Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
2
Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk
memperkirakan bahwa 30% atau sekitar 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi
kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak-anak menderita gizi buruk.2
Berdasarkan hasil laporan Dinas Kesehatan Kalimantan-Selatan, angka
prevalensi balita yang mengalami gizi kurang masih tinggi dan jumlahnya fluktuatif
dalam 5 tahun terakhir.3,4 Pada bulan Januari-April 2007 di Banjarmasin tercatat 1047
kasus balita dengan status gizi kurang dan 507 kasus diantaranya mengalami gizi
buruk.5
Pada puskesmas Cempaka Putih tercatat sebanyak 66 orang balita yang
mengalami kekurangan gizi dengan 45 orang diantaranya terdapat di kelurahan Kuripan
dan sisanya yaitu 21 orang berada di kelurahan Kebun Bunga. 21 orang diantara balita
dengan kekurangan gizi tersebut berusia 12-24 bulan dan sesuai dengan program
pemerintah mendapatkan MP-ASI sejak bulan Agustus 2007. Belum dapat diketahui
apakah upaya perbaikan gizi yang selama ini telah dilakukan memberikan dampak yang
positif terhadap perubahan berat badan balita yang mendapat MP-ASI tersebut.
Mengingat kondisi tersebut, maka perlu adanya suatu penelitian untuk melihat
gambaran perubahan berat badan balita gizi kurang usia 6-24 bulan setelah pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Puskesmas Cempaka Putih.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan pada
penelitian ini, yaitu bagaimana perubahan berat badan setelah pemberian MP-ASI pada
balita gizi kurang di wilayah kerja puskesmas Cempaka Putih?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Makanan alamiah terbaik bagi bayi, yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6
bulan bila anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik
jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang
baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat
besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang
tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan
makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.7
Demikian pula halnya dengan anak yang makan tidak cukup baik, maka daya
tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang infeksi dan
mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.6
2. Ketahanan Pangan di Keluarga yang Kurang Tersedia
Ketahanan pangan di keluarga (Housefold Food Security) adalah kemampuan
kelaurga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup, baik jumlah, maupun mutu gizinya. Hal tersebut terkait dengan
ketersediaan pangan) baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber
lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan.6
3. Pola Pengasuhan Anak yang Kurang Memadai
Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi
dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua
mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih
sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat
4
5
posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.
Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya
sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga
miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk
mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan
anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan/adat istiadat
masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan
anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan
makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak
memberikan anak anak daging, telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan
anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.7
Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk
menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat bertumbuh
kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Pola ini berupa sikap
dan prilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan
makan, merawat, kebersihan, dan memberi kasih sayang.
4. Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan
Merupakan akses atau keterjangkauan anak dan keluarga untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan, seperti imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan,
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas,
praktek bidan atau dokter atau rumah sakit. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan
(karena jauh atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan,
6
merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan
kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.6
Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi,
politik dan sosial termasuk kejadian bencana alam, yang mempengaruhi ketidak
seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya
mempengaruhi status gizi balita.8
Pengukuran Status Gizi
Pengertian istilah nutritional anthropometry mula-mula muncul dalam Body
measurements and Human Nutrition yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966 yang
telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai pengukuran pada variasi/dimensi fisik
dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajad/nutrisi yang
berbeda.9
Terdapat berbagai macam tata cara antropometri yang dapat dipilih. Perbedaan
tata cara antropometri tersebut berkaitan dengan 4 macam aspek, yaitu baku
antropometri, indeksi antropometri, klasifikasi status gizi, dan garis pembatas.10
Jenis-jenis ukuran antropometri gizi yang diperlukan untuk penilaian
pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak adalah ukuran berat badan, panjang
(tinggi) badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit.10
Baku yang digunakan untuk berat dan tinggi badan adalah baku Depkes (hasil
Lokakarya Antropometri Gizi-I 1974), baku NCHS (National Center for Health
Statistic, USA), baku WHO-NCHS (modifikasi NCHS 1983), data Jurnadias (1966),
dan data Yayah Husaini. Dari semua baku yang belum ada yang dapat memenuhi
kebutuhan baku untuk berat dan tinggi anak Indonesia usia 0-18 tahun. Baku
6
7
antropometri yang dianggap paling memenuhi syarat saat ini adalah Baku WHO-NCHS
berdasarkan Lokakarya Antropometri di Ciloto tahun 1992.10
Baku untuk lingkar kepala adalah menurut Dine berdasarkan NCHS 1976, atau
data menurut Nelhaus. Baku untuk lingkar kepala, lingkaran lengan atas, dan tebal
lipatan kulit adalah data NCHS.10
Indeks antropometri digunakan untuk menganalisis hasil pengukuran yang
dibedakan:10
Dihubungkan dengan umur, yaitu B/U (berat terhadap umur), T/U (tinggi terhadap
umur), dan LLA (lingkar lengan atas terhadap umur).
