You are on page 1of 10

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU MENGGUNAKAN

HIDROLISIS ASAM SULFAT SECARA FERMENTASI DENGAN


MIKROBA SACCHAROMYCES CEREVISEAE

Gigih Anggara Putra Wardana (B4211083)


Prodi Teknik Energi Terbarukan, Politeknik Negeri Jember
Jl. Mastrip Kotak Pos 164 Jember 68101 Telp. (0331)333533/ Fax. (0331)333531
Pembimbing: Yuana Susmiati, Stp.,Msi

PENDAHULUAN
Bioetanol merupakan alkohol yang di produksi dari bahan baku tanaman
yang mengandung gula, pati, dan serat. Bahan baku tanaman yang mengandung
gula (misalnya nira tebu, aren, kelapa), bahan berpati (misalnya sagu, kentang, ubi
kayu, ubi ungu, ubi talas, kentang, jagung, dll), bahan berselulosa (misalnya
bagase, TKKS) dan bahan berligninselulosa (misalnya rumput gajah, jerami).
Etanol atau ethyl alkohol berupa cairan bening tidak berwarna, terurai secara
biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara
yang besar apabila terurai bebas di lingkungan. Etanol diperoleh dari hasil
fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi. Proses distilasi
dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai
bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang
biasa disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip
dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular

Sieve, untuk

memisahkan air dari senyawa etanol, (Musanif, Jamil).


Ubi kayu (Manihot Esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber
karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi
dan jagung. Ubi kayu segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air
sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak 0,5%, dan
kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidarat dan serat makanan,
namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Ubi kayu segar mengandung
senyawa glokosida sianogenik dan apabila terjadi proses oksidasi oleh enzim
linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai

dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) apabila dikonsumsi pada
kadar HCN lebih dari 50 ppm, (Badan Litbang Pertanian, 2011)
Ubi kayu merupakan salah satu bahan baku yang cukup potensial untuk
produksi bioetanol, karena kandungan karbohidratnya dapat diubah menjadi gula
sederhana atau monosakarida sebagai substrat fermentasi. Proses mengubah
karbohidrat menjadi gula sederhana disebut dengan hidrolisis. Pada prinsipnya
hidrolisis merupakan proses pemecahan rantai polimer bahan menjadi monomermonomer sederhana. Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi, ataupun kombinasi
keduanya.
Proses hidrolisis enzimatis dilakukan dengan penambahan enzim alphaamilase dan amiloglukosidase. Kelemahan hidrolisis enzimatis pada bahan ubi
kayu yaitu substrat masih menyisakan serat dan sedikit pati. Selain itu metode
hidrolisis secara enzimatis juga relatif mahal dan memerlukan waktu yang cukup
lama.
Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam yang sering digunakan sebagai
katalis kimia meskipun asam yang lain juga bisa digunakan seperti asam klorida
(HCl). Hidrolisis asam dapat memecah hemiselulosa dengan efektif menjadi
monomer-monomer gula (arabinosa, galaktosa, glukosa, manosa, dan xilosa) dan
larutan oligomer yang meningkatkan konversi selulosa, (Sun dan Cheng, 2005).
Pada penelitian ini digunakan hidrolisis asam dengan asam sulfat (H2SO4)
berkonsentrasi rendah karena efektif menghasilkan gula tinggi dan sekaligus
mampu menghidrolisis serat (selulosa dan hemiselulosa).
Fermentasi pada produksi bioetanol dimaksudkan untuk mengubah
glukosa menjadi etanol (alkohol) dengan menggunakan yeast/ragi/khamir. Khamir
yang digunakan adalah Saccharomyces cereviseae. Khamir jenis ini merupakan
spesies khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi.
Saccharomyces cereviseae memerlukan suhu 30oC dan pH 4,0-5,5 agar dapat
tumbuh dengan baik, (Sassner, 2008).
Menurut Gaur (2006), salah satu yang membatasi tingginya kecepatan
produksi etanol adalah penghambatan pada proses metabolisme khamir oleh

tingginya gula pada substrat dan sebagai produk akhir. Konsentrasi gula pada
substrat yang digunakan sebesar 16-24% brix. Apabila konsentrasi substrat lebih
dari itu maka akan menyebabkan tekanan osmotik yang mengurangi efisiensi
proses fermentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan bioetanol
(persiapan bahan baku, fermentasi dan distilasi) dari bahan ubi kayu. Selain itu
juga mengetahui jumlah kadar gula yang dihasilkan dengan menggunakan
hidrolisis asam sulfat berkonsentasi rendah.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi ubi kayu, air/aquades,
H2SO4, fermipan (ragi/khamir), pupuk NPK, dan urea.
Alat

yang

digunakan

meliputi

timbangan

analitis,

auto

clave,

refraktometer, beaker glass, erlenmeyer, pengaduk, pipet ukur, labu ukur, gelas
ukur, kompor (pemanas), termometer, pH meter, dan alat distilasi sederhana.

