You are on page 1of 16

APENDISITIS AKUT

Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiaannya menurun secara bermakna. Hal
ini diduga disebabkan oleh meningkatnya konsumsi makanan berserat dalam menu seharihari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari 1 tahun
jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun
insidens pada laki-laki lebih tinggi.
Mortalitas secara keseluruhan sebesar 0,2-0,8% yang disebabkan oleh komplikasi.
Angka mortalitas meningkat sebanyak 20% pada pasien yang berusia lebih dari 70 tahun, hal
ini terutama disebabkan terlambatnya diagnosis dan terapi. Kejadian perforasi lebih tinggi
pada pasien yang berusia kurang dari 18 tahun dan pasien lebih dari 50 tahun, hal ini
mungkin disebabkan oleh terlambatnya diagnosis.

Anatomi Apendiks Vermiformis

Apendiks vermiformis terletak di


pucak sekum, pada pertemuan ketiga
tinea coli (tinea libera, tinea colica, tinea
omentum). Berbentuk tabung dengan
panjang 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Di
pangkal terdapat valvula appendicularis
dengan lumen menyempit pada bagian
proksimal dan melebar pada distal. Posisi
anatomi apendiks vermiformis secara
topografi meliputi :

1. Holotopi
Holotopi adalah posisi yang sebenarnya dari suatu organ pada tubuh manusia. Apendiks
vermiformis terletak di kuadran kanan bawah dan di regio iliaka kanan.

2.Skeletopi
Skeletopi adalah posisi organ manusia menunjuk pada kerangka atau tulang. Pangkal
apendiks vermiformis terletak pada perpotongan garis interspinal dengan garis lateral vertikal
dari titik pertengahan ligamentum inguinale dan ventral fossa iliaka kanan.
3. Sintopi
Sintopi adalah posisi organ terhadap organ-organ di sekitarnya. Apendiks vermiformis di
sebelah bawah sekum di ventral ureter kanan, a. testikularis kanan, dapat di depan ileum atau
di belakang ileum.

Terdapat beberapa variasi posisi apendiks, antara lain :

Promontorik : ujung apendiks menunjuk ke arah promontorium sacri.

Retrocolic : apendiks berada di belakang colon ascendens dan umumnya


retroperitoneal.

Anterocecal : apendiks berada di depan sekum.

Paracaecal : apendiks berada horizontal di belakang sekum.

Pelvic descendens (30%) : apendiks menggantung ke arah pelvis minor.

Retrocaecal (70%) : apendiks berada pada intraperitoneal atau retroperitoneal,


berputar ke atas di belakang sekum.

Apendiks divaskularisasi oleh a. appendicularis yang merupakan cabang dari a.


iliocecalis, cabang dari a. mesenterica superior. Karena apendiks hanya mendapat feeding
dari a. appendicularis, sehingga apabila terjadi trombus pada apendisitis akut akan
berakibat terbentuk gangren, dan bahkan perforasi dari apendiks tersebut. Inervasi
2

simpatis oleh n. thoracalis X, dan parasimpatis oleh n. vagus. Appendiks menghasilkan


lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya dicurahkan ke sekum.

Etiologi
a.

Peranan Lingkungan: diet dan higiene


Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat

dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Diet berperan
utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian
apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan
konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit
yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan
konsistensi keras.

b.

Peranan Obstruksi
Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut. Fekalit

merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan
apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi
meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus
apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur
terdapat 65% dan apendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%. Jaringan
limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan hipertrofi sebagai
respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan
menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan
benda asing mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa
menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi.
Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi
lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul
selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan
terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta
iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh
3

lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk
kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi
berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang
masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin
meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan bertambah besar menyebabkan
gangguan pada sistem vasa dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa
limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan
iskemia dari apendiks, infark seterusnya berlanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah
kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale.
Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan
omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi
peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga
kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat
mengalami komplikasi.

c.