Tidak dihubungkan dengan umur, yaitu B/T, LLA/T.
Pengkategorian status gizi yang biasa digunakan di Indonesia adalah menurut
cara Gomez dan cara Waterlow. Klasifikasi status gizi menurut cara Gomez ditentukan
berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan status gizi diklasifikasikan
menjadi empat kategori, yaitu: normal, gizi sedang, gizi kurang, dan gizi buruk.
Sementara klasifikasi status gizi menurut cara Waterlow berdasarkan indeks tinggi
badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan
diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu normal, kurus (wasting), pendek, dan
kurus (stunting and wasting), serta pendek (stunting).10
Salah satu cara untuk menilai berat badan secara teratur adalah dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).10
KMS adalah kartu untuk mencatat berat badan anak yang ditimbang setiap
bulan yang berguna untuk mengamati pertumbuhan anak sampai berusia 5 tahun.
Kegunaan utama KMS adalah memantau pertumbuhan anak. Pemantauan tersebut
memerlukan data berat badan anak balita yang ditimbang setiap bulan. Berat badan
7
8
bulan ini akan dibandingkan dengan berat badan bulan-bulan sebelumnya. Pada KMS
yang penting bukanlah berat badan pada bulan tertentu, tetapi adalah pertambahan berat
badan anak dari bulan ke bulan.11
Penafsiran pada KMS, yaitu:11
1. Grafik berat badan. Pada KMS terdapat beberapa pita berwarna. Yang paling atas
adalah pita warna hijau, kemudian hijau muda dan seterusnya sampai kuning.
Ditengah pita warna kuning terdapat garis titik-titik, dan dibawah pita kuning
terdapat garis berwarna merah dan beberapa pita berwarna.
2. Pertumbuhan anak yang baik akan mengikuti salah satu pita atau berpindah ke pita
warna yang lebih tua.
3. Apabila anak tidak bertambah berat badannya atau sedikit bertambah tetapi
berpindah ke pita warna yang lebih muda, berarti anak ini kurang sehat, anak ini
harus lebih banyak diberi makan.
4. Anak yang berat badannya berada di bawah garis merah, berarti perlu mendapat
perhatian segera dari ibu, dan memerlukan penanganan lebih lanjut dengan merujuk
ke Puskesmas. Hal ini juga berlaku bagi anak yang selama tiga bulan berturut-turut
berat badannya tidak meningkat.
Klasifikasi status gizi berdasarkan tabel BB/U Baku median WHO-NCHS,
yaitu:10
1. Gizi lebih
2. Gizi baik
3. Gizi sedang
4. Gizi kurang
9
Status gizi kurang, diklasifikasikan lagi, menjadi :12
a. Kurang Energi Protein (KEP) ringan
Apabila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning.
b. KEP sedang
Apabila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis merah
(BGM).
c. KEP berat/gizi buruk
Apabila hasil penimbangan BB/U < 60 % Baku median WHO-NCHS. Pada KMS
tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk
menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku median WHONCHS.
