Professional Documents
Culture Documents
Tanggal Percobaan
: 04 April 2014
III
Selesai Percobaan
: 04 April 2014
IV
Tujuan Percobaan
I
II
Dasar Teori
Suatu reaksi pengendapan dapat dikatakan berkesudahan, jika kelarutan endapannya
cukup kecil. Di dekat titik ekivalensinya, konsentrasi ion-ion yang dititrasi akan mengalami
perubahan-perubahan besar. Permasalahan yang mungkin dihadapi adalah pemilihan
indikator yang baik.
Ada beberapa cara untuk menentukan saat tercapai titik ekivalen pada titrasi
pengendapan:
1. Dengan pembentukan endapan berwarna (cara Mohr)
2. Dengan pembentukan persenyawaan berwarna yang larut (cara Volhard)
3. Dengan indikator adsorbs (cara Fajans)
Pada proses disinfeksi air, sering digunakan klor, karena harganya murah dan
mempunyai daya disinfeksikan sampai beberapa jam setelah pembubuhan (residu klor).
Selama proses tersebut klor direduksi hingga menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai
daya disinfektan, disamping klor juga bereaksi dalam keadaan bebas (Cl2, OCl-, HOCl) dan
keadaan terikat (NH4Cl, NHCl2, NCl3). Klor terikat mempunyai daya disinfektan yang tidak
seefisian klor bebas.
Pada titrasi dengan pembentukan endapan berwarna (cara Mohr) akan terbentuk
endapan baru yang berwarna. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4
sebagai indikator. Pada titrasi ion Ag yang berlebih akan diendapkan dengan warna merah
bata. Larutan bersifat nitrat atau sedikit basa, tetapi tidak boleh terlalu basa. Pada kondisi
yang cocok, metode Mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada konsentrasi klorida yang
rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna harus lebih larut dibanding endapan
warna yang terbentuk selama titrasi. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana
netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut
karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Reaksi yang terjadi adalah :
jika endapan memiliki luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas
jika endapan terkoagulasi, misalnya dengan adanya muatan ion yang besar.
VI
Ukuran
Jumlah/ buah
Gelas Kimia
10 ml
Pipet volum
10 ml
Pro pipet
Buret
50 ml
Erlenmeyer
250 ml
Gelas Ukur
10 ml
Klem
Statif
Neraca
Pipet biasa
10
Labu ukur
100 ml
Botol kosong
600 ml
2. Bahan-bahan
Nama bahan
Jumlah
50 ml
2 ml
12,5 ml
Arang
20 gr
Batu
140 gr
Pasir
60 gr
Ijuk
15 gr
Filter
VII
Alur Kerja
1. Larutan Sampel
Sampel air sumur
- dikocok sampai tercampur rata.
- dipipet 12,5 ml.
- dimasukkan dalam labu erlenmeyer 250
ml.
- ditambah 0,5 ml larutan K2Cr2O7 0,01 N
- dititrasi dengan larutan baku AgNO3
sampai warna merah bata terlihat.
- diulangi sampai 3 kali.
- dihitung kadar klorida dari sampel dalam
mg/L.
Vol. AgNO
3
2. larutan blanko
Air UNESA
- dipipet 12,5 ml.
- dimasukkan dalam labu erlenmeyer 250
ml.
- ditambah 0,5 ml larutan K2Cr2O7 0,01 N
- dititrasi dengan larutan baku AgNO3
sampai warna merah bata terlihat.
Vol. AgNO3
VIII
Hasil Pengamatan
Alur Percobaan
Hasil Pengamatan
Dugaan/ Rekasi
Kesimpulan
1. Larutan Sampel
Sampel air sumur
- dikocok sampai tercampur
rata.
- dipipet 12,5 ml.
- dimasukkan dalam labu
erlenmeyer 250 ml.
- ditambah 0,5 ml larutan
K2Cr2O7 0,01 N
- dititrasi dengan larutan baku
AgNO3 sampai warna merah
bata terlihat.
- diulangi sampai 3 kali.
- dihitung kadar klorida dari
sampel dalam mg/L.
Vol. AgNO3
dan kadar Cl-
Sebelum
- Sampel air sumur = tidak
berwarna.