Peranan Flora Bakterial


Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam

bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan
penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap
apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama
Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk
Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang
paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis.

Patologi
Patologi apendisitis dapat bermula di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Di dalamnya terdapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periependikuler akan mengurai diri secara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi
akut.

Patofisiologi
Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan sebagai organ sisa yang
tidak diketahui fungsinya. Pada beberapa jenis mamalia ukuran apendiks sangat besar
seukuran sekum itu sendiri, yang ikut berfungsi dalam proses digesti dan absorbsi dalam
sistem gastrointestinal. Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 1525
cmH2O dan meningkat menjadi 3050 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal
tekanan panda lumen sekum antara 34 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan yang
berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk sekum. Apendiks juga berperan
sebagai sistem immun pada sistem gastrointestinal. Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh
Gut-Associated Lymphoid Tissues (GALT) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA.
Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.
Pada apendisitis akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks
adalah Bacteroides fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal usus.
Bakteri ini menginvasi mukosa, submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan udem,
hiperemis dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-kadang terjadi
trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi. Beberapa penelitian tentang faktor yang
berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks,
Obstruksi bagian distal kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat. Percobaan pada
binatang dan manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal lumen apendiks
dapat menyebabkan apendisitis. Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi
yaitu: akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi
vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia, serta
terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 6070%
kasus, 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan
oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi berakibat
terjadinya proses inflamasi Obstruksi pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan
intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan terhambat keluar.
5

Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat


diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan perkembangbiakan bakteri. Penyebab utama
konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi
memadat, lebih lengket dan berbentuk makin membesar, sehingga membutuhkan proses
transit dalam kolon yang lama. Diet tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit
feses dalam kolon, tetapi dapat juga mengubah kandungan bakteri
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran dalam muara
apendiks berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid pertama kali terlihat
di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid
meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya, kemudian mulai
menurun dengan pertambahan umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang
terdapat di submukosa apendiks.
Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan lamina
serosa. Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 24 jam pertama. Obstruksi pada bagian yang
lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mucus yang
terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan
intraluminer meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi
peningkatan jumlah kuman di dalam lumen apendiks cepat. Selanjutnya terjadi gangguan
sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan
invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa
apendiks, maka terjadilah keadaan yang disebut apendisitis fokal, atau apendisitis simpel.
Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan
menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan mengalami
gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan udem bertambah
berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi pernanahan pada
dinding apendiks, terjadilah keadaan yang disebut apendisitis akuta supuratif. Pada
keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer akan semakin tinggi, udem menjadi lebih
hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada
dinding apendiks terutama pada daerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi.
Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut
apendisitis gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan terjadi
perforasi pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang infeksius akan
6

tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal maupun general
tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum. Apabila fungsi
omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh omentum, terjadilah
infitrat periapendikular. Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu
rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks, terjadilah keadaan yang disebut abses
periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen
apendiks tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya
apabila keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan terlokalisir, tetapi apabila keadaan
umumnya kurang baik maka akan terjadi peritonitis general.
Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat
terjadi keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis kronis, atau yang lain. Apendisitis
rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang berulang,
durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan histopatologis
didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis kronis digambarkan sebagai
apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2 minggu, pendapatan durante
operasi maupun pemeriksaan histopatologis menunjukkan tanda inflamasi kronis, dan
serangan menghilang setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat
pada durante operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan perlekatan yang
banyak. Dan kadang-kadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain
atau ke peritoneum. Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang
terdapat stenosis partial atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi mucus
(mukokel). Atau bahkan dapat terjadi fragmentasi dari apendiks yang masing-masing
bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan parut. Gambaran ini merupakan gross
pathology dari suatu apendisitis kronis.

