Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat
asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru
agar dapat menginfeksi organisme.
Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan lapisan pelindung
kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen seperti bakteri dan virus
memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan menyediakan
perlindungan dengan segera, tetapi respon tidak-spesifik. Sistem imun bawaan ditemukan pada
semua jenis tumbuhan dan binatang.Namun, jika patogen berhasil melewati respon bawaan,
vertebrata memasuki perlindungan lapisan ketiga, yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi oleh
respon bawaan. Disini, sistem imun mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk
menambah penyadaran patogen tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen dihabiskan pada
bentuk memori imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif untuk memasang lebih cepat
dan serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut ditemukan.
Sistem imun dibedakan mejadi dua, yaitu sistem kekebalan alami (imun non spesifik) dan
sistem kekebalan didapat (spesifik). Sistem kekebalan alami yaitu pertahanan tubuh terdepan
dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme atau benda asing lain (respon langsung
terhadap antigen). Sistem imun didapat yaitu hanya dapat menghancurkan benda asng yang
sudah dikenal sebelumnya.
Demam
1. 2 SKENARIO
Demam
Seorang laki-laki 20 tahun datang ke PKM dengan keluhan demam. Demam dirasakan
sejak 2 hari dan menggigil pada malam hari. Pasien mengeluh sakit seluruh badan serta gatal
dipergelangan tangan setelah ganti jam tangan baru. Riwayat ibu menderita asma. Dari
pemeriksaan vital sign di dapatkan TD 120/80 mmHg, HR 18x/menit, RR 20x/menit, T 39 oC.
dari pemeriksaan dermatologi didapatkan vesikel dan eritema berbatas tegas melingkar di
pergelangan tangan. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan penunjang.
1. 3 TERMINOLOGI
a. Vesikel adalah organel kecil dalam sel, yang terdiri dari cairan tertutup oleh membran
lipid bilayer. Vesikel dapat terbentuk secara alami, misalnya, selama proses sekresi
(eksositosis), serapan (fagositosis dan endositosis) dan transportasi bahan dalam
sitoplasma. Vesikel berdiameter kurang dari 0,5cm.
b. Eritema adalah kondisi kulit berwarna kemerahan
1. 4 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mekanisme terjadinya demam?
2. Penyebab demam?
3. Apa hubungan keluhan pasien dengan penggunaan jam tangan baru?
4. Kenapa bisa terjadi menggigil?
5. Adakah hubungan asma yang di derita ibunya dengan keluhan pasien?
6. Macam-macam alergi?
Demam
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 DEMAM
2.1.1. Definisi Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh normal berkisar
antara 36,5-37,2C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature
38,0C atau oral temperature 37,5C atau axillary temperature 37,2C.
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah
suatu keadaan demam dengan suhu > 41,5C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang
parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat.
2.1.2. Etiologi demam
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat
infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang
pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis,
osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis,
ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada
umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue,
demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll),
penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai
akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari. Hal lain yang juga berperan
Demam
sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.
2.1.3. Risiko demam
Risiko antara anak dengan terjadinya demam akut terhadap suatu penyakit serius
bervariasi tergantung usia anak. Pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terkena infeksi bakteri yang serius dibandingkan dengan bayi dengan usia lebih tua.
Demam yang terjadi pada anak pada umumnya adalah demam yang disebabkan oleh infeksi
virus. Akan tetapi infeksi bakteri yang serius dapat juga terjadi pada anak dan menimbulkan
gejala demam seperti bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis, dan
osteomyelitis.
Pada anak dengan usia di diantara dua bulan sampai dengan tiga tahun, terdapat
peningkatan risiko terkena penyakit serius akibat kurangnya IgG yang merupakan bahan bagi
tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi. Pada anak
dibawah usia tiga tahun pada umumnya terkena infeksi virus yang berakhir sendiri tetapi bisa
juga terjadi bakteremia yang tersembunyi (bakteremia tanpa tanda fokus). Demam yang terjadi
pada anak dibawah tiga tahun pada umumnya merupakan demam yang disebabkan oleh infeksi
seperti influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Bakteremia yang
tersembunyi biasanya bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi juga dapat
menjadi pneumonia, meningitis, arthritis, dan pericarditis.
Demam
Demam septic
Demam hektik
Demam remiten
Penjelasan
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari
Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
Demam
intermiten
Demam
Kontinyu
Demam Siklik
oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit
dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh
naik ke patokan yang baru tersebut.
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase
pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan
vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu
fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang
berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.
2.1.6. Penatalaksanaan demam
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan
titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh
yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi
menjadi dua garis besar yaitu: non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan
penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur < 3 bulan
dengan suhu rectal > 38C, penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu > 39C, penderita
dengan suhu > 40,5C, dan demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam.
A. Terapi non-farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam:
Demam
1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan beristirahat yang
cukup.
2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita
lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan
satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama
setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan menyebabkan
keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti.
B. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol
(asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan
ibuprofen memiliki efek kerja yang lama. Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian
parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi
antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak. Dosis parasetamol juga dapat
disederhanakan menjadi:
Dosis parasetamol menurut kelompok umur
Umur (tahun)
<1
(mg)
60
1-3
60-125
4-6
125-250
6-12
250-500
Selain pemberian antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk
mengatasi penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi
bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur bakteri apabila
memungkinkan.
2.2
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Demam
2.2.1
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya
nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau
bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut allergen. Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan
reaktivitas, tubuh bereaksi dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda
asing. Reaksi hipersensitivitas biasanya disubklasifikasikan menjadi tipe I-IV
A. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat, atau reaksi alergi, yang timbul kurang dari 1 jam
sesudah tubuh terpajan oleh alergen yang sama untuk kedua kalinya. Pada reaksi tipe ini, yang
berperan adalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik seseorang yang
cendrung terkena alergi (atopi). Prosesnya adalah sebagai berikut:
Ketika suatu alergen masuk ke dalam tubuh, pertama kali ia akan terpajan oleh makrofag.
