanaan Anggaran Belanja
Perencanaan

anggaran

belanja

diperlukan

untuk

pengadaan bahan makanan yang bertujuan agar tersedianya


usulan anggaran yang cukup untuk bahan makanan sesuai
ketentuan standar gizi yang ditetapkan. Waktu yang
diperlukan untuk menyusun anggaran belanja makanan
antara 6-9 bulan sebelum tahun anggaran baru. (Depkes RI,
2003).

2.3.2 Perencanaan Menu


Menu adalah susunan hidangan atau masakan yang
disajikan pada waktu makan (Maryati, 2000). Perencanaan
menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan
yang akan diolah dalam variasi yang serasi untuk memenuhi
selera konsumen serta memenuhi kebutuhan gizi yang
seimbang (Anderson, 1991)

11

Tujuan perencanaan menu agar tersedianya siklus


menu dan pedoman menu untuk klien (Depkes RI, 2006).
Secara garis besar langkah-langkah dalam perencanaan
menu adalah sebagai berikut:
a. Membentuk tim panitia kerja untuk menyusun menu. Tim
tersebut

terdiri

dari

pihak

penyelenggara,

bagian

kesejahteraan, ahli gizi dan karyawan.


b. Mengumpulkan dat mengenai:
1. Standar

zat

gizi

yang

telah

ditetapkan

oleh

perusahaan atau rumah sakit


2. Macam dan jumlah konsumen
3. Hidangan yang digemari
4. Macam dan jumlah tenaga pemasak
5. Macam dan jumlah peralatan
6. Kemungkinan dana yang tersedia
c. Menentukan macam menu
d. Menentukan pola menu
e. Menentukan tipe menu yang diinginkan
Tipe menu yang diinginkan:
1. Menu standar adalah menu baku yang disusun sesuai
dengan dana dalam beberapa hari.
2. Menu pilihan memuat dua atau lebih pilihan hidangan
di setiap macam menu yang tersedia, berupa nomornomor

variasi

pelayanan

pilihan

dan

makanannya,

perbedaan

konsumen

macam

mempunyai

pilihan sesuai keinginannya.


f. Menetapkan siklus menu atau putaran menu yang akan
direncanakan misalnya siklus menu 5 hari, 7 hari dan 0
hari. Siklus menu yang lebih lama akan mencegah
terjadinya pengulangan penggunaan bahan makanan
atau jenis hidangan pada menu yang terlalu dekat.

12

g. Menetapkan waktu dan penggunaan siklus menu yang


telah disusun apakah akan digunakan untuk 3 bulan, 6
bulan, atau 12 bulan (1 tahun).
h. Menentukan standar makanan berdasarkan kecukupan
gizi yang ada. Menetapkan pola menu dan standar porsi
berdasarkan standar makanan yang ada.
i.

Menetapkan pedoman menu.


Pedoman menu dibuat berdasarkan standar porsi yang
telah disusun. Pedoman berisi rincian dan jumlah berat
bahan makanan dalam berat kotor.

j.

Menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan


dalam satu siklus menu dan menetapkan penggunaan
jenis bahan makanan.

k. Membuat master menu (format menu).


Membuat master menu kasar berupa daftar hidangan
yang memuat bahan makanannya saja. Tujuannya agar
penyebaran penggunaan bahan makanan secara merata
dan menghindari terjadinya pengulangan bahan makanan
yang akan menimbulkan kebosanan.
l.

Membuat inventarisasi menu yaitu mengumpulkan namanama masakan dari berbagai bahan makanan sehingga
akan ada variasi hidangan dalam penyusunan menu.

m. Menyusun menu yang baik dan bervariasi berdasarkan


inventarisasi yang ada selama siklus menu yang
digunakan.
Adapun perencanaan menu yang baik berfungsi untuk :
a. Memudahkan pelaksana dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari
b. Dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi
esensial yang dibutuhkan tubuh
c. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diukur

13

d. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia


e. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan
sehemat mungkin (Mukrie, 1990).

2.3.3 Perencanaan dan Perhitungan Kebutuhan Makanan


Perencanaan kebutuhan makanan adalah proses
untuk menentukan jumlah, macam dan mutu bahan
makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu dalam
rangka melaksanakan kegiatan pengadaan makanan yang
bertujuan agar tersedianya taksiran kebutuhan bahan
makanan dalam kurun waktu tertentu (Depkes RI, 2006).
Perhitungan

kebutuhan

bahan

makanan

adalah

kegiatan penyusunan kebutuhan bahan makanan yang


diperlukan untuk pengadaan bahan makanan sesuai dengan
hidangan yang akan disajikan. Kegiatan ini bertujuan agar
tercapainya

usulan

anggaran

dan

kebutuhan

bahan

perhitungan

kebutuhan

bahan

makanan untuk klien.


Tahapan

dalam

makanan adalah :
a. Menentukan jumlah klien
b. Menetukan standar porsi tiap bahan makanan dan buat
berat kotor
c. Menghitung berapa kali pemakaian makanan setiap siklus
menu
d. Cara perhitungan menggunakan cara jumlah klien x berat
kotor x frekuensi (Depkes RI, 2003).

2.3.4 Pembelian
Pembelian

bahan

makanan

adalah

proses

penyediaan bahan makanan sesuai macam, jumlah serta


mutu yang telah ditentukan. Sasaran dari pembelian bahan

14

makanan adalah terbentuknya standar kecukupan bahan


makanan, pedoman menu utama (master menu), petunjuk
pelaksanaan menu, standar porsi, sistem penyaluran bahan
makanan (Depkes RI, 2006).
Sebelum melakukan pembelian sebaiknya disusun
ketentuan atau syarat-syarat terhadap kualitas bahan
makanan agar didapat barang dengan mutu dan jumlah
yang tepat (Maryati, 2000).
Ada 2 metoda pembelian bahan makanan, yaitu :
1. Pembelian tidak resmi
Metoda pembelian ini biasanya untuk mencapai
kesepakatan

hanya

menggunakan

negosiasi

secara lisan, pembeli dan penjual langsung


bertemu di tempat penjualan atau bisa juga
melalui telepon.
2. Pembelian resmi
Pembelian resmi sering disebut juga dengan
pembelian

kompetitif

dimana

ada

prosedur-

prosedur yang harus dipenuhi jika terlibat dalam


pembelian ini (Puckett, 2004)

2.3.5 Penerimaan
Dalam

penyelenggaraan

makan

telah

ditetapkan

prosedur kerja dan prosedur ketetapan, termasuk saat


penerimaan bahan makanan. Penerimaan bahan makanan
adalah

suatu

proses

kegiatan

memeriksa,

meneliti,

mencatat, memutuskan dan melaporkan waktu penerimaan


makanan, macam dan jumlah serta spesifikasi bahan
makanan yang telah disepakati agar diterima sesuai waktu
dan jadwal permintaan pesanan (Depkes RI, 2006).

