You are on page 1of 17

Kumpulan ASKEP

Kamis, 13 Agustus 2009

HIPOSPADIA
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPOSPADIA

A. PENGERTIAN

Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah
dan spadon yang berarti keratan yang panjang.

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis


bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin
bawaan sejak lahir.

Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000


bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra
terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.

Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di
tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
(kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan

dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan
penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

Menurut refrensi lain definisi hipospadia, yaitu:

1. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus


uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal
dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).

2. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan


uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan
orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara
skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).

3. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang


terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).

4. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat


lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah
antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).

5. Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang


sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya
harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil
yang memuaskan.
(http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg).

B. ETIOLOGI

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum


diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone

Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur


organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2. Genetika

Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

C. PATOFISIOLOGI

Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada
glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum.

Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi
dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada
sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.

2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian


punggung penis.

3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan


membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.

4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.

5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.

6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.

7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.

8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).

9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

E. KLASIFIKASI

Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :

1. Tipe sederhana/ Tipe anterior

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.


Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.

2. Tipe penil/ Tipe Middle

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian
ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah
secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka
sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada
dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

3. Tipe Posterior

Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.


Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis
tidak turun.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan


pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai
kelainan pada ginjal.

G. TINDAKAN PEMBEDAHAN

Tujuan pembedahan :

1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta

2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.

Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,


Teknik Horton dan Devine.

1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:

a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan


terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 -2
tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal
dan kulit penis

b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut


sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai
ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk,
luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke
bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah
tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.

2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki)
kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia,
maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan
dengan operasi hipospadi.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hypospadia yaitu :

1. Infertility

2. Resiko hernia inguinalis

3. Gangguan psikososial

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

HIPOSPADIA

A. PENGKAJIAN

1. Fisik

a. Pemeriksaan genetalia

b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran


pada ginjal.

c. Kaji fungsi perkemihan

d. Adanya lekukan pada ujung penis

e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi

f. Terbukanya uretra pada ventral

g. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,


dysuria, drinage.

2. Mental

a. Sikap pasien sewaktu diperiksa

b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan

c. Tingkat kecemasan

d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

B. WOC

Repair hipospadia

Usia Tehnik operasi

Tipe hipospadia

Chorde / Hasil

Ukuran penis Satu tahap

Dua tahap

Malformasi congenital

Hipospadia

grandular distal penile penile penoskrotal scrotal perineal

Pengelolaan

Pembedahan Kombinasi

Eksisi chordee Pembedahan

Urethroplasty Radio diagnosis

Proses pembedahan Efek anestesi Pemasangan kateter inwhelling

Kecemasan Nyeri Hipersalivasi

entry Gangguan Penumpukan

rasa nyaman Sekret gangguan aktivitas Resiko

Obstruksi Tinggi

Jalan nafas Infeksi

Inefektif bersihan jalan nafas

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa,


prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.

3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan

4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan

5. Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan kateter atau pengangkatan


kateter.

D. IMPLEMENTASI

1. Diagnosa 1 dan 4

Tujuan : memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang tua sebelum


operasi tentang prosedur pembedahan, perawatan setelah operasi,
pengukuran tanda-tanda vital, dan pemasangan kateter.

a. Kaji tingkat pemahaman orang tua.

b. Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur,


pemasangan kateter menetap, mempertahankan kateter, dan perawatan
kateter, pengosongan kantong urin, keamanan kateter, monitor urine, warna
dan kejernihan, dan perdarahan.

c. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, efek samping dan dosis serta
waktu pemberian.

d. Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada


penis.

e. Ajarkan orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan


sesudah operasi (pre dan post)

2. Diagnosa 2

Tujuan : mencegah infeksi

a. Pemberian air minum yang adekuat

b. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)

c. Kaji gaya gravitasi urine atau berat jenis urine

d. Monitor tanda-tanda vital

e. Kaji urine, drainage, purulen, bau, warna

f. Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter

g. Pemberian antibiotik sesuai program

3. Diagnosa 3

Tujuan : meningkatkan rasa nyaman

a. Pemberian analgetik sesuai program

b. Perhtikan setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau tidak

c. Monitor adanya kink-kink (tekukan pada kateter) atau kemacetan

d. Pengaturan posisi tidur anak sesuai kebutuhannya

4. Diagnosa 5

Tujuan : mencegah injuri

a. Pastikan kateter pada anak terbalut dengan benar dan tidak lepas

b. Gunakan restrain atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau
gelisah.

c. Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi


kateter dan penis.

Perencanaan pemulangan

Ajarkan tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi dengan


disimulasikan.
Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan lapor segera ke dokter
atau perawat.

Jelaskan pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk kontrol ulang (follow
up).

DAFTAR PUSTAKA

http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg

http://www.medicastore.com

Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby

Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar
Interpratama

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media


Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby

Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC

Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar dasar urologi. Jakarta : Infomedika

Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta :EGC.

Kumpulan ASKEP di 04.09

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Kumpulan ASKEP
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger

You might also like