You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kromosom-kromosom yang berpasangan di saat profase meiosis sering
memperlihatkan konfigurasi menyilang. Tiap persilangan itu diinterprestasikan
sebagai suatu kiasma. Dalam hal ini kiasma mempunyai arti bahwa telah terjadi
pemutusan dan penyambungan kembali yang diikuti pertukaran resiprok antar
kedua kromatid dalam bentukan bivalen (satu kromatid bersifat maternal, sedang
yang lain bersifat paternal). (Rothwell, 1983) dalam Corebima, 2003).
Selama meiosis pada waktu pembentukan gamet-gamet kerap kali terjadi
proses pindah silang (crossing over). Pindah silang (crossing over) mempunyai
arti bahwa telah terjadi suatu pemutusan dan penyambungan kembali yang diikuti
oleh suatu pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen
(Corebima, 1997). Bisa di simpulkan bahwa pindah silang (crossing over) ialah
proses pertukaran segmen dari kromatidkromatid bukan kakak beradik
(nonsister chromatids) dari sepasang kromosom homolog. Pindah silang terjadi
ketika meiosis I, yaitu pada saat kromosom telah mengganda menjadi dua
kromatid. Tempat persilangan dua kromatid disebut chiasma. Kromatid-kromatid
yang bersilang itu melekat dan putus dibagian chiasma, kemudian tiap potongan
itu melekat pada kromatid sebelahnya secara timbal balik (Suryo, 2005).
Peristiwa pindah silang umumnya terjadi pada setiap gametogenesis pada
mahkluk hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia (Suryo, 1996). Dalam
Corebima (2003) menyatakan bahwa pindah silang menyebabkan terjadinya
rekombinasi gen-gen, sehingga hasil dari gametogenesis adalah gamet-gamet
rekombinan. Gamet-gamet rekombinan tersebut bila mengalami fertilisasi maka
akan menghasilkan fenotip rekombinan selain tipe parental.
Radiasi dapat meningkatkan pindah silang pada lalat buah dan mempunyai
efek meningkatkan pindah silang pada daerah-daerah yang secara normal
tereduksi; sebagai contoh adalah daerah dekat sentromer (Rothwell, 1983).
Dewasa ini telah diketahui berbagai gen penyebab mutasi salah satunya adalah
radiasi sinar ultraviolet (UV). Radiasi UV dapat menyebabkan terjadinya
perubahan materi genetik baik DNA maupun RNA. Sinar UV memiliki panjang

gelombang yang berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi serta memiliki daya


tembus yang rendah (Saadah, 2000). sinar UV hanya menembus lapisan sel-sel
permukaan pada makhluk hidup tingkat tinggi akan tetapi pada makhluk hidup
bersel satu, radiasi UV merupakan agen penyebab mutasi yang potensial. untuk
mengetahui adanya pengaruh radiasi sinar ultraviolet terhadap frekuensi pindah
silang maka dilakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Penyinaran Sinar
Ultraviolet dan Macam Strain terhadap Frekuensi Pindah Silang pada
Drosophila melanogaster
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Adakah pengaruh lama penyinaran sinar UV terhadap frekuensi pindah silang
(crossing over) pada persilangan strain N >< bdp, N >< bcl beserta
resiproknya?
2. Adakah pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah silang (crossing
over) pada persilangan strain N >< bdp, N >< bcl beserta resiproknya?
3. Adakah pengaruh interaksi antara lama penyinaran sinar UV dengan macam
strain terhadap frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan strain
N >< bdp, N >< bcl beserta resiproknya?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui pengaruh lama penyinaran sinar UV terhadap frekuensi pindah
silang (crossing over) pada Persilangan Strain N >< bdp, N >< bcl
beserta resiproknya.
2. Mengetahui pengaruh macan strain terhadap frekuensi pindah silang ( crossing
over ) pada Persilangan Strain N >< bdp, N >< bcl beserta resiproknya.
3. Mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyinaran sinar UV dan macam
strain terhadap frekuensi pindah silang ( crossing over ) pada persilangan strain
N >< bdp, N >< bcl beserta resiproknya.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat , antara lain :
1. Bagi peneliti
a. Mengetahui informasi mengenai efek radiasi ultraviolet terhadap
makhluk hidup, khususnya dalam hal mutasi dan modifikasi.
b. Melatih keterampilan mahasiswa dalam melakukan penelitian di
bidang genetika.

c. Menjadi bahan acuan untuk penelitian tentang pengaruh lamanya


radiasi sinar UV dan macam strain terhadap frekuensi pindah silang.
2. Bagi pembaca
a. Mengetahui informasi tentang pengaruh UV terhadap peristiwa pindah
silang.
b. Memberikan informasi tentang pengaruh macam strain terhadap
frekuensi pindah silang.
1.5 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi dari penelitian ini adalah :
1.

Seluruh kondisi medium dalam tiap-tiap botol


ulangan persilangan dari awal sampai akhir serta perubahan selama
percobaan dianggap sama.

2.

Seluruh

kondisi

lingkungan

yaitu

suhu,

temperatur, pH, kelembapan, dan sirkulasi udara dianggap sama.


3.

Strain yang disilangkan memiliki umur yang


sama.

1.6 BATASAN MASALAH


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.
Lalat D. Melanogaster

yang digunakan

2.

dalam penelitian ini adalah strain N, bdp, dan bcl.


Persilangan dilakukan pada Drosophila

3.

melanogaster strain N >< bdp, N >< bcl beserta resiproknya.


Pengambilan data dilakukan selama 7 hari,

dimana hari pertama menetasnya dianggap hari ke-0.


4.
Radiasi sinar UV diberikan selama 2, 4, 6,
5.

dan 8 menit pada telur Drosophila melanogaster.


Pembahasan pada penelitian ini hanya
dibatasi pada pengaruh sinar radiasi UV terhadap frekuensi pindah silang
saja.