15

2.3.6 Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Makanan


Penyimpanan

bahan

makanan

adalah

proses

kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan


agar setiap waktu diperlukan dapat dilayani secara tepat dan
cepat dengan cara yang efisien (Depkes RI, 2006)
Saat akan membeli bahan makanan dalam jumlah
besar tentu harus dipikirkan dulu tempat penyimpanannya
agar bahan makanan yang dibeli dengan kualitas yang baik
tidak menjadi rusak (Maryati, 2000)
Tujuan dari penyimpanan bahan makanan adalah
untuk mempertahankan kondisi bahan makanan yang
disimpan, tidak menimbulkan kerusakan/ gangguan di
lingkungannya, dan melayani kebutuhan macam dan jumlah
bahan makanan dengan kualitas dan waktu yang sesuai
serta persediaan bahan makanan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup (Depkes RI, 2006)

2.3.7 Persiapan
Persiapan bahan makanan dalah suatu proses
kegiatan dalam rangka mempersiapkan bahan makanan dan
bumbu-bumbu sebelum kegiatan pemasakan. Tujuan dari
proses persiapan adalah tersedianya bahan makanan dan
bumbu-bumbu yang siap untuk dimasak sesuai dengan
resep yang telah ditentukan. Dalam proses persiapan
diharuskan memisahkan antara persiapan masing-masing
bahan makanan, hal ini bertujuan untuk menghindari
kontaminasi antar bahan makanan (Depkes RI, 2006).

16

2.3.8 Pengolahan
Pengolahan

adalah

suatu

proses

mengubah/mengolah bahan makanan mentah menjadi


makanan matang yang bisa dikonsumsi oleh konsumen dan
siap saji untuk meningkatkan cita rasa serta nilai cerna
makanan. Tujuan dari pengolahan bahan makanan adalah
untuk

mengurangi

resiko

kehilangan

zat

gizi

bahan

makanan, meningkatkan nilai cerna dan membebaskan


makanan dari organisme dan zat berbahaya bagi tubuh
(Depkes RI, 2006).

2.3.9 Pendistribusian
Pendistribusian

makanan

adalah

serangkaian

kegiatan penyaluran makanan sesuai jumlah porsi dan jenis


makanan konsumen yang dilayani. Ada dua jenis sistem
pendistribusian, sentralisasi dan desentralisasi.
a. Pendistribusian

dengan

cara

sentralisasi,

yaitu

pendistribusian makanan yang dipusatkan di satu


tempat .
b. Pendistribusian dengan cara desentralisasi yaitu
penyaluran makanan yang tidak dipusatkan,makanan
matang akan diantar ke pantry, di pantry baru akan
diporsikan.
c. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi (Depkes RI,
2006)
Sistem pelayanan makan diantaranya menggunakan
sistem cafeteria, semi cafeteria, ala carte, buffet dan lainlain.

17

2.3.10 Evaluasi
Evaluasi terbagi mejadi 2, yaitu evaluasi eksternal dan
evaluasi internal. Evaluasi eksternal meliputi evaluasi dari
konsumen terhadap hidangan yang disajikan, sedangkan
evaluasi internal meliputi evaluasi terhadap menu, anggaran
belanja,

jumlah

dan

standar

porsi,

kerusakan

dan

kekurangan bahan makanan, tenga kerja, alat yang


digunakan, dan proses dalam menyelenggarakan makan.
Salah satu jenis evaluasi yang dilakukan adalah
evaluasi

terhadap

jumlah

porsi.

Standar

porsi

yang

dihasilkan dalam suatu penyelenggaraan makanan institusi


berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian
bahan makanan (Muchatob, 2001). Evaluasi terhadap besar
porsi

dilakukan

dengan

membandingkan

perencanaan

dalam bentuk standar porsi yang telah ditentukan dengan


besar porsi yang dihasilkan (Pucket, 2004)
Besar

porsi

adalah

banyaknya

makanan

yang

disajikan dan porsi untuk setiap individu sesuai dengan


kebiasaan

makanan.

Dalam

suatu

penyelenggaraan

makanan, besar porsi sangat berkaitan dengan perhitungan


kebutuhan bahan makanan dan perencanaan standar porsi
(Muchatob, 2001)
Kontrol terhadap besar porsi dilakukan dengan
berbagai cara salah satunya dengan menggunakan utensilutensil tertentu seperti sendok, centong, timbangan dan lain
sebagainya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekurangan
atau

kelebihan

dalam

kuantitas

dari

makanan

yang

dihidangkan serta menghindari peningkatan biaya akibat


makanan itu sendiri (Kusdarwati, 2009).
Kontrol

besar porsi juga

dilakukan pada

saat

pengolahan makanan dimana bahan makanan yang telah

18

dipotong dengan ukuran yang tepat sesuai dengan standar


porsi makanan tersebut. Kontrol-kontrol ini merupakan salah
satu bentuk evaluasi terhadap kualitas makanan yang
dihasilkan

pada

penyelenggaraan

makanan

institusi

(Mukrie, 1990).
Pengawasan

besar

porsi

dibutuhkan

untuk

mempertahankan kualitas suatu bahan makanan yang


dihasilkan. Besar porsi hidangan yang disajikan berpengaruh
besar terhadap terpenuhinya kebutuhan gizi seseorang
(Puckett, 2004).
2.4 Standar Makanan
Standar makanan adalah contoh bahan makanan yang akan
digunakan sebagai patokan dalam penyelenggaraan makanan. Dasar
penyusunan bahan makanan bagi konsumen di institusi dijabarkan
dari data perhitungan kecukupan gizi konsumen yang dilayani di
institusi tersebut (Mukrie,1990).
Pada umumnya suatu institusi yang menyediakan makanan
banyak akan menetapkan sejumlah dan untuk biaya makan klien,
sehingga dalam menetapkan kebutuhan bahan makanan bagi institusi
perlu disesuaikan dengan hal-hal berikut:
a. Sumber Daya Institusi
1. Ketetapan anggaran belanja makanan bagi klien
2. Sarana fisik, peralatan dan perlengkapan
3. Prosedur kerja yang ditetapkan
b. Kebiasaan makan klien
1. Geografi
2. Keadaan pasar
3. Kebiasaan masyarakat

19

4. Ketetapan sebagai bahan makanan menurut situasi bahan


makanan setempat (Mukrie, 1990).

2.5 Food Weighing


Food weighing merupakan metode penimbangan makanan
sampel. Responden / petugas menimbang dan mencatat seluruh
makanan yang dikonsumsi selama satu hari. Sisa makanan juga
ditimbang untuk mengetahui konsumsi yang sebenarnya. Biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung tujuan, dana dan tenaga yang
ada (Supariasa, 2002).

Kelebihan penimbangan makanan:


a. Data yang diterima lebih akurat dan teliti;
b. Relatif murah dan lebih sederhana;
c. Dapat dilakukan sendiri oleh responden;
d. Tidak membutuhkan latihan khusus;
e. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit
dan kebiasaan makan (Supariasa, 2002).
Kekurangan penimbangan makanan:
a. Memerlukan waktu lebih lama dan cukup mahal karena perlu
peralatan;
b. Bila dilakukan dalam kurun waktu yang lama, responden dapat
merubah kebiasaan;
c. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil;
d. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden (Supriasa,
2002).