Manifestasi Klinis
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri dimulai difus
terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan sedang dan menetap,
kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih setelah periode yang
bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 46 jam , nyeri berpindah ke kuadran kanan bawah.
Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Hal ini begitu konstan sehingga pada
pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien. Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya
satu atau dua kali. Umumnya ada riwayat obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare
terjadi pada beberapa pasien. Urutan kejadian symptom mempunyai kemaknaan diagnosis
7

banding yang besar, lebih dari 95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama,
diikuti oleh nyeri abdominal dan baru diikuti oleh vomitus, bila terjadi. Posisi apendiks ikut
berperan terhadap timbulnya keluhan yang dialami oleh pasien, antara lain:

Apendiks retrosekal retroperitoneal


o Karena posisinya terlindung oleh sekum, maka tanda nyeri perut kanan bawah
tidak terlalu jelas. Nyeri akan timbul saat berjalan karena kontraksi m. psoas
mayor yang mengang dari arah dorsal.

Apendiks pelvica
o Pada posisi ini apendiks akan menimbulkan tanda rangsangan sigmoid atau
rektum, sehingga peristaltik meningkat, dan pengosongan rektum menjadi
lebih cepat. Jika apendiks menempel di vesica urinaria maka frekuensi miksi
akan meningkat karena rangasangan pada dinding vesica urinaria.
Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas,

karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada
bila apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau
dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak secara pasti antara 1,52 inchi
dari spina iliaca anterior pada garis lurus yang ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya
iritasi peritoneal ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsings sign. Defans
muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada
awalnya terjadi secara volunter seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi
peningkatan spasmus otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter.

Pemeriksaan Fisik Diagnostik


Demam biasanya ringan, dengan suhu berkisar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi
kemungkinan sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai
10C.

Inspeksi
Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan abdomen kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses periapendikuler.

Auskultasi
Peristaltik usus sering kali normal. Namun peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

Perkusi
Pada perkusi dapat ditemukan keluhan nyeri saat perkusi di dinding abdomen.

Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri
tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah (Rovsing sign).

Psoas sign
Pada apendiks letak retroperitoneal maka Psoas sign dapat positif. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Secara aktif dengan meminta pasien terlentang,
tungkai kanan lurus dan ditahan oleh pemeriksa. Pasien diminta aktif memfleksikan
articulatio coxae kanan makan bila positif akan terasa nyeri di perut kanan bawah. Secara
pasif dapat dilakukan dengan meminta pasien miring ke kiri, paha kanan dihiperekstensi
oleh pemeriksa.

Obturator sign
Pemeriksaan ini dilakukan dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada
posisi supine akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri maka menandakan terdapat kontak
dengan m. obturator internus, yang menandakan bahwa apendiks terletak di pelvis.

Rectal toucher
Pemeriksaan rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan
jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Ditemukan nyeri tekan pada arah jam 912.

ALVARADO score
o Appendicitis point pain

o Leukositosis (>10.000)

o Vomitus

o Anorexia

o Rebound terderness Phenomen

o Abdominal migrate pain

o Degree of Celcius (>37,50C)

o Observation of hemogram (segmen >72%)

Total

10

Dinyatakan apendisitis akut bila > 7 point. Nilai 1-4 dipertimbangkan apendisitis akut
dan memerlukan observasi, 5-6 possible apendisitis tidak perlu operasi diterapi
dengan antibiotik, dan 7-10 adalah apendisitis akut dan memerlukan pembedahan.

Pemeriksaan Penunjang
1.

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal

keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada
pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan
meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis
terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu
diagnosis. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis
akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan
pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit
lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Jumlah lekosit
untuk appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya
(>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai
sebagai pedoman untuk apendisitis akut.