6.
1.7 DEFINISI OPERASIONAL
1.

Fenotip

adalah

karakter yang dapat diamati pada suatu individu yang merupakan hasil

suatu interaksi genotip dengan lingkungan tempat hidup dan berkembang


(Corebima, 2003).
2.

Pindah

silang

(crossing over) adalah peristiwa pemutusan dan penyambungan kembali


yang diikuti oleh suatu pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam
bentukan bivalen (Corebima,1997).
3.

Frekuensi

pindah

silang adalah jumlah Drosophila melanogaster yang muncul pada F2 dari


persilangan antara individu jantan Drosophila melanogaster strain mutan
bdp dan F2 persilangan antara individu jantan Drosophila melanogaster
strain mutan bcl.
4.

Rekombinan

adalah

Chiasma

adalah

turunan yang bukan parental (Corebima, 2003).


5.

bentukan menyilang 2 kromatid saat terjadi pindah silang (Corebima,


2003).
6.

Bivalen adalah suatu


kromatid yang bersifat parental, sedang yang lain bersifat maternal
(Corebima,1997).

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan salah satu jenis lalat buah. Menurut
Myers et al. (2008), sistematika Drosophila melanogaster yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Order

: Diptera

Suborder

: Brachycera

Familia

: Drosophilidae

Subfamily

: Drosopilinae

Genus

: Drosophila

Species

:Drosophila melanogaster

Perkembangan D.melanogaster terjadi dalam dua periode dan dimulai


segera setelah terjadi fertilisasi. Periode pertama merupakan periode embrionik
yang terjadi di dalam telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda
menetas dari telur. Periode ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam. Pada
keadaan seperti ini, larva tidak berhenti makan. Periode kedua adalah periode
setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan post embrionik yang dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan
perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual
terjadi pada saat dewasa. Faktor yang dapat mempengaruhi siklus hidup
D.melanogaster adalah ketersediaan makanan. Jumlah telur D. melanogaster yang
dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan. Viabilitas dari telur-telur
ini juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva
betina.
B. Pindah Silang (Crossing Over)

Jika dua gen atau lebih terletak pada kromosom yang sama, gen-gen
tersebut disebut bertautan. Gen-gen itu bisa bertautan menjadi satu pada salah satu
autosom atau dihubungkan menjadi satu di kromosom seks. Gen-gen pada
kromosom-komosom yang berbeda didistribusikan menjadi gamet-gamet secara
bebas satu sama lain (Hukum Mendel mengenai perpasangan bebas). Akan tetapi
gen-gen pada kromosom yang sama cenderung tetap bersama saat pembentukan
gamet. Dengan demikian, hasil uji silang atas individu-individu dihibrid akan
memberikan hasil yang berbeda-beda, bergantung pada tertaut-tidaknya gen-gen
itu ataukah terletak di kromosom yang berbeda-beda. Akan tetapi gen-gen yang

tertaut tidak selalu bersama-sama, sebab kromatid-kromatid homolog non-saudari


bisa saling bertukar segmen-segmen yang panjangnya berbeda-beda saat profase
meiosis. Kromosom-kromosom homolog berpasangan satu proses yang disebut
sinapsis dan bahwa titik-titik pertukaran genetik disebut kiasmata (tunggal:
kiasma), menghasilkan gamet-gamet rekombinan melalui pindah silang (Elrod &
Stanfield, 2007).
Sepasang kromosom yang bersinapsis terdiri atas empat kromatid yang
disebut tetrad. Setiap tetrad biasanya mengalami setidaknya satu chiasma
sepanjang untaiannya (Elrod & Stanfield, 2007). Pindah silang terjadi antara dua
kromatid sesaudara jarang terdeteksi. Berkenaan dengan ini Gardner (1991)
menyatakan bahwa pindah silang yang melibatkan kromatid-kromatid sesaudara
juga terjadi. Tetapi secara genetik jarang terdeteksi, karena biasanya kromatidkromatid sesaudara adalah identik. Jadi jelaslah bahwa pindah silang yang mudah
dideteksi terjadi antara dua kromatid tidak sesaudara (nonsister chromatid).
Thomas Hunt Morgan pertama kali mengajukan kejadian pindah silang
untuk menjelaskan terjadinya kombinasi rekombinan dari faktor-faktor yang
disimpulkan saling terpaut berdasarkan data genetik (Gardner, dkk, 1984 dalam
Corebima, 2003). Dalam proses persiapan meiosis, DNA masing-masing
kromosom bereplikasi dan menghasilkan dua kromatid saudari yang identik
secara genetik kecuali terjadi mutasi.
Menurut Gardner, dkk. (1984) dalam Corebima (2003), replikasi
kromosom berlangsung selama interfase, maka peristiwa pindah silang terjadi
pada tahap tetrad pascareplikasi

pada saat tiap kromosom telah mengganda,

sehingga telah terbentuk empat kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog;
Suryo (2010), pindah silang terjadi penukaran segmen dari nonsister chromatid
dari sepasang kromosom homolog ketika meiosis I, akhir profase I atau permulaan
metafase I), yaitu pada saat kromosom telah mengganda menjadi dua kromatid.
Pada waktu kromosom-kromosom hendak memisah (anafase I), kromatidkromatid yang bersilang itu melekat dan putus di bagian kiasma, kemudian tiap
potongan itu melekat pada kromatid disebelahnya secara timbal balik. Saat
profase I, kromosom-kromosom homolog membentuk pasangan-pasangan yang
disebut sinapsis dengan bantuan protein-protein pada kompleks-kompleks

sinaptonema (Champbell, 2002; Elrod & Stanfield, 2007). Kompleks-kompleks


protein yang amat besar disebut modul rekombinasi, terjadi pada jarak-jarak
tertentu di sepanjang kompleks sinaptonema. Masing-masing modul rekombinasi
itu

diduga

berfungsi

sebagai

mesin

rekombinasi

multienzim

yang

mempengaruhi sinapsis dan rekombinasi. Sebuah retas (nick) adalah pembuangan


ikatan fosfodiester antara nukleotida-nukleotida yang bersebelahan dalam seuntai
DNA. Endonuklease dalam modul-modul rekombinasi membuat retas pada untai
tunggal dari masing-masing kromatid, sehingga memungkinkan untai-untai
nonsaudari untuk melakukan pertukaran, dan dengan demikian mempengaruhi
rekombinasi

gen-gen

yang

bertautan.