20

BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Dalam

penyelenggaraan

makanan,

standar

porsi

yang

dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya adalah


jumlah bahan makanan yang digunakan, perencanaan jumlah bahan
makanan tergantung dari jumlah konsumen dan standar porsi yang
telah direncanakan institusi.

Jumlah bahan makanan


yang diproduksi

Standar porsi yang


dihasilkan

GAMBAR 3.1
KERANGKA KONSEP
HUBUNGAN ANTARA JUMLAH BAHAN MAKANAN YANG DIPRODUKSI
DENGAN STANDAR PORSI YANG DIHASILKAN PADA
PENYELENGGARAAN MAKANAN SIANG DI PUSAT PENDIDIKAN
ARTILERI MEDAN (PUSDIK ARMED) CIMAHI TAHUN 2011
Keterangan:
1. Variabel independent : Jumlah bahan makanan yang diproduksi
2. Variabel dependent : standar porsi yang dihasilkan

21

3.2 Hipotesis
3.2.1 Ada hubungan antara jumlah bahan makanan yang diproduksi
dengan standar porsi yang dihasilkan

3.3 Definisi Operasional


3.3.1 Jumlah bahan makanan
Adalah banyaknya bahan makanan yang digunakan untuk
diproduksi sesuai dengan satuan berat yang digunakan.
Penilaian dilakukan dengan menimbang jumlah bahan makanan
yang digunakan untuk diproduksi kemudian membandingkan
jumlah bahan makanan yang dipesan dengan jumlah bahan
makanan

yang

digunakan

untuk

diproduksi,

kemudian

dikategorikan.
Kategori :
1. Sesuai, jika jumlah BM yang dipesan

= jumlah BM yang

digunakan untuk diproduksi


2. Tidak Sesuai, jika jumlah BM yang dipesan jumlah BM
yang digunakan untuk diproduksi
Cara ukur : food weighing
Alat ukur : form pemesanan BM dan timbangan
Skala : ordinal

22

3.3.2 Standar porsi


Adalah berat tiap hidangan yang dihasilkan. Penilaian
dilakukan dengan melakukan penimbangan terhadap berat
matang masing-masing hidangan kemudian mempersentasekan
nilai standar porsi yang dihasilkan dengan standar porsi yang
telah didapat. Kemudian membandingkan persentase

dengan

rata-rata persentase yang didapat dan dikategorikan.


Kategori :
1. Baik, jika persentase standar porsi yang dihasilkan mean
persentase standar porsi yang telah ditentukan (95,8%)
2. Kurang, jika persentase standar porsi yang dihasilkan <
mean persentase standar porsi yang telah ditentukan
(95,8%)
cara ukur : food weighing
alat ukur : timbangan digital merk SCA-301 kapasitas 5 kg
dengan ketelitian 0,01 gr
skala : ordinal

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional
karena merupakan salah satu bentuk studi observasional, dimana

23

pada studi ini variabel independent dan variabel dependent diukur


dalam waktu yang bersamaan ( Notoatmodjo, 2005).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 yang bertempat di
Pusat Pendidilkan Artileri Medan (PUSDIK ARMED) Jl. Baros G 151
kota Cimahi.

4.3 Populasi dan sampel


4.3.1 Populasi
Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah
seluruh hidangan berdasarkan menu hidangan yang disajikan
untuk peserta pendidikan (siswa) pada penyelenggaraan makan
siang. Terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, dan buah dalam menu yang telah ditetapkan oleh
institusi PUSDIK ARMED Cimahi.

24

4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah hidangan untuk menu
makan siang yang disajikan untuk peserta pendidikan (siswa)
dan diambil secara simple random sampling. Sampel minimal
yang digunakan, ditentukan dengan memakai rumus :
n=

N
1 + N (d)2

n=

12
1 + 12 (0,05)2

n = 11,65 = 12 sampel
N = besar populasi seluruh hidangan untuk peserta
pendidikan
d = tingkat kepercayaan (95% atau = 0,05)
n = besar sample minimal yang akan diteliti, yaitu
sebesar sample
(Notoatmodjo, 2005)
Teknik pengambilan sample:
a. Sampel diambil menggunakan metode simple random
sampling dengan melakukan pengocokan pada siklus
menu makan siang 7 hari

25

4.4 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data


4.4.1 Jenis Data
a. Data primer
Data primer meliputi :
1. Data jumlah bahan makanan yang digunakan
2. Data standar porsi yang dihasilkan
b. Data sekunder
Data Sekunder meliputi :
1. Mengetahui gambaran umum PUSDIK ARMED Cimahi
meliputi struktur organisasi, jumlah tenaga pembina dan
pendidik, jumlah dan golongan umur peserta didik, jenis
kegiatan yang dijalani oleh peserta didik.
2. Data gambaran umum sistem penyelenggaraan makanan
institusi meliputi perencanaan (standar makan, pola makan,
macam menu, pola menu, siklus menu, biaya makan siswa,
jenis bahan makanan, jumlah konsumen), proses produksi, ,
pengadaan (cara pembelian bahan makanan, standar porsi,
format pengadaan bahan makanan) dan pengolahan (alat
memasak dan alat pemorsian, jumlah sumber daya manusia
(SDM) dan juru masak) serta evaluasi (jumlah porsi) di
PUSDIK ARMED Cimahi.

4.4.2 Cara Pengumpulan Data


a. Data primer
1. Data

jumlah

bahan

makanan

diperoleh

dengan

menimbang bahan makanan yang digunakan untuk


diproduksi kemudian membandingkan jumlah bahan
makanan yang digunakan untuk diproduksi dengan
membandingkan jumlah bahan makanan yang dipesan

26

dengan jumlah bahan makanan yang digunakan untuk


diproduksi, kemudian dikategorikan.
2. Data standar porsi yang dihasilkan diperoleh dengan
melakukan penimbangan terhadap berat matang masingmasing hidangan kemudian mempersentasekan nilai
standar porsi yang dihasilkan dengan standar porsi yang
telah didapat. Kemudian membandingkan persentase
dengan

rata-rata

persentase

yang

didapat

dan

wawancara

dan

dikategorikan.
b. Data sekunder
Data

sekunder

diperoleh

melalui

pengamatan langsung.