Makrofag akan mempresentasikan epitop alergen tersebut ke permukaannya, sehingga makrofag
bertindak sebagai antigen presenting cells (APC). APC akan mempresentasikan molekul MHC-II
pada Sel limfosit Th2, dan sel Th2 mengeluarkan mediator IL-4 (interleukin-4) untuk
menstimulasi sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel Plasma. Sel Plasma akan
menghasilkan antibodi IgE dan IgE ini akan berikatan di reseptor FC-R di sel Mast/basofil di
jaringan. Ikatan ini mampu bertahan dalam beberapa minggu karena sifat khas IgE yang
memiliki afinitas yang tinggi terhadap sel mast dan basofil. Ini merupakan mekanisme respon
imun yang masih normal.
Namun, ketika alergen yang sama kembali muncul, ia akan berikatan dengan IgE yang
melekat di reseptor FC-R sel Mast/basofil tadi. Perlekatan ini tersusun sedimikian rupa sehingga
membuat semacam jembatan silang (crosslinking) antar dua IgE di permukaan (yaitu antar dua
IgE yang bivalen atau multivalen, tidak bekerja jika igE ini univalen). Hal inilah yang akan
menginduksi serangkaian mekanisme biokimiawi intraseluler secara kaskade, sehingga terjadi
granulasi sel Mast/basofil. Degranulasi ini mengakibatkan pelepasan mediator-mediator alergik
yang terkandung di dalam granulnya seperti histamin, heparnin, faktor kemotaktik eosinofil,
Demam
danplatelet activating factor (PAF). Selain itu, peristiwa crosslinking tersebut ternyata juga
merangsang sel Mast untuk membentuk substansi baru lainnya, seperti LTB4, LTC4, LTD4,
prostaglandin dan tromboksan. Mediator utama yang dilepaskan oleh sel Mast ini diperkirakan
adalah histamin, yang menyebabkan kontraksi otot polos, bronkokonstriksi, vasodilatasi
pembuluh darah, peningkatan permeabilitas vaskular, edema pada mukosa dan hipersekresi.
Gejala yang ditimbulkan: bisa berupa urtikaria, asma, reaksi anafilaksis, angioedema dan alergi
atopik.
B. Reaksi Hipersensitifitas Tipe II
Reaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi
ini melibatkan antibodi IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di permukaan sel
atau jaringan tertentu. Antigen yang berikatan di sel tertentu bisa berupa mikroba atau molekul2
kecil lain (hapten). Ketika pertama kali datang, antigen tersebut akan mensensitisasi sel B untuk
menghasilkan antibodi IgG dan IgM. Ketika terjadi pemaparan berikutnya oleh antigen yang
sama di permukaan sel sasaran, IgG dan IgM ini akan berikatan dengan antigen tersebut. Ketika
sel efektor (seperti makrofag, netrofil, monosit, sel T cytotoxic ataupun sel NK) mendekat,
kompleks antigen-antibodi di permukaan sel sasaran tersebut akan dihancurkan olehnya. Hal ini
mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada sel sasaran itu sendiri, sehingga itulah kenapa
reaksi ini disebut reaksi sitotoksik/sitolisis (sito = sel, toksik = merusak, lisis = menghancurkan).
Demam
10
11
dihancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik. Reaksi
granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk membatasi antigen yang persisten, sedang
reaksi tuberkulin merupakan respon imun seluler oleh antigen mikroorganisme yang
sama misalnya M. tuberculosis dan M. Leprae
Contoh penyakit yang ditimbulkan: reaksi tuberkulin, dermatitis kontak.
2.2.2
Faktor Internal
1. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,
enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya :
IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga
mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
2. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin
sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma
kehidupan setempat.
3. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan
alergen bertambah.
Fakor Eksternal
1. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari, olah raga).
2. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya
Ikan 15,4%, Telur 12,7%, Susu 12,2%, Kacang 5,3%, Gandum 4,7%, Apel 4,7%,
Kentang 2,6%, Coklat 2,1%, Babi 1,5%, Sapi 3,1%
3. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
2.2.3
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala gejala
Demam
12
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang
akan merangsang sel B untuk
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami
paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada
kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan
terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik
syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan
bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
2.2.4
Pemberianantigen protein atau obat (misalnya, bias lebah atau penisilin) secara sistemik
(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada
pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria(bintik merah dan bengkak), dan
eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru
dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan dengan
menyebabkanobstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan
dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi
segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami
kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit. Reaksi lokal biasanya terjadi bila
antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak,
Demam
13
2.
3.
4.
2.2.6
Demam
14
2.2.7
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.
Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi
(aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella),
virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein,
glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat),
tiramin (keju) dan sebagainya.
2.2.8
Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin,
Demam
15
Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi.
Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau
intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai
pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus,
permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E
atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari
basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati
memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya
melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi.
Preparat leukosit dari beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah
terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan
antigen E ragweed pada kadar berapapun.
4. Profilaksis
Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti traneksamat, sering kali
sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.
Demam
16
2.2.9
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna
karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik
maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas
5 atau 7 tahun alergi makanan pun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi
makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autisme pun
biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan
tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.
Demam
17
BAB III
PENUTUP
3. 1 KESIMPULAN
1. Alergi adalah kegagalan kekebalan tubuh, di mana tubuh seseorang menjadi
Demam
18
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta.
Hoffbrand, A.V. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC
William F. Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Demam
19