- K2Cr2O7 = berwarna kuning
- AgNO3 = tidak berwarna
Sesudah
- Sampel + K2Cr2O7 =
berwarna kuning bening.
- + AgNO3 = berwarna jingga
- Setelah didiamkan = terjadi
endapan merah bata.
- Vol AgNO3
I = 4,2 ml
II = 4,1 ml
III = 4,0 ml
Menurut
pemkes
2010,
kadar Dan hasil rata-rata kadar Cl
sebesar
6806,4
maksimum yang diperbolehkan adalah adalah
mg/L.
250 mg/L.
Jadi, air sumur (sampel)
tidak
layak
dipakai/
dikonsumsi karena kadar
melebihi ambang batas
maksimum yang ditetepkan
Menkes 2010.
2. Larutan Blanko
Air UNESA
- dipipet 12,5 ml.
- dimasukkan dalam labu
erlenmeyer 250 ml.
- ditambah 0,5 ml larutan
K2Cr2O7 0,01 N
- dititrasi dengan larutan
baku AgNO3 sampai warna
merah bata terlihat.
Vol. AgNO3
Sebelum
- Sampel air sumur = tidak
berwarna.
- K2Cr2O7 = berwarna kuning
- AgNO3 = tidak berwarna
Sesudah
- Sampel + K2Cr2O7 =
berwarna kuning bening.
- + AgNO3 = berwarna jingga
- Setelah didiamkan = terjadi
endapan merah bata.
- Vol AgNO3 = 1,7 ml
IX
mengandung kadar klorida didalamnya, dimana sampel airnya berasal dari daerah Kenjeran
Surabaya . Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar klorida dalam air
sumur. Dari sampel ini akan ditentukan berapa kadar klorida yang terkandung dengan
indikator KCr2O7 serta AgNO3 sebagai titrannya.
Langkah awal yang kami lakukan ialah menyaring sampel air sumur menggunakan
alat sederhana yang terbuat dari botol air bekas isi 600 ml, dimana botol air bekas ini
dipotong bawahnya, lalu diletakkan dalam posisi terbalik, sehingga tutup botol air bekas pada
posisi dibawah. Kemudian diisi dengan arang, krikil, pasir, ijuk, dan filter. Untuk susunan
didalam botol air kosong ini berturut-turut dimulai dari yang paling atas yaitu arang, krikil,
pasir, ijuk, kemudian yang terahir filter. Setelah itu, sampel air sumur dimasukkan dalam
botol air bekas yang telah diisi dengan beberapa bahan yang telah disebutkan sebelumnya,
lalu didiamkan selama 30 menit. Kemudian air sampel dialirkan dari tutup botol dalam posisi
terbalik (dibawah), dan ditampung didalam gelas kimia. Sehingga sampel air yang telah
disaring ini selanjutnya akan dipakai untuk menentukan kadar klorida (Cl-) pada air sumur.
Perlakuan selanjutnya ditentukan dengan:
1. larutan sampel
Penentuan kadar Cl- pada air sumur didaerah kenjeran surabaya sebagai baku
(sampel) yaitu dengan cara dikocok sampel air sampai tercampur rata, kemudian dipipet
dengan pipet volum sebanyak 12,5 ml dan dimasukkan dalam labu ukur 100 ml. Sampel air
sumur diencerkan 100 kali karena ketika dititrasi dengan larutan AgNO3 lebih besar dari 15
ml. Setelah diencerkan, sampel air dipipet sebanyak 12,5 ml dan dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambah 1 ml larutan K2Cr2O7 menghasilkan warna kuning
pada larutan. Dimana larutan K2Cr2O7 berfungsi sebagai indikator yang berwarna kuning.
Kemudian dititrasi dengan larutan baku AgNO3 yang merupakan titrannya, sampai warna
merah bata terlihat pada titik akhir titrasi. Ketika dititrasi dengan AgNO3, yang pada awalnya
larutan berwarna kuning berubah menjadi jingga, setelah didiamkan larutan terdapat endapan
yang berwarna merah bata. Hal ini menandakan sudah mencapai titik akhir titrasi. Reaksinya
sebagai berikut :
K2Cr2O7(aq) + 2AgNO3(aq) Ag2Cr2O7
+ 2KNO3(aq)
Setelah dilakukan pengulangan/ replikasi sebanyak 3 kali, maka volume titran AgNO3
yang digunakan untuk titrasi berturut-turut adalah V1 = 4,2 ml; V2 = 4,1 ml; V3 = 4,0 ml.