4.5 Pengolahan Data dan Analisis Data


4.5.1 Pengolahan data
a. Data mengenai jumlah bahan makanan dikategorikan
menjadi 2 kelompok, yaitu :
Sesuai, jika jumlah BM yang dipesan = jumlah BM yang
digunakan untuk diproduksi
Tidak Sesuai, jika jumlah BM yang dipesan jumlah BM
yang digunakan untuk diproduksi
b. Data mengenai standar porsi yang dihasilkan, dikategorikan
menjadi 2 kelompok, yaitu :
Baik, jika persentase standar porsi yang dihasilkan mean
persentase standar porsi yang telah ditentukan (95,8%)
Kurang, jika persentase standar porsi yang dihasilkan <
mean persentase standar porsi yang telah ditentukan
(95,8%)

27

4.5.2 Analisis data


Analisis data dilakukan menggunakan komputer dengan
program SPSS 13.0 for windows, analisa meliputi :
a. Univariat
Analisa berfungsi untuk melihat frekuensi sampel. Data
yang telah dikategorikan kemudian disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi, meliputi :
1. Mengetahui gambaran umum PUSDIK ARMED Cimahi
meliputi struktur organisasi, jumlah tenaga pembina dan
pendidik, jumlah dan golongan umur peserta didik, jenis
kegiatan yang dijalani oleh peserta didik.
2. Data

gambaran

umum

sistem

penyelenggaraan

makanan institusi meliputi proses, perencanaan (macam


menu, biaya maka siswa, jenis bahan makanan, jumlah
konsumen),

pengadaan

(cara

pembelian

bahan

makanan, standar porsi, format pengadaan bahan


makanan) dan pengolahan) alat memasak dan memorsi,
jumlah SDM dan juru masak) serta evaluasi (jumlah
porsi) di PUSDIK ARMED Cimahi.
3. Data mengenai jumlah bahan makanan yang digunakan
4. Data mengenai standar porsi yang dihasilkan.
Lalu dianalisis secara deskriftif.
b. Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk
Menguji hubungan antara jumlah bahan makanan yang
diterima dengan besar porsi yang dihasilkan, dianalisa
secara statistik dengan uji chi-square pada tingkat
kepercayaan 95% (=0,05)n

Rumus Chi square :

28

Keterangan :
X

: Nilai Chi-Square

:Banyaknya garis ke i yang menunjukan variabel independen

: Banyaknya kolom ke j yang menunjukan variabel dependen

Oij

: Jumlah pengamatan baris ke I kolom ke j

Eij

: Jumlah yang diharapkan (harapan) pada baris ke I dan


kolom ke j

Kriteria uji Chi-Square

P < artinya Ho ditolak


P artinya Ho diterima
= derajat kemaknaan 0,05
Dalam perhitungan Chi-Square ditemukan hubungan antara kedua
faktor memiliki nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20% , maka uji
yang digunakan adalah Uji Fisher Exact Test.
Rumus Uji Fisher Exact Test :
(

) (

) (

Keterangan :
p

= Peluang yang diharapkan

= jumlah total sampel

A+B

= nilai baris ke 1

C+D = nilai baris ke 2


A+C

= nilai kolom ke 1

B+D

= nilai kolom ke 2

Kriteria uji pada Uji Fisher Exact Test :


P < = Ho ditolak
P = Ho diterima

= tingkat kemaknaan 0,05

Tingkat kepercayaan 95%.

) (

29

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum PUSDIK ARMED


Pusat Pendidikan Artileri Medan (PUSDIK ARMED) Cimahi
beralamat di Jl. Baros G.151 Cimahi. PUSDIK ARMED merupakan
institusi militer milik pemerintah. Tugas pokok dari PUSDIK ARMED
yaitu menyelenggarakan pendidikan kemiliteran serta persenjataan
setiap tahunnya. Pendidikan yang diselenggarakan di PUSDIK
ARMED meliputi pendidikan untuk Tamtama, Bintara, dan Perwira.
Pendidikan biasanya berlangsung 2-3 bulan/ tingkatannya. Aktivitas
yang dilakukan oleh peserta didik terbagi menjadi

dua yaitu

pendidikan di dalam kelas dan pendidikan di luar kelas. Pendidikan di


dalam kelas meliputi kegiatan belajar mengajar dan aktivitas di luar
kelas meliputi latihan menembak serta latihan fisik. PUSDIK ARMED
dipimpin oleh seorang komandan (Danpusdikarmed).

5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makan Di PUSDIK ARMED


Kegiatan
menggunakan

penyelenggaraan
sistem

makanan

swakelola

di PUSDIK

dimana

seluruh

ARMED
kegiatan

penyelenggaraan makanan dilakukan oleh pihak PUSDIK ARMED


sendiri. Tujuan dari penyelenggaraan makanan di PUSDIK ARMED
yaitu agar dapat mencukupi kebutuhan gizi peserta didik.
Konsumen yang dilayani adalah peserta didik dan pembina.
Jumlah konsumen yang dilayani tidak tetap bergantung pada jumlah
peserta didik yang sedang melaksanakan pendidikan saat itu. Pada
saat penelitian peserta didik yang sedang menjalani pendidikan yaitu
siswa pendidikan pembentukan bintara (Diktukba) sebanyak 245

30

orang. Biaya makan peserta didik sebesar Rp. 24.000/peserta didik


untuk 3x makan/hari.
Penyelenggaraan makanan dilaksanakan oleh unit bagian dapur
umum yang dikepalai oleh kepala dapur (Baurmak) berpangkat sersan
yang bertugas mengawasi jalannya proses pengolahan hingga
makanan tersebut dihidangkan. Tenaga kerja yang bertugas di dapur
berjumlah 15 orang. Terdiri dari 8 orang yang berlatar belakang
pendidikan militer, 4 orang yang merupakan PNS, dan 3 orang juru
masak honorer. Dalam 1 hari kerja tenaga kerja dibagi menjadi 2 shift,
setiap shift berjumlah 12 orang.
5.2.1 Standar makan
Kebutuhan gizi yang ditetapkan untuk siswa di PUSDIK
ARMED adalah 3800 kalori. Kecukupan gizi untuk peserta didik
ini didapat dari pedoman pengelolaan gizi prajurit TNI AD.
Kebutuhan gizi tersebut sudah disesuaikan dengan standar
kecukupan gizi yang dianjurkan dan aktifitas fisik dimana aktifitas
siswa di PUSDIK ARMED termasuk aktifitas berat.
Tabel 5.1
STANDAR MAKANAN PADA PENYELENGGARAAN MAKAN DI
PUSDIK ARMED
No.

Bahan Makanan

Penukar

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Makanan Pokok
Lauk Hewani
Lauk Nabati
Sayur
Buah
Minyak
Gula
Jumlah

10P
3P
1 P
3P
1P
2P
1P

E
1750
150
112,5
75
50
100
50
2287,5

Nilai Gizi
P
L
40
0
21
6
7,5
4,5
3
0
0
0
0
10
0
0
71,5
20,5

KH
400
0
10,5
15
12
0
12
449,5

Dari data standar makanan di atas, didapat hasil nilai gizi


untuk 1 hari penyelenggaraan makanan yaitu 2287,5 kalori. Hal

31

tersebut menunjukan bahwa nilai gizi hidangan yang dihasilkan


masih belum sesuai dengan kebutuhan gizi prajurit TNI di PUSDIK
ARMED. Standar makan sehari 3000 kalori dapat dilihat pada
lampiran 6.

