You are on page 1of 12

KEPATUHAN PERAWAT MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL:

PENCEGAHAN PASIEN RESIKO JATUH


DI GEDUNG YOSEF 3 DAGO DAN SURYA KENCANA
RUMAH SAKIT BORROMEUS
Elizabeth Ari Setyarini, Lusiana Lina Herlina

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah perawat belum optimal melaksanakan pencegahan pasien resiko
jatuh dan masih ada pasien yang jatuh. Tujuan dari penelitian ini mengetahui gambaran kepatuhan
perawat dalam melaksanakan SPO pencegahan pasien resiko jatuh. Patient Safety atau keselamatan
pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Salah
satu dari six goal patient safety adalah pencegahan pasien jatuh. Dalam pencegahan pasien jatuh ada
langkah-langkah sesuai SPO RS Santo Borromeus. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif yaitu dengan mengobservasi pelaksanaan pencegahan pasien jatuh. Jumlah responden yang
diamati 50 perawat yaitu perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana. Hasil penelitian yang patuh
melaksanakan pencegahan pasien jatuh yaitu tentang penilaian MFS hasil 98 %, pemasangan gelang
patuh 68%, pemasangan label segitiga 68%, penulisan di whiteboard 58%, merendahkan tempat tidur
62%, pemasangan pagar pengaman tempat tidur 96%. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perawat
melaksanakan pencegahan pasien jatuh di ruang Yosef 3 Surya Kencana dan Yosef 3 Dago dengan
hasil rata-rata 75% patuh melaksanakan, 25% tidak patuh melaksanakan. Dengan adanya penelitian
ini diharapkan para perawat dapat meningkatkatkan lagi kepatuhan melaksanakan SPO pencegahan
pasien resiko jatuh dan RS mengadakan sarana tambahan untuk pijakan kaki pasien berupa kayu
pendek atau dingklik.
Kata kunci : kepatuhan, patient safety, SPO

PENDAHULUAN
Rumah Sakit merupakan salah satu sarana
pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang
lebih baik. Pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit merupakan pemenuhan kebutuhan dan
tuntutan dari pemakai jasa pelayanan (pasien)
yang mengharapkan penyembuhan dan
pemulihan yang berkualitas dan penyediaan
pelayanan kesehatan yang nyaman dan aman.
Era global seperti saat ini tuntutan
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
keperawatan yang profesional dengan standar
internasional sudah didepan mata. Pelayanan
tidak lagi hanya berfokus pada kepuasan
pasien tetapi lebih penting lagi adalah
keselamatan pasien (patient safety). Harapan
pelayanan profesional yang bermutu tinggi
yang berfokus pada keselamatan (safety) dan
kepuasan pasien dapat terlaksana.
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

Keselamatan pasien merupakan prioritas


utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan
hal itu terkait dengan isu mutu dan citra
rumah sakit. Rumah Sakit menuju pengakuan
internasional harus melalui proses akreditasi
dilakukan oleh lembaga independen yang
memiliki kewenangan untuk memberikan
penilaian tentang kualitas pelayanan di
institusi pelayanan kesehatan. Salah satu
lembaga akreditasi internasional rumah sakit
yang telah diakui oleh dunia adalah Joint
Commission Internasional (JCI).
JCI merupakan salah satu divisi dari Joint
Commission International Resqurces. JCI
telah bekerja dengan organisasi perawatan
kesehatan, departemen kesehatan, dan
organisasi global di lebih dari 80 negara sejak
tahun 1994. JCI merupakan lembaga non
pemerintah dan tidak terfokus pada
keuntungan. Fokus dari JCI adalah
meningkatkan keselamatan perawatan pasien
94

melalui penyediaan jasa akreditasi dan


sertifikasi serta melalui layanan konsultasi dan
pendidikan
yang bertujuan
membantu
organisasi menerapkan solusi praktis dan
berkelanjutan.
Departemen
Kesehatan
R.I
telah
mencanangkan Gerakan Keselamatan Pasien
RS ditahun 2005. Perhimpunan Rumah sakit
Indonesia atau PERSI menjadi pemrakarsa
utama
dengan
membentuk
Komite
Keselamatan Pasien RS. Keselamatan pasien
(patient safety) rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan
oleh
kesalahan
akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan
tindakan
yang
seharusnya
dilakukan. Meningkatnya keselamatan pasien
rumah
sakit
diharapkan
kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit
dapat meningkat
Rumah Sakit yang memperoleh suatu
akreditasi internasional, harus menerapkan
beberapa syarat yang ditetapkan untuk
keselamatan pasien yaitu Six Goal Pasient
safety atau Enam Sasaran Keselamatan Pasien,
meliputi ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan
komunikasi
yang efektif,
peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, kepastian tepat lokasi-tepat
prosedur-tepat
pasien
post
operasi,
pengurangan resiko infeksi, dan pengurangan
resiko pasien jatuh.
Rumah Sakit Santo Borromeus sebagai
market leader di Bandung dan menuju
pengakuan internasional melalui JCI. Rumah
Sakit Santo Borromeus dalam meningkatkan
keselamatan pasien berkomitmen untuk
melaksanakan standar keselamatan pasien
yaitu mengacu pada enam sasaran keselamatan
pasien, maka dibutuhkan budaya kerja setiap
tenaga kesehatan dan kualitas yang sesuai
dengan standar ketenagaan yang diperlukan
dalam layanan keselamatan pasien. Rumah
Sakit Santo Borromeus membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah sakit (KKP-RS)
untuk gerakkan keselamatan pasien.
RS Santo Borromeus mulai diadakan
program patient safety tahun 2007 dan
pelaksanaan secara resmi tahun 2010. Dengan
diresmikan patient safety RS Santo Borromeus
sudah membuat suatu kebijakan yaitu Standar
Prosedur Operasional (SPO) pencegahan
pasien resiko jatuh. Pencegahan pasien resiko
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