Sebuah

DNA

polimerase

bisa

memperpanjang untai-untai yang dipertukarkan dan sebuah enzim yang disebut


DNA ligase memperbaiki retas yang terjadi (Elrod & Stanfield, 2007).
Secara garis besar, semakin panjang kromosomnya, semakin banyak
jumlah kiasmanya. Masing-masing tipe kromosom pada suatu spesies memiliki
jumlah kiasma yang khas. Frekuensi terjadinya kiasma antara dua lokus genetik
mana pun juga memiliki probabilitas yang khas. Semakin jauh letak dua gen pada
sebuah kromosom, kemungkinan terbentuknya kiasma juga semakin besar.
Semakin dekat pertautan dua gen, kemungkinan terbentuknya kiasma semakin
kecil. Persentase gamet pindah silang (rekombinan) yang dibentuk oleh suatu
genotipe tertentu merupakan cerminan langsung dari terbentunya kiasma di antara
gen-gen yang diteliti. Rekombinasi akan terdeteksi hanya jika terbentuk pindah
silang antara lokus-lokus gen yang sedang diteliti (Elrod & Stanfield, 2007).
Menurut Suryo (1986), peristiwa pindah silang dapat dibedakan atas
1. Pindah silang tunggal, yaitu pindah silang yang terjadi pada satu tempat dan
pada peristiwa itu akan terbentuk empat macam gamet. Dua macam gamet
memiliki gen-gen yang sama dengan gen yang dimiliki induk disebut dengan tipe
parental. Dua gamet lainnya merupakan gamet tipe rekombinasi yaitu gametgamet baru yang terbentuk akibat terjadinya pindah silang. gamet tipe parental
dibentuk lebih banyak dibandingkan gamet tipe rekombinasi.
2. Pindah silang ganda, yaitu pindah silang yang terjadi pada dua tempat apabila
pindah silang berlangsung pada dua buah gen yang terangkai, maka terjadinya
pindah silang ganda itu tidak akan tampak dalam fenotip sebab gamet yang

terbentuk hanya dari tipe parental saja, tipe rekombinan saja, tipe parental dan
rekombinan yang terbentuk akibat pindah silang tunggal.
Gardner (1984) menyatakan bahwa semakin jauh jarak antara dua lokus
gen pada suatu kromosom, maka kemungkinan terjadinya pindah silang juga akan
semakin besar. Sebaliknya apabila semakin dekat jarak antara dua lokus gen pada
suatu kromosom, maka kemungkinan terjadinya pindah silang akan makin turun.
C. Radisi Sinar Ultraviolet (UV)
Secara alami, matahari merupakan sumber radiasi sinar ultraviolet yang
kuat. Namun demikian, tidak seluruhnya bisa sampai di Bumi karena sebagian
diserap oleh lapisan atmosfer. Sumber radiasi sinar ultraviolet secara buatan yang
sering digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium. Sinar ultraviolet
merupakan jenis gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh sel-sel
sensitif mata (Almaco, 1990 dalam Saadah, 2000), memiliki panjang gelombang
berbeda-beda (150-3800 ), tidak menimbulkan ionisasi dan memiliki daya
tembus rendah (Crowder, 1990 dalam Saadah, 2000).
Sinar ultraviolet(UV) memiliki daya tembus yang sangat rendah, dan
karena itu dapat secara efektif digunakan hanya pada materi genetik yang dekat
dengan permukaan luar dari organisme. Sinar UV, radiasi non pengionisasi,
menyebabkan timin-timin yang bersebelahan pada seuntai DNA membentuk
ikatan (dimer timin) yang mengakibatkan struktur yang harus diperbaiki agar
replikasi DNA dapat terus berlangsung, perbaikan yang tidak efisien dapat
menyebabkan mutasi titik (Elrod & Stanfield, 2007).
Radiasi sinar ultraviolet merupakan agen penyebab mutasi yang bersifat
fisik. Berkaitan dengan daya tembus (penetrasi) sinar ultraviolet, tentu saja pada
hewan dan tumbuhan tingkat tinggi, sinar ultraviolet hanya dapat menembus
lapisan sel-sel permukaan saja dan tidak mencapai gonad. Berkenaan dengan
potensinya sebagai mutagenic potencitero(Crowder, 1990 dalam Saadah, 2000),
menyebutkan bahwa panjang gelombang yang paling efektif untuk membuat
mutasi adalah 2600 , pada panjang gelombang tersebut terjadi penyerapan
maksimum oleh DNA. Mengenai bagaimana terjadinya mutasi memang belum
diketahui dengan pasti karena kejadiannya memang bersifat kebetulan, tidak
terarah serta acak (Ayala dkk, 1984 dalam Saadah, 2000). Menurut Russel (1992)

dalam Saadah (2000) menyebutkan bahwa purin dan pirimidin pada DNA
menyerap cahaya sangat kuat pada gelombang 254-260 nm (rentang panjang
gelombang sinar ultraviolet) sehingga dapat menyebabkan terjadinya mutasi sebab
panjang gelombang ini sinar ultraviolet menginduksi mutasi gen terutama
menyebabkan perubahan fotokimia pada DNA.
Crowder (1990) dalam Saadah (2000) menegaskan bahwa pengaruh
radiasi sinar ultraviolet akan berbeda pada setiap bagian tertentu dari tubuh
organisme. Pada sel yang sedang aktif tumbuh dan membelah lebih sensitif
terhadap radiasi. Dalam hal ini terbentuknya embrio akan lebih sensitif terhadap
radiasi sinar ultraviolet daripada individu yang dewasa.
Hubunganya dengan molekul DNA dinyatakan bahwa senyawa yang
paling digiatkan adalah purin dan pirimidin karena kedua macam senyawa ini
menyerap cahaya pada panjang gelombang 254 260 nm yang merupakan
rentang panjang gelombang sinar UV ( Gardner,dkk, 1991; Russel,1992 dalam
Corebima 2000).

