You are on page 1of 12

BAB I

Pendahuluan

2.1

Latar Belakang
Logam Ferro (besi dan baja) merupakan bagian yang sangat penting dalam

dunia industri, karena mulai dari bahan baku hingga tahap produksi dalam dunia
industri selalu menggunakanya. Logam merupakan penghantar panas dan listrik yang
sangat baik, logam memiliki sifat ulet, logam memiliki ketahanan aus yang baik.
Namun logam juga mempunyai banyak kelemahan jika di bandingkan dengan unsur
unsur lain, karena logam mudah terkorosi jika berinteraksi dengan lingkungan, Oleh
karena itu korosi saangat merugikan misalnya:
a. Dari segi biaya, korosi sangat mahal
b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam
c. Korosi sangat tidak nyaman bagi manusia dan terkadang sangat
membahayakan
d. Turunya mutu produk akibat terkontaminasi korosi [Toiin.2009]
Bentuk korosi sendiri ada bermacam macam antara lain: Korosi logam tak sejenis,
Korosi selektif, Korosi celah, korosi sumuran dan korosi mikrobiologis, korosi retak
tegang dan lain lain. Hydrogen Induced Cracking merupakan salah satu hydrogen
Damage yang sering dijumpa dalam lingkungan berair dan asam pada pipa baja yang
terpapar pada lingkungan yang berair dan asam.

2.2

Tujuan
Hidrogen merupkan unsur yang melimpah di alam, terutama pada

liangkungan yang berair. Pada industry perminyakan digunakan pipa baja,


penggunaan material ini memiliki resiko kerusakan akibat unsur hidrogen oleh karena

itu, dalam makalah ini dibahas mengenai mekanisme hydrogen Induced Cracking
serta studi kasus pada sebuah material baja (ferrous).

2.3

Rumusan Masalah.
Dalam proses korosi atau kerusakan akibat gas hydrogen, perlu di ketahui

mekanisme untuk mengatasi masalah yang timbul akibat hydrogen ini.

BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1

Sistem Perpipaan
Dalam kegiatan sehari-hari, transportasi fluida (zat cair atau gas) dari satu

tempat ke tempat yang lainnya sangat fital bagi kehidupan. Untuk itu, dibentuklah
sebuah sistem yang terdiri dari rangkaian pipa-pipa yang bertujuan untuk
mendistribusikan fluida tanpa mengalami kebocoran. Sistem perpipaan juga
dilengkapi dengan komponen-komponen seperti katup/valve, flange, belokan/elbow,
percabangan, nozzle, reducer, support, isolasi, dan lain-lain.

Gambar 2.1 Sistem Perpipaan Minyak dan Gas


Pipeline memiliki perbedaan dengan piping antara lain dari fungsinya, lokasi
penggunaannya serta panjang totalnya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa piping
digunakan untuk mengalirkan fluida antara peralatan-peralatan yang beroperasi di
suatu plant. Sementara pipeline lebih berfungsi untuk kebutuhan transmisi dan
distribusi fluida dari suatu daerah ke daerah lainnya contoh pada Gambar 2.1. Secara
umum pipeline dalam industri oil dan gas dibedakan menjadi tiga jenis.

1.

Export line, adalah pipeline yang menyalurkan minyak atau gas olahan dari
platform satu ke platform yang lain (antar platform) atau antara platform
dengan on-shoren facility.

2. Flowline, adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke


downstream process component yang pertama.
3. Injection line, adalah pipeline yang mengarahkan liquid atau gas untuk
mendukung aktifitas produksi (contoh: air atau injeksi gas, gas lift, chemical
injection). Dalam menentukan desain pipeline terdapat beberapa faktor yang
menentukan antara lain [12]:
1. Jenis fluida yang didistribusikan.
2. Kondisi operasi
3. Pembebanan
4. Lokasi instalasi
5. Faktor ekonomi
Faktor-faktor tersebut kemudian disesuaikan dengan standar yang telah dibuat oleh
berbagai lembaga seperti API (American Petroleum Institute), ASME (The American
Society of Mechanical Engineers), dan berbagai lembaga yang lainnya. Standar
tersebut telah mengatur ketentuan-ketentuan desain pipeline agar memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan untuk mencapai kondisi operasi yang maksimal.

2.1

Hidrogen Sulfida.
Gas H2S adalah rumus kimia dari gas hidrogen sulfida yang terbentuk dari 2

unsur hidrogen dan 1 unsur sulfur seperti pada Gambar 2.4. Satuan ukur gas H2S
adalah PPM (part per million). Gas H2S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam
belerang atau uap bau. Gas H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik
oleh bakteri. Oleh karena itu gas ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran
minyak/gas dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah industri, peternakan atau
pada lokasi pembuangan sampah. Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik antara
lain:

1.