2. Foto Polos abdomen


Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu.
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan
lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Bila peradangan lebih luas dan
membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus
edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari
udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa
iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran
ini tampak pada penderita apendisitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto
abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu
sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Bila sudah terjadi peritonitis yang
biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak
merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran
lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik
10

tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level)
yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith
(kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang
menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan apendisitis. Ini biasanya terjadi
pada anak-anak.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasuskasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit
lain yang menyertai apendisitis. Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana
barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika
menggambarkan keadaan kolon di sekitar appendik dimana peradangan yang terjadi juga
didapatkan pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi
sehubungan dengan gagalnya barium memasuki appendik (20% tak terisi). Terisinya
sebagian dengan distorsi bentuk kalibernya tanda apendisitis akut, terutama bila ada impresi
sekum. Sebaliknya lumen appendik yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis akut.
Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar dan ada kompresi dari luar yang besar
dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendik tanda abses appendik
Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang
menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chrons, inverted appendicel stump, intususepsi,
neoplasma benigna/maligna.

3. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun
apendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut diperlukan keahlian,
ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang normal jarang
tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler,
diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran
target pada penampakan transversal. Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan
perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 11 mm.
Keadaan apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi
ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses
tunggal atau multipel. Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 94%, dengan nilai
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG)
11

pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih
dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal.
Apabila apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya
apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi. Apendiks hanya dapat dilihat
pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya
apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya appendisitis. Hasil usg dikatakan
kemungkinan apendisitis jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi apendiks di
daerah fossa iliaka kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik
kecurigaan apendisitis.

Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis banding,
diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis, ileitis terminale,
tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, dan konstipasi. Gangguan alat kelamin wanita
termasuk diantaranya infeksi rongga panggul, torsio kista ovarium, adneksitis dan salpingitis.
Gangguan saluran kencing seperti infeksi saluran kencing, batu ureter kanan.

Kelainan Gastrointestinal

Cholecystitis akut

Divertikel Mackelli : merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus
halus yang biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat dengan appendik.
Divertikulum dapat mengalami inflamasi dan bahkan perforasi ( robek atau ruptur).
Jika terjadi inflamasi atau perforasi, harus ditangani dengan pembedahan.

Enterirtis regional

Pankreatitis

Kelainan Urologi

Batu ureter

Cystitis

Kelainan

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Salphingitis akut (adneksitis)


Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan apendiks. Wanita yang aktif
secara seksual dapat mengalami infeksi yang melibatkan tuba falopi dan ovarium.

12

Umumnya terapi antibiotik sudah adekuat, dan pembedahan untuk mengangkat tuba
dan ovarium tidak diperlukan.

Penalatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi dan memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

1. Appendectomy

Appendisitis Akut disebut : Appendectomy Chaud

Appendisitis Kronis disebut : Appendectomy Froid

Indikasi
1. Appendisitis Akut
2 Appendisitis kronis
3. Peri appendicular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
4. Appendiks terbawa pada laparatomi operasi kandung empedu
5. Appendisitis perforata

Macam Incisi pada appendectomi :

Gridiron incision ( Mc Burney incision)

Incisi tegak lurus garis Mc Burney

Caecum lebih mudah dipegang

Kontaminasi kuman minimal

Incisi Paramedian kanan

Caecum lebih sukar dipegang

Kontaminasi lebih besar

Terutama pada wanita, sekaligus explorasi adnexa, genetalia interna, meragukan

Incisi Transversal Prosedur Appendektomi

Desinfeksi medan operasi dengan alkohol 70 % kemudian betadin 10 %

Pasang doek steril kecuali daerah tindakan, pasang doek klem, pasang doek lubang

Dilakukan Incisi Gridion(MC.Burney) / paramedian / transversal pada kulit dengan


mess / pisau besturi kira-kira 57 cm, kontrol perdarahan

13

Incisi diperdalam lapis demi lapis dengan mess / cauter sampai tampak Aponeurosis
MOE

Aponeurosis MOE dibuka dengan mess searah seratnya, diperlebar ke craniolateral


dan caudomedial dengan pertolongan pinset anatomis, Wondhaak tumpul dipasang
dibawah MOE, sampai tampak MOI yang seratnya transversal