jatuh adalah serangkaian tindakan keperawatan


yang merupakan acuan dalam penerapan
langkah-langkah
untuk
mempertahankan
keselamatan pasien yang beresiko jatuh
dengan melakukan pengkajian melalui Morse
Fall Scale (MFS). MFS bertujuan untuk
memberikan keselamatan pasien dewasa di
RS, mencegah terjadinya pasien jatuh di RS.
Intervensi pencegahan pasien jatuh antara lain
penilaian MFS, memasang gelang identifikasi
pasien resiko jatuh berwarna kuning pada
pergelangan pasien, tanda pencegahan jatuh
(label segitiga kuning/merah) dipapan tempat
tidur, menuliskan di whiteboard pada nurse
station, mengatur tinggi rendahnya tempat
tidur sesuai dengan prosedur pencegahan
pasien jatuh, memastikan pagar pengaman
tempat tidur dalam keadaan terpasang, pada
pasien gelisah menggunakan restrain atau baju
Apollo.
Berdasarkan data yang didapat dari
team patient safety RS Borromeus, pasien
yang beresiko jatuh tahun 2012 bulan Januari
sampai Agustus sekitar 2593 pasien. Pasien
yang jatuh sebelum ada pencegahan pasien
jatuh peneliti mendapatkan laporan dari team
patient safety pada tahun 2010 sebanyak 7
orang dan pada tahun 2011 sebanyak 5 orang.
Setelah adanya program pencegahan pasien
resiko jatuh masih di dapatkan angka kejadian
jatuh pada bulan januari sampai bulan oktober
2012 sebanyak 4 orang. Dampak dari pasien
jatuh, Rumah Sakit Santo Borromeus banyak
dirugikan contohnya mengeluarkan uang untuk
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, hari
rawat menjadi panjang, dan tidak ada
kepercayaan pasien terhadap pelayanan
Rumah Sakit. Harapan Rumah Sakit Santo
Borromeus terhadap pasien jatuh adalah
nol/zero.
Pelaksanaan pencegahan pasien jatuh
salah satunya adalah penilaian MFS dan pada
prinsipnya adalah bagian dari, kinerja dan
perilaku perawat dalam bekerja sesuai tugastugasnya dalam organisasi, biasanya berkaitan
dengan kepatuhan. Menurut Sarwono (2004)
bahwa patuh adalah taat atau tidak taat
terhadap perintah, dan merupakan titik awal
dari perubahan sikap dan perilaku individu.
Berdasarkan
studi
pendahuluan,
peneliti telah melakukan observasi terhadap 10
perawat dalam menerima pasien baru 15 orang
yang di rawat di gedung Maria pada tanggal 19
sampai
tanggal
21
Oktober
2012.
Menunjukkan dari 15 pasien ada 3 pasien yang
95

tempat tidurnya tidak di rendahkan, 5 pasien


tidak diberi label segitiga, 2 pasien tidak
dilakukan penilaian MFS, 2 pasien tidak diberi
gelang resiko jatuh, 3 pasien pagar tempat
tidur tidak terpasang. Hal ini menggambarkan
bahwa pelaksanaan asuhan keperwatan kepada
pasien secara aman yang merujuk pada patient
safety belum optimal. Maka dalam upaya
pelaksanaan pencegahan pasien resiko jatuh
masih perlu menjadi perhatian bagi perawat di
RS.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
peneliti tertarik untuk membuat karya tulis
ilmiah dengan judul Kepatuhan Perawat
melaksanakan Standar Prosedur Operasional
pencegahan pasien resiko jatuh di gedung
Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Rumah
Sakit Santo Borromeus.
TINJAUAN PUSTAKA
Patient safety (keselamatan pasien)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Patient
safety merupakan assement resiko, identifikasi
yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisa insiden. Kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjut serta
implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (Permenkes RI No 1691,
2011).
Mengingat masalah keselamatan pasien
merupakan masalah yang perlu ditangani
segera di rumah sakit, maka dibuatlah standar
keselamatan pasien yang terdiri dari tujuh
standar, yaitu :
a. Hak Pasien.
b. Mendidik pasien dan keluarga.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan.
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja
untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran
kepemimpinan
dalam
meningkatkan keselamatan pasien.
f. Mendidik staf tentang keselamatan
pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien.

Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

Tujuan Keselamatan Pasien


Bisnis utama rumah sakit adalah merawat
pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien
segera sembuh dari sakitnya dan sehat
kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila
dalam perawatan di rumah sakit pasien
menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya
risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan
kata lain pasien harus dijaga keselamatannya
dari akibat yang timbul karena error.
Sebenarnya
petugas
kesehatan
tidak
bermaksud menyebabkan cedera pasien,tetapi
fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada
pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat
dicegah (non error) maupun yang dapat
dicegah (error), berasal dari berbagai asuhan
pelayanan pasien. Bila program keselamatan
pasien tidak dilakukan akan berdampak pada
terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan
biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi.
Ada beberapa tujuan keselamatan pasien yang
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Terciptaya budaya keselamatan pasien
rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat.
c. Terlaksananya
program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian yang tidak diharapkan.
Untuk mencapai tujuan keselamatan
pasien, perlu dibuat langkah-langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit, yaitu :
a. Bangun Kesadaran akan nilai keselamatan
pasien
b. Pimpin dan dukung staf anda
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan
pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang
keselamatan pasien
g. Cegah cedera mealui implementasi sistem
keselamatan pasien
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Sasaran keselamatan pasien diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
96

Keselamatan Pasien Rumah Sakit BAB IV


pasal 8. Dalam pelaksanaannya, Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit mengacu pada enam
sasaran ( Six Goals Patient Safety ) yaitu :

4)

Kebijakan dan atau prosedur terus


mendukung pengurangan resiko
membahayakan pasien akibat jatuh
di organisasi.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna
sebagai penyebab cedera pasien rawat
inap. Dalam konteks populasi atau
masyarakat yang dilayani, pelayanan
yang diberikan dan fasilitasnya, rumah
sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila pasien
jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat
jatuh, obat dan anamnesa terhadap
konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Melalui
pengkajian awal pasien risiko jatuh ini,
kejadian pasien jatuh dapat dicegah.

a. Ketepatan identifikasi pai efektif


b. Meningkatkatkan komunikasi efektif
c. Peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai
d. Kepastian tepat lokasi-tepat prosedurtepat pasien operasi
e. Pengurangan resiko infeksi terkai
pelayanan kesehatan
f. Pengurangan pasien jatuh
Program Sasaran Keselamatan Pasien RS
Santo Borromeus mengacu pada Nine Saving
Safety Solution dari WHO Patient Safety 2007
yang digunakan oleh Komite Keselamatan
Pasien RS PERSI (KKPRS PERSI), dan dari
JCI yang merupakan badan dunia yang
pertama kali terakreditasi oleh International
Standar Quality yang menjadikan sasaran
keselamatan pasien menjadi salah satu tolak
ukur dalam akreditasi.
Pengurangan Pasien Jatuh
a. Standar
Rumah sakit mengembangkan pendekatan
untuk mengurangi resiko membahayakan
pasien akibat dari cedera jatuh.
b. Tujuan
Menilai dan menilai kembali risiko secara
berkala setiap pasien untuk jatuh,
termasuk potensi risiko yang terkait
dengan rejimen pengobatan pasien, dan
mengambil tindakan untuk mengurangi
atau
menghilangkan
risiko
yang
teridentifikasi.
c. Elemen yang dapat diukur :
1) Rumah sakit menerapkan suatu
proses untuk penilaian awal pasien
untuk risiko jatuh dan penilaian
ulang pasien ketika ditunjukkan oleh
perubahan dalam kondisi atau
pengobatan, atau yang lain.
2)
Langkah-langkah diterapkan untuk
mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada assessment dianggap
rawan jatuh.
3) Langkah tersebut dipantau untuk
hasil, baik kesuksesan pengurangan
cedera jatuh dan apapun yang terkait
konsekuensi yang tidak diinginkan.
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

d.

Implementasi pencegahan pasien resiko


jatuh di Rumah Sakit
Pencegahan pasien jatuh yaitu dengan
penilaian awal risiko jatuh, penilaian
berkala setiap ada perubahan kondisi
pasien, serta melaksanakan langkah
langkah pencegahan pada pasien berisiko
jatuh. Implementasi di rawat inap berupa
proses identifikasi dan penilaian pasien
dengan risiko jatuh serta memberikan
tanda identitas khusus kepada pasien
tersebut, misalnya gelang kuning,
penanda resiko, serta informasi tertulis
kepada pasien atau keluarga pasien.
Intervensi Jatuh Risiko Tinggi:
1) Pakaikan gelang risiko jatuh
berwarna kuning. Pasang tanda
peringatan risiko jatuh warna merah
pada bed pasien
2) Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detil
seperti analisa cara berjalan sehingga
dapat ditentukan intervensi spesifik
seperti menggunakan terapi fisik atau
alat bantu jalan jenis terbaru untuk
membantu mobilisasi.
3) Pasien ditempatkan dekat nurse
station.