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangaka Konseptual
Kerangka konseptual yang dapat disusun berdasarkan uraian diatas adalah
sebagai berikut:
pindah silang (crossing over) ialah proses pertukaran
segmen dari kromatidkromatid bukan kakak beradik
(nonsister chromatids) dari sepasang kromosom homolog.

Pindah silang terjadi ketika meiosis I, yaitu pada saat


kromosom telah mengganda menjadi dua kromatid

Faktor yang mempengaruhi pindah silang

Faktor eksternal:
Radiasi sinar ultraviolet

Faktor internal :
Macam Strain

Peristiwa pindah silang akibat radiasi sinar UV pada


persilangan paretal II Drosophila melanogaster
persilanga N bdp dan N bcl
Persilangan test cross
Rekonstruksi kromosom kelamin
dan prosentase rekombinan
B. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :


1. Lama penyinaran sinar UV berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang
(crossing over) pada persilangan silang Drosophila melanogaster strain
N >< bdp, N >< bcl beserta resiproknya.
2. Ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah silang (crossing
over) pada persilangan silang Drosophila melanogaster strain N ><
bdp, N >< bcl beserta resiproknya.
3. Ada pengaruh interaksi lama penyinaran sinar UV dan macam strain
terhadap frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan silang
Drosophila melanogaster strain N >< bdp, N >< bcl beserta
resiproknya.

10

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian

ini

merupakan

penelitian

eksperimen

karena

memberikan perlakuan pada Drosophila melanogaster strain N, bdp, dan bcl.


Perlakuan yang diberikan berupa lama penyinaran sinar UV dan macam
strain dalam persilangan. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan
langsung pada fenotip dan jenis kelamin F1 dan F2 serta menghitung
jumlahnya. Kemudian dari data yang diperoleh dilakukan analisis
rekonstruksi kromosom persilangan F1 sampai F2, serta uji analisis Anava
Ganda dalam RAK.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika gedung O5 lantai 3
ruang 310 jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang pada bulan
September Nopember 2012.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
: lama penyinaran sinar UV dan macam strain.
2. Variabel terikat

: frekuensi pundah silang pada D. melanogaster


strain N >< bdp, N >< bcl beserta
resiproknya.

3. Variabel kontrol

: jenis dan umur Drosophila melanogaster , tempat


perlakuan, medium, suhu, panjang gelombang
sinar UV.

4. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh lalat buah
D. melanogaster yang dikembangbiakkan di laboratorium Genetika
Jurusan Biologi FMIPA UM.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah D. melanogaster
strain N, bdp dan bcl, yang diperoleh dari laboratorium Genetika Jurusan

11

Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang yang diberi perlakuan maupun


yang tidak diberi perlakuan dengan sinar ultraviolet.
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop stereo,
panci, pengaduk, timbangan, bak plastik, lemari es, botol selai, selang ampul,
kain kasa, blender, kompor, pisau, gunting, spon, kuas, spidol, kertas pupasi,
gelas arloji, dan pinset besar, alat untuk penyinaran UV(esteril).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah D. melanogaster strain N,
bdp, bcl, pisang rajamala, tape singkong, gula merah, yeast, air, alcohol 70%.
4. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Medium (untuk satu resep)
a. Menimbang bahan antara lain pisang rajamala yang sudah dikupas
kulitnya 700 gr, tape singkong 200 gr, dan gula merah 100 gr.
b. Memasukkan potongan pisang, tape singkong, dan menambahkan sedikit
air kedalam blender kemudian dihaluskan.
c. Menambahkan gula merah yang sudah dicairkan 15 menit setelah
dipanaskan.
d. Mengaduk bahan hingga merata dan memasaknya selama 45 menit.
e. Selagi menunggu medium matang botol di uapi untuk sterelisasi
f. Mengisi botol selai dengan medium sampai 1,5 cm dan secepatnya botol
ditutup dengan spons.
g. Setelah medium di dalam botol menjadi dingin, ditaburi yeast antara 3 4
butir secukupnya kemudian memasukkan kertas pupasi.
2. Pengamatan Fenotip Parental atau Stok
a. Mengambil satu ekor D. melanogaster N, bcl dan bdp dari stok dan
memasukkannya dalam plastik.
b. Mengamati fenotip D. melanogaster yang meliputi warna mata, keadaan
tubuh, dan keadaan sayap dan mencatatnya. Pengamatan ini dengan
menggunakan mikroskop stereo.
3. Peremajaan dan Pengampulan
a. Menyiapkan botol selai yang telah diberi medium.
b. Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster untuk masing-masing
strain N, bdp,dan bcl pada botol yang berbeda dan memberi label sesuai
strain dan tanggal memasukkannya.
c. Setelah terbentuk pupa yang menghitam, mengisolasi pupa ke dalam
selang yang telah diberi potongan pisang dengan menggunakan kuas.
d. Menunggu pupa tersebut sampai terbentuk imago. Usia imago dalam
ampulan maksimal 3 hari.
4. Persilangan F1 untuk Kontrol
12