5.2.2 Menu
Penyelenggaraan

makanan

di

PUSDIK

ARMED

menggunakan siklus menu 7 hari dengan pola makan yaitu


makan pagi, makan siang, snack siang dan makan malam. Menu
dibuat oleh seksi administrasi (simin) bagian kesehatan yang
berlatar belakang pendidikan kesehatan kemudian di berikan
kepada

komandan

detasemen

markas

(Dandema)

serta

koordinasi dengan rekanan yang telah ditunjuk dan Kepala seksi


pengamanan dan operasi (Kasipamops).
Pola menu untuk makan siang merupakan pola menu
lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayuran dan buah. Sedangkan pola menu makan pagi
dan makan malam terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati dan sayur. Setiap kali makan ditambahkan kerupuk dan
sambal. Dari hasil pengambilan data, dalam siklus menu masih
terdapat pengulangan menu, seperti contoh, menu pada hari
pertama dan hari ke-5 menggunakan jenis hidangan yang sama.

5.2.3 Pengadaan bahan makanan


Perencanaan kebutuhan bahan makanan dilakukan setiap
hari oleh kepala dapur. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
ini dibuat berdasarkan menu yang telah disusun oleh simin,
standar makanan dan jumlah klien yang dilayani, termasuk
peserta didik dan pembina sehingga jumlah porsi yang dihasilkan
pada penyelenggaraan makan adalah 280 porsi.

32

Pembelian bahan makanan dilakukan melalui rekanan


yang

telah

menggunakan

ditunjuk
bon

oleh

koperasi

pemesanan

bahan

PUSDIK

ARMED

makanan.

Bon

pemesanan bahan makanan berisi nama bahan makanan,


jumlah bahan makanan, satuan berat dan jumlah bahan
makanan yang dipesan harga. Untuk bahan makanan segar
dilakukan setiap hari, sedangkan untuk bahan makanan kering
dilakukan setiap seminggu sekali. Terkadang ada juga kiriman
bahan makanan dari donatur berupa bahan makanan kering dan
snack.

5.2.4 Pelayanan makanan


Sistem pendistribusian makanan menggunakan sistem
desentralisasi dimana makanan yang sudah matang dibawa ke
ruang makan menggunakan wadah besar kemudian di ruang
makan makanan di porsikan ke dalam wadah yang telah
disediakan lalu disajikan di meja makan. Tidak ada pengawasan
khusus saat pemorsian makanan. Pemorsian dilakukan oleh
petugas di ruang makan yang berjumlah 22 orang terdiri dari 2
orang petugas berlatar belakang militer dan 20 orang honorer
berlatar belakang pendidikan SD dan atau SMP. Alat pemorsi
yang digunakan belum distandarisasi. Hal ini menyebabkan
standar porsi hidangan tidak merata dan tentunya akan
berdampak pada nilai gizi yang dihasilkan menjadi tidak sesuai
kebutuhan.

33

5.3 Gambaran Umum Sampel


Sampel pada penelitian ini adalah hidangan yang digunakan
untuk menu makan siang hari ke-1 sampai hari ke-4 yaitu tanggal 4-7
April 2011, sampel terdiri dari hidangan yang meliputi makanan pokok,
lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Distribusi sampel dapat
dilihat pada table dibawah ini:
TABLE 5. 2
DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KELOMPOK
BAHAN MAKANAN PADA PENYELENGGARAAN MAKAN SIANG
DI PUSDIK ARMED 2011
Kel. BM
Makanan
pokok
Lauk hewani

Lauk nabati

Hidangan

BM

Nasi

Beras

8,3

Rendang daging

Dg. Sapi

Ayam goreng

Dg. Ayam

16,7

16,7

33,3

Tahu goreng

Tahu kuning

Tempe goreng

Tempe

Sayur nangka

Nangka muda
Buncis
kol

Sayur asem

Kol
Kc.panjang

Sayur

Labu siam
Sayur bobor

Bayam
Kangkung
Tauge

Sayur sop

Wortel

makaroni

Kentang
Buncis

34

Makaroni
Buah

Pisang
Jeruk
Semangka

Pisang
Jeruk
Semangka

Jumlah

25

12

100

Berdasarkan tabel di atas menu yang digunakan sudah


memenuhi prinsip gizi seimbang dimana hidangan tersebut terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah.
Hidangan lauk hewani hanya 2 jenis bahan makanan yang
digunakan untuk hidangan makan siang yaitu daging sapi dan daging
ayam. Penggunaan bahan makanan sumber hewani pada menu
makan siang sebaiknya divariasikan dengan bahan makanan yang
digunakan pada menu makan pagi dan makan malam, seperti telur,
ikan, hati ayam.Tekhnik pengolahan untuk lauk hewani masih belum
bervariasi, untuk daging ayam diolah dengan cara digoreng dan
daging sapi diolah dengan pemasakan menggunakan bumbu
rendang. Tekhnik pengolahan dan penghidangan makanan pun dapat
lebih divariasikan dengan dibuat gadon, semur, pepes, atau dengan
ditambah bumbu-bumbu khas Indonesia, seperti, bumbu rujak, bumbu
kuning, sambal goreng.
Penggunaan

bahan

makanan

sumber

nabati

pada

penyelenggaraan di PUSDIK ARMED hanya 2 jenis yang digunakan,


yaitu tahu dan tempe. Masih banyak sumber protein nabati yang
belum digunakan, seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah,
oncom. Bahan makanan sumber protein nabati tersebut dapat
digunakan untuk menambah variasi jenis bahan makanan yang
digunakan. Pengolahan lauk nabati masih belum bervariasi, hidangan
hanya diolah dengan cara digoreng. Hidangan tersebut dapat diolah
dengan cara di tumis bersama sayur, di pepes, atau di buat sup
bersama dengan bahan makanan sumber protein hewani atau sayur.

35

Jenis bahan makanan yang digunakan dan cara pengolahan


sebaiknya bervariasi, karena pemakaian jenis bahan makanan yang
berulang dengan tekhnik pengolahan yang sama kemungkinan besar
akan menyebabkan kebosanan konsumen.
Menurut pendapat Pucket (2004), ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penyusunan menu terutama buah-buahan,
diantaranya buah-buahan yang sangat dipengaruhi oleh iklim keadaan
pasar dan juga akses pengiriman barang.
Buah disajikan pada makan siang saja, dari siklus menu yang
ada, buah yang diteliti ada 3 jenis, yaitu jeruk, semangka, pisang.
Pemilihan 3 jenis buah ini yang digunakan pada siklus menu, karena
buah yang digunakan tidak terlalu dipengaruhi oleh musim, mudah
didapat

dan

harganya

terjangkau.

Selain

itu,

mudah

dalam

penyajiannya, terutama buah pisang dan jeruk. Jenis buah-buahan


yang dapat digunakan sesuai pertimbangan pihak institusi diantaranya
adalah pepaya dan sawo agar hidangan buah-buahan dapat lebih
bervariasi dari segi jenis bahan makanan yang digunakan. Contoh
menu makan siang yang lebih bervariasi dan memenuhi kebutuhan
kalori peserta didik dapat dilihat pada lampiran 8.