97

Variabel
Riwayat jatuh
(jatuh akibat
penyakit akut
atau dalam 3
bulan terakhir
Diagnosis
Sekunder (lebih
dari satu
diagnosa)

Alat bantu jalan

Pemakaian IV
Catheter

Kemampuan
berjalan

Status mental

Pernyataan
Tidak
Ya

Scor
e
0
25

tidak
Ya

0
15

Tidak menggunakan
Bedrest/kruk/tongkat/wa
lker/

0
15

Selalu dibantu perawat


Furniture (berpegangan
pada kursi, meja, tempat
tidur)
Tidak
Ya
Normal/bedrest/kursi
roda
Lemah (menggunakan
pegangan untuk
keseimbangan)
Terganggu
Sadar akan
kemampuannya
Tidak sadar akan
kemampuannya

Total Score
Kesimpulan
Nama jelas
perawat
4)
Lantai kamar mandi dengan karpet
anti slip/ tidak licin, serta anjuran
menggunakan
tempat
duduk
di kamar mandi saat pasien mandi.
5) Dampingi pasien bila ke kamar
mandi, jangan tinggalkan sendiri di
toilet,
informasikan
cara
mengunakan bel di toilet untuk
memanggil perawat, pintu kamar
mandi jangan dikunci.
6)
Lakukan penilaian ulang risiko
jatuh tiap shif.

Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

30

0
20
0
10

20
0
15

Prosedur pencegahan pada pasien


berisiko jatuh
1. Morse Scale Fall/MFS
MFS merupakan salah satu instrumen
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko
jatuh. Dengan menghitung skor MFS
pada pasien dapat ditentukan risiko jatuh
dari pasien tersebut, sehingga dengan
demikian dapat diupayakan pencegahan
jatuh yang perlu dilakukan. Pengkajian
resiko jatuh dilakukan pada saat pasien
baru masuk ruangan,setiap shift, pernah
terjadi jatuh, dilakukan bila ada
perubahan status mental sesuai dengan
prosedur yaitu SPO. Penilaian resiko
jatuh jatuh menggunakan MFS untuk
pasien dewasa. Hasil penilaian MFS bila
45 resiko tinggi dan 45 resiko rendah.
Lihat instrumen pengkajian MFS di tabel
2.1
Keterangan : bila total score < 45 resiko
rendah dan bila total score 45 resiko
tinggi
Kesimpulan :
RR ( Resiko Rendah ) < 45
RT (Resiko Tinggi ) > 45
2. Pemasangan label segitiga merah untuk
resiko tinggi dan segitiga kuning untuk
resiko rendah
3. Pemasangan
gelang
resiko
jatuh
dilakukan setelah penilaian MFS hasilnya
45.
4. Tempat tidur pasien
Tempat tidur pasien merupakan salah satu
alat yang digunakan oleh pasien. untuk
mencegah resiko pasien jatuh dari tempat
tidur, maka tempat tidur dalam posisi
rendah dan terdapat pagar pengaman/ sisi
tempat tidur.
5. Penggunaan restrain sesuai prosedur
Restrain merupakan alat atau tindakan
pelindung untuk membatasi gerakan atau
aktifitas pasien secara bebas. Untuk
menghindari jatuh dapat dimodifikasi
dengan memodifikasi lingkungan yang
dapat mengurangi cedera seperti memberi
keamanan pada tempat tidur (Potter dan
perry, 1997).

98

Edukasi pasien dan penunggu pasien


mengenai pencegahan pasien jatuh yaitu:
a. Keadaan pasien yang tidak stabil harus
ditunggu
b. Tanyakan pada perawat tentang cara
memasang/ mengoprasionalkan alat untuk
keamanan pasien
c. Gunakan sisi tubuh/sisi tempat tidur yang
kokoh saat mobilisasi turun/naik tempat
tidur.
d. Jika terpaksa meninggalkan pasien
lakukan: pastikan pengaman tempat tidur
terpasang, informasikan pada pasien
untuk memanggil perawat (menggunakan
bel), beritahukan perawat bahwa akan
meninggalkan pasien.
e. Segera laporkan jika ada alat yang tidak
berfungsi.
Standar Prosedur Operasional
Suatu standar/pedoman tertulis yang
dipergunakan untuk mendorong dan
menggerakkan suatu kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi. SPO
merupakan tatacara atau tahapan yang
dibakukan dan yang harus dilalui untuk
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.
a.

Tujuan SPO
1) Agar petugas/pegawai menjaga
konsistensi dan tingkat kinerja
petugas/pegawai atau tim dalam
organisasi atau unit kerja.
2) Agar mengetahui dengan jelas peran
dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi
3) Memperjelas alur tugas, wewenang
dan
tanggung
jawab
dari
petugas/pegawai terkait.
4)
Melindungi organisasi/unit kerja
dan petugas/pegawai dari malpraktek
atau kesalahan administrasi lainnya.
5) Untuk
menghindari
kegagalan
/kesalahan, keraguan, duplikasi dan
inefisiensi
Dalam menjalankan operasional
perusahaan , peran pegawai memiliki
kedudukan dan fungsi yang sangat
signifikan. Oleh karena itu diperlukan
standar-standar operasi prosedur sebagai
acuan kerja secara sungguh-sungguh
untuk menjadi sumber daya manusia yang

Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

profesional, handal sehingga dapat


mewujudkan visi dan misi perusahaan.
SPO Pencegahan Pasien jatuh RS Santo
Borromeus terbit tanggal 01 Februari 2012
a.