Prosedur Penelitian
Pembuatan bioetanol diawali dengan persiapan bahan baku, proses
fermentasi, dan proses distilasi.
1. Persiapan bahan baku meliputi:
1.1 Penepungan bahan ubi kayu

Timbang ubi kayu sebanyak 2 kg

Ubi kayu dikecilkan ukurannya dengan cara diparut

Ubi kayu dikupas kulit arinya dan dibersihkan menggunakan air

Jemur hasil parutan di bawah sinar matahari hingga kering

cara penghalusan menggunakan mesin penggiling.

Setelah benar-benar kering parutan singkong ditepungkan dengan

Dilakukan pengayakan untuk partikel lolos ayakan 40 mesh.


Jumlah hasil penepungan sebanyak 650 gr.

1.2 Hidrolisis tepung ubi kayu

Membuat pengenceran larutan sebagai bahan pelarut hidrolisis


asam dari asam pekat H2SO4 17,8 M sebanyak 11,23 ml
dilarutkan dalam labu pengencer 500 ml kemudian tambahkan
aquadest, hingga menjadi asam lemah H2SO4 0,4 M. Lakukan
proses pengenceran selama 2 kali karena larutan yang dibutuhkan

600 ml.
Proses hidrolisis dilakukan dengan komposisi tepung sebanyak
30% dari larutan H2SO4. Sehingga dibutuhkan tepung sebanyak
90 gr untuk masing-masing percobaan (percobaan pertama dan
percobaan kedua). Jumlah larutan hasil pengenceran masingmasing percobaan 300 ml. Tempat pencampuran tepung dan

larutan ditempatkan di erlenmeyer.


Pada proses sakarifikasi dilakukan dengan memanaskan kedua
percobaan tersebut dengan metode pemanasan yang berbeda,
yaitu: a) Menggunakan auto clave dengan suhu hingga 120oC
kemudian atur waktunya 5 menit dihitung pada saat suhu auto
clave mencapai 120oC, b) Menggunakan kompor hingga larutan

tersebut encer atau mudah diaduk.


Setelah dingin larutan tersebut diuji nilai brixnya menggunakan
refractometer.

2. Proses fermentasi

Lakukan formulasi media gula hasil hidrolisis dengan cara mengatur


pH dan kadar gula. pH diatur (4-5) dengan menambahkan basa
(NH4OH) dan kadar gula diatur (20 brix) dengan pengenceran atau
pemekatan. Penambahan basa NH4OH

juga berfungsi sebagai

detoksifikasi.
Lakukan pasteurisasi sampai dengan suhu ruang selama 10 menit
dengan suhu 85oC
Dinginkan hasil pasteurisasi sampai dengan suhu ruang.
Tambahkan mikroba (ragi roti/ferniphan) sebanyak 0.15 gr dari
perhitungan (0,23% * brix * volume media).

Larutan aquades untuk mengencerkan ferniphan 30 ml dari


perhitungan (10 % aquades x volume media) dengan suhu pemanasan

dibawah 40oC
Tambahkan nutrisi NPK sebanyak 0,04 gr (0,06%* brix*volume
media) dan urea sebanyak 0,34 gr (0,5% * brix * volume substrak).
Lakukan pengkondisian udara fermentasi kurang lebih 72 jam.
Fermentor yang digunakan berupa toples plastic (diameter 14 cm,
tinggi 13 cm) sebanyak 2 buah yang dihungkan dengan selang kecil
panjangnya 35 cm. Toples A untuk substrat hasil hidolisis dan toples
B berisi aquades. Kedua toples dikondisikan kedap udara.

3. Proses Distilasi

Ambil broth fermentasi yang akan didistilasi sebanyak 200 ml.

Lakukan proses distilasi bahan yang telah disiapkan.

Masukkan larutan kedalam labu pemanas.

Setelah proses distilasi selesai, kadar alkohol hasil distilasi dapat


diukur.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Proses Hidrolisis
Hasil dari proses hidrolisis menggunakan asam kuat pada percobaan
pertama (pemanasan dengan kompor) dan percobaan kedua (pemanasan dengan
auto clave) diperoleh data sebagai berikut:

No

1.