MOI dan m.Transversus abdominis dibuka secara tumpul dengan klem / pean dengan
bantuan pinset anatomis searah seratnya, kemudian diperlebar dengan langenback
sampai tampak peritonium warna putih mengkilat, haak dipasang dibawah m.
Transversus abdominis

Dengan pinset chirrugis 2 buah peritoneum diangkat, gunting diantara kedua pinset,
perhatikan cairan yang keluar : pus, udara, darah. Peritoneum dijepit dengan kocher
sonde 2 buah, pinset dilepas, diperluas kearah cranial dan caudal dengan gunting
dengan tuntunan dua jari / pinset untuk melindungi usus / organ lain, pasang
langenback 2 buah

Evaluasi apakah ada cairan, darah atau pus. Bila pus(+) lakukan pemeriksaan
bakteriologis

Cari Caecum dengan tanda2 :


1. Warna putih
2. Terdapat taenia coli
3. Dinding tebal
4. Terdapat appendices epiploica

1. Setelah caecum ditemukan dikeluarkan / diluxir dengan pinset anatomis dengan dua
jari / gaas basah, ditarik kearah bawah, keluar dan keatas, appendiks akan ikut keluar.
Identifikasi appendiks (odem, hiperemis, fecalith)
2. Bila appendiks mudah keluar lanjutkan dengan antegrade appendectomy, dan bila
sukar keluar lanjutkan dengan retrograde appendectomy.

Antegrade Appendectomy

Setelah appendiks keluar, mesoappendiks dipegang dengan klem arteri / Ellis klem
dekat ujung appendiks.

Pasang klem 2 buah diantara appendiks dan mesoappendik dari ujung appendiks,
mesoappendiks digunting diantara kedua klem, mesoappendiks diligasi dengan zide
2.0 ulangi terus sampai pangkal appendiks

14

Pangkal appendiks dijepit dengan 2 klem / kocher. Dilandasi kasa betadin dipotong
dengan mess, pangkal appendiks diligasi side 2.0, klem dilepas bekas appendiks yang
terpotong dicauter untuk mencegah fistel

Buat tabakzak naad / jahitan tembakau sekitar pangkal appendiks pada lapisan
seromuscularis caecum dengan side 2.0, appendiks dipegang dengan pinset anatomis
dorong kearah caecum, sambil mempererat tabakzak naad, sedikit demi sedikit sambil
melepas pinset pelan-pelan. Caecum dimasukkan kembali ke rongga perut

Lakukan penutupan luka

Peritoneum dijahit dengan catgut Plain 2.0 secara continous withtlocking / jelujur
Feston

MOI & M.Transversus abdominis dijahit simpul / interupted dengan catgut chromic
2.0

Aponeurosi MOE dijahit simpul dengan plain catgut 2.0

Subcutis dijahit simpul dengan cromic 2.0

Cutis dijahit simpul dengan side 3.0

2. Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)

Bed rest total posisi Fowler : posisi terlentang, kepala ditinggikan 18-20 inchi, kaki
diberi bantal, lutut ditekuk

Diet rendah serat

Antibiotika spektrum luas


Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg)
dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi.

Metronidazole
Metronidazole aktif terhadap bakteri gram negatif dan anaerob, didistribusikan
dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan
pengganti klindamisin. Dosis metronidazole 7,5mg/kg i.v.

Monitor : Infiltrat, tandatanda peritonitis (perforasi) , suhu tiap 6 jam, LED, AL bila
baik diminta latihan mobilisasi dan dapat dipulangkan.

Prognosis

Prognosis adalah bonam bila ditangani dengan tepat.

15

DAFTAR PUSTAKA

Craig, Sandy. Acute Appendicitis. Department of Emergency Medicine, University of North


Carolina at Chapel Hill, Carolinas Medical Center: 2009
available at http://emedicine.medscape.com/article/773895/

De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta: 1997

http://www.bedahugm.net/tag/appendisitis-akut/
http://www.bedahugm.net/appendectomy/

16

You might also like