Juga terdapat perhitungan status gizi berdasarkan pada nilai Z-nya (relatif
deviasi terhadap nilai rata-ratanya). Dari nilai ini ditentukan standar deviasinya. Cut off
point tiap indikator status gizi adalah 2 SD. Berikut klasifikasi status gizi menurut nilai
Z, yaitu :13
1. Gizi Lebih
2. Gizi Normal
: -2 SD s/d +2SD
3. Gizi Kurang
: -2 SD s/d 3 SD
4. Gizi Buruk
: <-3 SD
10
2.2. Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Makanan pendamping ASI (MPASI) merupakan makanan bergizi yang
diberikan disamping Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi berusia 6 bulan ke atas atau
berdasarkan indikasi medik sampai anak berusia 24 bulan untuk memenuhi kebutuhan
gizinya.2,14,15,16
Tujuan pemberian MPASI adalah untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya
gizi buruk sekaligus mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak 12-24 bulan.2
Makanan pendamping asi (MPASI) terdiri dari MPASI lokal dan MPASI pabrikan
(MPASI Komersial).17 MP ASI komersial dibuat di pabrik untuk anak berumur di
bawah 3 tahun (batita). Misalnya bubur bayi bertahap, biskuit bayi, dan makanan ringan
bergizi lainnya. Keuntungan makanan bayi komersial adalah :14
-
Bersih dan aman bila belum kadaluarsa dan masih utuh dalam kemasan.
Beberapa makanan bayi komersial mengandung cukup energi dan zat gizi.
Kerugian makanan bayi komersial adalah :14
Banyak makanan bayi komersial dibuat untuk bayi berumur 4 bulan. Padahal usia ini
terlalu dini dan dapat mengganggu produksi ASI dan kerugian lain.
Relatif berbahaya jika disajikan dengan air dingin. Bila air terkontaminasi, bayi
mungkin sakit.
10
11
Kebersihan MP-ASI perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. MP-ASI
yang kurang bersih karena tercemar debu dan binatang-binatang kecil (lalat, kecoa,
semut, tikus), kurangnya kebersihan ibu, serta kurangnya kebersihan peralatan yang
dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring, dsb, dapat mengakibatkan diare atau
cacingan pada bayi/anak.16
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap MP-ASI perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:16
1. MP-ASI harus disimpan dalam keadaan bersih dan tertutup.
2. Alat-alat makan seperti piring, mangkok, cangkir, dan sendok harus selalu dalam
keadaan bersih.
3. Biasakanlah mencuci tangan dengan sabun sebelum membuat MP-ASI dan saat akan
memberi makanan.
Saat tepat untuk memberikan makanan pendamping asi (MPASI) adalah saat bayi
berusia 6 bulan. Hal ini disebabkan oleh :18
1. Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari
berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi berusia kurang dari 6 bulan
belum sempurna. Pemberian MP-ASI terlalu dini sama dengan membuka pintu
gerbang masuknya berbagai jenis kuman, apalagi jika tidak disajikan higienis. Hasil
riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan
MP-ASI sebelum berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk dan
pilek dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif.
2. Saat bayi berumur 6 bulan keatas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan
siap menerima MPASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung,
pepsin, lipase, enzim amilase, dll akan diproduksi sempurna saat berumur 6 bulan.
11
12
3. Mengurangi resiko terkena alergi akibat makanan. Saat bayi berumur kurang dari 6
bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap untuk mengolah kandungan dari makanan.
Sehingga makanan yg masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan menimbulkan
alergi.
Perlunya makanan pendamping ASI (MPASI) diberikan pada balita usia 6 bulan
24 bulan adalah :18
1. ASI saja tidak mencukupi kebutuhan untuk tumbuh kembang bayi dan anak.
2. MPASI sangat berpengaruh pada tumbuh kembang yang pesat bagi bayi dan anak
sampai umur 2 tahun.
3. Perkembangan potensi kecerdasan terbentuk hampir sempurna pada saat ini.
12
13
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
13
14
BAB IV
METODE PENELITIAN
15
Penyakit yang menyertai balita gizi kurang tidak terdata dan tidak dikendalikan.