Nama Bahan

Ubi Kayu

Campuran
H2SO4

Pemanasan
Auto clave

Kompor

(% brix)

(% brix)

23

26

0,4

Gambar 1. Hasil percobaan nilai total gula atau brix

Nilai tersebut diperoleh dari pengukuran kualitas gula dengan alat


Refractometer dan nilai tersebut disebut brix. Pada proses hidrolisis dilakukan

dengan menggunakan larutan asam kuat H2SO4 yang memiliki kosentrasi rendah
0.4 M, karena asam sulfat berkonsentrasi rendah efektif menghasilkan gula tinggi
dan sekaligus mampu menghidrolisis serat (selulosa dan hemiselulosa), (Susmiati,
Yuana 2012). Bahan baku yang mengandung serat akan cepat menjadi glukosa
sederhana apabila pemecahannya dilakukan oleh katalis asam yang kuat (H2SO4).
Asam sulfat dengan konsentrasi 0,4 M memberikan nilai kualitas gula yang tinggi
yaitu 26% karena rantai polisakarida karbohidrat dapat diputus secara
keseluruhan. Pada proses hidrolisis dengan kondisi tersebut sebagian besar
hemiselulosa dan selulosa dapat terkonversi menjadi gula.
Glukosa yang dihasilkan pada proses hidrolisis asam ini memiliki produk
sampingan furtural dan HMF (Hidroksi Metil Fruktural) yang dapat memberikan
pengaruh pada glukosa. Terbentuknya HMF terjadi dari reaksi pengguraian pati
atau gula lanjut yang telah terhidrolisis sebelumnya. Jika suatu glukosa memiliki
kandungan HMF yang tinggi maka glukosa tersebut akan mengandung toksin atau
racun. Dan apabila kandungan fuktural didalam glukosa tinggi maka akan
mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap pada glukosa.
Nilai brix (kadar gula) yang di hasilkan dari kedua perlakuan ini berbeda.
Hal ini dikarenakan pada proses hidrolisis yang pemanasannya dengan kompor
terjadi di tempat terbuka dengan suhu pemanasan 100oC sehingga terjadi proses
penguapan glukosa mengakibatkan fruktural dan HMF ikut terbuang. Akibatnya
glukosa warnanya menjadi coklat muda dan nilai brix yang dihasilkan 26%.
Sedangkan proses hidrolisis yang pemanasannya menggunakan panci bertekanan
tinggi (Auto Clave) hasil glukosanya memiliki warna cenderung coklat tua dengan
nilai brix 23%
Pada proses sakarifikasi yang dilakukan dengan auto clave seharusnya
nilai brix (kadar gula) yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan proses
hidrolisis yang dilakukan menggunakan kompor. Pada proses di dalam auto clave
secara fisik substrat berada diruang tertutup yang berada pada tekanan dan suhu
yang konstan, sehingga fruktural dan HMF pada glukosa tidak ikut terbuang ke
lingkungan. Dengan demikian nilai kualitas gula dapat lebih besar dari 26%.

Proses Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi
suatu produk oleh masa sel mikroba. Produk yang diharapkan dalam proses adalah
produk etanol yang diperoleh melalui konversi dari bentuk gula menjadi etanol
(alkohol) dengan menggunkan mikroba Saccharomyces cerevisiae. Dalam
percobaan yang dilakukan mikroba Saccharomyces cerevisiae berasal dari
ragi/khamir roti (ferniphan).
Pada percobaan yang dilakukan merupakan proses fermentasi anaerobik
Setelah waktu fermentasi selama 24 jam timbul gelembung di permukaan sekitar
lubang selang. Dan setelah 72 jam kemudian hasil yang terjadi adalah aquades
pada wadah indikator naik melalui selang sampai dengan + 10 cm.
Aquades dari wadah indikator dapat naik melalui selang dikarenakan
substrat (mikroba) yang tumbuh dalam media fermentasi membutuhkan oksigen,
sehingga ketika substrat (mikroba) menghirup oksigen dari wadah indikator
melalui selang terlihat air menjadi naik. Oksigen yang dibutukan pada substrat
sebesar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen. Proses fermentasi tidak membutuhkan
jumlah oksigen yang lebih dari itu, karena dapat mendorong pertumbuhan
mikroba dengan cepat dan mengkonsumsi gula.
Hasil kadar gula setelah proses fermentasi diperoleh 15% dari total semula
23%. Dengan demikian dapat disumpulkan konversi gula menjadi alkohol
berhasil. Indikator keberhasilan proses fermentasi dapat pula diketahui dengan
cara melihat gelembung-gelembung udara yang ada pada indikator aquades, yang
sebenarnya gelembung itu merupakan gas karbondioksida (CO2) salah satu hasil
dari fermentasi.
Pada proses fermentasi terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kerja bakteri untuk melakukan fermentasi di antaraya adalah sebagai berikut :
1. Nutrisi
Pada saat ragi melakukan proses fermentasi, ragi memerlukan tambahan
nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Sehingga ragi dapat
bekerja secara optimal dan menghasilkan fermentasi yang bagus. Nutrisi
yang dapat diberikan kepada ragi adalah sebagai berikut :