Perawat melakukan penilaian resiko


jatuh dengan menggunakan MFS dan
hasil didokumentasikan, pada pasien:
1)
Saat masuk ruangan
2)
Setiap hari saat pergantian shift
3) Ketika kondisi pasien berubah yang
dapat membuat pasien beresiko jatuh
4)
Pasien pindah ke bagian lain
5)
Setelah pasien jatuh
6)
Pasien lanjut usia

b. Setelah mendapatkan hasil MFS 45,


gelang identifikasi pasien warna kuning
dipasang pada pergelangan pasien.
c. Hasil MFS 45, beri tanda pencegahan
jatuh dengan memasang label segitiga
kuning/merah) di papan tempat tidur
pasien.
d. Membuat tulisan di whiteboard pada
nurse station: pasien yang beresiko jatuh
dan menginformasikan ke perawat yang
lainnya pada saat pergantian shift.
e. Mengatur tinggi rendahnya tempat tidur
sesuai dengan prosedur pencegahan dan
penanganan pasien jatuh.
f. Memastikan pagar pengaman tempat tidur
selalu dalam keadaan terpasang
g. Pada pasien gelisah menggunakan
restrain, kalau perlu menggunakan baju
Apollo dengan meminta ijin terlebih
dahulu kepada keluargaBottom of Form
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
deskriptif yaitu menggambarkan kepatuhan
perawat dalam melaksanakan SPO pencegahan
pasien resiko jatuh di gedung Yosef 3 Surya
Kencana dan Yosef 3 Dago Rumah Sakit
Borromeus
Bandung.Desain
penelitian
menggunakan deskriptif dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam
99

penelitian ini adalah semua perawat Yosef 3


Dago dan Surya Kencana sebanyak 50 orang.
Sampling dalam penelitian ini adalah
sampel jenuh karena semua perawat Yosef 3
Dago dan Surya Kencana merupakan sampling
penelitian yang berjumlah 50 orang. Penelitian
ini menggunakan metode mengumpulkan data
dengan cara observasi, dimana peneliti hanya
mengamati responden dan memberi tanda
cheklist pada kolom ya bila responden
melaksanakan dan kolom tidak bila responden
tidak melaksanakan.Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan lembaran
observasi.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian
a. Karakteristik responden
Tabel 1.1
Distribusi responden berdasarkan
pendidikan di Ruang Yosef 3 Dago dan
Suryakencana RS Santo Borromeus
(n=50)
Pendidikan
Jumlah
Persentas
e
D-3
45 orang
90
Keperawatan
5 orang
10
SPK
Total
50 orang
100

Interpretasi :
Dari tabel 1.1 diketahui bahwa hampir
seluruh responden mempunyai latar
belakang pendidikan D-3 Keperawatan
yaitu 45 orang (90%)
Tabel 1.2
Distribusi responden berdasarkan usia di
Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50)
Usia
Jumlah Persentase
< 25 tahun
14 orang
28
26 35 tahun
24 orang
48
36 45 tahun
8 orang
16
46 55 tahun
4 orang
8
Total
50 orang
100
Interpretasi :
Dari tabel 1.2 diperoleh data bahwa
sebagian responden berusia 26 35 tahun
yaitu 24 orang (48%)
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

Tabel 1.3
Distribusi responden berdasarkan masa
kerja di Ruang Yosef 3 Dago dan
Suryakencana RS Santo Borromeus
(n=50)
Masa Kerja
Jumlah Persentase
1 - 5 tahun
22 orang
44
6 10 tahun
10 orang
20
11 20 tahun 12 orang
24
21 35 tahun
6 orang
12
Total
50 orang
100
Interpretasi :
Dari tabel 1.3 diketahui bahwa
berdasarkan masa kerja, sebagian
responden mempunyai masa kerja 1 5
tahun yaitu 22 orang (44%)
b. Berdasarkan tujuan penelitian maka
diperoleh hasil peneltiian sbb :
1)

Melakukan pengkajian MFS


Tabel 1.4
Distribusi kepatuhan perawat melakukan
pengkajian MFS di Ruang Yosef 3 Dago
dan Suryakencana RS Santo Borromeus
(n=50)
Kepatuhan
Jumlah Persentase
Perawat
a. Melakukan
49
98
pengkajian MFS
1
2
b. Tidak
melakukan
pengkajian MFS
Total
50
100
orang
Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.4 kepatuhan perawat
melakukan pengkajian MFS diketahui bahwa
hampir seluruh responden patuh melakukan
pengkajian MFS yaitu 49 orang (98%).

100

2)

Memasang gelang di pergelangan


tangan pasien
Tabel 1.5
Distribusi kepatuhan perawat memasang
gelang di pergelangan tangan pasien di
Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50)
Kepatuhan
Jumlah Persentase
Perawat
a. Memasang
34
68
gelang
dipergelangan
16
32
tangan pasien
b. Tidak
memasang
gelang
dipergelangan
tangan pasien
Total
50
100
orang
Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.5 kepatuhan perawat
memasang gelang di pergelangan tangan
pasien diketahui bahwa sebagian besar
responden patuh yaitu 34 orang (68%).
3) Meletakkan tanda pencegahan jatuh
(label setigita kuning/merah) di papan
tempat tidur
Tabel 1.6
Distribusi kepatuhan perawat
dalam meletakkan tanda pencegahan
jatuh (label setigita kuning/merah) di
papan tempat tidur di Ruang Yosef 3
Dago dan Suryakencana RS Santo
Borromeus (n=50)
Kepatuhan Perawat Jml
%
a. Meletakkan tanda
34
68
pencegahan jatuh
(label
setigita
kuning/merah) di
16
32
papan
tempat
tidur
b. Tidak meletakkan
tanda pencegahan
jatuh
(label
setigita
kuning/merah) di
papan
tempat
tidur
Total
50
100
Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.6 kepatuhan perawat
dalam meletakkan tanda pencegahan jatuh
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