4.3. Definisi Operasional
Pemberian MP-ASI adalah data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas
Cempaka Putih berupa data pemberian makanan bergizi pendamping ASI kepada bayi
usia 6-11 bulan dalam bentuk MP-ASI bubur dan anak usia 12-24 bulan dalam bentuk
MP-ASI biskuit oleh petugas gizi Pukesmas Cempaka Putih yang diperuntukkan bagi
balita gizi kurang, yang dievaluasi setelah 3 kali kunjungan ke puskesmas. Kunjungan
dilakukan setiap bulan. MP-ASI merupakan makanan pendamping ASI berupa bubur
dan biskuit buatan pabrik yang kandungan gizinya sudah distandarisasi sesuai
kebutuhan anak usia 6-24 bulan.
Perubahan berat badan balita gizi kurang adalah berupa data sekunder hasil
pencatatan berat badan balita di bawah garis berat badan normal berdasarkan KMS
yang dilakukan oleh petugas gizi Puskesmas Cempaka Putih. Setiap balita yang berat
badannya berada di bawah garis berat badan normal berdasarkan KMS yang terjaring di
balai pengobatan anak, klinik MTBS, dan posyandu akan dirujuk ke poli gizi untuk
ditimbang ulang dan mendapat pengarahan dari petugas gizi. Penimbangan dilakukan
dengan menggunakan timbangan bayi oleh petugas gizi. Penimbangan dilakukan setiap
kali kunjungan ke puskesmas. Jika balita tidak memiliki keluhan selain berat badannya
yang rendah, maka balita akan berkunjung ke puskesmas setiap 1 bulan sekali.
Penimbangan dilakukan dengan melepas sepatu dan menggunakan baju setipis
mungkin.
4.4. Rancangan Penelitian
Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif.
15
16
4.5. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi :
1. Penetapan subjek yang akan diteliti.
2. Pembuatan lembar isian data. Lembar isian terdiri dari nama, jenis kelamin, tanggal
lahir, alamat, pekerjaan orangtua, tanggal kunjungan awal, berat badan awal, dan
berat badan setelah kunjungan Balita gizi kurang yang ketiga.
3. Pemilihan data. Data disesuaikan dengan kriteria subjek.
4. Perhitungan persentasi perubahan berat badan balita gizi kurang.
5. Perhitungan mean dari persentasi perubahan berat badan balita gizi kurang.
6. Penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik.
7. Penarikan kesimpulan dari hasil perhitungan.
4.5.Teknik Penyajian Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
16
17
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Dalam kurun waktu 5 bulan (Agustus 2007 Januari 2008) terdapat sebanyak
21 balita gizi kurang di wilayah kerja puskesmas Cempaka Putih yang mendapatkan
Makanan Pendamping ASI (MPASI). Berikut identitas balita gizi kurang di wilayah
kerja puskesmas Cempaka Putih periode Agustus 2007 Januari 2008.
Tabel 1. Identitas Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka
Putih Periode Agustus 2007 Januari 2008
Nama
Doni Apriadi
Jenis
Kelamin
L
Alamat
Komp. Akasia Kebun Bunga
Pekerjaan
Orang Tua
Tukang
Putri Rahmatina
Buruh
Arti Kholidah
Buruh
Dwi Astriani
Buruh
M. Kipli
Pedagang
Kaki Lima
Buruh
Mahfuzatul Janah
Buruh
Safitri
Aisyah
M. Najuar
Buruh
Aulia
ABRI
Helda
Buruh
Nor Azizah
Buruh
M. Ramadhan
Kuripan Gg 9 RT 5 No. 76
Buruh
17
Petani
Petani
18
Amalia
Buruh
Firmansyah
Buruh
Akmal
Buruh
Soleh
Buruh
Imam Ridho
Buruh
Khairunnisa
Tukang
Becak
Saripah
Buruh
57,14%
42,86%