Tidak berwarna tetapi mempunyai bau khas seperti telur busuk pada
konsentrasi rendah sehingga sering disebut sebagai gas telur busuk.

2.

Merupakan jenis gas beracun.

3. Dapat terbakar dan meledak pada konsentrasi LEL (Lower Explosive Limit)
4.3% (43000 PPM) sampai UEL (Upper Explosive Limite) 46% (460000
PPM) dengan nyala api berwarna biru pada temperature 5000 F (2600C).
4. Berat jenis gas H2S lebih berat dari udara sehingga gas H2S akan cenderung
terkumpul di tempat/daerah yang rendah. Berat jenis gas H2S sekitar 20 %
lebih berat dari udara dengan perbandingan berat jenis H2S sebesar 1.2 atm
dan berat jenis udara sebesar 1 atm.
5. H2S dapat larut (bercampur) dengan air (daya larut dalam air 437 ml/100 ml
air pada 00C; 186 ml/100 ml air pada 400C).
6. 6. H2S bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat pada peralatan
logam.
Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat menyebabkan terjadinya
1. Gejala-gejala sakit kepala atau pusing.
2. Badan terasa lesu.
3. Rasa kering pada hidung, tenggorokan, dada,
4. Batuk-batuk dan
5. Kulit terasa perih.

2.2

Hydrogen Induced Cracking


Plat baja untuk aplikasi sour gas dalam bentuk pipa penyalur disamping harus

memenuhi kualitas sifat mekanik tertentu, juga harus mempunyai ketahananterhadap


Hydrogen Induced Cracking (HIC). HIC merupakan suatu bentuk kerusakan internal
yang disebabkan oleh menjalamya retak secara paralel denganpermukaan baja tanpa
diberi tegangan luar (external stress). retak ini cenderung terhubung antara retak
satudengan yang lainnya karena tekanan hidrogen yangtimbul menghasilkan tegangan
pada permukaan sekitarnya dan cenderung menghasilkan retak membentuk anak

tangga (stepwise), tergantung padadistribusi deformasi plastis dan tegangan geser.


Didalam material baja pipa sour gas, atom hidrogen bisa berdifusi dengan cepat pada
suhu operasional ke tempat dengan tegangan internal yang lebih tinggi seperti batas
butir, inklusi dan daerah tegangan triaxial.
Hydrogen Induced Cracking dapat menyebakan kerusakan pada jalur pipa,
turbular, dan katup bertekan yang terkena pada lingkungan asam, seperti gas yang
asam, minyak metah yang asam, dan lingkungan yang yang terkotaminasi H2S. 3
tahap terjadinya HIC
1. Formasi atom hydrogen pada permukaan dan terserap di permukaan.
2. Difusi atom hydrogen yang terabsorbsi kedalam substrate baja.
3. Penimbunan atom hydrogen pada Hydrogen Traps, seperti void disekitar
inklusi pada matrix baja, yang terpenting meningkatnya tekanan dalam dan
retak permulaan dan penjalaran.
Perekahan terjadi jika atom hydrogen nascent diproduksi pada permukaan baja,
dengan reaksi korosi pada kontaminasi H2S, larutan berair.
H2S + Fe2+

FeS + 2H0

Atom hydrogen yang dihasilkan pada permukaan baja dapat bergabung membentuk
molekul gas hydrogen, namun dihadapan sulfat atau cyanide, reaksi kombinasi
diracuni (katalis negative mencegah pembentukan gas H2) sehingga atom hydrogen
nascent berdifusi kedalam baja dari pada memebentuk gas hydrogen pada permukaan
logam.
Atom hydrogen yang masuk ke kisi logam dan menembus melewati logam
dapat menyebabkan penggetasan dan kegagalan struktur pada jangkuan lingkungan.
Hal ini secara pengamatan umum, jika atom hydrogen terserap dalam jumlah yang
besar, logam dapat kehilangan keuletanya. Internal blister dapat terjadi jika hydrogen
dalam jumlah yang besar berkumpul dalam area tertentu. Sejumlah kecil hydrogen