a. Menyilangkan D. melanogaster strain N bdp dan N bcl


beserta resiproknya dari ampulan maksimal 3 hari ke dalam botol selai
yang telah diberi medium dan ditutup spon dibuat 7 kali ulangan dan
memberi label pada tiap-tiap botol selai.
b. Setelah persilangan berumur 2 hari, jantan dilepas.
c. Setelah muncul larva maka memindah betina ke medium baru pada
medium B, begitu seterusnya sampai medium D terhitung dari botol
persilangan utama.
d. Setelah terdapat pupa yang menghitam diampul untuk persilangan F2,
ditunggu sampai menetas. Bila sudah diamati fenotipnya, jenis kelaminnya
dan dihitung jumlahnya. Pengamatan dilakukan dari hari ke-0 sampai hari
ke-6 dan dihitung jumlahnya.
5. Pembuatan Stok UV dan Persiapan Persilangan untuk Perlakuan UV
a. Menyiapkan botol selai yang telah diberi irisan melintang pisang.
b. Memberi label pada botol selai sesuai dengan nama masing- masing strain
dan lama UV yang akan diberikan yaitu 2 menit, 4 menit, 6 menit dan 8
menit.
c. Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster untuk masing-masing
strain (N, bdp,dan bcl) pada botol yang berbeda dan ditutup dengan spon
selama 2 hari untuk mendapatkan telur.
d. Setelah 2 hari, irisan pisang diletakkan pada kaca arloji dan diberi
perlakuan sinar UV selama 2 menit, 4 menit, 6 menit dan 8 menit untuk
masing- masing strain (N, bdp,dan bcl).
e. Irisan pisang tersebut kemudian dimasukkan kedalam botol selai berisi
medium, diberi yeast dan ditutup dengan spon.
f. Stok ditunggu sampai terbentuk pupa dan setelah pupa menghitam
diisolasi dalam selang ampul untuk dibiarkan menetas yang kemudian
disilangkan seperti pada kontrol masing-masing sesuai dengan lama
radiasi UV yang diberikan sebanyak 3 kali ulangan.
g. Menghitung serta mengamati fenotip dan jenis kelamin yang muncul pada
F1.
6. Persilangan F2
a. Mengampul pupa dari hasil persilangan F1 dari semua persilangan.
b. Mengampul pupa dari stok UV ataupun stok kontrol.
c. Setelah pupa menetas masing-masing N dari hasil pengampulan
persilangan F1 disilangkan dengan induk resesif (berasal dari hasil

13

ampulan stok UV maupun kontrol). Misalnya N dari persilangan N


bdp akan disilangkan dari induk jantan resesif yaitu bdp, begitupula
sebaliknya jika N dari persilangan bdp N akan disilangkan dari
induk jantan resesif yaitu bdp.
d. Setelah 2 hari jantan akan dilepas.
e. Jika telah muncul larva, maka betina harus dipindahkan ke medium baru
hingga pemindahan kedua ataupun botol medium ketiga dari botol
persilangan pertama.
f. Setelah muncul pupa ditunggu hingga pupa menetas, setelah menetas
dilanjutkan dengan mengamati fenotip dari keturunan F2 tersebut serta
menghitung jumlah anak dari hari ke-1 pengamatan hingga hari ke-7
pengamatan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
pengamatan fenotip yang muncul dan menghitung jumlahnya pada hasil
persilangan F1 dan F2 untuk kontrol, perlakuan UV selama 2 menit, 4 menit, 6
menit dan 8 menit yang dilakukan pada hari ke-0 sampai ke-6 untuk tiap
ulangan. Hasil pengamatan kemudian disajikan dalam tabel data pengamatan.
Tabel data hasil pengamatan
Sampai ulangan
Persilangan

Fenotip

Sex

ke 7
1

total

N>< bdp
N>< bdp
N>< bcl
N>< bcl
6. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara rekonstruksi
kromosom, persentase pindah silang dan analisis statistik. Adapun analisis

14

statistika yang digunakan adalah RAK. Persentase pindah silang dihitung


dengan:
Frekuensi Parental

= parental

X 100%

rekombinan
Frekuensi Rekombinan =

rekombinan

total ( parental rekombinan )

X100%

Hasil prosentase frekuensi rekombinan dan parental ditransformasi


menggunakan arc sin jika prosentase yang diperoleh tidak berkisar 3070%. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Anava ganda dalam
RAK

BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. DATA
1. Data Hasil Pengamatan Fenotip
Strain Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah
strain N, bdp, dan bcl dengan ciri ciri sebagai berikut:
Nama

Ciri-ciri

Gambar

Strain

15

Warna tubuh kuning


kecoklatan

Sayap menutup tubuh


dengan sempurna

Bdp

Faset mata halus

Mata berwarna merah

Warna tubuh hitam


Sayap tidak menutupi

tubuh dengan sempurna


Mata berwarna merah
Faset mata halus
Sayap berlekuk di bagian

ujung
Bcl

Warna mata coklat

Faset mata halus

Warna tubuh hitam

Sayap menutupi tubuh


sempurna

Warna

mata

merah
-

Faset mata halus


Sayap menutupi

tubuh dengan sempurna


Warna
tubuh
hitam

Dp

Warna

mata

merah
-

Faset mata halus


Sayap berlekuk di
bagian ujung
Tubuh

coklat

kekuningan

16

2. Data Hasil Perhitungan F1


Perlakuan Persilangan Fenotip Jenis
kelamin
UV 0
NXbdp N

NXbdp N

N X bcl N

NX bcl N

UV 2
NXbdp N

NXbdp N

N X bcl N

N X bcl N

UV 4
NXbdp N

NXbdp N

N X bcl N

N X bcl N

UV 6
NXbdp N

NXbdp N

N X bcl N

NX bcl N

UV 8
NXbdp N

NXbdp N

N X bcl N

NX bcl N

17

Ulangan
1
2
9
11

21
28

Total

30
39

69

3. Data Hasil Perhitungan F2


Perlakuan

UV 0

P1

NX
bdp

P2

N(F1)
X bdp

Fenotip

N
bdp
b
dp

N X

N(F1)

bcl

X bcl

N
bcl
b
cl

UV 2

N X

N(F1)

bdp

X bdp

N
bdp
b
dp

N X

N(F1)