Unsur C

: Terdapat pada karbohidrat

Unsur N

: Dengan penambahan pupuk yang mengandung

nitrogen ZA,urea
Unsur P

: Penambahan pupuk fospat dari NPK, STP dll

2. Keasaman ( pH )
Untuk fermentasi alkohol ragi memerlukan tingkat keasaman atau pH
antara 4-5. Pengaruh pH dilakukan penambahan asam sulfat jika
subtratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika subtratnya asam.
3. Temperatur
Temperatur umum yang digunakan ragi untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan ragi adalah dengan suhu ruang yaitu 27oC 30oC pada
waktu fermentasi.
4. Udara
Fermentai alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara). Namun
udara masih di perlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi,
untuk perkembangbiakan ragi sel.
5. Volume starter
Pada umunya volume starter yang digunakan 5% dari volume larutan
fermentasi. Hal ini dikarenakan pada volume starter yang lebih kecil dari
5% maka kecepatan fermentasi kecil, sedangkan pada volume starter yang
lebih besar dari 5% keaktifan khamir berkurang karena alkohol yang
terbentuk pada awal fermentasi sangat banyak sehingga fermentasinya
lebih lama dan banyak glukosa yang tidak terfermentasi.

Proses Distilasi
Proses distilasi yang akan dilakukan merupakan proses distilasi secara
sederhana dimana prinsip dari proses distilasi sederhana adalah memisahkan dua
atau lebih komponen cairan berdasarkan titik didih (volatilitas) yang jauh berbeda.
Dari jumlah bahan baku 90 gr tepung ubi kayu di peroleh hasil 289 ml
cairan etanol. Namun yang digunakan untuk proses distilasi hanya 200 ml, dan
didapat hasil distilasi 117 ml bioetanol dengan kadar alkohol 11%. Nilai

perbandingan kadar etanol atau rendemen yang dapat di hasilkan adalah sebagai
berikut :
Rendemen

= kadar alkohol x bioetanol


= 11% x 117
= 12,87 ml

Namun bila kita mengunakan semua bahan hasil fermentasi untuk melakukan
proses distilasi maka dapat diperoleh rendemen sebagai berikut :

Rendemen =

(ml)
ml

= 18,59 ml

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan
bioetanol dari ubi kayu dengan hidrolisis asam sulfat berkonsentrasi rendah 0,4 M
dapat menghasilkan kadar gula (brix) tinggi dan kadar etanol yang dihasilkan 11%
dari total bahan penepungan 90 gr.
Saran
Untuk menghasilkan jumlah etanol yang optimal dibutuhkan ketelitian dan
kedisiplinan yang tinggi sesuai dengan prosedur penelitian. Karena semakin
banyak terjadi kesalahan yang tidak sesuai dengan prosedur penelitian maka
tingkat keberhasilan mendapatkan etanol semakin kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Inovasi Pengolahan
Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Jurnal
elektronik dari internet, diunduh tgl 16 Oktober 2013.

Gaur K. 2006. Process optimization for the production of ethanol via


fermentation.

Dissertation.

Department

of

Biotechnology

and

Environment Sciences Thapar Institute of Engineering & Technology


(Deemed University). Patiala 147004. Patiala Punjab India.
Musanif, Jammil. Bio-ethanol. Jurnal elektronik
Sassner P, CG Martensson, M Galbe, G Zacchi. 2008. Steam pretreatment of
H2SO4-impregnated Salix for production of bioethanol. J. Bioresource
Technol. 99 (2008) : 137-145
Susmiati, Yuana. 2012. Hidrolisis Asam Pati dan Serat

Ubi Kayu Menjadi

Monosakarida Sebagai Substrat Fermentasi Bioetanol. Agro-Techno,


Vol 2 No 3.

You might also like