Laki-laki
Perempuan
18
19
23,81%
76,19%
Kuripan
Kebun Bunga
19
20
Tabel 2. Data Perubahan Berat Badan Balita Gizi Kurang yang Mendapat MP-ASI di
Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Putih Periode Agustus-November 2007
Ket. :
* : penderita dengan KEP berat, klinis tampak kelainan kulit berupa crazy pavement
dermatosis
Doni Apriadi
Putri Rahmatina
Arti Kholidah
Dwi Astriani
M. Kipli
Rizqi Barlian Noor
Mahfuzatul Janah
Safitri
Aisyah
M. Najuar
01-12-2006
19-07-2006
08-02-2006
20-04-2006
23-12-2006
14-08-2006
28-01-2006
28-09-2006
20-11-2006
04-12-2005
12-08-2007
12-09-2007
21-09-2007
24-09-2007
24-09-2007
26-09-2007
26-09-2007
26-09-2007
05-10-2007
26-10-2007
6,9
8,1
8,1
8,3
8,1
9,0
7,5
6,6
5,9
12,0
BB setelah 3
kali
kunjungan
(kg)
7,2
8,7
8,4
8,9
8,0
9,4
8,3
7,6
6,5
10,3
Aulia
10-05-2006
14-11-2007
8,1
8,3
2,47
Helda
10-07-2005
14-11-2007
9,0
9,2
2,22
Nor Azizah
07-03-2006
21-11-2007
10,1
10,0
-0,99
M. Ramadhan
05-10-2006
21-11-2007
6,9
7,9
14,49
Amalia
24-04-2006
23-11-2007
7,5
8,0
6,67
Firmansyah
19-06-2005
07-11-2007
8,5
9,2
8,24
Akmal
05-11-2006
10-11-2007
8,7
8,8
1,15
Soleh
16-02-2006
14-11-2007
11,1
11,9
7,21
Imam Ridho
10-05-2005
24-11-2007
11,1
8,7
-21,62 *
Khairunnisa
12-08-2006
26-11-2007
8,2
8,5
3,66
Saripah
11-01-2006
26-11-2007
7,0
7,4
5,71
Nama
Tanggal lahir
Tanggal
kunjungan
pertama
Rata-rata
BB awal
kunjungan
(kg)
Persentase
perubahan
BB (%)
4,3
7,41
3,70
7,23
-1,23
4,44
10,67
15,15
10,17
-14,17
3,66%
20
21
14,28%
Penurunan berat badan
85,72%
22
menyebabkan reaksi imun dan menimbulkan alergi.1 Selain itu, program pemberian
MP-ASI pada usia 6-24 bulan untuk menanggulangi masalah gangguan nutrisi ini
dilakukan mengingat usia tersebut merupakan masa yang amat penting dan merupakan
masa kritis dalam proses tumbuh kembang baik fisik maupun kecerdasan sehingga
harus memperoleh asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya.2
MPASI yang diberikan pada penderita gizi kurang berupa MP ASI komersial.
Hal ini dikarenakan MPASI komersial cepat dan mudah disajikan, tidak perlu dimasak,
bersih dan aman bila belum kadaluarsa dan masih utuh dalam kemasan, umumnya
disukai bayi, dan beberapa makanan bayi komersial mengandung cukup energi dan zat
gizi. 14
Selama dua tahun terakhir, penderita gizi kurang berjenis kelamin perempuan
lebih banyak ditemukan daripada laki-laki dengan perbandingan 1,5 : 1 (60,20% vs
39,80%). Hasil ini berdasarkan penelitian Nazir HZ, dkk di RSUP Palembang. Selain
itu, hasil penelitian Agustina L, dkk pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi laki-laki
berbanding perempuan adalah 1 : 4. Hal ini disebabkan karena perbedaan nilai, dimana
anak laki-laki dianggap lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak lakilaki akan mendapatkan perawatan kesehatan dan pemberian makanan yang lebih baik.
Berdasarkan grafik 1, dari 21 subjek penelitian didapatkan 57,14% penderita gizi
kurang yang mendapatkan MP-ASI berjenis kelamin perempuan sedangkan 42,86%
berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil ini dapat dilihat persentasi balita perempuan yang
mendapat MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih lebih besar
dibandingkan balita laki-laki.