(label setigita kuning/merah) di papan tempat


tidur diketahui bahwa sebagian besar
responden
patuh
meletakkan
tanda
pencegahan
jatuh
(label
setigita
kuning/merah) di papan tempat tidur yaitu 34
orang (68%).
4) Menuliskan di whiteboard pada nurse
station
Tabel 1.7
Distribusi kepatuhan perawat menuliskan
di whiteboard pada nurse station di
Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50)
Kepatuhan
Jumlah Persentase
Perawat
a. Menuliskan di
29
58
whiteboard pada
nurse station
21
42
b. Tidak
menuliskan di
whiteboard pada
nurse station
Total
50
100
orang
Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.7 kepatuhan perawat
dalam menuliskan pada whiteboard diketahui
bahwa sebagian responden patuh melakukan
menuliskan pada whiteboard yaitu 29 orang
(58%).
5) Mengatur Tinggi Rendahnya Tempat
Tidur Sesuai
Dengan Prosedur
Pencegahan Pasien Jatuh
Tabel 1.8
Distribusi kepatuhan perawat dalam
Mengatur Tinggi Rendahnya Tempat
Tidur Sesuai Dengan Prosedur
Pencegahan Pasien Jatuh Di Ruang Yosef
3 Dago dan Suryakencana RS Santo
Borromeus (n=50)
Kepatuhan Perawat
Jm
%
l
a. Mengatur
tinggi 31
62
rendahnya tempat tidur
sesuai dengan prosedur
pencegahan pasien jatuh
19
38
b. Tidak mengatur tinggi
rendahnya tempat tidur
sesuai dengan prosedur
pencegahan pasien jatuh
Total
50
100

101

Interpretasi :
Berdasarkan tabel 4.8 kepatuhan perawat
dalam mengatur tinggi rendahnya tempat
tidur sesuai dengan prosedur pencegahan
pasien jatuh diketahui bahwa sebagian besar
responden patuh yaitu 31 orang (62%).
6) Memastikan Pagar Pengaman Tempat
Tidur Dalam Keadaan Terpasang
Tabel 4.9
Distribusi kepatuhan perawat
Memastikan Pagar Pengaman Tempat
Tidur Dalam Keadaan Terpasang di
Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50)
Kepatuhan
Jumlah Persentase
Perawat
a. Memastikan
48
96
pagar pengaman
tempat
tidur
dalam keadaan
2
4
terpasang
b. Tidak
memastikan
pagar pengaman
tempat
tidur
dalam keadaan
terpasang
Total
50
100
Interpretasi :
Berdasarkan tabel 4.9 kepatuhan perawat
memasang pagar pengaman (hek) diketahui
bahwa hampir seluruh responden patuh
memasang pagar pengaman (hek) yaitu 48
orang (96%).

b. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil yang didapat
lapangan, peneliti melihat bahwa:

di

1. Melakukan pengkajian dengan n


Penilaian MFS
Morse Fall Scale (MFS) merupakan salah
satu instrumen yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pasien beresiko jatuh.
Penilaian MFS dapat dilakukan setiap
pergantian shift, pasien baru masuk
ruangan, pasien pernah terjadi jatuh dan
apabila ada perubahan kondisi pasien .
Dengan menilai skor MFS dapat ditentukan
pasien yang beresiko jatuh, yaitu 45

Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

menandakan resiko jatuh, dan MFS 45


menandakan resiko rendah.
Menurut Skhafer, dkk (2000 )
kepatuhan adalah ketaatan seseorang pada
tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan
merupakan suatu permasalahan bagi
semua disiplin kesehatan, salah satunya
adalah pelayanan perawatan di Rumah
Sakit. Menurut Sarwono (2004) bahwa
patuh adalah taat atau tidak taat terhadap
perintah, dan merupakan titik awal dari
perubahan sikap dan perilaku individu.
Kepatuhan seseorang dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan yang tinggi
karena akan lebih rasional serta terbuka
dalam menerima adanya bermacam
program pembaharuan.
Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan
bahwa
kepatuhan
perawat
dalam
penilaian MFS sebanyak 49 responden
(98%), maka kategorinya menandakan
bahwa perawat Yosef 3 Dago dan Surya
Kencana hampir seluruh responden patuh
melaksanakan penilaian MFS.
Menurut analisa peneliti hal ini
karena setiap hari disosialisasikan oleh
Kabag dan team patient safety RS Santo
Borromeus tentang pencegahan pasien
resiko jatuh dengan menilai MFS.
2. Pemasangan gelang resiko
Gelang resiko merupakan suatu
identifikasi untuk mengetahui pasien yang
beresiko jatuh. apabila nilai MFS 45
gelang resiko ini dipasang dipergelangan
tangan pasien.
Tingkat kepatuhan adalah kepatuhan
petugas dalam pelayanan yang sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan (
Depkes RI, 1998 ). Menurut Notoadmojo
(2003) faktor yang mempengaruhi
kepatuhan adalah umur, pendidikan, masa
kerja dan jenis kelamin. Berdasarkan
karakteristik masa kerja 3-5 tahun 30%,
dimana pengalaman kerja juga ikut
menentukan kinerja seseorang.
Berdasarkan tabel 1.5 menunjukkan
bahwa
kepatuhan
perawat
dalam
pemasangan gelang resiko sebanyak 34
responden (68%), maka kategorinya
menandakan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana sebagian besar responden
patuh melaksanakan pemasangan gelang.
Menurut analisa peneliti hal ini
karena setelah menilai hasil MFS tidak
102