bcl

X bcl

N
bcl
b
cl

UV 4

N X

N( F1)

bdp

X bdp

N
bdp
b
dp

Jenis
kelamin

Ulangan

3
1
2
3
1
1
3
0

6
11
7
5
4
4
1
4

18

Jumlah

Total

9
12
9
8
5
5
4
4

21

17
10
8

N X

N(F1)

bcl

X bcl

N
bcl
b
cl

UV 6

N X

N( F1)

bdp

X bdp

N
bdp
b
dp

N X

N(F1)

bcl

X bcl

N
bcl
b
cl

UV 8

N X

N(F1)

bdp

X bdp

N
Bdp
b
dp

N X

N(F1)

bcl

X bcl

N
bcl
B
Cl

B. ANALISIS DATA
Pada penelitian, jika data yang diperoleh memenuhi ulangan secara
lengkap dan mencapai F2, maka data dianalisis dengan menggunakan
rekontruksi

kromosom dan analisis RAK. Akan tetapi karena data hasil

penelitian belum memenuhi ulangan secara lengkap baik F1 maupun F2, maka

19

belum bisa diuji menggunakan statistik dengan RAK dan hanya dilakukan
dengan rekontruksi kromosom
1. Analisis rekostruksi
Rekonstruksi kromosom pada persilangan N x bdp
a.

Rekonstruksi kromosom pada kromosom tubuh yang terletak pada kromosom


yang sama, terjadi pindah silang.
P1

Genotip

b+dp+

bdp

b+db+

b dp
b dp

Gamet

b+dp+ , b dp

F1

b+dp+ (N heterozigot)
b db

P2

Genotip

b+dp+

b dp

b dp

b dp

b+dp+ (N)

b dp (bdp)

b dp

b dp

b+

b+

b-

b-

dp+

dp+

dp-

dp-

b+

b+

b+

dp+

dp+

dp dp

dp+

gamet : b+db+
b+dp
F2

bdp

: b+dp+ (N)

b+

dp dp+

b dp+
b dp
, b dp+ (b)

, b+dp (dp)

20

, b dp (bdp)

dp

b dp

b dp

b dp

b dp

b. Rekonstruksi kromosom pada kromosom tubuh yang terletak pada kromosom


yang sama, tidak terjadi pindah silang
P1

Genotip

b+dp+

bdp

b+dp+

b dp
b dp

Gamet

b+dp+ , b dp

F1

b+dp+ (N heterozigot)
b dp

P2

Genotip

b+dp+

(F1) bdp (stok)

b dp

b dp

b+dp+ , b dp, b dp,b dp

Gamet
F2

b dp

: b+dp+ (N) , b dp (bdp) , b+dp+


b dp

b dp

(N) ,

b dp

b dp (bdp)
b dp

Rekonstruksi kromosom tubuh pada persilangan N >< b cl


a. Rekonstruksi kromosom pada kromosom tubuh yang terletak pada kromosom
yang sama, tidak terjadi pindah silang
P1

bcl

Genotip

b+cl+

b+cl+

b cl
b cl

Gamet

b+cl+

F1

b+cl+ (N heterozigot)

, b cl

b cl
P2

(F1)

bcl (stok)

Genotip

b+cl+

b cl

b cl
Gamet
F2

b+cl+

: b+cl+ (N)

b cl
, b cl
, b cl (bcl)

, b+cl+ (N)

21

, b cl (bcl)

b cl

b cl

b cl

b cl

b. Rekonstruksi kromosom pada kromosom tubuh yang terletak pada


kromosom yang sama, terjadi pindah silang.
P1

Genotip

b+cl+

bcl

b cl

b+cl+

b cl

Gamet

b+cl+

F1

b+cl+ (N heterozigot)

, b cl

b cl
P2

(F1)

bcl (stok)

Genotip

b+cl+

b cl

b cl
b+

b cl

b-

b+

b+

replikasi
cl+

b+

ro+

pindah silang

cl-

cl+

cl+

cl

cl

b+

b-

b-

b+

b+

ro+

ro-

ro+

cl+

cl

cl+

cl

+gamet : b+cl+, b cl+,b+cl,b cl


F2

: b+cl+ (N)
b cl

, b cl+ (b)
b cl

, b+cl (bl)
b cl

22

, b cl (bcl)
b cl

BAB VI
PEMBAHASAN
Peristiwa pindah silang yang terjadi pada saat meiosis tersebut merupakan
peristiwa penting untuk pemisahan kromosom homolog, yang mana secara fisik
menghubungkan kromosom-kromosom homolog.Peristiwa pindah silang terjadi
ketika F1 disilangkan dengan induk jantan resesif. Ketika dilakukan test cross,
yakni F1 yang heterozigot disilangkan dengan induk jantan resesif, maka betina
heterozigot bisa mengalami crossing over dan menghasilkan F2 dengan fenotip
parental dan fenotip baru, yakni fenotip rekombinan. Keturunan bertipe parental
memiliki fenotip yang sama dengan induknya karena dihasilkan dari kromatid
yang tidak terlibat dalam pindah silang, sedangkan keturunan yang bertipe
rekombinan memiliki fenotip yang berbeda dari induknya karena dihasilkan dari
kromatid yang mengalami pindah silang. Pada penelitian ini, kami menyilangkan
N >< bdp beserta resiproknya, serta N >< bcl beserta resiproknya.
A. Pengaruh Lama Penyinaran Sinar UV terhadap Frekuensi Pindah Silang
pada Drosophila melanogaster Strain bdp dan bcl
Radiasi sinar UV merupakan agen mutasi fisik berenergi rendah, dimana
pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi hanya dapat menembus lapisan sel sel
permukaan saja (Corebima, 2000). Radiasi ultraviolet mengeksitasi atau
menggiatkan atom-atom yang dijumpainya, sehingga atom-atom ini lebih reaktif
daripada molekul yang atom-atomnya dalam keadaan stabil. Reaktivitas yang
meningkat merupakan efek mutagenik radiasi sinar (Gardner, dkk, 1991).
Reaktivitas ini menyebabkan aktivitas enzimatik menjadi meningkat sehingga
enzim Synaptonemal complex yang merupakan enzim yang berperan dalam