Berdasarkan grafik 2, balita penderita gizi kurang yang mendapat MP-ASI
terbanyak didapatkan di Kelurahan Kuripan sebanyak 76,19% dibandingkan Kelurahan
22
23
Kebun Bunga sebanyak 23,81%. Hal ini disebabkan kemampuan daya beli masyarakat
Kelurahan Kuripan yang lebih rendah dibandingkan Kelurahan Kebun Bunga. Hal ini
sesuai dengan data demografi Puskesmas Cempaka Putih pada Laporan Tahunan 2007
yang menggambarkan bahwa kebanyakan masyarakat di Kelurahan Kuripan bekerja
sebagai buruh, sehingga tingkat pendapatan lebih rendah. Pendapatan yang rendah ini
akan menyebabkan menurunnya kemampuan daya beli terhadap pangan sehingga
ketersediaan bahan makanan dalam keluarga menjadi terbatas yang pada akhirnya
berpotensi terjadinya gizi kurang.2
Dari 21 subjek penelitian, 85,72% mengalami peningkatan berat badan,
sedangkan 14,28% mengalami penurunan berat badan. Peningkatan berat badan
merupakan indikator keberhasilan perbaikan gizi setelah dilakukan pemberian MP-ASI.
Empat belas koma dua delapan persen dari subjek mengalami penurunan berat-badan
setelah diberikan satu paket MP-ASI. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius
karena dapat memperburuk kondisi gizi dan kesehatan balita tersebut. Penurunan berat
badan setelah pemberian MP-ASI dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
1,11
1. tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua tentang gizi terutama ibu
2. perilaku ibu dalam hal pemberian MP-ASI, menjaga kebersihan, dan cara mengasuh
anak
3. penyakit infeksi yang diderita balita.
Salah satu penyakit infeksi penyerta yang diderita oleh salah satu penderita gizi
buruk di wilayah kerja puskesmas Cempaka Putih adalah Crazy Pavement Dermatosis.
Crazy Pavement Dermatosis merupakan perubahan pada kulit yang berupa bercakbercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh
23
24
yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan tersebut terus menerus dan
disertai kelembaban oleh keringat seperti pada bokong, fossa poplitea, lutut, paha, lipat
paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil
merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk kemudian menjadi
hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak
mengandung pigmen, dibatasi oleh tapi yang masih hitam akibat hiperpigmentasi.
Kasus gizi buruk yang disertai dengan Crazy Pavement Dermatosis biasanya
mempunyai prognosis yang buruk. 19
Penyakit infeksi Crazy Pavement Dermatosis yang menyertai gizi buruk
menimbulkan penurunan berat badan dikarenakan penyakit infeksi ini menyebabkan
hilangnya lemak bawah kulit sehingga cadangan protein semakin sering digunakan
untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh.19
Selama kurun waktu 5 bulan, terdapat 21 orang penderita gizi buruk yang
mendapatkan MP ASI dan persentase kenaikan berat badan penderita gizi buruk adalah
3,66%. Hal ini menandakan bahwa pemberian MP ASI bermanfaat untuk meningkatkan
berat badan kaarena dalam kandungan MP ASI terdapat mengandung energi dan
protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta
vitamin dan mineral lainnya.7 Namun, peningkatan berat badan yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh pemberian MP-ASI tetapi juga dipengaruhi oleh faktor tumbuh
kembang dari anak yang berlangsung secara lamiah.19
24
25
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
Pemberian MP-ASI pada balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Cempaka Putih
dapat mengakibatkan perubahan berat badan. Perubahan berat badan
berupa
peningkatan sebesar 85,72% dan penurunan berat badan 14,28%. Rata-rata kenaikan
berat badan penderita gizi buruk yang mendapatkan MPASI sebesar 3,66%. Faktor
yang menyebabkan peningkatanberat badan tidak hanya berasal dari pemberian MPASI namun juga dipengaruhi oleh tumbuh kembang anak yang berlangsung secara
normal.