5.4 Gambaran Hasil Penilaian Jumlah Bahan Makanan Yang


Digunakan Dalam Proses Produksi Pada Penyelenggaraan Makan
Di PUSDIK ARMED Cimahi
Penilaian jumlah bahan makanan dilakukan dengan menimbang
jumlah bahan makanan yang digunakan untuk diproduksi kemudian
membandingkan jumlah bahan makanan yang dipesan dengan jumlah
bahan makanan yang digunakan untuk diproduksi dan dikategorikan.
Sesuai, jika jumlah BM yang dipesan = jumlah BM yang digunakan
untuk diproduksi dan Tidak Sesuai, jika jumlah BM yang dipesan
jumlah BM yang digunakan untuk diproduksi.

36

Pengkategorian jumlah bahan makanan menjadi sesuai dan


tidak sesuai didasarkan pada kesesuaian antara jumlah bahan
makanan yang dipesan dengan jumlah bahan makanan yang
digunakan untuk diproduksi. Jumlah bahan makanan yang terlampir
digunakan untuk 245 porsi. Penilaian jumlah bahan makanan untuk
masing-masing bahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL 5.3
TABEL KESESUAIAN JUMLAH BAHAN MAKANAN
YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES PRODUKSI PADA
PENYELENGGARAAN MAKAN DI PUSDIK ARMED CIMAHI
TAHUN 2011
No

Hidangan

BM

Jumlah

Jumlah

dipesan

digunakan

Kategori

Nasi

Beras

61,25 kg

61,25 kg

Sesuai

Rendang

Dg. Sapi

12,5 kg

10,4 kg

Tidak

daging

Sesuai

Ayam goreng

Dg. Ayam

20,5 kg

20,5 kg

Sesuai

Tahu goreng

Tahu

14 kg

245 ptg

Sesuai

Tempe goreng

Tempe

4,9 kg

245 ptg

Sesuai

Sayur nangka

Nangka

20 kg

17 kg

Tidak

muda

Sayur asem

Sesuai

Buncis

12,5 kg

9 kg

kol

20 kg

16 kg

Kol

25 kg

19 kg

Tidak

Kc.panjang

20 kg

15 kg

Sesuai

Labu siam

15 kg

15 kg

Jagung

15 kg

15 kg

15 kg

15 kg

muda
8

Sayur bobor

Bayam

Sesuai

37

10

Kangkung

15 kg

15 kg

Tauge

15 kg

15 kg

Sayur sop

Wortel

15 kg

13 kg

Tidak

makaroni

Buncis

25 kg

19 kg

Sesuai

Kentang

15 kg

13 kg

Makaroni

3 kg

3 kg

Pisang

24,5 kg

19 kg

Pisang

Tidak
Sesuai

11

Jeruk

Jeruk

27 kg

20 kg

Tidak
Sesuai

12

Semangka

Semangka

60 kg

56,7 kg

Tidak
Sesuai

Tabel di atas menunjukan data kesesuaian antara jumlah bahan


makanan yang direncanakan dengan jumlah bahan makanan yang
digunakan, bahan makanan yang termasuk kategori sesuai antara jumlah
bahan makanan yang direncanakan dengan jumlah bahan makanan yang
digunakan terdapat pada kelompok makanan pokok, daging ayam,
kelompok lauk nabati yaitu tahu dan tempe, serta kelompok sayur untuk
hidangan sayur bobor, yaitu bayam, kangkung dan tauge. Sedangkan,
bahan makanan yang tidak sesuai antara jumlah bahan makanan yang
direncanakan dengan jumlah bahan makanan yang digunakan yaitu
daging sapi, pada kelompok sayuran yaitu untuk hidangan sayur nangka,
sayur asem, sayur sop, kelompok buah-buahan yaitu pisang, jeruk,
semangka. Standar porsi yang digunakan dalam penyelenggaraan
makanan di PUSDIK ARMED disesuaikan dengan jumlah peserta didik
yaitu untuk 245 konsumen. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
TABEL 5.4

38

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL JUMLAH BAHAN MAKANAN


YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES PRODUKSI PADA PENELITIAN
BERDASARKAN HASIL PENILAIAN JUMLAH BAHAN MAKANAN
PADA PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PUSDIK ARMED CIMAHI
TAHUN 2011
Kategori

Sesuai

41,7

Tidak sesuai

58,3

Jumlah

12

100

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari 12


sampel bahan makanan, terdapat 5 (41,7 %) bahan makanan
termasuk kategori sesuai antara jumlah bahan makanan yang dipesan
dengan jumlah bahan makanan yang digunakan untuk diproduksi.
Terdapat 7 (58,3 %) bahan makanan termasuk kategori tidak sesuai
antara jumlah bahan makanan yang dipesan dengan jumlah bahan
makanan yang digunakan untuk diproduksi .
Menurut pendapat Mukrie (1990), menentukan standar porsi dari
setiap hidangan merupakan hal penting untuk menghitung jumlah
bahan makanan dari sebuah menu. Selain itu penting juga
menetapkan persentase berat yang dapat dimakan (%BDD) yang
kemudian dijadikan sebagai acuan dalam penentuan jumlah bahan
makanan yang akan dipesan.
Ketidaksesuaian

di

atas

dapat

disebabkan

karena

saat

perencanaan kebutuhan bahan makanan tidak diperhatikan berat


dapat dimakan dari setiap bahan makanan. Selain itu berdasarkan
hasil penelitian di lapangan, saat proses persiapan teknik memotong
dan mengupas bahan makanan kurang baik sehingga banyak bahan
makanan yang terbuang terutama bahan makanan kelompok sayur.
Rata-rata persentase antara jumlah bahan makanan yang dipesan
dengan jumlah bahan makanan yang digunakan dalam proses

39

produksi pada kelompok sayur yaitu 86,7 %. Data dapat dilihat pada
lampiran 4.

5.5 Gambaran Hasil Penilaian Standar Porsi Yang Dihasilkan Pada


Penyelenggaraan Makan Di PUSDIK ARMED Cimahi Tahun 2011
Penilaian standar porsi hidangan dilakukan dengan melakukan
penimbangan terhadap berat matang masing-masing hidangan dan
mempersentasekan nilai standar porsi yang dihasilkan dengan
standar porsi yang telah
persentase

dengan

didapat.

rata-rata

Kemudian membandingkan

persentase

yang

didapat

dan

dikategorikan. Hasil penilaian standar porsi pada setiap hidangan


dapat dilihat pada tabel berikut :

40

Tabel 5.5
PENILAIAN STANDAR PORSI YANG DIHASILKAN PADA
PENYELENGGARAAN MAKAN DI PUSDIK ARMED CIMAHI TAHUN
2011

No

Hidangan

BM

Standar

Standar

porsi

porsi

yang

yang

Kategori

ditetapkan dihasilkan
1

Nasi

Beras

Rendang

Dg. Sapi

daging
3

Ayam

Dg. Ayam

goring
4

Tahu

Tahu

goring
5

Tempe

Tempe

goring
6

Sayur

Nangka

nangka

muda
Buncis

400 gr

398,4 gr

99,6

Baik

35 gr

29 gr

82,85

Kurang

40 gr

44,6 gr

111,5

Baik

55 gr

65,9 gr

119,8

Baik

20 gr

20 gr

100

Baik

75 gr

65,8 gr

87,7

Kurang

100 gr

63,3 gr

63,3

Kurang

75 gr

54,8 gr

73,06

Kurang

Kol
7

Sayur

Kol

asem

Kc.panjang
Labu siam
Jagung
muda

Sayur

Bayam

bobor

Kangkung
Tauge

41

Sayur sop

Wortel

makaroni

Buncis
Kentang

75 gr

60,5 gr

80,7

Kurang

Makaroni
10

Pisang

Pisang

100 gr

131

131

Baik

11

Jeruk

Jeruk

110 gr

80,8 gr

73,5

Kurang

12

Semangka

Semangka

100 gr

102, 6 gr

102,6

Baik

Tabel diatas menunjukan persentase antara standar porsi yang


dihasilkan dengan standar porsi yang telah ditentukan. Pada saat
penelitian, dalam proses persiapan banyak bahan makanan yang
terbuang karena kualitas dari bahan makanan dan tekhnik memotong
yang

kurang

baik.