dapat bereaksi dengan komponen mikrostruktur paduan yang dapat menyebakan


kerusakan, bila diterapkan beban dibawah tegangan lulunya. Semua fenomena
tersebut merujuk pada hydrogen embrittlement.
Spesi kimia yang dilaporkan mempercepat kerugian hydrogen diantaranya
hydrogen sulfide, carbon dioksida, ion clore dan ion sianida dan ion ammonium.
Beberapa spesi tersebut membantu pengisan hydrogen berat kedalam komponen baja
dan dapat menyebabkan HIC yang menyebabkan kegagalan. Sangatlah penting untuk
mencirikan kehebatan retakan pada lingkungan . sehingga keagresifan lingkungan
dapat dimodifikasi dan atau memilih material yang tahan terhadap retakan.
Kinerja baja secara umum dianggap dipengaruhi oleh
1. Kondidi material (komposis material, mikrostruktur, sifat mekanik)
2. Proses pabrik
3. Tegangan total
4. Pengaruh lingkungan.
Agen kimia pada area lingkungan dapat mengakibatkan degradasi, dan tambahanya,
degrasi adalah fungsi dari waktu, temperature, dan factor lainya. Paa proses tertentu
efek tersebut mejadi rumit karena beberapa variable tidak bisa dicirikan, karena sifat
rekakaya yang dinamis : sebagai contoh konsruksi hasil las di daerah kilang meliputi
variasi tertentu pada komposis kima, mikrostruktur yang tidak homogen, dan
tegangan sisa. Efek tersebut diperparah pengaruh dari lingkungan , yang menambah
rumit situasi. Penilaian secara hati hati pada service yang berpengalaman,
mengevaluasi kegagalan pada rencana pengujian dan penelitian laboratorium menjadi
penting. Dan dapat meyediakan informasi yang berguna pada parameter layanan.
2.3

Hubungan Antara Hydrogen Induced Cracking dengan Hydrogen

Blistering.

Hidrogen blistering dapat tejadi akibat difusi tatom hidrigen nascent


menembus baja dan penimbunan hydrogen pada perangkap hydrogen, khususnya
void sekitar inklusi. Ketika atom hydrogen bertemu pada trap dan bergabung
membentuk molekul gas H2 pada traps. Semakin banyak gas hydrogen yang
terbentuk semakin meningkat tekanan, akibat formasi HIC. Blister terutama terjadi
pada baja dengan kekuatan rendah (<80 ksi atau 535 MPa tegangan luluhn) dan
terbetuk secara istimewa di sepanjang inclusi non-logam yang memanjang atau
laminasi di baja yang digunakan untuk pipa.
Dua jenis retak HIC, retak center line dan retak blister, ditunjukan pada
gambar 4. HIC yang terbentuk dekat permukaan dimana tekanan hidorgen
membentuk blister. Formasi retak blister berhubungan dengan distribusi inklusi non
metalik pada baja, inklusi tipe 2 MnS serta susunan inklusi lain merupakan lokasi
utam dimualinya retak. Karena inklusi memanjang dan atau searah rolling
longitudinal, penyebaran retak pada arah longitudinal.
Baja sangat rentan dengan serangan yang memiliki kandugan sulfur dan
mangan yang tinggi yag bergabung selama proses peleburan membentuk inkulsi
MnS.

Pengerolan

cenderung

memperpanjang

inclusi

tersebut.

Akibatnya

meningktnya luas permukaan Hydrogen Traps. Namun demikian baja denga kadar S
yang rendah tidak selalu tahan HIC, karena adanya unsur paduan yang dimasukan
untuk mengendalikan bentuk, mengurangi segregasi tengah, dan juga diperlukan
untuk mereduksi nitride dan oxide. Selian itu baja yang memilki kadar s yang tinggi
tidak selalu rentan terhadap HIC. Bentuk Microsegregation dan inklusi lebih penting
dibandingkan kadar larutan ruah sulfur.
Perekahan Hydrogen Induced adalah bentuk blitering dimana jenis
memecahnya celah pararel sampai ke tautan permukaan melewati arah ketebalan.
(Lihat gambar 6 dan 7)

HIC dapat meyebar secara straight dan swc, straight jika baja memikili
struktur feriite dan pearlite (kandungan segregasi Mn dan P tinggi) atau stuktur
tranformasi martensite atau bainite. Kadar Mn sekitar retak linier bisa 2 kali dari pada
matrixsnya.
Sebagai contoh retak linkage ditunjukan gambar 9 tipe linkage ditemukan jika
terjadi pada antara inklusi dengan jarak <0.3 mm. mekanisme SWC
1. 2 inkusi yang relative besar saling terhubung
2. inklusi kecil menjembatani celah antara dua yang besar.
3. Beberapa inklusi kecil terhubung dengan bagian besar yang terdekat.
2.4

Studi Kasus Pengaruh Inclusi terhadap Hydrogen Induced Cracking.