6.2.Saran
Setelah dilakukan penelitian tentang pemberian MP-ASI pada balita usia 6-24
bulan di Puskesmas Cempaka Putih, disarankan untuk semua pihak yang terlibat agar :
-
Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral terutama dalam hal
peningkatan pengetahuan orang tua dan keluarga mengenai gizi.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai MP-ASI dan gizi kurang
25
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Kristijono A. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Dirawat Inap di
RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 1999-2000. Cermin Dunia Kedokteran. 2002; 134 : 59
2. Anonymous. Pedoman Penatalaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) tahun 2004. Jakarta : Ditjen Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, 2004. h. 1-3
3. Anonymous. Tujuh Balita Meninggal Akibat Gizi Buruk. Journal Litbang Depkes 2008;
(online), http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=68118 diakses 30 Januari
2008
4. Gunawan R. Kebijakan dan Strategi Program Perbaikan Gizi Masyarakat.
Banjarmasin: Dinas Kesehatan Banjarmasin, 2007
5. Almatsier, S. Ilmu Gizi. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. h. 1
6. Soekirman. Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Makro di Indonesia.
Jakarta, 2002; (Online), (http://www.gizinet.com)
7. Nency Yetty. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Inovasi. 2005; 5; XVII: p61
8. Depkes RI. Perkembangan Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Jakarta: Direktorat
Gizi Masyarakat; (Online), (http://www.gizinet.com)
9. Narendra, MB. Pengukuran Antropometri Pada Penyimpangan Tumbuh Kembang
Anak. J. Unair 2002; (online), (http://www.pediatric.com) diakses 30 Januari 2008
10.
Mansj
oer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Gizi Anak. Dalam : Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesclapius, 2000. h. 512-513, 576-577
11.
Gibne
y G. Buku Panduan Pemulihan yang Berkesinambungan Bagi Anak Malnutrisi.
Diterjemahkan oleh PCI - Indonesia dan diperbanyak oleh Jejaring PD Indonesia atas
dukungan USAID (United States Agency for International Development). Jakarta:
Country Director PCI Indonesia, 2004; (Online), (http:// www.coregroup.org)
12.
Husei
n Albar. Makanan Pendamping ASI. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran, 2004; 145;
XVII: p51-5
26
27
13. Anonymousm. Standar Nasional Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Badan
Standarisasi Nasional, 2005
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat, 2000.
15. Soraya, Luluk L. Kapan Bayi Boleh Diberi MPASI?. Jakarta, 2007; (Online),
(http://www.nakita.com)
16. Departemen Kesehatan RI. Makanan Pendamping ASI (MPASI). Kalsel: Kanwil
Depkes Propinsi Kalsel, Proyek Perbaikan Gizi Kalimantan Selatan, 2000.
17. Sofiati EL. Status Gizi Balita Kaitannya dengan Tingkat Kesadaran Gizi Keluarga
Muda Golongan Sejahtera. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, 2003; (Online),
(http://www.digilib.libang.depkes.go.id)
18. Puskesmas Sei Mesa. Laporan Tahunan Puskesmas Sei Mesa Tahun 2005.
Banjarmasin, 2005.
19. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat, Proyek FHN-ADB
LOAN 1471-INO, 2002.
27
28
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................
i
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............
1.2. Perumusan Masalah...................................................................
1
2
13
13
14
17
21
21
25
DAFTAR PUSTAKA
28
29
29
30
GAMBARAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA GIZI KURANG
BERUSIA 6-24 BULAN SETELAH PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING
ASI DI PUSKESMAS CEMPAKA PUTIH
Oleh :
Lena Rosida
31
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN
1. Judul Penelitian
2. Bidang Penelitian
3. Ketua Peneliti
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Pangkat/Golongan
e. Jabatan
f. Fakultas/Jurusan
g. Alamat
h. Telepon/Faks
i. Alamat Rumah
4. Lokasi Penelitian
5. Jumlah Biaya yang diusulkan : Rp. 1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Banjarbaru, Januari 2009
Mengetahui,
Dekan FK UNLAM
Ketua Peneliti,
Mengetahui
Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Lambung Mangkurat
DR. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc
NIP. 19630407 199103 1 003
31