Tidak

dipertimbangkan

penyusutan

atau

pengembangan bahan makanan saat proses pemasakan. Kurang


diperhatikannya

berat

bersih

dan

berat

dapat

dimakan

(BDD)

menyebabkan standar porsi yang dihasilkan menjadi berkurang atau


bahkan berlebih. Selain itu, kurangnya pengawasan saat proses
pemorsian menyebabkan standar porsi yang dihasilkan menjadi tidak
merata.
Apabila bahan makanan kurang, besar kemungkinan menyebabkan
standar

porsi

yang

dihasilkan

pun

akan

berkurang.

Dalam

penyelenggaraan makanan, perencanaan dan perhitungan pemakaian


bahan makanan sangat erat kaitannya dengan standar porsi yang akan
dihasilkan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan perencanaan
dan perhitungan kebutuhan bahan makanan secara tepat dan teliti
(Puckett, 2004).

42

Table 5.6
DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL STANDAR PORSI YANG
DIHASILKAN PADA PENELITIAN BERDASARKAN HASIL PENILAIAN
BESAR PORSI HIDANGAN PADA PENYELENGGARAAN MAKANAN
DI PUSDIK ARMED CIMAHI TAHUN 2011
Kategori

Baik

50

Kurang

50

Jumlah

12

100

Berdasarkan table di atas, dari 12 sampel terdapat 6 sampel


hidangan yang termasuk kategori kurang antara standar porsi yang
dihasilkan dengan standar porsi yang telah ditetapkan. Hidangan tersebut
diantaranya terdapat pada hidangan kelompok lauk hewani yaitu rendang
daging, kelompok sayuran, yaitu sayur nangka, sayur asem, sayur bobor,
sayur sop dan pada kelompok buah yaitu jeruk. Sampel hidangan lainnya
termasuk kategori baik antara standar porsi yang dihasilkan dengan
standar porsi yang telah ditetapkan. Hidangan tersebut terdapat pada
kelompok makanan pokok, kelompok lauk hewani yaitu ayam goreng,
kelompok lauk nabati, yaitu tahu dan tempe goreng, kelompok buah yaitu
pisang dan semangka.
Selain jumlah bahan makanan yang digunakan, teknik pengolahan
juga sangat mempengaruhi standar porsi yang dihasilkan dari suatu
hidangan. Saat proses pemasakan harus diperhatikan lama pemasakan
yang dapat menyebabkan kehilangan bahan makanan, seperti pada
hidangan sayur yang mudah layu. Selain itu, sisa makanan yang
menempel pada alat masak juga dapat menyebabkan kehilangan bahan
makanan (Suyatno,2010).

43

5.6 Hubungan Antara Jumlah Bahan Makanan Yang Diproduksi


Dengan Standar Porsi Yang Dihasilkan Pada Penyelenggaraan
Makanan Di PUSDIK ARMED
TABLE 5.7
HUBUNGAN ANTARA JUMLAH BAHAN MAKANAN YANG
DIPRODUKSI DENGAN STANDAR PORSI YANG DIHASILKAN
PADA PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PUSDIK ARMED
TAHUN 2011
STANDAR PORSI

JUMLAH
BAHAN

BAIK

KURANG

TOTAL

MAKANAN

SESUAI

80,00

20

100

TIDAK SESUAI

28,6

71,4

100

TOTAL

25

75

`12

100

Berdasarkan tabel 5.7, dapat dilihat bahwa dari 5 sampel


terdapat 1 (20%) sampel jumlah bahan makanan dengan kategori
sesuai dan menghasilkan standar porsi yang kurang yaitu pada
hidangan sayur bobor. Hal ini disebabkan saat proses pemasakan
terjadi kehilangan atau rusak dan proses pemorsian yang kurang tepat
sehingga standar porsi berkurang atau bahkan berlebih.
Dari 7 sampel terdapat 5 (71,4%) jumlah bahan makanan yang
tidak sesuai menghasilkan standar porsi yang kurang seperti pada
hidangan rendang daging, sayur nangka, sayur asem, sayur sop, dan
jeruk. Hal ini disebabkan pada saat perencanaan tidak diperhatikan
berat dapat dimakan dan kehilangan saat proses pemasakan, seperti
gosong atau layu karena terlalu lama dimasak.selain itu kemungkinan
terjadi penyusutan atau pengembangan bahan makanan seperti pada
daging sapi terjadi penyusutan sebesar 1,25%.

44

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Fisher Exact


dengan =0,05 didapat nilai p=0,242. Hal ini menunjukan p> bahwa
secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah
bahan makanan dengan standar porsi yang dihasilkan pada
penyelenggaraan makanan di PUSDIK ARMED. Selain jumlah bahan
makanan, kualitas dari bahan makanan juga sangat mempengaruhi
standar porsi yang dihasilkan. Jika kualitas bahan makanan yang
digunakan kurang baik maka akan mempengaruhi jumlah bahan
makanan yang siap untuk digunakan. Oleh karena itu sangat
diperlukan adanya pengawasan terhadap kriteria mutu bahan
makanan.
Alat dan cara pemorsian menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi standar porsi menjadi kurang meskipun jumlah bahan
makanan yang digunakan sudah tepat. Pemorsian yang kurang tepat
dapat disebabkan oleh petugas pemorsian kurang terampil. Akibat
dari tidak terampilnya petugas pemorsi yaitu tidak meratanya standar
porsi hidangan yang dihasilkan, ada beberapa hidangan dengan
standar porsi yang berlebih dan ada hidangan dengan standar porsi
yang dihasilkan berkurang untuk itu perlu diadakannya pelatihan untuk
petugas pemorsian dan standarisasi terhadap alat pemorsian. Bila
perlu dibuat food sampel untuk masing-masing hidangan sebelum
hidangan diporsikan.
Perbedaan satuan berat antara jumlah bahan makanan yang
digunakan dengan standar porsi yang telah ditetapkan, seperti contoh
pada kelompok bahan makanan lauk nabati, saat pemesanan bahan
makanan, tahu dipesan menggunakan satuan buah, sedangkan
standar porsi tahu menggunakan satuan gram. Sebaiknya satuan
yang digunakan disamakan menggunakan satuan berat gram (gr).
Pada pelaksanaan penyelenggaraan makan petugas dapur dan
pegawai lainnya mendapat makan yang sama seperti peserta didik.