Telah dilakukan investigasi pengaruh inklusi non-metal terhadap ketahanan

hydrogen induced cracking, HIC pada plat bahan pipa aplikasi sour gas API5LX-52.
Ketahanan HIC ditentukan dari crack length ratio, CLR (CRACK LONG RATIO),
yang dapat menggambarkan ukuran inklusi pada plat. Panjang dan lebar retak yang
terjadi diobservasi dengan mikroskop optik terhadap permukaan transversal, jenis dan
komposisi inklusi dianalisis dengan EDS. Hasil evaluasi uji HIC yang dilakukan
terhadap 35 buah sampel menunjukkan bahwa pacta daerah retak terdapat inklusi clan
berperan sebagai pemicu perambatan retak. Jenis inklusi oksida ditemukan pada
hampir semua sampel uji sebagai inklusi yang dominan. Terdapat korelasi empirik
antara CLR (CRACK LONG RATIO) (Y) clan lebar retak (X) mengikuti hubungan
eksponensial Y = 1,175 e 0.00X24. Namun, pertambahan panjang retak ditemukan
tidak efektif pada sampel yang memiliki lebar retak dari 5 mikron sampai dengan 100
mikron. Disamping itu, ditemukan juga nilai CLR (CRACK LONG RATIO) pacta
daerah tengah plat dapat mencapai 80 % dibanding 40 0/0 pacta dacrah sepanjang
tebal. Daerah yang paling rentan terhadap HIC acta pacta daerah tengah plat. lnklusiinklusi ini dapat dipandang sebagai cacat volume dalam material. Pada kondisi
material dibawah pengaruhh tegangan/stress. selama proses produksi plat, inklusi

dalam material berperan sebagai pemicu pembentukan mikro void maupun


kemungkinan perambatan retak melalui pelepasan sebagian energy regangan/ strain.
Tentu saja untuk menghindari agar hal ini tidak terjadi maka ukuran inklusi hams
sekecil mungkin dibawah ukuran kritisnya sehingga selama dalam kondisi regangan
karena proses produksi, ukuran inklusi meskipun akan membesar, namun diharapkan
tidak melewati ukuran kritis.

Gambar 2.3 Foto mikro memperlihatkan A) retak tunggal, B) retak kelompok


centerline, C) retak kelompok kearah tebal dan D) retak pada arah longitudinal serta
inklusi
Pada pengamatan ini ditentukan bahwa lebar retak minimum adaIah 5 mikrometer (
lihat Gambar 2.4). Oleh karena itu diduga bahwa lebar retak 5 mikrometer plat
sampel berasal dari inklusi dengan ukuran 2-3 mm, meskipun inklusi dengan ukuran
ini tidak terdeteksi dalam penelitian ini. Reduksi plat selama proses pengerolan panas
telah menyebabkan terjadinya mikro void yang sangat tergantung pada ukuran

inklusi. Semakin besar reduksi plat, semakin tinggi tegangan yang diberikan dan
semakin kecil batas ukuran kritis untuk terjadinya perambatan retak. Selain itu
semakin besar reduksi menyebabkan semakin besar tegangan sisa yang dialami plat
yang pada gilirannya mempermudah terjadinya perambatan retak HIC pada ujung
mikro void karena terjadinya pemusatan tegangan yang semakin besar.

Gambar 2.4 Korelasi antara CLR (CRACK LONG RATIO) dengan lebar retak
pada plat baja setelah dilakukan uji HIC, tebal plat 6,35
Pengaruh penyebaran inklusi terhadap HIC dapat dilihat dengan membandingkan
niIai CLR (CRACK LONG RATIO) terhadap lebar retak yang disajikan pada Gambar
5 daD Gambar 6. Diperoleh bahwa retak yang terdistribusi ke arah garis tengah plat
temyata lebih rentan terhadap HIC dari pada retak yang terdistribusi kearah tebal,
sebagaimana terlihat pada dikarenakan daerah tengah plat merupakan daerah yang
menderita tegangan sisa paling tinggi dari daerah lainnya didalam suatu plat. Pada
daerah garis tengah sampel terjadi segregasi yang dapat mempermudah terjadinya
perambatan retak. Berbeda dengan jenis inklusi MnS yang banyak ditemukan pada
baja, temyata pemeriksaan inklusi pada permukaan longitudinal sampel (searah
pengerolan) tidak ditemukan adanya inklusi MnS. lnklusi yang ditemukan adalah
inklusi oksida pada 14 buah sampel dengan panjang inklusi antara 0, 18 mm sampai
dengan 5,4 mm, inklusi slag pada 2 buah sampel dengan panjang inklusi 0,26 mm

dan 2,4 mm, dan inklusi (fi, Nb)x Cy pada 1 buah sampel dengan panjang 0,22 mm
dan besar butir-an 2-50 mikrometer. Bila dikaitkan nilai CLR hasil uji HIC pada
sampel uji dengan sampel hasil pemeriksaan inklusi maka diperoleh hubungan antara
CLR dan ukuran inklusi seperti yang disajikan pada Gambar 2.5 . Oleh karena itu
dapat dipastikan inklusi oksida merupakan inklusi yang cukup berpotensi untuk
menyebabkan terjadinya HIC yang signifikan pada plat baja.

Gambar 2.5 Hubungan antara Crack Long Ratio dengan Panjang inklusi.

You might also like