ada tindak lanjut untuk intervensi


pemasangan gelang resiko jatuh, misalnya
karena belum menjadi kebiasaan tentang
prosedur pencegahan pasien resiko jatuh.
Dan dari pernyataan perawat bahwa
pasien sudah terpasang gelang resiko
jatuh tapi digunting karena ada
pemindahan pemasangan infus.
3.

4.

Pemasangan label segitiga merah


Label segitiga merah merupakan
tanda untuk mengidenditifikasi pasien
beresiko jatuh. Dimana label segitiga
merah dipasang di depan tempat tidur,
supaya semua perawat dan keluarga tahu
pasien tersebut beresiko jatuh. Label
dipasang setelah mendapatkan nilai MFS
45.
Menurut Aditama (1998) patuh
adalah suatu sifat yang berfungsi untuk
mendorong seseorang taat terhadap suatu
ketentuan atau aturan. Kepatuhan ini bisa
dipengaruhi oleh faktor pengetahuan.
Pengetahuan
merupakan
kumpulan
informasi yang dipahami, diperoleh dari
proses belajar selama hidup dan dapat
digunakan sebagai alat penyesuaian diri
baik terhadap diri sendiri maupun
lingkungannya.
Berdasarkan tabel 1.6 menunjukkan
bahwa kepatuhan perawat melaksanakan
pemasangan label segitiga merah
sebanyak
34
responden
(68%),
berdasarkan kategori perawat Yosef 3
Dago dan Surya Kencana sebagian besar
responden
patuh
melaksanakan
pemasangan label segitiga merah.
Menurut analisa peneliti hal ini
karena kurangnya kesadaran dari perawat
tentang pentingnya pemasangan label
segitiga merah dan beberapa faktor
diantaranya kesibukan atau mobilitas
yang tinggi.
Penulisan hasil MFS di Whiteboard
Whiteboard merupakan sarana untuk
pendokumentasian berupa papan putih.
Whiteboard juga untuk menulis hal-hal
yang penting dan sebagai sarana
informasi mengingat. Hasil penilaian
MFS ditulis di whiteboard, untuk
mengingatkan dan menginformasikan
pasien yang beresiko tinggi jatuh dan
beresiko rendah jatuh.

Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

Kepatuhan merupakan suatu hal


yang penting agar dapat mengembangkan
rutinitas
(kebiasaan)
yang
dapat
membantu dalam mengikuti jadwal yang
kadang kala rumit dan mengganggu
kegiatan sehari-hari. Kepatuhan dapat
sangat sulit dan membutuhkan dukungan
agar menjadi biasa dengan perubahan.
Dengan mengatur, meluangkan waktu dan
kesempatan yang dibutuhkan untuk
menyesuaikan diri. Kepatuhan terjadi bila
aturan pakai obat yang diresepkan serta
pemberiannya diikuti dengan benar
(Tambayong,2002).
Faktor
yang
mempengaruhi
kepatuhan yaitu dari sikap seseorang.
Sikap adalah keadaan mental dalam
kesiapan yang diatur melalui pengalaman
yang memberikan pengaruh terhadap
respon individu.
Berdasarkan tabel 1.7 menunjukkan
bahwa sebagian responden patuh dalam
melaksanakan penulisan di whiteboard
sebanyak 29 responden (58%), maka
kategorinya bahwa perawat Yosef 3 Dago
dan Surya Kencana sebagian responden
patuh melaksanakan penulisan di
whiteboard.
Menurut analisa peneliti karena yang
menulis di whiteboard hanya perawat
primer saja dan oleh perawat yang lainnya
tidak dikontrol lagi sehingga tidak ad
penulisan di whiteboard.
5.