Volume titran digunakan untuk menghitung kadar Cl- yang terdapat didalam sampel air
sumur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Cl mg
Dan diperoleh kadar Cl- pada V1 = 7090 mg/L; V2 = 6806,4 mg/L; V3 = 6522,8
mg/L, sehingga diperoleh kadar Cl- rata-rata untuk ketiga titrasi yaitu sebesar 6806,4 mg/L.
Berdasarkan standar kadar Cl- menurut PERMENKES RI, 2010 batas maksimum kesadahan
air minum yang dianjurkan yaitu 250 mg/L, dapat dikatakan bahwa air sumur yang diteliti
tidak layak dikonsumsi karena melebihi nilai ambang batas yang dianjurkan.
Jika dibandingkan dengan kondisi eksisting dari tempat sampling maka hasil ini
memang dapat terjadi karena sampel di ambil disekitar kenjeran yang dekat dengan pantai
sehingga dapat mempengaruhi kadar kloridnya. Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan
pegunungan biasanya relatif rendah, sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat
banyak jumlahnya. Konsentrasi klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap,
kemudian mengalir ke sungai. Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat klorida yang
tinggi.
2. . Larutan Blanko
Pada pembuatan larutan blanko, air yang digunakan adalah air kemasan (UNESA),
alur percobaan sama dengan pengujian larutan sampel, yakni pertama dipipet 12,5 ml air
dengan menggunakan pipet volum dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml.
Kemudian ditambah 0,5 ml larutan K2Cr2O7 menghasilkan warna kuning pada larutan.
Dimana larutan K2Cr2O7 berfungsi sebagai indikator yang berwarna kuning. Kemudian
dititrasi dengan larutan baku AgNO3 yang merupakan titrannya, sampai warna merah bata
terlihat pada titik akhir titrasi. Ketika dititrasi dengan AgNO3, yang pada awalnya larutan
berwarna kuning berubah menjadi jingga, setelah didiamkan larutan terdapat endapan yang
berwarna merah bata. Hal ini menandakan sudah mencapai titik akhir titrasi. Reaksinya
sebagai berikut :
+ 2KNO3(aq)
Volume titran AgNO3 yang digunakan untuk menitrasi sebanyak 1, 7 ml, diman
volume titran ini digunakan untuk menghitung kadar Cl- yang terdapat didalam sampel air
sumur.
Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya, untuk hasil titrasi larutan blanko, titran yang dipakai
sebanyak 1,7 ml dan titran yang dipakai oleh larutan sampel berturut-turut sebanyak V1 = 4,2
ml; V2 = 4,1 ml; V3 = 4,0 ml. Sedangkan nilai kadar Cl- pada V1 = 7090 mg/L; V2 = 6806,4
mg/L; V3 = 6522,8 mg/L. Untuk kadar Cl- rata-rata dari ketiga titrasi yaitu sebesar 6806,4
mg/L.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel air sumur yang diambil didaerah Kenjeran
Surabaya tidak layak dipakai/ dikonsumsi karena melebihi nilai ambang batas yang
dianjurkan. Kadar Cl- dari sampel ini adalah sebesar 6806,4 mg/L, sedangkan menurut
PERMENKES RI, 2010 batas maksimum kesadahan air minum yang dianjurkan yaitu 250
mg/L.
XI
Daftar Pustaka
Day R.A, Jr dan A. L Underwood, Jr. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Penerjemah Iis Sopyan, Jakarta: Erlangga.
Rivai, Harizul.1995. Asas Pemeriksaan kimia. Jakarta : UI-Press
Amaria, dkk. 2014. Penuntun praktikum kimia lingkungan. Surabaya: UNESA Press.
Lampiran Perhitungan
Rumus : Cl mg
7090 mg
6806, 4 mg
3
6522,8 mg
L 6806, 4 mg
Lampiran foto
Blanko + K2Cr2O7