You are on page 1of 4

PENDAHULUAN

Di bagian kami insidens sindrom ini makin meningkat karena salah satu penyebab ialah
alergi obat dan sekarang semua obat dapat diperoleh secara bebas. Di bagian kami setiap
tahun kira kira terdapat 10 kasus. Bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian,
tetapi dengan terapi yang tetap dan cepat nyawa penderita dapat diselamatkan.
DEFINISI
Sindrom Stevens-Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat kelainan
pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
SINONIM
Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini, di antaranya: ektodermosis erosive
pluriorifisialis, sindrom mukokutanea-okular, eritema multiformis tipe herba, eritema
bulosa maligna. Meskipun demikian yang umum digunakan ialah sindrom Stevens
Johnson.
ETIOLOGI
Etiologi yang pasti belum diketahui. Ada anggapan bahwa sindrom ini merupakan
eritema multoforme yang berat dan disebut eritema multiforme mayor. Salah satu
penyebabnya ialah alergi obat biasanya secara sistemik. Pada kasus kasus yang berobat di
bagian kami, yang disangka sebagai penyebabnya di antaranya ialah: penisilin dan
semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya :
derivate salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol), klorpromazin,
karbamasepin, kinin antipirin, tegretol, dan jamu.selain itu berbagai penyebab
dikemukakan di perpustakaan, misalnya infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit),
neoplasma, pascavaksinasi, radiasi dan makanan.
PATOGENESIS
Patogenesisny abelum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk
mikro presitipasi sehingga terjadi aktivasi system komplemen. Akibat terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada
organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi

berkontak lagi dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang.
GEJALA KLINIS
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadaraanya menurun, penderita dapat
soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disetai gejala prodormal berupa
demam tinggi , malese, nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorok
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
a. Kelainan kulit
b. Kelainan selaput lender di orifisium
c. Kelainan mata
a. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi purpura.
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
b. Kelainan selaput lender di orifisium
Kelainan selaput lender yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian
disusul oleh kelainan di lubang hidung dan anus jarang (masing masing 8% dan 4%)
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan
yang tersering tampak ialah krusta berwarna hitam tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan
esophagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar/ tidak dapat menelan.
Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.
c. Kelainan mata
Kelainan mata, merupakan 80% di antara semua kasus; yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan,
simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
Disamping kelainan tersebut terdapat pula kelainan lain, misalnya nefritis dan onikolitis.
KOMPLIKASI

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, yang didapati sejumlah 16% di antara
seluruh kasus yang dating berobat di bagian kami. Komplikasi yang lain ialah kehilangan
cairan/ darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi
kebutaan karena gangguan lakrimasi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, penyebabnya
kemungkinan karena infeksi. Kalao terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jik
adisangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah.
HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologinya sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi dari perubahan
dermal yang ringan sampai nekrosis epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa :
1. infiltrate sel mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
2. edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar
3. degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal
4. nekrosis sel epidermal dan kadang kadang di adneksa
IMUNOLOGI
Beberapa kasus menunjukkan deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial
dan pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Pada sebagian besar kasus terdapat
kompleks imun yang mengandung IgG, IgM, IgA, secara tersendiri atau dalam
kombinasi.
DIAGNOSIS BANDING
Sebagai diagnosis banding ialah Nekolisis Epidermal Toksisk (NET). Penyakit ini sangat
mirip dengan sindrom Stevens Johnson. Pada NET terdapat epidermolisis yang
menyeluruh yang tidak terdapat pada sindrom Stevens Johnson. Perbedaan lain biasaanya
keadaan umum pada NET lebih buruk.
PENGOBATAN
Jika keadaan umum penderita sindrom Stevens Johnson baik dan lesi tidak menyeluruh
cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Kalau keadaan umumnya buruk dan
lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Pengunaan obat kortikosteroid
merupakan tindakan live-saving. Biasanya digunakan deksametason secara intravena

dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari. Pada umunya masa kritis dapat diatasi dalam
beberapa hari.
Dengan dosis kortikosteroid setinggi itu, maka imunitas penderita akan berkurang, karena
itu

harus

diberikan

antibiotic

untuk

mencegah

terjadinya

infeksi,

misalnya

bronkopneumonia yan dapat menyebabkan kematian. Antibiotic yang dipilih hendaknya


yang jarang menyebabkan elergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak atau
sedikit nefrotoksik. Obat yang memenuhi syarat tersebut misalnya spirofloksasain 2x400
mg iv, dan klindamisin 2x600 mg iv sehari. Biasanya kami gunakan gentamisin dengan
dosis 2x80 mg. untuk mengurangi efek samping kortokosteroid digunakan diet rendah
garam tinggi protein. Selain itu juga diberikan obat anabolic dan KCl 3x500 mg sehari,
jika terjadi penurunan K.
Hal ayang perlu diperhatikan ialah mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi,
terlebih karena penderita sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di
tenggorokkan dan kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus, misalnya
berupa glukosa 5% dan larut dalam Darrow.
Jika dengan terapi diatas belum tampak perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan
transfusi darah sebanyak 300cc selam a2 hari berturut turut, terlebih pada kasus yang
disertai dengan purpura yang luas dan leucopenia pada kasus dengan purpura yang luas
dapat pula ditambah Vit C 500mg atau 1000mg sehari, iv dan hemostatik
Terapi topical tidak sepenting terapi sistemik. Untuk lesi di mulut dapat diberi kenalog in
orabase. Untuk lesi di kulit yang erosive dapat diberikan sofratulle atau krim sulfadiazine
perak.
PROGNOSIS
Kalau kita bertindak tepat dan cepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila terdapat
purpura yamg luas dan leucopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang
buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A,. 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

You might also like