Merendahkan tempat tidur


Tempat tidur merupakan salah satu
fasilitas yang digunakan oleh pasien. Dari
tempat tidur pasien bisa beresiko jatuh,
maka untuk mencegah jatuh posisi tempat
tidur harus direndahkan.
Kepatuhan adalah suatu kondisi yang
tercipta dan berbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,
keteraturan dan ketertiban. Sikap atau
perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau
sama sekali tidak dirasakan sebagai
beban, bahkan sebaliknya akan mebebani
dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat
sebagaimana lazimnya (Prijadarminto,
2003).
Berdasarkan
diagram
4.5
menunjukkan bahwa kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan merendahkan tempat
tidur sebanyak 31 responden (62%),
103

maka kategorinya menunjukkan perawat


Yosef 3 Dago dan Surya Kencana
sebagian
besar
responden
patuh
melaksanakan merendahkan tempat tidur.
Menurut analisa peneliti hal ini
disebabkan karena bentuk dari tempat
tidur yang tidak bisa direndahkan, maka
perawat tersebut tidak bisa melaksanakan
merendahkan tempet tidur sesuai standar
prosedur operasional pencegahan pasien
resiko jatuh.
6. Pemasangan pagar pengaman tempat
tidur (hek)
Tempat tidur merupakan salah satu
fasilitas yang digunakan oleh pasien. Dari
tempat tidur pasien bisa beresiko jatuh,
terutama bila pasien ditinggal sendiri,
maka untuk mencegah jatuh pagar
pengaman harus selalu terpasang dan
perawat selalu menginformasikan pada
keluarga pasien.
Kepatuhan merupakan suatu bentuk
perilaku. Perilaku manusia berasal dari
dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedang dorongan merupakan usaha untuk
memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri
manusia (Heri P, 1999).
Berdasarkan tabel 1.8 menunjukkan
bahwa
kepatuhan
perawat
dalam
pelaksanaan memasang pagar pengaman
sebanyak 48 responden (96%), maka
kategorinya menandakan perawat Yosef
3 Dago dan Surya Kencana hampir
seluruh responden patuh melaksanakan
pemasangan pagar pengaman tempat
tidur.
Menurut analisa peneliti hal ini
karena karena sudah menjadi budaya
sebelum meninggalkan pasien perawat
memasang pagar pengaman .
PENUTUP
1. Simpulan
Peneliti telah melaksanakan penelitian
pada bulan Mei sampai Juni 2013 tentang
Kepatuhan
Perawat
melaksanakan
Standar Prosedur Operasional pencegahan
Pasien Resiko Jatuh di gedung Yosef 3
Dago dan Surya Kencana, didapatkan
hasil penelitian bahwa kepatuhan perawat
Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Patuh
75% melaksanakan SPO pencegahan
pasien resiko jatuh. Hasil penelitian
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

melaksanaan pencegahan pasien resiko


jatuh sebagai berikut :
a. Penilaian MFS
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana hampir seluruh
responden
patuh
melaksanakan
penilaian MFS 98% dan yang tidak
patuh 2%.
b. Pemasangan gelang resiko jatuh
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana sebagian besar patuh
melaksanakan pemasangan gelang
resiko jatuh 68% dan yang tidak patuh
32%.
c. Pemasangan label segitiga merah
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana sebagian besar patuh
melaksanakan
pemasangan
label
segitiga merah 68% dan tidak patuh
32%.
d. Penulisan MFS di whiteboard
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana sebagian patuh
melaksanakan penulisan MFS di
whiteboard 58% dan yang tidak patuh
42%.
e. Merendahkan tempat tidur
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana sebagian besar patuh
melaksanakan merendahkan tempat
tidur 62% dan yang tidak patuh 38%.
f. Pemasangan pagar pengaman tempat
tidur
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan
Surya Kencana hampir seluruh patuh
melaksanakan pemasangan pagar
pengaman tempat tidur 96% dan yang
tidak patuh 4%.
2. Saran
Rumah Sakit Santo Borromeus
a. Bagi team Pasient Safety senantiasa tetap
melakukan sosialisasi kembali dan evaluasi
tentang program pasient safety terutama
dalam pencegahan pasien resiko jatuh
b. Kepada seluruh perawat dalam bekerja
sesuai dengan standar yang sudah
dibakukan sesuai dengan SPO pencegahan
pasien jatuh.
c. Mengadakan sarana atau fasilitas tambahan
untuk tempat tidur yang tidak bisa
direndahkan berupa pijakan kaki pasien
yaitu kayu pendek atau trap pendek yang
disimpan di samping tempat tidur.
104

d.

Menyediakan tempat tidur yang


dapat direndahkan sesuai Standar
Pencegahan Operasional pencegahan
pasien resiko jatuh dengan mengacu
pada rencana anggaran RS.

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, (2007). Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika
Arikunto, (2010). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Bakti Husada, (2008). Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta
: KKPS-RS.
Hidayat, AA. (2007). Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah. (Eds 2).
Jakarta : Salemba Medika.
KARS. (2006). Standar Pelayanan Rumah
Sakit, Instrumen Penilaian Akreditasi
RS. Pelayanan Intensif, Bandung.
KARS.
KKP-RS.
(2011).
Workshop
Keselamatan Pasien dan Manajemen
Risiko Klinis di Rumah Sakit. Jakarta :
PERSI.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
Joint Commission Resources, Good Practices
in
Preventing
Patient
Falls
http://www.jcrinc.com/PreventingPatient-Falls/ diunduh tanggal 01 Maret
2013
Boushon B, Nielsen G, Quigley P, Rutherford
P, Taylor J, Shannon D. Transforming
Care at the Bedside How-to Guide:
Reducing Patient Injuries from Falls.
Cambridge, MA: Institute for Healthcare
Improvement; 2008. Available at:
http://www.IHI.org. diunduh tanggal 01
Maret 2013

Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus

105

You might also like