45

Hal ini menyebabkan jumlah porsi bertambah dari jumlah porsi yang
telah ditentukan saat proses perencanaan. Selain itu pada
pemasakan

tidak

diperhatikan

penyusutan,

proses

pengembangan,

kehilangan atau kerusakan bahan makanan seperti gosong atau sayur


yang layu karena terlalu lama dimasak sehingga mengurangi standar
porsi yang dihasilkan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN
1. Kegiatan penyelenggaraan makanan di PUSDIK ARMED
menggunakan sistem swakelola.
2. Penyelenggaraan makanan dilaksanakan oleh unit bagian dapur
umum yang dikepalai oleh kepala dapur.
3. Siklus menu yang digunakan yaitu siklus menu 7 hari. Dalam
format menu ditulis jenis bahan makanan yang digunakan,
standar makanan, dan kandungan energi 2287,5 kalori.
4. Biaya makan peserta didik sebesar Rp. 24.000/peserta didik
untuk 3x makan dalam sehari.
5. Pola makan yang diterapkan adalah makan pagi, makan siang,
snack siang dan makan malam
6. Pola menu yang digunakan adalah pola menu lengkap yang
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan
buah. Buah hanya disajikan pada makan siang saja. Hidangan
sayur sudah bervariasi, untuk lauk hewani dan lauk nabati
masih belum bervariasi dari segi jenis bahan makanan dan cara
pengolahan.
7. Sistem

pendistribusian

desentralisasi.

makanan

menggunakan

sistem

46

8. Sampel yang diteliti yaitu hidangan makan siang menu hari ke1 sampai menu hari ke 4.
9. Sampel sebanyak 12 hidangan terdiri dari makanan pokok (1
sampel), lauk hewani (2 sampel), lauk nabati (2 sampel),
sayuran (4 sampel), dan buah (3 sampel).
10. Hasil penilaian jumlah bahan makanan, dari 12 sampel
hidangan, terdapat 7 (58,3%) sampel dengan kategori tidak
sesuai. Hal ini disebabkan karena saat proses persiapan teknik
memotong dan mengupas bahan makanan kurang baik
sehingga banyak bahan makanan yang terbuang.
11. Hasil penilaian standar porsi yang dihasilkan, dari 12 sampel
hidangan, terdapat 6 (50%) sampel dengan kategori kurang. Hal
ini disebabkan saat proses pemasakan terjadi kehilangan atau
rusak dan proses pemorsian yang kurang tepat sehingga
standar porsi berkurang
12. Dari 7 sampel terdapat 5 (71,4%) jumlah bahan makanan yang
tidak sesuai menghasilkan standar porsi yang kurang. Hal ini
disebabkan saat pemorsian dilakukan oleh petugas pemorsian
kurang terampil sehingga besar porsi menjadi tidak merata.
13. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan fisher exact dengan
=0,05 menunjukan bahwa secara statistik tidak ada hubungan
yang bermakna antara jumlah bahan makanan dengan standar
porsi yang dihasilkan p=0,242.

6.2 SARAN
1. Saat proses pengolahan banyak bahan makanan yang kurang
terutama pada kelompok sayur. Dalam melakukan perencanaan
bahan makanan sebaiknya ditentukan persentase berat yang
dapat dimakan (%bdd)
bahan

makanan.

agar tidak terjadi kekurangan jumlah

Dalam

menentukan

kebutuhan

bahan

47

makanan sebaiknya dilakukan oleh ahli gizi yang mengerti


mengenai cara menentukan berat dapat dimakan.
2. Hidangan masih ada yang berulang, contoh hidangan hari ke-1
dan hari ke-5 merupakan sajian yang sama. Jenis bahan
makanan yang digunakan dan cara pengolahan sebaiknya
bervariasi agar tidak menimbulkan kebosanan konsumen.
3. Penentuan satuan bahan makanan yang digunakan, baik untuk
pemesanan kebutuhan bahan makanan yang akan digunakan
dan standar porsi yang ditetapkan sebaiknya sama dalam
satuan berat (gram).
4. Perlu adanya pengawasan saat proses pemorsian agar standar
porsi merata, tidak ada kelebihan atau kekurangan standar porsi
hidangan. Sebaiknya diberikan pelatihan kepada petugas
pemorsi agar petugas pemorsi menjadi terampil. Selain itu,
diperlukan alat pemorsian yang telah distandarisasi.
5. Dalam perencanan standar porsi pada penyelenggaraan makan
di PUSDIK ARMED disesuaikan dengan jumlah peserta didik.
Sedangkan,

jumlah

konsumen

yang

dilayani

pada

penyelenggaraan makan di PUSDIK ARMED tidak hanya


peserta didik, petugas dapur dan pegawai. Sebaiknya saat
perencanaan

standar

porsi

disesuaikan

dengan

jumlah

konsumen agar tidak mengurangi standar porsi yang dihasilkan.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia


C. Anderson & D. Blackmore. 1991. Modern Food Service. London
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta : Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat

48

Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta :


Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Kusdarwati, Aidha Sofyani. 2009. Hubungan Antara Jumlah Dan Mutu
Bahan Makanan Dengan Besar Porsi Pada Penyelenggaraan Makanan Di
Sesko-AU Lembang Tahun 2009. KTI. Poltekes Depkes Jurusan Gizi
Bandung
Lanita, Somali. 1996. Pengertian Pengawasan Mutu Produk Pangan/
Makanan. Jakarta : Pelatihan Food Quality Control Bagi Dosen Akademi
Gizi Se-Indonesia
Mabes TNI AD. 2003. Buku Pedoman Kesehatan Bagi Prajurit TNI AD..
Jakarta: Direktorat Kesehatan TNI AD
Maryati, Sri. 2000. Tata Laksana Makanan. Jakarta : Rineka Cipta
Mukrie, N.A. 1990. Manajemen Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Proyek
Pembangunan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama Dengan
Akademi Gizi Depkes RI. Jakarta
Mukrie, N.A. 1990. Manajemen Gizi Institusi Lanjut. Jakarta : Proyek
Pembangunan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama Dengan
Akademi Gizi Depkes RI. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Nuryanti, Sri. 2003. Hubungan Antara Jumlah, Mutu Dengan Jumlah Dan
Besar Porsi Pada Penyelenggaraan makan Siang Bagi Karyawan Di PT
PINDAD (Persero) Bandung. KTI DIII Pendidikan Ahli Madya Gizi Depkes
RI Bandung.
Pucket, Ruby P. 2004. Food Service Manual For Health Institutions.
Chicago: Amerika Chicago Press.

49

Spears, Meriam C. Et all 1985. Food service Organization. New York L


Macmilan Publishing Company.
Suyatno. 2001. Manajemen Perbekalan ( logistik) Makanan. Semarang :
Bagian Gizi FKM UNDIP

You might also like