23

peristiwa pindah silang menjadi lebih aktif. Meningkatnya aktivitas enzimatik ini
menyebabkan frekuensi pindah silang menjadi lebih besar.
Radiasi sinar ultraviolet dapat menyebabkan perubahan struktur materi
genetik pada sel yang ditembusnya. Gardner, et al., (1991) menjelaskan bahwa
sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm dapat diserap oleh basa
pirimidin yang menyebabkan pirimidin tersebut menjadi lebih reaktif. Gardner, et
al., (1991) dua produk utama dari absorpsi ultraviolet pada pirimidin adalah
terbentuknya hidrat dan dimer pirimidin. Menurut Nickerson (1990) dalam
Sa`adah (2000) bahwa ikatan yang abnormal tersebut umumnya terbentuk antara
dua timin sehingga dikenal sebagai dimer timin. Bentuk dimer tersebut dapat
menyebabkan terjadinya semacam bonggol atau loop yang menganggu dupleks
pada tapak dimer unting dan perlengkapan sintesis unting DNA maupun RNA
menjadi terhalang dengan adanya tapak-tapak yang ditempati oleh dimer tadi.
Dengan adanya dimer timin, replikasi DNA akan terhalang pada posisi terjadinya
dimer timin tersebut sehingga terjadi mutasi dalam kromosom.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penyinaran pada telur Drosophila
melanogaster untuk mengetahui pengaruh radiasi sinar ultraviolet terhadap
frekuensi pindah silang, digunakan lama penyinaran ultraviolet yang berbedabeda, yaitu 0, 2, 4, 6, dan 8 untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran
ultraviolet terhadap frekuensi pindah silang. Namun dari penelitian ini, kami
belum dapat menjelaskan pengaruh lama penyinaran ultraviolet terhadap frekuensi
pindah silang, dikarenakan kami belum memenuhi ulangan secara lengkap. Oleh
karena itu, penentuan pengaruh radiasi sinar ultraviolet terhadap frekuensi pindah
silang hanya berdasarkan kajian literatur.
1. Radiasi sinar ultraviolet dapat mempengaruhi frekuensi pindah silang
pada Drosophila melanogaster Strain bdp dan bcl.
Radiasi sinar ultraviolet dapat mempengaruhi frekuensi pindah silang pada
Drosophila melanogaster Strain bdp dan bcl presentase munculnya anak tipe
rekombinan dari perlakuan ultraviolet berbeda dengan presentase munculnya
anak tipe rekombinan pada persilangan kontrol. Menurut Rothwell (1983:229),
radiasi menunjukkan efek pada beberapa peristiwa pindah silang dan berperan
untuk menstimulasi atau meningkatkan frekuensi pindah silang pada lalat buah
(Drosophila melanogaster). Perlakuan lama waktu penyinaran ultraviolet diduga
24

semakin meningkatkan frekuensi pindah silang. Karena menurut Corebima


(2000), untuk menginduksi terjadinya mutasi dapat dilakukan dengan suatu
penyinaran intensitas energi rendah selama suatu periode panjang atau melalui
intensitas energi cahaya tinggi dengan suatu periode singkat. Pernyataan ini
didukung oleh Rothwell (1983) dalam Agustin (1996) yang menjelaskan bahwa
radiasi ultraviolet dapat meningkatkan pindah silang pada lalat buah dan
mempunyai efek meningkatkan pindah silang pada daerah-daerah yang secara
normal terinduksi, sebagai contoh adalah daerah dekat sentromer.
.
2. Radiasi sinar ultraviolet tidak mempengaruhi frekuensi pindah silang
pada Drosophila melanogaster Strain bdp dan bcl.
Radiasi sinar ultraviolet dikatakan tidak mempengaruhi frekuensi pindah
silang pada Drosophila melanogaster strain bdp dan bcl jika presentase
munculnya anak tipe rekombinan dari perlakuan penyinaran UV sama dengan
presentase munculnya anak tipe rekombinan pada persilangan kontrol. Selain itu
DNA juga memiliki mekanisme perbaikan setelah terpapar radiasi sinar
ultraviolet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner, et al. yang menyatakan
bahwa DNA dapat memperbaiki DNAnya yang telah mengalami kerusakan. Pada
fenomena ini kerusakannya adalah terbentuknya dimer pirimidin dan hidrat
pirimidin akibat radiasi sinar ultraviolet. Gardner, et al., (1991) menyebutkan ada
tiga mekanisme perbaikan DNA setelah DNA tersebut terpapar sinar ultraviolet,
yaitu fotoreaktivasi, perbaikan melalui pemotongan, dan perbaikan rekombinasi
replikasi akhir.
Drosophila melanogaster mampu melakukan mekanisme replikasi
perbaikan DNA pada keseluruhan selnya setelah D. melanogaster tersebut
terpapar radiasi sinar ultraviolet (Boyd dan Presley 1974), walaupun sinar
ultraviolet menginduksi pembentukan dimer pirimidin pada DNA-DNA pengkode
protein synaptonemal complex, recombination nodule, protein MEI-219, atau
polipeptida lain yang terkait dengan peristiwa pindah silang, DNA-DNA tersebut
dapat membuang dimer timin yang terbentuk dan memperbaiki DNAnya,
sehingga protein-protein esensial yang bertindak dalam peristiwa pindah silang
disintesis secara normal dan frekuensi pindah silang dipastikan tidak mengalami
perubahan.
25

B. Pengaruh Macam Strain terhadap Frekuensi Pindah pada Drosophila


melanogaster Strain bdp dan bcl
Strain bdp dan bcl mengalami mutasi pada dua lokus yang berbeda, namun
terletak pada satu kromosom, yaitu kromosom II (autosom). Strain bdp
mengalami mutasi pada lokus black yang terletak pada titik 48,5 dan lokus dumpy
(dp) yang terletak pada titik 13,5. Berarti jarak kedua lokus tersebut adalah 35 mu.
Sedangkan strain bcl mengalami mutasi pada lokus black dan lokus clot eye (cl)
yang terletak pada titik 16,5, sehingga jarak kedua lokus tersebut adalah 32 mu.
Dari penjabaran di atas diduga macam strain berpengaruh terhadap
frekuensi pindah silang. Karena, strain bdp dan bcl memiliki jarak lokus yang
berbeda. Dalam hal ini bdp di mungkinkan memiliki frekuensi pindah silang lebih
tinggi di bandingkan bcl karena jarak lokus bdp lebih panjang d banding bcl. Hal
ini didukung oleh pernyataan Stansfield (1991), yaitu semakin panjang kromosom
semakin banyak kiasma yang terbentuk. Frekuensi terbentuk kiasma pada dua atau
lebih pada lokus gen memiliki karakteristik atau jumlah kemungkinan kiasma
yang berbeda. Apabila dua gen terpisah jauh tetapi terletak pada satu kromosom,
maka kesempatan untuk terbentuk suatu kiasma semakin besar di antara mereka.
Semakin dekat dua gen dihubungkan, semakin kecil kesempatan untuk terbentuk
suatu kiasma di antara mereka. Kiasmata ini bermanfaat untuk meramalkan
kemungkinan proporsi yang berkenaan dengan tipe parental dan tipe rekombinan
yang terbentuk dari genotip tertentu.
Dari beberapa literatur di atas, dapat dikatakan bahwa macam strain
berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang pada Drosophila melanogaster.
Tetapi, pada strain bdp dan bcl ini, peneliti belum dapat menunjukkan bukti
pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah silang, dikarenakan data yang
diperoleh belum memenuhi ulangan secara lengkap.

26

C. Pengaruh Interaksi antara Lama Penyinaran Ultraviolet dengan Macam


Strain terhadap Frekuensi Pindah pada Drosophila melanogaster Strain bdp
dan bcl
Berdasarkan uraian di atas, setiap variabel memang memiliki pengaruh
terhadap besarnya frekuensi pindah silang. Namun interaksi keduanya belum bisa
ditentukan karena pembahasan berdasarkan data penelitian belum dapat dilakukan
oleh peneliti karena peneliti belum mendapatkan keturunan F2 dari perlakuan
sinar ultraviolet dan dari persilangan antara kedua strain, sehingga peneliti belum
dapat memperoleh gambaran interaksi antara lama penyinaran ultraviolet dan
macam strain terhadap frekuensi pindah silang pada Drosophila melanogaster
strain bdp dan bcl

27

BAB VII
PENUTUP
Kesimpulan
Dari kajian literatur yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan
sementara sebagai berikut:
1. Ada pengaruh lama penyinaran UV terhadap frekuensi pindah silang pada
persilangan strain N><bdp, N><bcl dikarenakan radiasi ultraviolet
mempunyai efek meningkatkan pindah silang pada daerah-daerah yang
secara normal terinduksi, sebagai contoh adalah daerah dekat sentromer.
2. Ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah silang pada
Persilangan Strain N><bdp, N><bcl beserta resiproknya, dikarenakan
jarak lokus pada tiap strain berbeda, semakin panjang jarak antar lokus maka
akan semakin tinggi frekuensi pindah silang, dan sebaliknya.
3. Belum dapat diketahui adanya pengaruh interaksi antara macam persilangan
dengan lama UV terhadap frekuensi pindah silang pada Persilangan Strain
N >< bdp, N>< bcl beserta resiproknya.
Saran
Sebaiknya penelitian dilakukan dengan penuh kecermatan, ketelitian dan
kesungguhan agar hasil penelitian sesuai dengan harapan. Keberhasilan dan
keamanan sebaiknya ditingkatkan untuk menjaga stok dan hasil persilangan dari
hal hal yang dapat mengganggu penelitian, seperti kutu, gabus dan larva dari
serangga lain. Hendaknya didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai
sehingga hasilnya bias maksimal. Dan kami menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan semangat, tidak putus asa, dan
teliti sehingga memperoleh data yang lebih akurat agar dapat membuktikan ada
tidaknya pengaruh dari perlakuan tertentu terhadap fen
28

DAFTAR RUJUKAN
Agustin, Dwi Anik.1996. Efek Sitoplasma terhadap Frekuensi Pindah Silang
pada Individu Betina D.melanogaster Strain ered dan ero. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: IKIP Malang.
Boyd JB, Presley JM. 1974. Repair replication and photorepair of DNA in larvae
of Drosophila melanogaster. PubMed.
Campbell, Neil A.1996. Biology Fourth Edition. California: Cumming Publishing
Company, INC.
Corebima, AD. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: Jurusan Biologi
FMIPA UM
Corebima, A. D. 2003. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Elrod, S. & Stanfield, W. 2007. Teori dan Soal-soal Genetika Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga.
Gardner, Eldon J., dkk. 1984. Prinsiples of Genetics. New York: John
Wiley&Sons.
Rothwell, Norman V. 1983. Understanding Genetics, Third Edition. New York:
Oxford University Press.
Saadah, K. 2000. Pengaruh Radiasi Sinar Ultraviolet terhadap Penetasan Telur
dan Kestabilan Genetik D. melanogaster strain N dan b dalam
Kaitannya dengan Mutasi Gen.Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
UM
Strickberger, Monroe. W. 1985. Genetics. New York: Macmillan Publishing
Company
Suryo.2005. Genetika Manusia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Suryo. 2010. Genetika untuk Strata I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Stanfield, William D. 1991. GENETIC 3/ed USA: McGraw-Hill, Inc.

29

30

You might also like